Laporan Pendataan Disabilitas GK November PDF

Title Laporan Pendataan Disabilitas GK November
Author Dheni Fidiyahfika
Pages 76
File Size 8.4 MB
File Type PDF
Total Downloads 127
Total Views 232

Summary

PENDATAAN PENYANDANG DISABILITAS TERINTEGRASI SISTEM INFORMASI DESA KABUPATEN GUNUNG KIDUL LAPORAN HASIL KAJIAN DELAPAN (8) DESA November 2017 PENDATAAN PENYANDANG DISABILITAS TERINTEGRASI SISTEM INFORMASI DESA KABUPATEN 1 GUNUNG KIDUL DAFTAR ISI PENDAHULUAN; h.2 INTEGRASI DATA DISABILITAS DALAM SIS...


Description

Accelerat ing t he world's research.

Laporan Pendataan Disabilitas GK November Dheni Fidiyahfika UCPRUK

Cite this paper

Downloaded from Academia.edu 

Get the citation in MLA, APA, or Chicago styles

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Bulet in-disabilit as widha yant ii PROSIDING SEMINAR NASIONAL DALAM RANGKA DIES NATALIS Ke-48 UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKA… Windah Onerida PERSPEKT IF DIFABILITAS DALAM POLIT IK DI INDONESIA Ishak Salim

PENDATAAN PENYANDANG DISABILITAS TERINTEGRASI SISTEM INFORMASI DESA KABUPATEN GUNUNG KIDUL

LAPORAN HASIL KAJIAN DELAPAN (8) DESA

November 2017

1

PENDATAAN PENYANDANG DISABILITAS TERINTEGRASI SISTEM INFORMASI DESA KABUPATEN GUNUNG KIDUL

DAFTAR ISI PENDAHULUAN; h.2 INTEGRASI DATA DISABILITAS DALAM SISTEM INFORMASI DESA; h.3 METODOLOGI PENDATAAN; h.4 BAGIAN I. INFORMASI UMUM DISABILITAS h.7 Karakteristik Usia Penyandang Disabilitas; h.8 Tingkat Pendidikan Penyandang Disabilitas; h.10 Aktivitas Utama Penyandang Disabilitas; h.12 BAGIAN II. KENDALA DISABILITAS; h.14 Gambaran Umum Disabilitas; h.14 Kendala Mengurus Diri; h.16 Kendala Gerak; h.18 Kendala Pendengaran; h.21 Kendala Penglihatan; h. 23 Kendala Memori; h.25 Kendala Komunikasi; h.27 Kendala Perilaku dan Emosi, h.29 Kendala Belajar dan Bermain; h.31 BAGIAN III. ALAT BANTU DISABILITAS; h.33 Alat Bantu Gerak; h.34 Alat Bantu Penglihatan; h.36 Alat Bantu Pendengaran; h.37 Penggunaan Alat Bantu berdasarkan Wilayah; h.39 BAGIAN IV. URGENSI PENYANDANG DISABILITAS; h.40 Ketergantungan Disabilitas; h.40 Kemandirian Disabilitas; h.42 BAGIAN V. PROFIL DESA DAN DISABILITAS; h.44 Desa Beji; h.45 Desa Giriharjo; h.47 Desa Girikarto; h.49 Desa Girimulyo; h.51 Desa Girisekar; h.53 Desa Girisuko; h.55 Desa Giriwungu; h.57 Desa Karangsari; h.59 BAGIAN VI. PENUTUP; h.61 Kesimpulan; h.61 Rekomendasi; h.63 LAMPIRAN I. Infografik Situasi Penyandang Disabilitas di Delapan (8) Desa di Kabupaten Gunung Kidul II. Rangkaian Kegiatan Pendataan Disabilitas terintegrasi Sistem Informasi Desa di Delapan (8) Desa di Kabupaten Gunung Kidul, April – November 2017 III. Daftar Petugas Pendata Disabilitas dan Operator SID

