LEMBAGA DAN PRANATA HUKUM PDF

Title LEMBAGA DAN PRANATA HUKUM
Author Maulana Agus Salim
Pages 17
File Size 390.6 KB
File Type PDF
Total Downloads 130
Total Views 409

Summary

LEMBAGA DAN PRANATA HUKUM Maulana Agus Salim Magister Ilmu Hukum, Universitas Kader Bangsa Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang mempunyai hasrat hidup bersama. Hidup bersama yang sekurang-kurangnya terdiri dari 2 orang. Tidak ada manusia yang dapat hidup sendiri, Aristoteles pernah mengatakan ...


Description

Accelerat ing t he world's research.

LEMBAGA DAN PRANATA HUKUM Maulana Agus Salim

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

KONFIGURASI POLIT IK DAN PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA Syamsuddin Radjab

HUKUM DAN IDENT ITAS KEBANGSAAN Bivit ri Susant i PENEGAKAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA DI ERA OT ONOMI DAERAH Johan Jasin

LEMBAGA DAN PRANATA HUKUM Maulana Agus Salim Magister Ilmu Hukum, Universitas Kader Bangsa

Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang mempunyai hasrat hidup bersama.

Hidup

bersama yang sekurang-kurangnya terdiri dari 2 orang. Tidak ada manusia yang dapat hidup sendiri, Aristoteles pernah mengatakan bahwa manusia itu adalah zoon politicon, yang artinya bahwa manusia itu sebagai makhluk yang selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia lainya. Dan karena sifatnya itu manusia disebut sebagai makhluk sosial. Setiap manusia mempunyai sifat, watak, dan kehendak yang berbeda-beda. Selanjutnya dalam hubungan dengan sesama manusia dibutuhkan adanya kerjasama, tolong menolong dan saling menbantu untuk memperoleh keperluan kehidupannya. Kalau kepentingan tersebut selaras maka keperluan masing-masing akan mudah tercapai. Tetapi kalau tidak malah akan menimbulkan masalah yang menganggu keserasian. Ketertiban ditempatkan sebagai perpanjangan dari hukum.

Hubungan

manusia dipengaruhi secara langsung dan hampir secara otomatis oleh aturan hukum. Mempertahankan hukum berarti mempertahankan ketertiban.1 Lebih lanjut menurut N.E. Algra mengenai arti hukum positif bagi suatu masyarakat itu terdapat pandangan yang dibentuk oleh pendapat, bahwa hukum itu adalah suatu lambang yang bertujuan untuk memberikan kepada manusia suatu khayalan, bahwa persamaan dan keadilan itu ada.2 Dalam konteks ini ketertiban ada

bila

ada

kehendak

hanya

untuk mempertahankan pola-pola interaksi yang

diyakini harus demikian adanya. Masyarakat mematuhi hukum karena adanya harapan dengan kepatuhan tersebut tercapai keadilan.

1

N.E. Algra, et all, Mula Hukum beberapa bab mengenai hukum dan ilmu hukum untuk pendidikan hukum dalam pengantar ilmu hukum, Binacipta, Bandung, 1983, hlm. 378-379. 2 N.E. Algra, Ibid.

Dalam mencapai cita keadilan kita menyaksikan bahwa hukum senantiasa dalam proses dan hendaknya ia jangan dilihat sebagai suatu fenomena yang jatuh dari langit, melainkan bagian dari proses sosial yang berjalan dalam mayarakat. 3 Hukum terkait dengan proses pembentukan, pelaksanaan, penegakan hukum maupun pelenyapan hukum. Sebagai suatu proses, hukum tidak dapat berjalan sendiri ia membutuhkan komponen lain yang erat hubungannya dengan bahan atau

apa

yang diproses,

siapa

yang berwenang memproses dan pada

akhirnya menyangkut juga mengenai subyek

yang melakukan penegakan

hukum. Inilah yang disebut sebagai lembaga yang berkenaan dengan soal pembentukan, pelaksanaan, penegakan dan bahkan pelenyapan hukum. Bagi bangsa Indonesia ke empat proses tersebut berkaitan erat dengan tugas dan kedudukan lembaga-lembaga negara yaitu lembaga legislatif, lembaga eksekutif dan lembaga yudikatif yang eksistensinya dianggap sebagai lembaga hukum. Apabila pembahasan dikaitkan dengan konteks sosial hukum, khususnya penegakan hukum oleh lembaga hukum di dalam masyarakat maka tidak dapat

