Title | LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA P3 ISOLASI FLAVONOID DARI TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) |
---|---|
Author | Evi Nurul Latifah |
Pages | 23 |
File Size | 740.5 KB |
File Type | |
Total Downloads | 352 |
Total Views | 703 |
LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA PERCOBAAN KE III ISOLASI FLAVONOID DARI TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Disusun Oleh : Diah Lintangati 1708067053 Dianita Ulfi Anggraini 1708067054 Ellisa Septama 1708067055 Evi Nurul Latifah 1708067056 Galuh Putri Prastiwi 1708067057 Lathifah Nur Fitriani 17080670...
LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA PERCOBAAN KE III ISOLASI FLAVONOID DARI TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
Disusun Oleh : Diah Lintangati
1708067053
Dianita Ulfi Anggraini
1708067054
Ellisa Septama
1708067055
Evi Nurul Latifah
1708067056
Galuh Putri Prastiwi
1708067057
Lathifah Nur Fitriani
1708067058
Hari, Tanggal Praktikum
: Jumat, 10 Mei 2019
Dosen Pembimbing
: Andi Wijaya, M.Farm., Apt.
LABORATORIUM FITOKIMIA AKADEMI FARMASI INDONESIA YOGYAKARTA 2019
i
HALAMAN PENGESAHAN DAN PERNYATAAN
Laporan Praktikum FITOKIMIA Percobaan Ke III dengan Judul Isolasi Flavonoid dari Temulawak adalah benar sesuai dengan hasil praktikum yang telah dilaksanakan. Laporan ini kami susun sendiri berdasarkan data hasil praktikum yang telah dilakukan. Yogyakarta, 10 Mei 2019 Dosen Pembimbing,
Ketua Kelompok,
Andi Wijaya, M.Farm., Apt
Evi Nurul Latifah
Data Laporan (Diisi dan diparaf oleh Dosen/Laboran/Asisten) Hari, Tanggal Praktikum Hari, Tanggal Pengumpulan Laporan Jumat, 21 Juni 2019
Jumat, 10 Mei 2019
Nilai Laporan (Diisi oleh Dosen) No. Aspek Penilaian 1. Ketepatan waktu pengumpulan (10) 2. Kesesuaian laporan dengan format (5) 3. Kelengkapan dasar teori (15) 4. Cara kerja (10) 5. Penyajian hasil (15) 6. Pembahasan (20) 7. Kesimpulan (10) 8. Penulisan daftar pustaka (5) 9. Upload data via blog/wordpress/scribd/academia.edu (10) TOTAL
i
Nilai
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN DAN PERNYATAAN ............................................ i DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iii ISOLASI FLAVONOID DARI TEMULAWAK ................................................... 1 A. Tujuan .......................................................................................................... 1 B. Dasar Teori ................................................................................................... 1 C. Alat dan Bahan ............................................................................................. 6 D. Cara Kerja .................................................................................................... 7 E. Hasil ............................................................................................................. 8 F.
Pembahasan ................................................................................................ 10
G.
Kesimpulan................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 13 LAMPIRAN .......................................................................................................... 16
ii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Struktur kimia flavonoid.......................................................................2 Gambar 2. Skema prosedur ekstraksi dengan metode maserasi.............................7 Gambar 3. Skema prosedur isolasi menggunakan KLT preparatif........................7 Gambar 4. Skema prosedur identifikasi dengan KLT............................................8 Gambar 5. Hasil KLT preparatif.............................................................................9
iii
PERCOBAAN III ISOLASI FLAVONOID DARI TEMULAWAK A. Tujuan Mengetahui langkah-langkah isolasi, mampu melakukan isolasi flavonoid dari temulawak dan mengetahui isolat yang diperoleh. B. Dasar Teori 1. Temulawak Temulawak (Curcuma xanthorriza) merupakan salah satu jenis tanaman unggulan yang memiliki banyak manfaat sebagai tanaman obat (Hadipoentyanti et al., 2007). Tanaman ini termasuk tanaman tahunan yang tumbuh merumpum. Tiap rumpun tanaman terdiri atas beberapa tanaman anakan dan tiap tanaman memiliki 3-9 helai daun. Warna daging rimpangnya kuning dengan cita rasa pahit serta berbau tajam (Rukmana, 1995). a. Klasifikasi Kingdom : Plantae Divisi
: Spermathophyta
Sub divisi : Angiospermae Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Zingiberaceae
Genus
: Curcuma
Spesies
: Curcuma xanthorrhiza Roxb.
