Nekara Makalamau sebagai material culture PDF

Title Nekara Makalamau sebagai material culture
Author Imey Patimeh
Pages 10
File Size 319.9 KB
File Type PDF
Total Downloads 68
Total Views 334

Summary

Khusnul Hatimah. Email: [email protected]. FIB UI. 2013. Essay MUSEUM NASIONAL Nekara Makalamau sebagai “Material Culture” Oleh: Khusnul Hatimah (1206293423) dalam Mata Kuliah Manajemen Museum I. Pendahuluan Kebudayaan Indonesia sangat beragam, terdiri dari berbagai suku, adat istiadat, agama, r...


Description

Khusnul Hatimah. Email: [email protected]. FIB UI. 2013.

Essay

MUSEUM NASIONAL Nekara Makalamau sebagai “Material Culture”

Oleh: Khusnul Hatimah (1206293423) dalam Mata Kuliah Manajemen Museum

I. Pendahuluan Kebudayaan Indonesia sangat beragam, terdiri dari berbagai suku, adat istiadat, agama, ras, dan kesenian yang tersebar di seluruh pelosok nusantara. Kebudayaan merupakan unsur dasar dalam kehidupan sosial masyarakat. Budaya mempunyai peranan penting dalam membentuk pola berpikir, tingkah laku, etika dan tata krama, serta pola pergaulan dalam masyarakat sehingga kebudayaan ini mempunyai peranan penting dalam kehiduapan seseorang. Kebudayaan sendiri mengalami proses dinamika dan transisi dari masa ke masa, sehingga dapat dikatakan kebudayaan atau budaya ini tidak statis atau tetap mengalami perubahan. Pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan ini mengalami sebuah proses, sehingga memakan waktu yang cukup lama untuk menghasilkan dan kemudian menampilkan kebudayaan yang baru. Budaya-budaya baru yang berkembang di Indonesia maupun dunia didasarkan atas 2 (dua) hal yaitu dengan mengadopsi kebudayaan baru dianggap sebagai sebuah pengalaman baru dan keberterimaan masyarakat kepada sebuah budaya menjadi sebuah kebutuhan sebagai dijadikan sebagai sebuah perubahan. Jadi, Budaya adalah cara hidup yang terus berkembang dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan dari masa ke masa sehingga masyarakat mempunyai ciri khas, keunikan, identitas, dan jati diri yang dimiliki secara bersama oleh kelompok atau orang perorang dan budaya juga dapat diwarisi oleh turun temurun dari generasi ke generasi. Essay ini membahas tentang benda sebagai koleksi museum yang tangible yang dapat dilihat sebagai sebuah material culture (budaya materi) yang menghubungkan masyarakat sebagai sebuah komunitas baik secara lokal maupun secara nasional. Hubungan ini berkaitan erat dengan kehidupan masa lalu, masa kini, dan nanti sehingga dapat kita runut awal mula benda tersebut ada, digunakan untuk apa? Oleh siapa? Dan apa

Khusnul Hatimah. Email: [email protected]. FIB UI. 2013.

kaitannya dengan kehidupan masa sekarang dan masa yang akan datang. Benda tersebut adalah sebuah Nekara (Kettledrum). Salah satunya adalah Nekara Makalamau (Waisarinci atau Saritasangi) yang terdapat di ruang pameran Prasejarah yang ada di Museum Nasional atau juga dikenal dengan nama Museum Gajah.

