Title | PEMANFAATAN NEW MEDIA SEBAGAI JALUR DIGITAL DISTRIBUTION FILM INDEPENDEN |
---|---|
Author | Aulia Rizky |
Pages | 18 |
File Size | 459.2 KB |
File Type | |
Total Downloads | 299 |
Total Views | 878 |
PEMANFAATAN NEW MEDIA SEBAGAI JALUR DIGITAL DISTRIBUTION FILM INDEPENDEN (Studi Kasus terhadap Website Kineria.com sebagai Pelaku Digital Distribution Film Independen di Indonesia) Aulia Rizky 125120207111062 Jurusan Ilmu Komunikasi, Peminatan Komunikasi Massa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik U...
PEMANFAATAN NEW MEDIA SEBAGAI JALUR DIGITAL DISTRIBUTION FILM INDEPENDEN (Studi Kasus terhadap Website Kineria.com sebagai Pelaku Digital Distribution Film Independen di Indonesia) Aulia Rizky 125120207111062 Jurusan Ilmu Komunikasi, Peminatan Komunikasi Massa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya Malang Abstract: Kineria is a pioneer website video-on-demand distribution of independent films in Indonesia legally and paid as a new media presentation to appreciate online films. This research discussed how Kineria help filmmaker of independent films to distribute their film using New Media, what the problems are, how the solution is, and the challenges faced in digital films distribution. The research was conducted using case study to illustrate and interpret the digital distribution of independent films made by Kineria. Meanwhile, this research used John W. Cresswell’s method to analyze data obtained from observation in the field. The results of this research showed that Kineria digital distribution has done properly and according to distribution films in general. But, in real life the application is not effective. Thus, communication process between Kineria and filmmaker need to improve in order to make acquisition of films easier, the standardization of films shown to be reorganized in order to increase audience. Kineria doesn’t maximize the marketing communication strategy because it only relies on publication with online marketing. Some of the features on the website are difficult to access, profit sharing system is not effective, and films access has not automaticly accessable after paid becomes problem for Kineria. The lack of brand, market independent film audiences and audience purchasing power in Indonesia is still weak become the biggest challenge for digital distribution of independent films. Especially with Youtube and Viddsee as competitors from Kineria website that offer free screenings, making audience are more selective in choosing what they want to watch.
Keywords: independent films, website, digital distribution, communication strategy.
Pendahuluan
F
ilm pertama kali digunakan hanya sebagai sebuah media proyeksi gambar bergerak, baru kemudian sebagai sebuah seni untuk publik
yang awalnya dimulai pada akhir abad 19, dan
produksi film Indonesia umumnya dapat dikategorikan produksi independen kalau memakai definisi umum. Maksud istilah itu di sini: dibuat dan diproduksi secara gerilya pribadi, karena dananya yang mepet. Tidak terlalu memperdulikan arus utama film dan calon penonton karena lebih mementingkan pengucapan pribadi. Dan film-film itu sulit diterima oleh jaringan bioskop yang mapan.
memiliki re¬fleksi yang tidak banyak dari 30 tahun awal perjalanan eksistensinya (Payne, 1996, h.196). Seni film sama halnya dengan bentuk kesenian lainnya, memerlukan ruang yang baik untuk diolah, ditayangkan, dan dijadikan sebagai bagian dari dinamika kebudayaan secara umum. Sisi komunikasi keluar ketika film menjadi salah satu bentuk komunikasi massa yang menurut Bindiar (2011), sebuah film diproduksi untuk dapat ditonton, terlebih kepada bentuk apresiasi melalui screening atau lebihlebih dikritisi.
Bahkan, saat ini ruang-ruang menonton di Indonesia masih terpaku pada bioskop, tetapi layar bioskop yang belum memenuhi pasar. Bioskop yang ada di Indonesia dimiliki oleh grup Cinema 21, CGV Blitz, Cinemaxx, New Star Cineplex, Platinum Cineplex
serta
beberapa
bioskop
yang
kepemilikannya independen seperti Sarinah Cineplex Malang, Rajawali Cinema Purwokerto, Golden Theater Kediri, dan lain sebagainya (Film Indonesia, n.d.). Lebih jauh dijelaskan pula bahwa komposisi
Berbicara mengenai perfilman Indonesia,
tahun 2013 hanya terdapat 793 studio atau layar dari
industri film di Indonesia selalu berkaitan dengan
185 bioskop, yang artinya satu layar harus melayani
modal besar atau perusahaan yang dibangun untuk
311 ribu orang.
kepentingan bisnis layar lebar, bukan berangkat dari kepentingan komunitas (Basbeth, 2011). Krishna (dikutip dari Primananda 2015) menjelaskan jalur
793 Layar
utama ini sangat berkonotasi pada keuntungan dan
Jumlah Layar
dekat dengan penguasaan atau privatisasi media, hingga akhirnya muncullah ‘pemberontakan’ melalui
Jumlah Penduduk
246.623.000 Orang
film-film independen yang diproduksi di luar jalur utama yang sudah ada dan memiliki perbedaan signifikan dengannya, baik teknik, narasi, cerita ataupun biaya produksi.