dilepaskan

dari

tujuan menegakan hukum secara konsisten yang

diwujudkan dalam gagasan negara hukum (rechtsstaat) atau the rule of law dan prinsip supremasi hukum. Supremasi hukum harus benar-benar diwujudkan, oleh karena itu hukum harus berperan utama dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Yang dimaksud dengan hukum di sini adalah pranata yaitu seluruh peraturan perundang-undangan

maupun sebagai lembaga yaitu organisasi penegak dan

bekerjanya organisasi penegak hukum. Dalam sejarah panjang Bangsa Indonesia, struktur kelembagaan hukum secara terus menerus berusaha mencari bentuknya yang paling tepat. Sejak Indonesia memproklamirkan kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, struktur kelembagaan hukum menempati posisi yang penting walaupun tidak diatur secara rinci. Berdasarkan ketentuan pasal 24 dan pasal 25 Undang-Undang dasar 1945, kekuasaan kehakiman dalam konstitusi dilepaskan dari pengaruh kekuasaan

3

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1986, hlm. 42.

lain dalam penyelenggaraan fungsinya dan berdiri sejajar dengan lembagalembaga tinggi lainnya. Namun kita juga menyaksikan bahwa

dalam

rentang

waktu

panjang

kesejarahaan Bangsa Indonesia, negara dan hukum yang dicita-citakan oleh para pendiri negara seringkali harus berhadapan dengan perubahan dan arus kepentingan tertentu. Hukum dalam hal ini misalnya pada waktu tertentu berpihak pada konstitusi dan berusaha bekerja sebagai suatu lembaga dalam proses perwujudan tujuan hukum. Pada bagian lain

dalam perkembangannya, ia

bermetamorfosis menjadi lembaga legitimasi semata dibanding menjadi lembaga independen yang melaksanakan misi hukum itu sendiri yaitu keadilan. Selama masa Demokrasi Liberal struktur kelembagaan hukum dapat dikatakan relatif mandiri. Ketika sistem politik yang liberal digantikan oleh sistem politik Demokrasi Terpimpin, kemandirian kekuasaan kehakiman memperoleh ancaman karena dibenarkannya campur tangan eksekutif terhadap soal-soal pengadilan. Pada saat sistem politik berganti dari Demokrasi Terpimpin dengan Orde Baru, lembaga hukum dicoba untuk ditegakkan kembali. Namun upaya tersebut tidak membuahkan hasil yang maksimal. Hanya beberapa tahun saja sejak berkuasaanya Orde Baru, posisi struktur kelembagaan hukum kembali ditempatkan di bawah kekuasaan kepresidenan. Walaupun secara konseptual kekuasaan kehakiman dipisahkan dari campur tangan eksekutif melalui pembentukan Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 tentang KetentuanKetentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, namun dalam kenyataannya proses penyelenggaraan kekuasaan kehakiman berada dalam posisi rentan terhadap intervensi kekuasaan lain, yaitu kekuasaan lembaga kepresidenan dan birokrasi, yaitu masih terdapat permasalahan kebebasan hakim

yang berpangkal kepada

status hakim dalam birokrasi. Bagi sebagian kalangan menetapkan pembinaan hakim

secara

substantif

dibawah

Mahkamah Agung dan pengurusan

administrasi yang meliputi kepangkatan, gaji dan penempatan di bawah Departemen kehakiman, dilihat sebagai mencampuri kebebasan hakim.4 4

Arbi Sanit, Swadaya Politik Masyarakat telaah tentang keterkaitan organisasi masyarakat, partisipasi politik, pertumbuhan hukum dan hak asasi, Rajawali, Jakarta, hlm. 114.

Salah satu yang berpengaruh terhadap perkembangan hukum dan seluruh pranata pendukungnya termasuk lembaga hukum

adalah struktur politik dan

kekuasaan. Bahwa hukum tanpa kekuasaan akan tinggal sebagai keinginankeinginan atau ide-ide belaka. Hukum membutuhkan kekuasaan, tetapi ia juga tidak

bisa

membiarkan kekuasaan itu untuk mendominasi hukum.

Situasi

konflik antara keduanya terjadi oleh karena kekuasaan seringkali tidak bisa menerima pembatasan-pembatasan. Sebaliknya, hukum itu bekerja dengan cara memberikan pembatasan-pembatasan. Perkembangan lembaga-lembaga hukum beserta pranata pendukungnya yang menterjemahkan aturan-aturan hukum hukum ke dalam praktek dibangun dalam rangka menegakkan pranata

hukum

supremasi

hukum.