II. Sekilas tentang Museum Nasional Museum Nasional terletak di Jalan Medan Merdeka Barat 12, Gambir, Jakarta Pusat tepatnya di sebelah barat Monumen Nasional (MONAS). Ini adalah museum tertua yang ada di Indonesia, selain itu koleksi sejarahnya paling lengkap, dan terbesar di Indonesia. Disini, kita bisa melihat berbagai peninggalan bersejarah bangsa Indonesia yang amat banyak dan beragam. Museum ini pertama didirikan tahun 1778, dan memiliki sekitar 142.000 koleksi bersejarah dari zaman pra-sejarah dan sejarah Indonesia. Kita bisa melihat kapak purba, kalung pra sejarah, prasasti, dan benda-benda bersejarah lainnya. Yang paling menarik disini adalah Prasasti Yupa, Arca Bhairawa Buddha, serta koleksi emas nusantara. Koleksi-koleksi tersebut dipamerkan di ruagan-ruangan tersendiri sesuai dengan tema yang telah ditetapkan oleh kurator atau pengelola museum itu sendiri. Ruangan pameran yang ada di Museum Nasional ini terdiri dari : 1. Ruang Pameran Prasejarah Prasejarah merupakan suatu kurun waktu pada saat manusia belum mengenal tulisan. Di Indonesia, masa Prasejarah dimulai sejak keberadaan manusia sekitar 1,5 juta tahun yang lalu hingga dikenalnya tradisi tulisan pada abad ke-5 Masehi, yaitu ketika ditemukannya prasasti Yupa di Kutai, Kalimantan Timur. Peninggalannya berupa fosil, tulang-belulang manusia dan binatang serta artefak, yaitu benda-benda yang pernah dibuat manusia atau dipakai sebagai alat oleh manusia. Ruang prasejarah menyimpan berbagai koleksi peninggalan zaman prasejarah sejak 1,5 juta tahun yang lalu sampai pada abad ke-5 M. Koleksi-koleksi tersebut sangat bervariasi dan beragam mulai dari replika tengkorak manusia purba, artefak paleolitik (Jaman Batu), mesolitik (jaman berburu dan mengumpulkan bahan makanan), neolitik (bercocok tanam) dan artefak logam (paleometalik) serta benda-benda yang berkaitan dengan kepercayaan atau upacara-upacara yang dilakukan nenek moyang pada jaman prasejarah. Di ruang pameran Prasejarah inilah nekara-nekara peninggalan zaman perundagia di pajang. Termasuk koleksi nekara Makalamau dipamerkan. Perundagian berasal dari istilah undagi dari bahasa Bali. Undagi ialah seorang atau kelompok atau golongan

Khusnul Hatimah. Email: [email protected]. FIB UI. 2013.

masyarakat yang memunyai kepandaian atau keterampilan jenis usaha tertentu, misalnya pembuatan gerabah, perhiasan kayu, sampan, dan batu. 2. Ruang Pameran Sejarah Koleksi yang ada di ruang pameran ini adalah hasil peninggalan sejarah masa lampau yang mengandung nilai sejarah Indonesia dan benda-benda peninggalan dari masa pendudukan bangsa Eropa di Indonesia antara abad ke-16 Masehi hingga abad ke19 Masehi. Koleksi Sejarah ini meliputi benda-benda berupa perabot, meriam, gelas, keramik, lampu hias, gerabah, prasasti dan lain-lain. Benda-benda tersebut umumnya dibuat di Indonesia dan sebagian dibuat di luar negeri, seperti Belanda, Inggris, Jerman, Cina dan Jepang. 3. Ruang Pameran Geografi Koleksi Geografi Museum Nasional saat ini terdiri dari fosil, yaitu fosil toxaster dan amonit yang berumur antara 75 - 135 juta tahun, koleksi batuan antara lain batuan sedimen, dan metamorf. Berbagai jenis peta antara lain peta tentang aneka budaya bangsa Indonesia, peta dunia pada sekitar abad ke-15 - 17 Masehi, peta Indonesia abad ke-16 Masehi, peta perkembangan kota Batavia abad ke-16 - 18 Masehi, dan lain-lain. Di samping itu ada pula koleksi berbagai perlengkapan navigasi seperti kompas, kronometer, sextan, dan lain-lain, beserta beberapa miniatur kapal, yaitu Phinisi, Lete, Nade, dan Bali. 4. Ruang Pameran Numismatik dan Keramik Koleksi Numismatik terdiri dari benda-benda seperti koin, uang kertas dan token yang pernah beredar dan digunakan oleh masyarakat, di samping itu juga terdapat alat cetak uang. Koleksi Numismatik Museum Nasional sebagian besar berasal dari masa kerajaan-kerajaan Indonesia kuno, masa kolonial (Belanda, Portugis, Inggris dan Jepang) hingga masa kemerdekaan Indonesia. Selain koleksi numismatik dari dalam negeri, juga terdapat koleksi numismatik yang berasal dari negara-negara di benua Asia, Eropa, Afrika, Amerika dan Australia. Sedangkan koleksi Heraldik yang dimiliki Museum Nasional adalah lambang-lambang seperti medali/tanda jasa, cap/setempel, dan amulet. Koleksi Keramik di Museum Nasional yang terbanyak berasal dari Cina, dari masa Dinasti Han (206 sM - 220 M) sampai dengan masa dinasti terakhir, Dinasti Qing (1644-1912). Lainnya berasal dari Vietnam (abad ke-14 - 16 M), Thailand