Bagan : Perbandingan Jumlah Layar Bioskop dengan Jumlah Penduduk di Indonesia
Seorang wartawan senior Kompas dan juga Kritikus Film, Kristanto (dikutip dari Bindiar 2011)
Sumber: http://filmindonesia.or.id, diakses pada 14 September 2015
menjelaskan bahwa, Pasar yang kecil itu bahkan penuh dengan Pengertian independen di sini berbeda dengan pemahaman umum dunia film terhadap istilah tersebut, karena modus
film-film impor. Sedangkan, menurut data arsip filmfilm yang rilis di bioskop grup Cinema 21 sepanjang
tahun 2014 dan telah diolah ulang oleh peneliti,
independen), festival film independen (apabila ada
terdapat 54,9% film barat dengan jumlah 140 judul
film dalam festival tersebut yang beruntung, maka
film, 42,4% film Indonesia dengan jumlah 108 judul
akan
film, serta 2,7% film independen asal Indonesia
internasional untuk ditayangkan), pemutaran di
dengan jumlah 7 judul film yang ditayangkan. Dalam
acara-acara kampus non komersial, pembuatan VCD
hal ini, film independen yang dimaksud adalah film
yang dijual secara underground, istilah underground
yang diproduksi secara pribadi atau komunitas film
di sini sama halnya yang digunakan para pemusik
dan sebelumnya hanya ditayangkan di beberapa
underground.
diminta
oleh
penyelenggara
event
film
festival film maupun pemutaran alternatif. Terbatasnya Tahun 2014
ruang
distribusi
film
independen di Indonesia yang harus berlomba-lomba
100.0%
menembus festival film, pemutaran film alternatif,
80.0%
membuat VCD atau DVD serta alih-alih dapat
54.9%
60.0%
42.4%
ditayangkan di layar bioskop, membuat kanal online
40.0% 20.0%
juga diperlukan untuk menjangkau penonton yang
2.7%
0.0%
Barat
Indo
lebih luas. Penelitian terdahulu yang dijadikan
Indie
landasan Bagan : Persentase Film-Film Rilis di Grup Cinema 21
untuk
melakukan
penelitian
lanjutan
menyatakan bahwa distribusi secara online sebagai masa depan distribusi film, akan menjadi ranah atau
Sumber: Arsip film www.21cineplex.com yang diolah ulang peneliti
Sasono
jalur dalam segala lini di perfilman mainstream ataupun sidestream (Primananda, 2015).
dari
Dengan kemajuan teknologi infomasi dan
Primananda 2015) menjelaskan bahwa filmmaker
komunikasi lewat adanya New Media yang kemudian
terpaksa menjadi ubercapitalist: harus berjuang
mendasari lahirnya jalur pendistribusian alternatif
sendirian
film
untuk film yakni secara digital. Distribusi digital ini
independen tidak pernah mendapatkan tempat, baik
sedang berkembang diberbagai Negara, salah satunya
dalam regulasi yang dibuat pemerintah maupun
Hollywood.
dalam jalur distribusi yang normal (Kurnia, 2006,
pemasukan lebih banyak dari pembelian online,
h.290). Lulu Ratna (dikutip dari Bindiar 2011)
sekitar 70% dari keuntungan, dibandingkan dengan
seorang produser dan penggiat film independen
50% dari pemutaran di bioskop (Voice of America,
menyebutkan bahwa jalur distribusi film pendek di
2015).
demi
&
Imanjaya
filmnya.
secara
(dikutip
formal
Studio-studio
biasanya
mengambil
Indonesia lebih sulit karena belum adanya jalur yang jelas untuk menyalurkannya selain mengikuti festival
Sebagai contoh Sony Pictures merilis film
film. Lebih jauh, Lulu Ratna menjelaskan bahwa
“The Interview” secara online melalui Youtube dan
selama ini jalur distribusi film independen yang ada
Google Play milik Google, Xbox Microsoft dan
di Indonesia hanyalah melalui: stasiun TV (yang
website Sony. Sony juga menggandeng Apple dengan
notabene merupakan penyelenggara festival film
penjualan melalui iTunes yang dibandrol dengan harga 14,99 dolar untuk pembelian dan 5,99 dolar
untuk penyewaan (Heru, 2015). Sedangkan untuk
Kemudahan dalam mengakses film dengan berbagai
saat ini baru tercatat 5 film Indonesia yang dapat
macam media secara streaming melalui website dan
diunduh di iTunes yakni, “The Raid”, “Sang Penari”,
aplikasi
“Garuda di Dadaku”, “Garuda di Dadaku 2”, dan “5
dimanfaatkan Kineria sebagai salah satu website
cm” (Reino, 2013).
