Partisipasi Politik PDF

Title Partisipasi Politik
Author Ashar Lamaliga
Pages 13
File Size 103.7 KB
File Type PDF
Total Downloads 3
Total Views 57

Summary

RENDAHNYA PARTISIPASI PEMILIH DI INDONESIA ARTIKEL PEMASARAN KOMUNIKASI POLITIK Oleh: ASHAR LAMALIGA NPM: 201221330001 SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SAHID JAKARTA 2014 1 RENDAHNYA PARTISIPASI PEMILIH DI INDONESIA A. Latar Belakang Dari pemilu ke pemilu jumlah golongan putih yang didominasi anak m...


Description

RENDAHNYA PARTISIPASI PEMILIH DI INDONESIA ARTIKEL PEMASARAN KOMUNIKASI POLITIK

Oleh: ASHAR LAMALIGA NPM: 201221330001

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SAHID JAKARTA 2014

1

RENDAHNYA PARTISIPASI PEMILIH DI INDONESIA A. Latar Belakang Dari pemilu ke pemilu jumlah golongan putih yang didominasi anak muda terus meningkat sebagian mereka memilih golput sebagai perlawanan terahir yang bisa mereka lakukan, Dalam konteks partisipasi politik warga memilih golput dengan alasan politis merupakan bentuk partisipasi pula yang disalurkan dengan cara sinis. Menurut direktur riset charta politica Yunarto wijaya secara kuantitatif jumlah golput akan terus meningkat, pemicunya adalah meningkatnya ketidakpuasan terhadap penyelenggara negara, disebabkan sistem politik dan sistem pemilu yang tidak ideal. Secara statistik partisipasi warga dalam memilih turun jika dilihat dari tahun1999, Golput 10,21 persen, 2004 golput 23,34 persen, dan 2009 golput 39, 10 persen. Tentu saja idealnya bahwa partisipasi tinggi dtentukan pilihan berdasarkan pertimbangan matang warga. (Sumber : Kompas, jumat 25 oktober 2013). Pada tanggal 9 april 2014 akan dilaksanakan pemilihan yang disebut PILCALEG. Sesuai dengan dengan UUD No 65 tahun 2009 tentang pedoman pelaksanaan sosialisasi dan penyampaian informasi pasal 1 point 9 mengatakan bahwa. Materi sosialisasi adalah semua benda atau bentuk lain yang memuat program simbol-simbol atau tanda yang berkaitan dengan informasi semua tahapan dan program pemilihan umum disebar dan diketahui oleh masyrakat luas untuk keperluan pemilu yang bertujuan agar semua memahami dan mengerti untuk mengajak orang berpartisipasi dalam setiap tahapan pemilukada. (sumber Data : UUD NO 65 Tahun 2009). Tingkat partisipasi pemilih saat ini, masih jauh dari harapan proses demokrasi yang berlangsung. Sesuai dengan peraturan komisi pemilihan umum No 15 Tahun 2013 tentang pedoman pelaksanaan Kampanye pemilihan umum anggota dewan perwakilan rakyat, Dewan perwakilan daerah dan Dewan perwakilan rakyat daerah. Bahwa sesuai dengan pasal 17 ayat 1 b. Peserta pemilih dapat memasang alat peraga kampanye diluar ruang dengan ketentuan sebagai berikut, pertama, Baliho atau papan reklame

hanya

diperuntuhkan

partai

politik

satu

unit

untuk

satu

desa/kelurahan atau nama lainya memuat informasi nomor dan tanda gambar partai politik dan visi misi program jargon, foto pengurus partai politik yang bukan calon anggota DPR dan DPRD. Kedua, Calon anggota DPD dapat 2