(Wijayakusuma, 2007).
b. Kandungan Menurut Hayani (2006) dari hasil analisis secara kualitatif diketahui bahwa di dalam rimpang temulawak terdapat alkaloid, flavonoid, fenolik, saponin, triterpenoid dan glikosida. Rimpang temulawak mengandung antioksidan. Komponen senyawa yang bertindak sebagai
1
antioksidan dari temulawak adalah fenol dan kurkumin (Jayaprakasha et al., 2006). Kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam rimpang temulawak merupakan senyawa alelokimia yang dapat menghambat pembelahan sel. Oleh karena itu rimpang temulawak mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi bahan bioherbisida alami (Thi et al., 2008). Flavonoid merupakan senyawa bahan alam yang mengandung dua cincin aromatik benzena yang dihubungkan oleh 3 atom karbon, atau suatu fenilbenzopiran (C6-C3-C6). Bergantung pada posisi ikatan dari cincin aromatik benzena pada rantai penghubung tersebut, kelompok flavonoid dibagi menjadi 3 kelas utama, flavonoid, isoflavonoid, dan neoflavonoid (Grotewold, 2006).
Gambar 1. Struktur kimia flavonoid (Redha, 2010). Flavonoid sering dijumpai dalam bentuk glikosidannya. Apabila suatu senyawa terdapat banyak glikosidannya maka senyawa tersebut cenderung bersifat lebih polar. Sehingga pada proses ekstraksi senyawa metabolit sekunder akan lebih terekstrak dengan pelarut polar, senyawa yang bekerja kurang spesifik karena terikat dengan gugus gula dan pada proses pemisahan senyawa dengan KLT akan cenderung tertahan pada fase diamnya (Saifuddin, 2006). Kuersetin adalah senyawa kelompok flavonol terbesar, kuersetin dan glikosidanya berada dalam jumlah sekitar 60-75% dari flavonoid. Kuersetin dipercaya dapat melindungi tubuh dari beberapa jenis
2
penyakit degenerative dengan cara mencegah terjadinya proses peroksidasi lemak (Waji, 2009). c. Manfaat Rimpang temulawak berkhasiat sebagai laktagoga, kolagoga, antiinflamasi, tonikum, dan diuretik (Dalimartha, 2000). Temulawak mampu menghambat pembelahan sel-sel tumor dan pembentukan jaringan kista di paru-paru dan jaringan perut, serta memiliki aktivitas antiproliferasi terhadap kanker payudara MCF-7. kurkumin juga dapat menghambat pembentukan sel kanker (Choi et al., 2004). Senyawa flavonoid sangat penting bagi tanaman pada pertumbuhan dan perkembangannya seperti penarikan perhatian hewan pada prroses penyerbukan dan penyebaran benih, stimulan fiksasi nitrogen pada bakteri Rhizobium, peningkat pertumbuhan tabung serbuk sari, serta resorpsi nutrisi dan mineral dari proses penuaan daun. Senyawa flavonoid juga memiliki kemampuan untuk bertahan tanaman dari herbivora dan penyebab penyakit, serta senyawa ini membentuk dasar untuk melakukan interaksi alelopati antar tanaman (Andersen et al., 2006). Selain itu flavonoid merupakan salah satu senyawa polifenol yang memiliki aktivitas antioksidan yang cukup tinggi (Sayuti et al., 2015). Menurut Yasni et al (1994), α-kurkumene merupakan salah satu komponen zat aktif yang dapat menurunkan trigliserida. Kurkumin berwarna kuning rasa yang tajam dengan bau yang khas, memiliki sifat antiseptik dan dapat digunakan sebagai pewarna alami pada bahan makanan (Yulinas et al., 2005). Selain kurkumin, senyawa fenol berfungsi sebagai antioksidan karena mampu meniadakan radikal bebas dan radikal peroksida sehingga dapat mencegah kanker (Kelloff et al., 2000).