PENDATAAN PENYANDANG DISABILITAS TERINTEGRASI SISTEM INFORMASI DESA KABUPATEN GUNUNG KIDUL

2

SITUASI PENYANDANG DISABILITAS KAB. GUNUNG KIDUL KAJIAN DI DELAPAN (8) DESA A. PENDAHULUAN Pada tanggal 30 Maret 2007, Pemerintah Indonesia telah menandatangani Resolusi Nomor A/61/106 mengenai Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas). Upaya tersebut, dapat disebut sebagai tonggak penting bagi kerja-kerja bersama dalam rangka menghormati, melindungi, memenuhi, dan memajukan hak-hak penyandang disabilitas. Meninjau ketentuan dalam Konvensi PBB tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas1, sesungguhnya kerangka konseptual dan definisi disabiltas tidak dengan serta merta dibakukan, bahkan ditempatkan sebagai sebuah konsep yang senantiasa berkembang dan fleksibel. Pertimbangan dasar menempatkan seseorang sebagai disabilitas adalah ketika seseorang tersebut memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama, yang mana hambatan-hambatan tersebut dapat menghalangi partisipasi penuh, setara dan efektivitas di masyarakat. Kata kunci yang ditekankan dalam konteks ini adalah keberfungsian seseorang di komunitas, atau masyarakatnya, maka konsep disabilitas ini dikembangkan dalam perspektif relasional dan peran manusia dalam lingkungannya. Maka sebuah status disabilitas ditegakkan tidak hanya berdasar dengan diagnosa medis yang menjelaskan kondisi keterbatasan fungsi, tetapi lebih menjelaskan bagaimana individu dapat berfungsi dalam lingkungannya. Adanya keterbatasan fungsi (impairment) diletakkan sebagai kondisi dasar, yang diasumsikan akan memunculkan hambatan-hambatan personal maupun sosial. Sehingga bisa dinyatakan bahwa, individu yang memiliki keterbatasan fungsi (impairment) akan menjadi disabilitas ketika mengalami kendala dalam berperan dan berpartisipasi di masyarkat, atau ketika dirinya menghadapi hambatan lingkungan, seperti fasilitas yang tidak aksesibel, tidak tersedianya alat bantu atau persepsi negatif masyarakat2. Keberadaan anggota masyarakat dengan disabiltas, yang memuat berbagai hambatan tentu tidak bisa dinomorduakan. Situasi disabilitas, tentu tidak bisa menjadi penghalang bagi seseorang untuk mendapatkan hak-haknya sebagai seorang manusia dan warga negara, baik atas layanan publik yang disediakan, hak untuk mendapatkan penghidupan layak, pendidikan layak serta hak untuk mengembangkan diri seutuhnya. 1 2

Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2014 UNCRPD ????

PENDATAAN PENYANDANG DISABILITAS TERINTEGRASI SISTEM INFORMASI DESA KABUPATEN GUNUNG KIDUL

3

Maka sebuah tinjauan mengenai keterbatasan, atau kendala-kendala personal yang melatari disabilitas menjadi sangat penting dan dibutuhkan. Tidak sekedar untuk memetakan disabilitas dalam kelompok-kelompok tertentu, namun secara mendalam menggali bagaimana kendala yang dialami, bagaimana upaya mengatasinya, serta sejauh mana disabilitas (dengan kondisi khususnya) mampu membangun kapasitas dan kemandirian dalam hidupnya.

B. INTEGRASI DATA DISABILITAS DALAM SISTEM INFORMASI DESA Kajian ini menggunakan Desa sebagai unit analisis, hal ini diselaraskan dengan semakin meningkatnya pemanfaatan peran Desa sebagai basis pengorganisasian formal maupun informal. Pentingnya pemberdayaan pemerintahan Desa agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera telah ditegaskan dalam Undang-Undang Desa tahun 20143. Salah satu bagian dari ketentuan tentang desa, yakni dalam Bagian Ketiga UU Desa Pasal 86 tentang Sistem Informasi Pembangunan Desa dan Pembangunan Kawasan Perdesaan, dijelaskan bahwa desa berhak mendapatkan akses informasi melalui sistem informasi yang dikembangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten atau Kota. Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam hal ini diwajibkan untuk mengembangkan sistem informasi Desa dan pembangunan Kawasan Perdesaan. Ketentuan dalam UU Tentang Desa tersebut mengharuskan adanya sebuah Sistem Informasi Desa yang memuat berbagai data dan informasi terkait kondisi kewilayahan, dan terutama data demografis penduduk. Sistem Informasi Desa sekaligus menjadi kanal paling depan terkait informasi kewiilayahan dan kependudukan yang bisa diakses, digunakan serta diperbaharui. Sebagai sebuah portal data dasar masyarakat Desa, yang bahkan mendasari ketersediaan data di wilayah yang lebih luas (Kabupaten), maka sudah sepatutnya memuat informasi mengenai kendala-kendala, atau hambatan-hambatan yang dialami oleh warga masyarakat, baik secara fisik, mental, intelektual, sensorik maupun psikologis. Meninjau format data dari Badan Pusat Statistik, disabilitas masih mendapatkan ruang minor dalam daftar variabel kependudukan yang dikaji, yakni dengan semata-mata mengidentifikasikan disabilitas ke dalam bentuk-bentuk ketidakmampuan. Alhasil informasi tentang disabilitas di Desa masih sangat terbatas, dan tidak menyentuh aspek-aspek personal dan psikologis dari para penyandang disabilitas.