Khusnul Hatimah. Email: [email protected]. FIB UI. 2013.

(abad ke-14 - 16 M), Jepang (abad ke-17 - 19 M), Timur Tengah (abad ke-18 - 19 M), dan Eropa (abad ke-17 - 19 M). Koleksi tersebut merupakan data sejarah yang membuktikan adanya hubungan antara Indonesia dengan negara-negara lain di masa lalu, antara lain hubungan perdagangan. Indonesia di masa lalu merupakan penghasil utama rempah-rempah untuk komoditi perdagangan. Perdagangan masa lalu dilakukan dengan cara pembayaran uang atau cara tukar menukar (barter) rempah-rempah dengan keramik yang berasal dari luar negeri. Selain karena perdagangan, keramik diduga pula datang sebagai hadiah, upeti atau barang bawaan. 5. Ruang Pameran Etnografi Koleksi ruang pameran etnografi di Museum Nasional banyak menyajikan benda-benda atau hasil budaya dari suku-suku bangsa di seluruh Indonesia. Sebagian besar koleksi etnografi tersebut ditemukan pada pertengahan abad ke-19 dan awal abad ke-20 Masehi. Indonesia memiliki lebih dari 300 suku bangsa yang memiliki bahasa dan kebudayaan yang berbeda-beda. Semboyan "Bhineka Tunggat Ika" mencerminkan kondisi masyarakat Indonesia yang bersifat majemuk atau multikultural. Benda-benda etnografis itu berupa peralatan hidup yang digunakan oleh suatu suku bangsa baik yang dipakai untuk kepertuan upacara maupun seharihari. Koleksi etnografi menunjukkan pengaruh berbagai kebudayaan pada masa Hindu, Islam, dan masa kolonial yang disesuaikan dengan kebudayaan setempat. 6. Ruang Pameran Arkeologi Koleksi yang berada di ruang pameran Benda Arkeologi meliputi benda-benda budaya hasil kegiatan manusia dari masa Hindu Buddha dan lebih dikenal dengan sebutan masa Klasik Indonesia. Masa ini berlangsung dari awal abad ke-5-15 Masehi, dimana berkembang kebudayaan lokal yang dipengaruhi oleh kebudayaan India. Koleksi Arkeologi terdiri dari arca dewa-dewa Hindu, arca Buddha, arca perwujudan, arca binatang, perhiasan, peralatan upacara, bagian bangunan, mata uang, prasasti, dan lain-lain. Koleksi-koleksi tersebut terbuat dari emas, perak, perunggu, batu, dan tanah liat yang dibakar.

III. Nekara Makalamau sebagai Material Culture Betapa pada sebuah masa prasejarah yang disebut zaman perunggu, manusia sudah mengenal teknologi dan perkembangan budaya yang sangat pesat sehingga mempengaruhi

Khusnul Hatimah. Email: [email protected]. FIB UI. 2013.