3
2. Maserasi Maserasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar. Secara teknologi merupakan ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan (Ferdiansyah, 2006). Metode maserasi dipilih karena metode ini murah dan mudah dilakukan, karena senyawa yang terkandung tidak tahan pemanasan (Yustina, 2008). Perendaman sampel dengan maserasi akan terjadi kontak sampel dengan pelarut yang sangat lama. Terdistribusinya pelarut organik yang terus menerus ke dalam sel tumbuhan mengakibatkan perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel. Sehingga, pemecahan dinding dan mebran sel dan metabolit sekunder yang berada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik. Hal ini membuat ekstraksi senyawa berlangsung sempurna karena lama perendaman yang dilakukan (Braja, 2008). Kelebihan dari metode maserasi ini adalah sederhana, relatif murah, tidak memerlukan peralatan yang rumit, terjadi kontak antara sampel dan pelarut yang cukup lama dan dapat menghindari kerusakan komponen senyawa yang tidak tahan pemanasan. Kekurangan dari metode ini adalah membutuhkan waktu yang lama (Voight, 1995). Menurut penelitian Fauzana (2010) hasil rendemen ekstrak rimpang temulawak dengan waktu maserasi kurang dari 18 jam menghasilkan rendemen yang rendah yaitu dibawah 12,60%. Lebih lanjut dilaporkan bahwa semakin lama waktu maserasi yaitu dari 4 jam hingga 24 jam, hasil rendemen ekstrak semakin meningkat. Penelitian yang dilakukan oleh Amelinda et al (2018) menyebutkan bahwa waktu maserasi berpengaruh sangat nyata terhadap rendemen, kadar total fenolik, kadar total kurkumin dan aktivitas antioksidan ekstrak rimpang temulawak, dimana perlakuan terbaik adalah perlakuan waktu maserasi 24 jam dengan rendemen sebesar 205,88%.
4
Farmakope Herbal Indonesia (2008) menyebutkan bahwa ekstraksi temulawak dengan refluks kurang praktis dan efisien karena membutuhkan peralatan khusus, waktu yang relatif lebih lama, energi, dan bahan kimia yang cukup banyak. Oleh karena itu, diperlukan alternatif ekstraksi yang lebih sederhana, cepat, efisien, dan tidak mahal, namun tetap memenuhi kaidah-kaidah analisis. Ekstraksi secara sonikasi sangat tepat diterapkan pada analisa dalam jumlah massif dengan waktu yang terbatas. Sedangkan maserasi merupakan cara yang sangat sederhana dan tidak membutuhkan peralatan khusus sehingga dapat diterapkan di semua laboratorium. Selain itu, maserasi mungkin akan memberi hasil yang lebih baik karena akan mengurangi terjadinya dekomposisi atau degradasi komponen karena pengaruh suhu (Sidik, 1985). Prinsip teknik pemisahan secara maserasi adalah prinsip kelarutan like dissolves like yang mana pelarut polar akan melarutkan senyawa polar, sedangkan pelarut non polar akan melarutkan senyawa non polar. Sehingga pemilihan pelarut sangat berpengaruh terhadap hasil ekstraksi. Pelarut yang digunakan harus dapat menarik komponen aktif yang diinginkan. Faktor yang harus diperhatikan dalam memilih pelarut antara lain: selektivitas, sifat pelarut, kemampuan mengekstraksi, tidak toksik, mudah diuapkan dan harga relatif murah (Gamse, 2002). Pelarut yang sering digunakan untuk ekstraksi antara lain : etil asetat, etanol, aseton, dan air (Simpen, 2008). 3. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dapat digunakan untuk tujuan analitik dan preparatif. Kromatografi lapis tipis analitik digunakan untuk menganalisa senyawa-senyawa organik dalam jumlah kecil. KLT preparatif digunakan untuk memisahkan senyawa dengan sampel dalam jumlah besar berdasarkan fraksinya (Sastrohamidjojo, 2007). Uji kualitatif flavonoid dilakukan menggunakan analisa KLT. Ekstrak etanol daun benalu mangga dilarutkan dengan etanol 96% kemudian ditotolkan pada lempeng KLT. Lempeng dimasukkan dalam chamber yang