3

Undang-Undang No. 6 Tahun 2014. Tentang Desa.

PENDATAAN PENYANDANG DISABILITAS TERINTEGRASI SISTEM INFORMASI DESA KABUPATEN GUNUNG KIDUL

4

Meninjau kebutuhan akan data yang lengkap dan akurat, maka kajian ini secara spesifik akan mengurai kendala yang dialami orang dengan disabilitas, untuk kemudian di-integrasikan dalam Sistem Informasi Desa (SID). Diharapkan data dan informasi tentang disabilitas di tingkat Desa akan lebih mudah terakses, mudah diverifikasi sekaligus mudah diperbaharui untuk kemudian membentuk pemahaman yang lebih komprehensif dan akurat tentang kondisi disabilitas di masing-masing desa. Tersedianya informasi yang mudah dijangkau, tentu akan sangat membantu bagi orang dengan difabilitas dalam mendapatkan hak-hak pelayanan publik-nya, atau di sisi lain bagi otoritas (pemerintah) dalam menjamin pemenuhan hak-hak terhadap orang dengan disabilitas, berkaitan dengan kondisi medis, partisipasi ataupun inclusive employment.

C. METODOLOGI PENDATAAN Pendekatan Survey Statistik4 dipilih untuk mengungkap situasi penyandang disabilitas di beberapa desa Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu desa Beji, Giriharjo, Girikarto, Girimulyo, Girisekar, Girisuko, Giriwungu, dan Karangsari. Pengambilan data dilakukan oleh agen lokal pada bulan Mei - Agustus 2017. Bank data diintegrasikan dengan Sistem Informasi Desa setempat sebagai pilot model sensus disabilitas di Indonesia. Kuesioner dibangun dengan melakukan modifikasi terhadap Washington Group Questionnaire/WG5 disertai penambahan beberapa konstruk lokal-sosial sebagai pengaya. Jenis Disabilitas dikelompokkan menjadi Gangguan Gerak & Mobilitas, Gangguan Komunikasi, Gangguan Memori, Gangguan Mengurus Diri, Gangguan Pendengaran, Gangguan Penglihatan dan Gangguan Perilaku dan Emosi. Khusus masa perkembangan anak, dilibatkan dua gangguan sosial-kognitif, yaitu Gangguan Belajar Anak dan Gangguan Bermain Anak. Penyertaan dua gangguan khusus ini dilakukan mengingat masa perkembangan anak merupakan masa krusial tumbuh kembang. Definisi Operasional Gangguan beserta Item Kuesioner terkait dipaparkan selanjutnya sebagai berikut: 1. Gangguan gerak dan mobilitas, merupakan tingkat kesulitan yang menghalangi seseorang untuk berpindah tempat secara mandiri. Tercakup dalam dua item pertanyaan yang mengungkap tingkat kesulitan seseorang untuk berpindah dari satu ruang ke ruang lain dalam rumah, baik dalam ruang horizontal maupun ruang bertingkat yang dihubungkan oleh

4 5

Beam, G., 2012, The Problem with Survey Research, New Brunswick and London: Transaction Publisher www.washingtongroup-disability.com, 2011