pola pikir, perilaku dan kebutuhan mereka akan sebuah perubahan. Berdasar kebutuhan akan pengembangan seni budaya, tradisi, dan keinginan untuk melakukan perubahan inilah mereka akhirnya mulai mengeksplor atau mencari bahan baku dan alat yang dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kebudayaan Đông Sơn mulai berkembang pada zaman perunggu tersebut atau dengan kata lain Kebudayaan Đông Sơn adalah zaman perunggu. Kebudayaan Đông Sơn ini mulai berkembang di vietnam sekitar 300 SM di Lembah Song Hong. Kebudayaan Dong son merupakan sebuah zaman yang sudah mengenal kerajinan logam yang paling maju sebagai sebuah barang seni yang benilai tinggi. Pada masa itu, mereka sudah mengembangkan teknik peleburan tembaga yang digali dan diambil dari hasil bumi menjadi perunggu. Kebudayaan ini mulai berkembang dan dikenal luas di Asia Tenggara termasuk juga di Indonesia sekitar 500 SM. Dan setelah kebudayaan ini masuk dalam wilayah nusantara, kemudian dikenal sebagai masa kebudayaan perunggu. Masyarakat Đông Sơn sendiri merupakan masyarakat yang sudah mengenal bercocok tanam. Mereka merupakan petani, peternak, dan pelaut yang handal. Umumnya mereka tinggal di pesisir pantai dengan rumah yang terbuat dari kayu. Keberanian masyarakat Đông Sơn Sebagai pelaut handal dibuktikan oleh mereka dengan melayari laut cina hingga Indonesia yang terkenal akan hasil rempah-rempahnya. Dari hasil temuan oleh para arkeolog terdapat beraneka ragam benda-benda (artefak) bersejarah yang menandakan adanya perkembangan ilmu pengetahuan yang dipengaruhi oleh berbagai aliran. Benda-benda tersebut misalnya Kapak dengan selonsong, ujung tombak, pisau belati, mata bajak, topangan berkaki tiga dengan bentuk yang kaya dan indah.. Semua artefak yang ditemukan tersebut terbuat dari bahan pilihan yaitu perunggu. Hasil seni lainnya yang ditemukan selain artefak yang terbuat dari perunggu adalah gerabah dan alat kebutuhan hidup lainnya seperti jambangan rumah tangga, mata timbangan dan kepala pemintal benang, perhiasan-perhiasan termasuk gelang dari tulang dan kerang, manik-manik dari kaca dan lain-lain. Pengaruh budaya Dong Son juga sampai di wilayah Bima Nusa Tenggara Barat. Hal ini terbukti dengan ditemukannya nekara yang berlokasi di Pulau Sangeang, Kecamatan Wera, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat yang disebut Makalamau. Nekara adalah gendang perunggu berbentuk seperti dandang berpinggang pada bagian tengahnya dengan selaput suara

berupa

logam

atau perunggu. Nekara

diberi

bermacam-macam

hiasan

dengan motif binatang, seperti katak, gajah, kuda, rusa, harimau, burung, danmerak. Benda

Khusnul Hatimah. Email: [email protected]. FIB UI. 2013.