RENDAHNYA PARTISIPASI PEMILIH DI INDONESIA memasang baliho atau papan reklame satu unit untuk desa/ kelurahan atau nama lainya.Ketiga, Bendera dan umbul-umbul hanya dapat dipasang oleh partai politik dan calon anggota DPD pada zona atau wilayah yang ditetapkan KPU,KPU/KIP provinsi dan atau KPU,KPU/KIP kabupaten/kota, bersama pemerintah daerah.Keempat, Spanduk dapat dipasang oleh oartai politik dan calon anggotaDPR,DPD dan DPRD dengan ukuran maksimal 1,5 x 7 m, hanya satu unit pada satu zola wilayah yang ditetapkan oleh KPU/KIP provinsi dan atau KPU/KIP kabupaten Kota bersama pemerintah daerah. (Sumber Data : Peraturan komisi pemilihan umum No 15 Tahun 2013 ). Sesuai dengan pernyataan KPU Sumbar bahwa pemilih pemula perlu dicarikan solusi, mengingat potensi pemilih disumbar mencapai 20% dari 3,6 juta lebih pemilih, dan salah satu cara KPU sumbar untuk mendongkrak partisipasi pemilih yakni menggiatkan forum-forum diskusi dan melibatkan kalangan kepemudaan ia pun menambahkan bahwa turunya partisipasi pemilih juga terkait dengan masalah psikologi, (kita tahu budaya kita ,kalau tidak diundang datang buat apa datang),ini yang terpantau dalam pemilupemilu lalu. Oleh karena itu data resmi dari KPU meninjau tingkat partisipasi pemilih mulai dari tahun 1999 sampai 2009, partisipasi pemilih turun hingga 20% alasanya karena masyrakat Indonesia sedang mengalami ketidak percayaan kepada semua parpol. (Sumber data www KPU.go.id, KPUSUMBARPROV.go.id ) Banyak fenomena menarik pada tahap sosialisasi pemilu antara lain dengan lahirnya berbagai macam lembaga survey yang secara terusmenerus memberitakan prediksi-prediksi dengan menggunakan metodologi akademis baik kuantitaif maupun kualitatif sehingga secara langsung menimbulkan efek psikologi dalam bentuk opini-opini atau persepsi, peran dan tanggung jawab KPU dalam menjalangkan pesta demokrasi kadang terhambat dengan banyaknya lembaga-lembaga yang turut dalam persiapan pemilih. Tapi demikian fenomena yang menonjol adalah kegiatan beriklanan melalui media, dan perang iklan partai politik setiap hari menghiasi ruang kehidupan masyrakat, baik media cetak maupun media eloktronik.

3

RENDAHNYA PARTISIPASI PEMILIH DI INDONESIA Melihat gambaran diatas fenomena-fenomena yang terjadi peran KPU dalam tahap sosialisasi untuk persiapan pemilihan belum semaksimal mungkin, karena dalam tahap proses pemilihan yang banyak mendominasi dalam

kesadaran

masyrakat

adalah

banyaknya

partai-partai

yang

mengkampanyekan proses sosialisasi kearah calon yang diusungnya. Serta peran lembaga-lembaga yang membantu KPU dalam sosialisasi dalam penyelenggaraan pemilu belum semaksimal untuk meningkatkan partisipasi pemilih. Terutama dalam sambutan presiden SBY, meminta para menteri yang berasal dari partai politik atau pimpinan partai politik untuk menjadi contoh dalam menaati aturan penyelenggaraan pemilihan umum sehingga rakyat bisa melihat proses pemilihan demokrasi yang akan berlangsung pada tanggal 9 april 2014 (Sumber Kompas )

A. Teori model dan konsep Dalam arena pemilu yang akan dilaksanakan tanggal 9 april 2014 seperti ini, KPU adalah penyelenggara pemilihan umum dimana KPU akan mesosialisasikan dan bekerja sama terhadap lembaga-lembaga parpol maupun survey dan pemerintah, sehingga partisipasi masyrakat dalam pemilihan bisa semakin menyadarinya. Tidak lepas pula para kandidat dan parpol, masing-masing berusaha mendapatkan dukungan sumberdaya politik dan legitimasi politik, baik dari kalangan pemilih,konstituen, dan donatur politiknya. Dalam tataran permasalahan rendahnya pasrtisipasi pemilih ada baiknya kita, membahas sedikit tentang marketing. dalam istilah marketing dalam dunia politik oleh Kotler dan levy (1969, dan levy (1979). Melihat bahwa marketing sebagai media interaksi antara dua atau lebih struktur sosial (Bagozzi, 1975). Dengan ini, bagozzi 1974 melihat bahwa marketing adalah proses memungkinkan adanya pertukaran antara dua pihak atau lebih, artinya marketing akan selalu ditemui dalam proses pertukaran. Proses tukar menukar ini melibatkan negosiasi yang merupakan mekanisme untuk mengusahakan maksimalisasi kepentingan masing-masing pihak. Marketing adalah Hubungan dan pertukaran. 4

RENDAHNYA PARTISIPASI PEMILIH DI INDONESIA Setelah menguraikan sedikit tentang konsep marketing, ada baiknya kita membahas sedikit tentang peran marketing politik. Marketing politik memiliki peran yang ikut menentukan dalam proses demokrasi atau pada tepatnya, mengerahkan marketing politik untuk merebut sebanyak mungkin konstituen atau pemilih.