5

PENDATAAN PENYANDANG DISABILITAS TERINTEGRASI SISTEM INFORMASI DESA KABUPATEN GUNUNG KIDUL

tangga. Serta mengungkap tingkat kesulitan menggunakan tangan, jari tangan dan ibu jari untuk menangani benda, mengangkat, memanipulasi dan melepaskannya. 2. Gangguan Komunikasi mengacu pada tingkat hambatan untuk bertukar informasi atau ide dengan orang lain, terjadi karena gangguan indera pendengaran, gangguan bicara, dan gangguan terkait dengan kemampuan kognitif untuk menafsirkan suara yang tertangkap oleh sistem pendengaran 3. Gangguan Memori, merupakan tingkat kesulitan mengingat dan berpikir yang berkontribusi terhadap kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Bentuk yang umum terjadi adalah lupa arah/jalan, tidak dapat berkonsentrasi pada apa yang sedang dilakukan dan tidak ingat apa yang seseorang katakan kepada responden. Item ini tidak bermaksud untuk menangkap kesulitan mengingat atau berkonsentrasi karena situasi sehari-hari yang umum seperti beban kerja atau stres yang tinggi, atau akibat penyalahgunaan zat yang bersifat sementara. 4. Gangguan Pendengaran, merupakan tingkat gangguan fungsi sistem pendengaran, berupa keterbatasan pendengaran atau masalah pendengaran dalam bentuk apapun bahkan saat menggunakan alat bantu dengar (jika memakai alat bantu dengar). Kesulitan mendengar dapat terjadi di satu telinga atau keduanya. 5. Gangguan Penglihatan, tingkat hambatan kemampuan visual untuk memahami atau mengamati apa yang terjadi di sekitar, terjadi akibat gangguan sistem penglihatan. Item gangguan ini adalah: 6. Gangguan Perilaku dan Emosi, merupakan tingkat kesulitan untuk mengatur/meregulasi keadaan mood, kondisi emosi dan mengendalikan perilaku. 7. Gangguan Mengurus Diri, merupakan tingkat kesulitan dalam mengurus keberlangsungan diri, kebersihan diri, sanitasi, dan keteraturan secara mandiri. Tujuan dari item ini adalah untuk mengidentifikasi masalah dalam mengurus diri sendiri secara mandiri. Makan, mandi dan berpakaian merupakan tugas yang terjadi setiap hari dan merupakan kegiatan yang sangat mendasar. 8. Gangguan Belajar pada Anak, merupakan tingkat hambatan yang ditemui dalam melakukan fungsi belajar kognitif, antara lain menganalisis dan memecahkan masalah, mempelajari tugas-tugas baru, misalnya mengenali benda yang asing, mempelajari bahasa dan mempelajari tugas-tugas perkembangan. 9. Gangguan Bermain pada Anak, merupakan tingkat hambatan yang dialami untuk membentuk dan membangun relasi sosial, mempertahankan relasi sosial, kesulitan bergaul dengan anakanak sebaya, dan kesulitan menginisiasi pertemanan

PENDATAAN PENYANDANG DISABILITAS TERINTEGRASI SISTEM INFORMASI DESA KABUPATEN GUNUNG KIDUL

6

Respon jawaban terdiri dari tidak bisa sama sekali, banyak kesulitan, sedikit kesulitan dan tidak mengalami kesulitan. Respon “tidak bisa sama sekali” mendapatkan skor 1, “banyak kesulitan” mendapatkan skor 2, ”sedikit kesulitan” mendapatkan skor 3 dan “tidak mengalami kesulitan” mendapatkan skor 4. Tingkat keparahan diukur sebagai agregrat aspek tiap gangguan, skor agregrat 4 menunjukkan tidak adanya kendala, skor 3 s.d 3.99 menunjukkan sedikit kendala, skor 2 s.d 2.99 menunjukkan bahwa seseorang banyak terkendala, dan 1 s.d 1.99 menunjukkan keadaan sepenuhnya terkendala6.