budaya ini berasal dari jaman perunggu atau jaman logam. Pada jamannya nekara dianggap benda suci yang berfungsi sebagai benda upacara, mas kawin, dll. Nekara perunggu tipe Heger I banyak sekali ditemukan di Indonesia. Tipe ini tersebar dari Sumatera hingga Papua. Karena terlalu banyak nekara yang ditemukan dan dikirim untuk dijadikan koleksi di Museum Nasional maka Tahun 1863 Gubernur Jenderal Hindia Belanda membuat surat edaran agar para pejabat yang berada di daerah-daerah untuk mengumpulkan informasi-informasi tentang barang-barang antik. Selain itu penduduk juga diharuskan untuk membayar pajak nekara-nekara mereka dengan menggunakan uang Gulden dan jika mereka tidak mampu maka nekara-nekara tersebut harus di serahkan kepada pemerintah Hindia Belanda. Ini merupakan sikap politis pemerinta Hindia Belanda agar nekara yang tersebar dan yang ada di masyarakat cepat terkumpul dan kemudian setelah nekara-nekara tersebut sudah banyak maka akan dibawa ke kupang atau tempattempat yang telah ditunjuk untuk dihancurkan atau di daur ulang untuk dijadikan alat lain atau senjata. Sampai tahun 1916 terdapat 2.164 buah nekara yang dicacah dan dihancurkan. Walaupun pada saat itu terjadi pemusnahan secara besar-besaran namun masysarakat secara sembunyi-sembunyi menyembunyikan nekara yang tidak terdata di goa-goa. Kemudian, setelah Indonesia merdeka nekara ini menjadi mas kawin. Kebiasaan ini terjadi di Pulau Alor, Nusa Tenggara Barat. Mas kawin lainnya adalah babi, kambing, kain adat Nusa Tenggara Barat yang ditentukan coraknya, makanan atau hasil bumi. Semakin banyak permintaan mahar nekara juga menentukan derajat mempelai perempuan. Pada jaman penjajahan belanda ditemukan enam buah nekara Tipe Heger I yang berukuran besar dan berpola hias raya di P. Sangiang. Kemudian pada tahun 1983 setelah mendapat kabar atau laporan dari masyarakat Tim Pusat Penelitian Arkeologi Nasional yang dipimpin oleh E.A Kosasih melakukan ekskavasi darurat di pulau sangiang untuk mengambil nekara tersebut. Kemudian setelah menelusuri disana ditemukan sebuah nekara dalam posisi terbalik yaitu bidang pukul berada di bagian bawah. Nekara ini masih utuh, tergolong tipe Heger I dengan ukuran tinggi 55 cm dan garis tengah bidang pukulnya berukuran 92 cm. Bidang pukulnya berpola hias binatang di tengah, pola bulu burung, pola geometris, dan empat ekor katak yang bepola garis-garis. Bagian bahu berpola hias geometris, bagian kaki tanpa hiasan, dan terdapat dua pasang pegangan dibagian bahu. Akan tetapi nekara ini telah hilang. (Poesponegoro, Marwati Djoened & Nugroho Notosusanto, 2008: 336-346)

Khusnul Hatimah. Email: [email protected]. FIB UI. 2013.

Pulau Sangiang terletak di Kecamatan Wera Kabupaten Bima Propinsi Nusa Tenggara Barat. Kawasan ini dibatasi oleh Laut Flores di sebelah utara, di sebelah selatan dibatasi dengan Laut Indonesia, di sebelah timur dengan Laut Sape dan di sebelah barat dengan Kabupaten Dompu. Pulau Sangiang adalah suatu pulau gunung api yang terletak di bagian timur laut pulau Sumbawa yang memiliki luas lebih kurang 215 km2 dan Secara geografis berada pada 80 11‟ LS dan 1190 3,5‟ BT. Nekara Makalamau yang ditemukan di Pulau Sangeang adalah alat yang digunakan pada saat upacara pemanggilan hujan. Ditemukan oleh S. Kortleven pada tahun 1937 dan kemudian dikirim dari pulau sangiang untuk disimpan di Museum Batavia. Nekara ini disebut “Makalamau” karena dipercaya memiliki kekuatan gaib dan punya kekuatan yang sangat dasyat. Jika dipukul akan mendatangkan hujan dan badai. Sehingga masyarakat pada jaman itu menganggapnya sebagai benda keramat. Bentuk nekara Makalamau yang ada di Museum Nasional sudah tidak utuh, kondisi ini memang telah terjadi sejak ditemukannya di lereng Gunung Sangeang. Hiasan pada tempat pukul terdapat 4 (empat) katak yang melambangkan hujan atau kesuburan. Katak adalah hewan transisi antara darat dan air karena hidup di dua alam tersebut. Beberapa legenda mengatakan katak hewan yang berasal dari bulan. Katak juga dianggap sebagai penentu turunnya hujan dan membawa kesuburan. Oleh sebab itu, masyarakat sangat percaya bahwa nekara Makalamau sebagai alat pemanggil hujan juga dapat membawa kebaikan dan kesuburan bagi kemaslahatan hidup orang banyak. Makalamau sendiri berasal dari pemenggalan-pemenggalan kata dalam Bahasa Bima yaitu Ma, Kala, dan Kamau. Ma berati kata sambung yang, Kala berarti merah, Kamau berarti Ular Sanca, jadi Makalamau dapat diartikan secara harfiah menjadi seekor ular besar dan ganas yang berwarna merah. Akan tetapi jika kata Makalamau ini diartikan dari sudut benda sebagai material culture maka akan berarti sesuatu yang gaib yang dapat mendatangkan kebaikan dan juga bencana, tergantung “keinginan”. Nekara Makalamau juga mempunyai kaitan dengan upacara atau tradisi yang sampai saat ini tetap dilaksanakan di Bima, yaitu upacara pemanggilan hujan atau masyarakat setempat menyebutnya sebagai upacara “Toho ro Dore”. Upacara tersebut sangat beragam di Bima dan sudah dimulai sejak jaman prasejarah dan masih bertahan sampai saat ini meskipun caranya sudah sedikit dirubah karena pengaruh agama.