Lembaga-lembaga

dan

dengan sendirinya bekerja dengan cara menumbuhkan

kepercayaan masyarakat melalui pelaksanaan peraturan perundang undangan. Realitasnya kita menyaksikan lembaga hukum seringkali dikesampingkan demi kepentingan penguasa. Perumusan Masalah Hukum beserta pranata pendukungya bukanlah suatu institusi yang statis, ia mengalami perkembangan. Kita lihat, bahwa hukum itu berubah dari waktu ke waktu. Konsep lembaga dan pranata hukum di Indonesia juga mempunyai perkembangannya tersendiri, yaitu ada hubungan erat antara hukum dengan kekuasaan dan politik sebagaimana yang terjadi pada lembaga hukum peradilan. Bagaimanakah

dinamika atau pasang surut dari keberadaan lembaga

dan pranata hukum Indonesia merdeka hingga era reformasi, akan dicoba digambarkan melalui tulisan ini. Pengertian Lembaga Untuk memahami pengertian lembaga atau organ negara secara lebih dalam, kita dapat mendekatinya dari pandangan Hans Kelsen mengenai the concept of the State Organ dalam bukunya General Theory of Law and State. Hans Kelsen menguraikan bahwa "Siapa saja yang menjalankan suatu fungsi yang ditentukan oleh suatu tata hukum (legal order) adalah suatu organ/lembaga. Artinya, organ negara itu tidak selalu berbentuk organik. Di samping organ yang berbentuk

organik, lebih luas lagi, setiap jabatan yang ditentukan oleh hukum dapat pula disebut organ, asalkan fungsi-fungsinya itu bersifat menciptakan norma (normcreating) dan / atau bersifat menjalankan norma (norm applying). Dalam setiap pembicaraan mengenai organisasi negara, ada dua unsur pokok yang saling berkaitan, yaitu organ dan functie. Organ adalah bentuk atau wadahnya, sedangkan functie adalah isinya; organ adalah status bentuknya (Inggris: form, Jerman: vorm) , sedangkan functie adalah gerakan wadah itu sesuai maksud pembentukannya. Dalam naskah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, organ-organ yang dimaksud, ada yang disebut secara eksplisit namanya, dan ada pula yang disebutkan eksplisit hanya fungsinya. Ada pula lembaga atau organ yang disebut akan diatur dengan peraturan yang lebih rendah. Lembaga negara adalah lembaga yang menjalankan cabang-cabang kekuasaan negara meliputi eksekutif, legislatif, yudikatif, dan lembaga lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Lembaga negara adalah lembaga pemerintahan atau "Civilizated Organization" Dimana lembaga tersebut dibuat oleh negara , dari negara, dan untuk negara dimana bertujuan untuk membangun negara itu sendiri . Lembaga negara terbagi dalam beberapa macam dan mempunyai tugas nya masing - masing. Tugas umum lembaga negara antara lain : - Menjaga kestabilan atau stabilitas keamanan , politik , hukum , ham , dan budaya - Menciptakan suatu lingkungan yang kondusif , aman , dan harmonis Menjadi badan penghubung antara negara dan rakyatnya - Menjadi sumber insipirator dan aspirator rakyat - Memberantas tindak pidana korupsi , kolusi , maupun nepotisme - Membantu menjalankan roda pemerintahan negara Presiden adalah lembaga negara yang memegang kekuasaan eksekutif yaitu presiden mempunyai kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan. Presiden mempunyai kedudukan sebagai kepala pemerintahan dan sekaligus sebagai kepala negara. Penegakan hukum Penegakan hukum adalah suatu sistem, yaitu terkaitnya beberapa sub sistem hukum dan saling mempengaruhi, namun demikian merupakan satu kesatuan dalam mencapai tujuannya. Sistem itu sendiri terdiri dari bagian-bagian atau

unsur-unsur yang saling berkaitan erat satu sama lain. Ia merupakan suatu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang mempunyai interaksi satu sama lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut. Kesatuan tersebut diterapkan terhadap kompleks unsur-unsur yuridis seperti pengertian hukum dan peraturan-peraturan hukum. Masing-masing bagian harus dilihat dalam kaitannya dengan bagian-bagian lain secara keseluruhannya. Di dalam kesatuan itu tidak dikehendaki adanya konflik pertentangan atau kontradiksi antara bagian-bagian. Bila sampai terjadi konflik maka akan diselesaikan oleh dan di dalam sistem itu dan jawabannya terdapat dalam sistem itu sendiri.5 Hukum sebagai suatu sistem tidak hanya dalam pengertian substance, structure dan legal culture6. Hukum dalam berkorelasi dengan lingkungan untuk dapat mencapai tujuan sebagaimana yang telah ditentukan, ada hubungannya dengan faktor-faktor di luar hukum yaitu sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan.