6

www.washingtongroup-disability.com, 2011

7

PENDATAAN PENYANDANG DISABILITAS TERINTEGRASI SISTEM INFORMASI DESA KABUPATEN GUNUNG KIDUL

BAGIAN 1. INFORMASI UMUM DISABILITAS Program pendataan disabilitas ini dilakukan di delapan (8) desa di Kabupaten Gunung Kidul, Privinsi DIY, dengan jumlah penduduk sebanyak 40.809 jiwa. Hasil pendataan mendapati adanya 2214 orang dengan disabilitas, atau sebanyak 5.43% dari keseluruhan jumlah penduduk dari delapan (8) desa yang didata. Meninjau data dari tiap-tiap desa, maka rentang prosentase penduduk dengan disabilitas bergerak dari nilai terendah sebesar 2.49% (Desa Giriharjo, Kecamatan Panggang) sampai dengan tertinggi 8.54% (Desa Beji, Kecamatan Ngawen). Sebaran data selengkapnya tersaji dalam tabel 1 berikut: Tabel 1. Sebaran Penduduk dengan Disabilitas di 8 Desa Disabilitas No Desa N % 1 Beji 371 16.8% 2 Giriharjo 102 4.6% 3 Girikarto 173 7.8% 4 Girimulyo 276 12.5% 5 Girisekar 320 14.5% 6 Girisuko 420 19.0% 7 Giriwungu 224 10.1% 8 Karangsari 328 14.8% 2.214 100% TOTAL

4345 4093 4101 6107 7697 5902 2642 5922

% dari Penduduk 8.54% 2.49% 4.22% 4.52% 4.16% 7.12% 8.48% 5.54%

40.809

5.43%

Penduduk

Meninjau proporsi jenis kelamin, didapati hasil bahwa penduduk perempuan dengan disabilitas ternyata lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki, yakni sebanyak 1204 perempuan dengan disabilitas (54.4%) berbanding dengan 1010 laki-laki dengan disabilitas (45.6%). Meninjau pola sebaran di masing-masing Desa, hanya terdapat dua (2) Desa yang memiliki jumlah penduduk laki-laki dengan disabilitas lebih banyak dibandingkan perempuan, yakni Desa Girikarto dan Desa Karangsari. Desa Girisuko dalam pendataan ini menampilkan perbedaan jumlah yang paling besar antara laki-laki dan perempuan dengan disabilitas, yakni 40.5% berbanding dengan 59.5% untuk perempuan dengan disabilitas. Tabel 2a. Jenis Kelamin Berdasarkan Wilayah No Desa Laki-laki 1 Beji 168 2 Giriharjo 50 3 Girikarto 90 4 Girimulyo 124 5 Girisekar 147 6 Girisuko 170 7 Giriwungu 96 8 Karangsari 165 TOTAL 1010

Perempuan 203 52 83 152 173 250 128 163 1204

Total 371 102 173 276 320 420 224 328 2214

8

PENDATAAN PENYANDANG DISABILITAS TERINTEGRASI SISTEM INFORMASI DESA KABUPATEN GUNUNG KIDUL

Tabel 2b. Jenis Kelamin Berdasarkan Wilayah dalam % No Desa Laki-laki 1 Beji 45.28% 2 Giriharjo 49.02% 3 Girikarto 52.02% 4 Girimulyo 44.93% 5 Girisekar 45.94% 6 Girisuko 40.48% 7 Giriwungu 42.86% 8 Karangsari 50.30% TOTAL 45.62%

Perempuan 54.72% 50.98% 47.98% 55.07% 54.06% 59.52% 57.14% 49.70% 54.38%

Total 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00%

a. Karakteristik Usia Penyandang Disabilitas Hasil pendataan menunjukkan bahwa jumlah penyandang disabilitas semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia seseorang, hal ini berkait dengan bertambah banyaknya faktor-faktor penyebab disabilitas, termasuk terjadinya degenerasi kemampuan fisik tatkala seseorang memasuki usia lanjut. Kategorisasi usia mengacu pada Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009), yang membagi dalam sembilan (9) kategori, yakni: 1) Masa balita

0 – 5 tahun

2) Masa kanak-kanak` 5 – 11 tahun 3) Masa remaja awal 12 – 16 tahun 4) Masa remaja akhir 17 – 25 tahun 5) Masa dewasa awal 26 – 35 tahun 6) Masa dewasa akhir 36 – 45 tahun 7) Masa lansia awal