1. Pemilih Suatu

partai

politik

atau

kontestan

individual

mereka

pasti

membutuhkan suara para pemilih agar bisa berkiprah di dalam dunia politik. Untuk

itu

mereka

harus

memahami

pemilih

sehingga

tidak

ada

kecenderungan golput atau berkurangnya tingkat partisipasi pemilih sesuai dengan data diatas. Padahal keberadaan pemilih seharusnya dijadikan subjek, dan kontestan sebaiknya menempatkan diri sebagai pembaharuan dalam masyarakat. Hubungan antara kontestan dengan pemilih begitu kerap dengan penghianatan.

Seperti

sebuah

parpol

dan

lembaga

KPU

yang

menyelenggarakan pemilu. Setelah memenangkan pemilu para kontestan mudah sekali melupakan janji dan harapan yang diumbar dihadapan para pemilih. Sementara itu para pemilih sering memindah-mindahkan dukungan dari satu kontestan ke kontestan lain. Dengan semakin meningkatnya massa mengambang dan non-partisan, Setelah kontestan menang dalam pemilihan, tidak semua para kontestan melaksanakan janji mereka dan bahkan tidak sesuai mereka pada saat kampanye pemilu yang mengobralkan janji sehingga ada kecenderungan para pemilih dapat menghukum kontestan dan tidak memilihnya lagi dalam pemilu berikutnya. internal Kontestan

External Pemilih

Non- Partisan

Konstituen Partai Lain

5

RENDAHNYA PARTISIPASI PEMILIH DI INDONESIA Dalam bangan ini secara garis besar pemilih diartikan sebagai semua pihak yang menjadi tujuan utama para kontestan untuk mereka yakinkan agar mendukung dan kemudian memberikan suaranya kepada kontestan yang bersangkutan. Konstituen adalah kelompok masyrakat yang merasa diwakili oleh satu idiologi tertentu yang kemudian termanifestasikan dalam institusi politik seperti partai politik. Disamping itu pemilih merupakan bagian masyrakat yang diikatkan kepada suatu partai politik tertentu. Untuk menjelaskan karakteristik pemilih telah menjadi semacam kebutuhan atau misionaris, maka kita akan melihat Downs (1957), bahwa keputusan memilih berbeda secara signifikan dengan keputusan ekonomi dan komersial pada umumnya , Keputusan memilih selama pemilihan umum dialogikan sebagai perilaku pembelian (purchasing )dalam dunia bisnis dan komersial. Menurut Downs (1957), partisipasi politik lebih dilihat sebagai masingmasing individu untuk mempertahankan dan memperkuat institusi demokrasi. Artinya bahwa dalam lembaga politik harusnya memperkuat adanya pendidikan politik terhadap masyrakat atau marketing politiknya lebih di pertajam, agar tidak ada lagi pemilih yang golput sehingga bisa memberikan efek positif demokrasi di indonesia. Maka ada baiknya kita melihat apa yang dikatakan oleh Schumpeter (1996), Pemilih medapatkan informasi politik dalam jumlah besar dan beragam. Dengan bantuan alat tekhnologi dalam memudahkan masyrakat agar berpartisipasi dalam pemilihan pada saat ini sangat sulit untuk memilah informasi mana yang harus mereka percaya atau mereka jadikan bahan pertimbangan, karena kita tau abad sekarang ini over infomasi dan menjadikan parah pemilih stagnan atau tidak memusingkan demokrasi Indonesia, lebih tepatnya pemilih bersifat apatis. Ini diakibatkan system informasi dan para pemimpin yang begitu naik ditampuk kekuasaan tidak merealisasikan janji mereka. Brennan dan lomasky (1997) serta Fiorina (1996) menyatakan bahwa keputusan memilih selama pemilu adalah perilaku ekxpresif. Menurut mereka perilaku memilih sangat dipengaruhi oleh loyalitas idiologi. Keputusan untuk memberikan suara tidak akan terjadi apabila tidak terdapat loyalitas pemilih yang cukup tinggi kepada partai politik atau jagoanya. 6

RENDAHNYA PARTISIPASI PEMILIH DI INDONESIA Begitu juga sebaliknya pemilih tidak akan memberikan suaranya kalau mereka menganggap suatu partai politik tidak loyal serta tidak konsisten terhadap janji dan harapan yang telah mereka berikan. Jadi konsep loyalitas disini harus dilihat dua arah, dari konstituen kepada partai politik dan dari partai politik ke konstituen. Artinya ada hubungan atau semacam relasi yang terjadi didalam pemilihan, ada ditenga-tengah pasaran politiknya. Maka ada baiknya kita melihat penjelasan Philip Kotler. Menurut Philip Kotler dan Neil Kotler (1999), perkembangan marketing politik sebagai bidang kajian akademik maupun praktek sangat terkait dengan kecenderungan menguatnya persaingan parpol dan kandidat dalam arena pemilihan umum yang berbasis system pemilu langsung. Marketing politiknya sebagai bidang ilmu seiring perkembangan arena pasar politik, ketika pemilu berlangsung ada lima arena pasar politik yang harus diperhatikan. pertama, media, pemilih,donator politik, organisasi partai dan kelompok penekan, aktivis politik dan konstituen.