Hal ini menunjukan bahwa hukum di dalam implementasinya

tidaklah independent tetapi bersifat dependent, dan dapat menyebabkan hukum di dalam pelaksanaannya menjadi berbeda dengan norma- norma yang berlaku secara umum. Dengan kata lain terdapat kesenjangan antara law in book dengan law in action. Dalam kerangka ini berarti pemahaman terhadap penegakan hukum tidak cukup dengan pendekatan yuridis dogmatis sebagai konskuensi dari faham positive legalistik tetapi juga pemahaman terhadap penegakan hukum haruslah bersifat yuridis historis sosiologis dan merupakan suatu pendekatan fungsional. Berdasarkan hal demikian maka hukum tidak lagi sebagai suatu sistem formal yang tertutup tetapi bersifat open system. Penegakan hukum dapat juga dikatakan sebagai usaha anggota masyarakat untuk mempertahankan kesepakatan yang telah

diberikan oleh anggota

5

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1995, hlm.115.

6

Lawrence M. Friedman & Stewart Macauly, Law and Behavioral Science, Second Edition, Bobs MerillCompany Inc, New York, P. 1004.

masyarakat dalam rangka kesatuan

atau

mewujudkan keadilan

dan

menjaga

ketertiban,

integrasi masyarakat yang ada di dalamnya. Dalam pengertian

penegakan hukum tersebut, termasuk di dalamnya kesepakatan agar prosedur penegakan hukum menjamin hak-hak dan kewajiban yang telah diberikan oleh hukum ke pada masyarakatnya. Jelasnya dalam proses penegakan hukum dan kewajiban yang telah disepakati diberikan kepada

hak

individu-individu

ataupun kepada masyarakat, tidak boleh dilanggar secara sewenang-wenang. Pelanggaran

atas

kesepakatan

tersebut

dapat

menimbulkan hilangnya

kepercayaan masyarakat terhadap undang-undang, sehingga menimbulkan perpecahan atau desintegarasi di kalangan masyarakat pendukung hukum tersebut karena hukum dianggap tidak berfungsi. Di dalam konteks ini hukum berfungsi sebagai pengintegrasian masyarakat. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Satjipto Rahardjo yang menyatakan bahwa hukum itu merupakan bagian dari perangkat kerja sistem sosial. Fungsi sistem sosial ini adalah untuk mengintegrasikan kepentingankepentingan anggota masyarakat, sehingga tercipta suatu keadaan yang tertib dan masyarakat dengan sistem

sosial

yang

tertentu

akan

memberikan

pedoman-pedoman kepada para anggotanya tentang bagaimana hendaknya hubungan-hubungan antar mereka itu dilaksanakan.7 Apabila hukum tidak lagi berfungsi sebagaimana tersebut di atas, maka solidaritas masyarakatnya akan terganggu. Masyarakat tidak lagi memperhatikan perangkat

kerja sistem sosial tersebut, sehingga masyarakat

meragukan

hukum dan sekaligus merugukan lembaga hukum maupun penegak hukum, maka akibatnya masyarakat tersebut akan mengambil tindakan sendiri dalam menyelesaikan masalah hukum. Pembahasan mengenai konteks sosial hukum, khususnya penegakan hukum di dalam masyarakat tidak dapat dilepaskan dari tujuan menegakkan hukum secara konsisten berdasarkan supremasi hukum. Supremasi hukum harus benar-benar diwujudkan, oleh karena itu hukum harus berperan utama dalam penyelenggaraan 7

Satjipto Rahardjo, op cit, hlm. 154.