46 – 55 tahun

8) Masa lansia akhir

56 – 65 tahun

9) Masa manula

lebih dari 66 tahun

Namun demikian, dalam kajian ini dilakukan penggabungan kategori untuk menyederhanakan batas-batas usia seseorang, yakni menjadi; masa balita dan anak, masa remaja, masa dewasa, masa lansia dan masa manula. Penggabungan kategori tersebut dilakukan tanpa merubah kaidah-kaidah yang telah ditetapkan Departemen Kesehatan RI. Berikut hasil kategorisasi usia penyandang disabilitas di delapan desa: Tabel 3. Kategori Usia Responden Penelitian No Usia 1 Balita dan anak (0-11 tahun) 2 Remaja (12-25 tahun) 3 Dewasa (25-45 tahun) 4 Lansia (46-65 tahun) 5 Manula (>65 tahun) TOTAL

N 76 104 203 596 1235 2214

% 3.4% 4.7% 9.2% 26.9% 55.8% 100%

9

PENDATAAN PENYANDANG DISABILITAS TERINTEGRASI SISTEM INFORMASI DESA KABUPATEN GUNUNG KIDUL

Salah satu yang menonjol dalam pendataan ini adalah tingginya jumlah penyandang disabilitas berusia lebih dari 65 tahun (manula). Secara mengejutkan hasil pendaatn ini mendapati lima (5) orang penyandang disabilitas dengan usia di atas 100 tahun, dengan usia tertua yakni 106 tahun, demikian halnya dengan manula berusia 80 tahun keatas, yang ternyata cukup banyak, yakni 418 orang (18.87%). Secara umum, dominasi kelompok usia manula dapat ditemui di setiap desa, terkecuali desa Giriharjo, dimana jumlah penyandang disabilitas manula setara dengan kelompok usia lansia (46 – 65 tahun). Tabel 3a. Kategori Usia Berdasarkan Wilayah No Desa Balita dan Remaja Anak 1 Beji 7 10 2 Giriharjo 2 10 3 Girikarto 4 8 4 Girimulyo 5 14 5 Girisekar 18 26 6 Girisuko 20 16 7 Giriwungu 8 8 8 Karangsari 12 12 TOTAL 76 104

Dewasa

Lansia

Manula

21 17 26 25 41 32 13 28 203

98 37 55 86 83 97 54 86 596

235 36 80 146 152 255 141 190 1235

Tabel 3b. Kategori Usia Berdasarkan Wilayah dalam % No Desa Balita dan Remaja Dewasa Anak 1 Beji 1.83% 2.87% 5.74% 2 Giriharjo 1.92% 9.62% 17.31% 3 Girikarto 2.22% 5.00% 16.11% 4 Girimulyo 1.77% 4.95% 9.19% 5 Girisekar 5.50% 8.56% 12.84% 6 Girisuko 4.71% 3.76% 7.76% 7 Giriwungu 3.40% 3.40% 6.38% 8 Karangsari 4.09% 3.80% 8.48% TOTAL 3.42% 4.78% 9.39%

Lansia 26.37% 35.58% 31.67% 30.74% 26.30% 23.53% 25.96% 27.19% 27.29%

Manula 63.19% 35.58% 45.00% 53.36% 46.79% 60.24% 60.85% 56.43% 55.11%

Tingginya angka penyandang disabilitas berusia lanjut dan manula, ternyata berkaitan dengan proporsi jenis kelamin penyandang disabilitas. Khususnya di Desa Girisuko, sebagian besar penyandang disabilitas berusia lanjut dan manula, yakni sebesar 63.2% adalah perempuan. Hal ini tentunya dapat dilihat dari perspektif usia harapan hidup, dimana harapan hidup perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki.

10

PENDATAAN PENYANDANG DISABILITAS TERINTEGRASI SISTEM INFORMASI DESA KABUPATEN GUNUNG KIDUL

Tabel 3c. Jenis Kelamin Lansia dan Manula LANSIA DAN MANULA No Desa Laki-laki Perempuan 1 Beji 153 190 2 Giriharjo 37 37 3 Girikarto 76 62 4 Girimulyo 102 136 5 Girisekar 108 131 6 Girisuko 131 225 7 Giriwungu 88 116 8 Karangsari 142 144 TOTAL 837 1041

Total 343 74 138 238 239 356 204 286 1878

b. Tingkat Pendidikan Penyandang Disabilitas Hasil pendataan ...


Similar Free PDFs