5
berisi eluen n-heksan : etila asetat (1:9). Bercak diamati dibawah sinar UV 366 nm, kemudian disemprot dengan reagen atau pereaksi spesifik. Pereaksi yang sering digunakan untuk identifikasi flavonoid sebagai pereaksi semprot dalam KLT adalah AlCl3 dan sitroborat yang akan memberikan warna kuning (Yulianti et al., 2014.) Fase diam dalam KLT berupa silika gel (biasanya berupa plat silika gel GF 254) yang mampu mengikat senyawa yang akan dipisahkan. Sedangkan fase geraknya berupa berbagai macam pelarut atau campuran pelarut. Proses pengembangan atau elusi ialah proses pemisahan campuran cuplikan akibat pelarut pengembang merambat naik dalam lapisan fase diam. Jarak hasil pemisahan senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan atau harga Rf KLT dapat digunakan untuk perhitungan kualitatif dalam pengujian sampel dengan menggunakan harga Rf dimana harga Rf dinyatakan dengan (Sastrohamidjojo, 2007). Rf = Angka Rf berjarak antara 0,00 sampai 1,00 dan hanya ditentukan dua desimal. hRf ialah angka Rf dikalikan faktor 100 (h), menghasilkan nilai berjangka 0 sampai 100 (Stahl, 1985). C. Alat dan Bahan Alat
Bahan
1. Seperangkat alat maserasi
1. Simplisia Temulawak
2. Seperangkat alat KLT
2. Etanol
3. Beaker glass
3. Etil asetat
4. Stirer
4. Heksan
5. Rotavapour
5. Standar kuersetin
6. Cawan porselin
6
D. Cara Kerja Timbang 40 g serbuk Rimpang Temulawak Dimasukkan ke beaker glass Tambah 200 ml etanol 70% Aduk dengan stirer ± 1 jam Didiamkan selama 7 hari FILTRAT Diuapkan dengan rotavapour Ekstrak kental ditampung pada cawan
Gambar 2. Skema prosedur ekstraksi dengan metode maserasi Ekstrak kental ditotolkan 5-10x pada Silika GF 254
Elusi pada fase gerak heksan:etil asetat (4:1) Deteksi sinar UV 366 nm Ditandai dan dikerok Dilarutkan dalam etanol
BERCAK LARUTAN ISOLAT (diuapkan) ISOLAT
Gambar 3. Skema prosedur isolasi menggunakan KLT preparatif
7
Isolat
Penotolan pada Silika gel GF 254 5-10x
Pembanding kuersetin dalam etanol
Elusi pada fase gerak heksan:etil asetat (4:1)
Deteksi sinar UV 254 nm
Catat harga Rf
Bandingkan dengan Rf standar kuersetin
Gambar 4. Skema prosedur identifikasi dengan KLT E. Hasil Minggu ke 1 Nama simplisia
: Curcumae Rhizoma
Metode ekstraksi
: Maserasi
Pelarut
: Alkohol 70%
Jumlah Pelarut
: 200 mL
Durasi Pengadukan : 1 jam Durasi Maserasi
: 7 hari
Minggu ke 2 Pemerian ekstrak Aroma
: Bau khas temulawak
Warna
: Coklat kekuningan
Bentuk/tekstur
: Cairan kental
8
Rendemen ekstrak : Berat cawan kosong
: 36,09 gram
Berat cawan + ekstrak
: 42,82 gram
Berat ekstrak
: 6, 73 gram
Hasil pengamatan dengan kromatografi Fase diam
: Silika GF 254
Fase gerak : Heksan : etil asetat = 4:1 Pembanding : Kuersetin Deteksi
: Sinar UV 254
1. Hasil KLT Preparatif Jarak tempuh bercak
: 2 cm
Jarak yang ditempuh pelarut
:8 cm
Harga Rf = 2. Hasil KLT Identifikasi Tidak diperoleh hasil harga Rf dari sampel maupun standar kuersetin.