2. Segmentasi positioning politik

Tahap 1

Tahap 2

Tahap 3

Segmentasi pasar politik

Targetisasi pasar politik

positioning pasar politik

1. Identifakasi dasar segmentasi pemilih 2. Menyusun fropil dari hasil sementasi pemilih

3. menyusun kriteria pemilihan segment pemilihan 4. memilih target segment pemilih

7

5. menyusun strategi positioning di setiap segment 6. Menyusun bauran marketing disetiap segment politik

RENDAHNYA PARTISIPASI PEMILIH DI INDONESIA Bagan diatas menggambarkan beberapa target yang harus digunakan untuk mengaitkan segmentasi,targeting, positioning. Menurut Bartle dan Griffith 2001 , kontribusi penting ilmu marketing dalam domain politik adalah aktivitas yang terkait segmentation. Artinya bahwa para parpol dan KPU harus melihat kebutuhan masyrakat agar partispasi politik dalam pemilihan bisa tercapai, karena pembahasan mencocokan keinginan masyarakat dengan keinginan partai dan penyelenggara pemilu. Dalam segmentasi terdapat dua hal yang mesti dilakukan. Pertama, identifikasi dasar-dasar yang digunakan segmentasi. Maka dari itu partai politik perlu menyusun profil hasil segmentasi politik 1. Profil

tentang

pendukung

partai

politik

artinya

karakteristik

pendukung dan simpatisan perlu diketahui untuk memahami mengapa mereka perlu mendukung. 2. Profil tentang massa mengambang , Untuk megetahui jumlah sekaligus karakteristik yang mendasarinya. 3. Profil tentang pendukung partai lain, Dibuat mengingat bahwa setiap kontestan pemilihan umum dituntut untuk memperbesar dukunganya. Dalam

artian

bahwa

para

pemilih

dapat

membantu

dalam

mengembangkan program kerja dan isu politik yang sesuai dengan karakteristik pendukung, dan ketika mereka melihat tidak satupun kontestan yang dianggap menarik mereka cenderung golput atau tidak berpartisipasi dalam pemilihan dan mereka melihat bahwa pemilihan yang diselenggarakan KPU sama saja tidak akan mengubah kondisi mereka sendiri. Dan salah satu strategi baiknya dilakukan dalam iklim persaingan politik adalah strategi proaktif dalam memperbesar porelahan suara sehingga akan adanya terjalin partispasi yang sangat kuat dalam pemilihan.

8

RENDAHNYA PARTISIPASI PEMILIH DI INDONESIA B. Pembahasan Seiring dengan perkembangan political marketing meskipun sebagai satu disiplin ilmu baru , marketing adalah sebagai aktivitas social telah terjadi semenjak dulu kala. Ini ditinjau dari pada abad petengahan dalam memfasilitasi perdagangan eropa seperti di Giovanni di Becci de Medicci mendirikan bank Medici pada abad ke 15. Aktivitas perdagangan ini berlanjut terus dengan seiring dengan penemuan iklan dan publikasi setelah ditemukanya mesin cetak oleh Johanan Gutenberg 1450.Penemuan ini menunjukan ilmu publitas dan menguntungkan para pedagang karena mereka menggunakan untuk pengumuman produk dan harga dalam bentuk poster. Sampai pada tahun 70 an produk dan jasa yang dihasilkan masih dirasa belum mampu memenuhi permintaan sehingga tidaklah mengherankan kalau kemudian marketing lebih beriorentasi ke dalam perusahaan. Setelah itu jumlah perusahaan bertambah lebih pesat dengan pertumbuhan kebutuhan masyrakat. Jumlah barang dan jasa dihasilkan oleh produsen menjadi lebih besar dibandingakn dengan permintaan. Perusahaan-perusahaan tidak lagi sekedar meningkatkan kualitas produk tapi mereka keluar memasarkan ke konsumen dengan publitas untuk menarik minat konsumen. Mereka harus melakukan operasi dipasar untuk mengetahui segala perkembangan pasar yang telah berlangsung. Marketing politik mengintesifkan aktivitas marketing dalam dunia politik. Dalam masing-masing para kontestan dan parpol saling berlomba untuk mendominasi pemberitaan, dan iklan selanjutnya untuk menarik perhatian massa. Dan masing-masing pihak akan lebih menfokuskan diri pada persaingan, yang menjadi utama para kontestan adalah memenangkan persaingan. Karena investasi marketing politik sangat mahal dan resikonya besar kalah dan tidak terpilih menjadi momok yang menakutkan sehingga tidak jarang dari mereka para kontestan berorientasi pada pencapain jangka pendek yaitu terpilih dan memenangkan pemilu dan semua strategi akan dilakukan untuk dapat memenangkan pemilu termasuk negative campaign.