pemerintahan negara. Yang dimaksud dengan hukum disini adalah sebagai pranata yaitu seluruh peraturan perundang-undangan, maupun sebagai lembaga yaitu organisasi penegak dan bekerjanya organisasi penegak hukum. Sehubungan itu diperlukan adanya perumusan hukum yang benar-benar dapat mengatur birokrasi serta pertanggungjawabannya. Jika aparat birokrasi terbukti melanggar tugas dan kewajibannya maka organisasi penegak hukum secara konsekuen harus menindaknya tanpa pandang bulu. Penyimpangan

penegakan

hukum

dapat

terjadi

karena

substansi

hukum mengandung keterbatasan atau aparat penegak hukum yang memiliki keterbatasan dan mungkin

masyarakat pencari keadilan yang memiliki

keterbatasan. Di samping itu terdapat faktor-faktor lain seperti politik, ekonomi, sosial dan budaya. Penyimpangan dalam

penegakan

hukum

yang

tidak

berdasar sama sekali akan terlihat sebagai penegakan hukum yang bersifat represif. Sedangkan penyimpangan penegakan hukum yang memiliki dasar atau alasan tertentu merupakan sesuatu yang mungkin tidak dapat dihindari dalam melakukan usaha mengisi kekosongan hukum. Hukum dan negara merupakan dua hal yang tidak terpisah. Hukum tidak memiliki kemampuann untuk bertindak dan memaksakan ditaatinya kaedah-kaedah tertentu bila tidak dalam kerangka bernegara. Negara tanpa hukum diyakini akan cenderung untuk sewenang-wenang dan totaliter. Hukum dan negara dianggap sebagai dua lembaga penjelmaan kesepakatan antara rakyat dan penguasa dalam masyarakat. Hukum merupakan produk politik, sedangkan negara adalah perwujudan dari organisasi politik itu sendiri yang kekuasaannya dapat dibatasi oleh hukum. Negara Republik Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), demikian diyatakan dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Dasar 1945 ketika menguraikan sendi-sendi

Sistem pemerintahan negara.

Penjelasan Undang- Undang Dasar 1945 tidak merinci apa unsur-unsur rechtsstaat Indonesia. Dalam kepustakaan hukum tata negara Eropa dapat diketahui, bahwa wawasan rechsstaat memang berkembang dari waktu ke waktu. Menurut Zippelius, prinsip- prinsip wawasan negara berdasar atas hukum merupakan

alat

untuk

membatasi perluasan dan penggunaan kekuasaan negara secara

totaliter dan secara tidak terkontrol. Prinsip-prinsip itu ialah jaminan terhadap ditegakkannya hak-hak asasi asas, adanya pembagian kekuasaan dalam negara, penyelenggaraan pemeirntahan yang didasarkan pada

undang-undang,

dan

adanya pengawasan yustisial terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara tersebut.8 Gagasan negara berdasarkan atas hukum (rechtstaats), sebagaimana yang tertuang dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 sebelum adanya perubahan, muncul dari pendiri negara dengan dilandasi oleh oleh prinsipprinsip demokrasi dan keadilan sosial. Dalam kerangka ini artinya hukum dan segala wujud nilai-nilai yang kemudian direfleksikan ke dalam peraturan perundang-undangan tidak boleh menyimpang dari prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan sosial. Hukum dalam gagasan para pendiri negara tersebut justru seyogyanya menjadi dasar pertama dan utama bagi nilai-nilai demokrasi dan keadilan sosial. Dalam rentang waktu panjang kesejarahan bangsa Indonesia, negara dan hukum yang dicita-citakan oleh para pendiri republik ini seringkali berhadapan dengan arus perubahan dan kepentingan tertentu.

Pengertian Pranata Hukum Adanya hubungan serta kontak-kontak antara sesama anggota masyarakat tidak berlangsung secara acak-acakan melainkan mengikuti suatu keteraturan tertentu dan mengenal suatu tingkat stabilitas tertentu. Dalam kerangka hukum, masyarakat menjadi relevan karena anggota masyarakat sebagai individu maupun sebagai kelompok- kelompok menjalankan peranannya dengan tindakan. Bagi Parsons, stabilitas itu bertumpu pada konsesus (yang disadari maupun yang tidak

8

A. Hamid S. Attamimi, Peranan keputusan Presiden Republik Indonesia Dalam Penyelenggaraan pemerintahan Negara, suatu studi analisis mengenai keputusan presiden yang berfungsi pengaturan dalam kurun waktu PELITA I-PELITA IV, Naskah Disertasi, Universitas Indonesia, Jakarta, 1990, hlm.86.

disadar...


Similar Free PDFs