Bercak sampel yang dikerok
Bercak sampel
Bercak standar kuersetin n
Paling berpendar
(a)
(b)
(c)
Gambar 5. Hasil KLT preparatif Keterangan : a) Pengamatan sebelum dikerok dibawah sinar UV 366 nm. b) Setelah dikerok (KLT preparatif). c) KLT identifikasi noda flavonoid atau isolat dan noda kuersetin. 9
F. Pembahasan Praktikum kali ini dilakukan isolasi dan identifikasi flavonoid dari rimpang temulawak. Rimpang temulawak mengandung senyawa metabolit sekunder antara lain alkaloid, flavonoid, fenolik, saponin, triterpenoid, glikosida (Hayani, 2006). Senyawa flavonoid memiliki kerangka dasar 15 atom karbon yang terdiri atas 2 cincin benzen (C6) terikat pada rantai propana (C3) sehingga membentuk susunan C6-C3-C6. Proses ekstraksi dari serbuk rimpang temulawak menggunakan metode maserasi. Metode ini didasarkan pada perendaman sampel dengan pelarut yang sesuai, pelarut akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung senyawa aktif sehingga senyawa aktif akan larut dalam pelarut dan tersedak keluar. Peristiwa tersebut terjadi terus-menerus sampai terjadi keseimbangan konsentrasi di dalam dan luar sel (Voight, 1995). Maserasi ini dilakukan pada suhu ruangan. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektifitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa yang akan di isolasi. Flavonoid merupakan senyawa polar, dengan prinsip like dissolve like maka digunakan pelarut yang juga bersifat polar. Etanol 70% digunakan sebagai pelarut karena memiliki sifat yang polar sehingga flavonoid akan dapat terlarut. Kelarutan zat aktif akan meningkat dengan dilakukannya pengadukan, dalam maserasi ini pengadukan dilakukan menggunakan stirrer selama 1 jam. Kelebihan dari metode maserasi adalah sederhana, relatif murah dan perlatan yang digunakan tidak rumit, terjadi kontak antara sampel dan pelarut yang cukup lama dan dapat menghindari kerusakan komponen senyawa yang tidak tahan panas. Sedangkan kekurangan dari metode ini membutuhkan waktu yang lama dan penyarian yang kurang sempurna (Voight, 1995). Ekstrak yang diperoleh dari hasil maserasi didiamkan selama 7 hari sehingga pelarut akan masuk ke dalam sel dan zat aktif akan keluar. Perendaman ini menyebabkan terjadinya proses difusi, yaitu perpindahan dari
10
konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah sehingga konsentrasi di luar dan di dalam sel akan sama, apabila konsentrasi sudah sama maka maserasi dinyatakan selesai. Ekstrak kemudian disaring dengan kertas saring untuk memisahkan dari kotoran dan padatan, diperoleh filtrat yang berwarna coklat kekuningan. Filtrat hasil ekstraksi tersebut dipekatkan dengan rotary evaporator. Prinsip dari rotary evaporator adalah proses pemisahan ekstrak dari pelarut dengan pemanasan yang diatur dengan mempercepat perputaran dari labu alas bulat. Pelarut dapat menguap pada suhu 5-10 oC dibawah titik didihnya karena adanya penurunan tekanan. Pompa vakum menyebabkan uap dari pelarut akan naik ke kondensor dan menjadi cairan yang kemudian tertampung dalam wadah. Rendemen yang dihasilkan yaitu 16,825% (6,73 gram dari serbuk rimpang temulawak sebanyak 40 gram). Isolasi rimpang temulawak dilakukan dengan kromatografi lapis tipis (KLT) preparatif. KLT preparatif digunakan untuk memisahkan campuran senyawa dari sampel dalam jumlah besar berdasarkan fraksinya yang selanjutnya fraksi tersebut digunakan untuk analisa berikutnya. Fase diam dalam KLT ini menggunakan plat silica gel GF 254 dengan ukuran panjang 10 cm. Sedangkan fase geraknya berupa campuran heksan : etil asetat (4:1). Fase gerak dilakukan penjenuhan terlebih dahulu sebelum digunakan agar mempercepat proses bergeraknya sampel. Penotolan dilakukan dalam bentuk garis memanjang pada plat silica GF 254 sebagai fase diam sebanyak 5-10 kali, setelah kering elusi dalam fase gerak. Deteksi dilakukan menggunkan lampu UV 366 nm dan akan menampakkan warna yang disebabkan oleh adanya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom pada noda tersebut. Noda atau bercak paling berpendar yang akan dikerok dan dilakukan identifikasi senyawa. Proses identifikasi senyawa flavonoid dilakukan dengan cara pengerokan pada bagian yang paling berpendar. Hasil kerokan dilarutkan dalam etanol 96% kemudian dilakukan penotolan pada plat silica gel GF 254
11
bersama larutan kuersetin dibagian yang berbeda sebagai pembanding standar. Plat yang telah ditotoli lalu dielusi dalam larutan heksan : etil asetat (4:1). Identifikasi menggunakan KLT menunjukkan bahwa temulawak mengandung flavonoid yang dibuktikan dengan adanya noda berwarna hijau kekuningan pada pengamatan dibawah sinar UV 254 nm. H...