9

RENDAHNYA PARTISIPASI PEMILIH DI INDONESIA Selain itu kampanye negatif diartikan kampanye yang berorientasi pada sisi penyerangan secara individu melalui pembunuhan karakter. (Ansolebehere dan iyengar, 1995). Kampanye negative menghawatirkan akan menurunkan partisipasi politik masyrakat dalam pemilihan umum ,Kahn dan kenney, 1999. Dan para kontestan politik tidak memandang entah mereka melakukan cara-cara kampanye negative atau kampanye positif ,dan menurut mereka yang terutama adalah memenangkan pemilu. Padahal metode yang mereka gunakan dalam kampanye negative kecenderungan akan menurunkan semangat demokrasi pemilih, dan ini mempengaruhi partisipasi pemilih serta akan semakin menurunya apresiasi masyrakat terhadap partai politik dan lembaga penyelenggara pemilu seperti KPU. Soalnya masyrakat melihat bahwa perilaku elite politik tidak bisa mencerminkan yang baik atau jadi panutan dalam berpolitik. Untuk menghubungkan dengan tingkat pasrtispasi masyrakat dengan ada baiknya kita melihat jenis-jenis pemilih dalam pembahasan ini : 1. Pemilih rasional, pemilih dalam hal ini lebih mengutamakan kemampuan partai politik atau calon kontestan pemilih jenis ini memiliki ciri khas yang tidak begitu mementingkan ikatan idiologi kepada suatu partai. Dan pemilih sperti ini ingin melepaskan yang bersifat dogmatis dan tradisional. Hal yang terpenting bagi jenis pemilih ini adalah apa yang bisa dan telah dikerjakan oleh partai atau seorang kontestan. 2. Pemilih kritis adalah pemilih dimana mereka mementingkan kemapuan pada partai politik atau seorang kontestan dalam menuntaskan permasalahan bangsa maka hal ini bersifat idiologis. Pemilih jenis ini adalah pemilih kritis artinya mereka akan selalu menganalisa kaitan antara system nilai partai idiologi dengan kebijakan yang dibuat. 3. Pemilih tradisional, memiliki orientasi idiologi yang sangat tinggi dan tidak terlalu melihat kebijakan partai atau seorang kontestan dalam mengambil kebijakan. Pemilih tradisional sangat mengutamakan keadaan sosial-budaya, nilai, asal-usul, paham dan agama sebagai ukuran untuk memilih sebuah partai politik. Pemilih tradisional 10

RENDAHNYA PARTISIPASI PEMILIH DI INDONESIA adalah jenis pemilih yang bisa dimobilisasi selama periode kampanye Rohrscheneider 2002. Loyalitas tinggi merupakan salah satu ciri khas yang paling kelihatan bagi pemilih jenis ini. 4. Pemilih Skeptis adalah pemilih yang tidak memiliki orientasi idiologi yang cukup tinggi dengan sebuah partai politik atau seorang kontestan. Pemilih skeptis ini merupakan pemilih yang tidak mau terlibat dengan partai politik karena ikatan idiologi mereka sangat kurang. Dalam jenis pemilih ini yang sering disebut dengan golput atau tidak ingin berpartisipasi dalam pemilu, karena mereka tidak percaya pada parpol atau lembaga Negara untuk merubah keadaan mereka. Maka ada baiknya kita menghubungkan sebuah minat atau partisipasi pemilih di era sekarangini, ketika kita melihat jenis pemilih. Dalam benang merah

yang bisa

kita

tarik

bahwa,

baik

lembaga

parpol maupun

penyelenggara pemilu seperti KPU, mereka harus melihat empat tipe pemilih agar strategi yang mereka terapkan dalam meningkatkan minat partisipasi masyrakat tidak pudar. Dengan ini para, parpol, kontestan dan KPU bisa memahami karakteristik disetiap kelompok masyrakat. Karena masyrakat atau pemilih beragam jenis, tersusun dari nilai dan budaya masing-masing yang membutuhkan pendekatan satu dengan yang lain. Untuk itu lembaga para penyelenggara pemilihan ...


Similar Free PDFs