IV. Upacara Toho Ro Dore sebagai Tradisi

Khusnul Hatimah. Email: [email protected]. FIB UI. 2013.

Upacara Toho Dore dalam hal ini merupakan sebuah upacara yang umumnya dilakukan oleh orang Bima, Nusa Tenggara Barat sebagai sebuah tradisi penolak bala, misalnya karena kemarau panjang, wabah penyakit, gejolak sosial masyarakat. Upacara Toho ro Dore saat ini pun masih tetap dilakukan oleh sebagian masyarakat Bima terutama di pelosokpelosok meskipun telah berubah pemaknaannya karena mayoritas penduduk Kabupaten Bima adalah muslim. Upacara ini juga dapat diartikan sebagai upacara pemanggilan roh atau upacara pemujaan terhadap Makakamba Makakimbi (kepercayaan animisme dan dinamisme) ditempat bersemayamnya Parafu (roh atau sesuatu yang gaib) yaitu Parafu Ro Pamboro (tempat bersemayam atau tempat yang dianggap gaib). Waktu dan tempat upacara ini berlangsung biasanya ditentukan oleh tokoh adat, dan disuaikan

dengan

saatbulan

purnama.

Menurut

Marufinsudibyo

dalam

http://regional.kompasiana.com (2012) menyebutkan bahwa Bulan purnama adalah kondisi sesaat (instan) tatkala Bulan menempati suatu garis bujur ekliptika yang tepat berselisih 180 derajat terhadap posisi garis bujur ekliptika yang ditempati Matahari dalam tata koordinat langit. Oleh sebab itu, bulan purnama dikaitkan dengan kesempurnaan dan waktu yang baik untuk meminta sesuatu kepada penguasa alam dan seluruh isinya agar harapan dan doa dapat segera diijabah atau terkabul. Syarat untuk melakukan upacara Toho ro Dore adalah menyediakan Karodo (beras yang ditumbuk, dicampur dengan kelapa dan gula, beras ini harus ditumbuk dengan Nocu atau lesung karena pertimbangan rasa dan kekhasan), 2 ekor ayam jantan dan betina (ayam panggang dan yang masih hidup), karaba fare (padi yang disangrai), telur 2 butir (yang matang dan mentah), dan sirih pinang. Semua bahan upacara tersebut dimasukkan dalam sebuah wadah yang disebut Doku (nyiru) yang terbuat dari anyaman bambu dan pinggirnya dihiasi rotan. Namun seiring perkembangan kebudayaan yang dipengaruhi oleh ajaran dan budaya islam, tradisi toho ro dore seperti ini lambat laun hilang. Masyarakat kini hanya melaksanakan ritual-ritual adat yang bernuansa islam, seperti „ngaha karedo maci‟ dan do‟a rasa atau do‟a dana.

V. Kesimpulan Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosiobudaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.

Khusnul Hatimah. Email: [email protected]. FIB UI. 2013.

Nekara Makalamau merupakan sebuah benda yang awalnya ditemukan oleh para arkeolog sebagai sisa kehidupan manusia, kini kebermaknaannya menjadi sesuatu yang lebih. Faktor inilah yang menjadikan Nekara ini menjadi sebuah material culture. Material culture yaitu memberikan makna budaya terhadap sebuah benda menjadi sesuatu yang berharga dan diakui oleh orang banyak. Oleh sebab itu jika sebuah nekara dijadikan obyek material culture maka kebermaknaan nekara...


Similar Free PDFs