layanan hiburan bagi yang ingin menonton sajian
smartphone
inilah
yang
kemudian
bermutu dan menghibur dari film-film Indonesia baik Selain itu, pembuat film di India juga mulai mengandalkan platform distribusi digital untuk
film pendek maupun film featured. Layanan hiburan ini dapat diakses dengan mudah melalui PC, tablet
membuka model bisnis baru yang lebih banyak menghasilkan
aliran
pendapatan.
Platform
ini
dipercaya dapat mengurangi biaya distribusi dari sebuah film. “……for films and internet agreed that new digital distribution platforms like internet and DTH contribute only 3-5% of a film's revenue, but said that this can grow to nearly 10%, if the right platforms are created” (Financial Express, 2012). Membangun platform distribusi film secara digital
dengan
dikembangkan
tepat di
inilah
Indonesia,
yang
sedang
khususnya
untuk
distribusi film independen. Hal ini juga didukung melalui hasil riset nasional yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII)
bekerjasama
dengan
PusKaKom
UI
maupun
smartphone
selama
terhubung
ke
internet (Kineria, 2014). S. Wiyogo (komunikasi personal, 3 Desember 2015) mengatakan, kesadaran akan adanya platform online untuk mendistribusikan film independen sudah dirasakan oleh pembuat film di Indonesia. Namun, bagaimana pembuat platform dapat melakukan pendekatan kepada filmmaker agar mau memasukan filmnya menjadi pelajaran terpenting untuk distribusi film independen saat ini.
Maka dari itu, penelitian ini akan menyoroti bagaimana platform online membantu filmmaker untuk mendistribusikan film independen, alasan memilih distribusi online yakni Kineria.com, seperti apa prosesnya, dan bagaimana Kineria.com sebagai
mengenai jumlah pengguna internet di Indonesia,
satu-satunya platform online legal yang bertindak …selama tahun 2014 menunjukkan pengguna naik menjadi 88,1 juta atau dengan kata lain penetrasi sebesar 34,9%. Angka pengguna sebesar 88,1 juta tersebut disesuaikan dengan jumlah penduduk Indonesia sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2014 sebesar 252 juta penduduk. Dengan demikian, dari sisi jumlah penduduk, pengguna internet mengalami pertumbuhan 16,2 juta pengguna, yaitu dari 71,9 juta menjadi 88,1 juta pengguna.
Dengan Indonesia
yang
memungkinkan membuka
jumlah
pengguna
terus
untuk
ruang apresiasi
Indonesia menjaring filmmaker, membuka ruang lewat feature-feature yang disampaikan melalui New Media. Selebihnya, permasalahan-permasalahan yang timbul selama proses distribusi dapat menjadi evaluasi dalam memetakan distribusi film secara online di Indonesia. Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
internet
meningkat,
media
sebagai media pendistribusian film secara digital di
di
maka
alternatif
untuk
film secara
online.
adalah “Bagaimana distribusi film independen di Indonesia yang memanfaatkan New Media melalui website Kineria.com?”
membuat segala bentuk informasi yang disampaikan
Fitur-Fitur New Media
kepada pembacanya menjadi terhambat. Maka,
N Tidak
ew Media didefinisikan sebagai produk dari komunikasi yang termediasi teknologi
koneksi internet menjadi penting selama berurusan dengan New Media (Putri, 2014).
yang terdapat bersama dengan komputer
There is a transformation taking place in the way in which people interact with film and television. Those with broadband connections use the internet more than they watch television, while young people familiar with sophisticated mobile phones are much more receptive to the possibility of watching television on the phone in the future (Sparrow, 2007, h.5).
digital (Creeber & Martin 2009, h.2).
hanya
memperkecil
jarak
dalam
mengkomunikasikan pesan, teknologi komputer dan internet juga telah berkembang dan mengeliminasi penggunaan koneksi kabel, namun tetap dapat memfasilitasi transmisi informasi yang sangat cepat ke seluruh dunia (Bagdikian, 2004, h.114).
Seperti yang dijelaskan di atas, tidak dapat McQuail (2000) mengelompokkan media
dipungkiri
bahwa
kehadiran
internet
sangat
baru menjadi empat kategori. Pertama, media
berpengaruh bahkan mengurangi penonton TV
komunikasi interpersonal yang terdiri dari telepon,
ataupun film. Karena, pengguna internet lebih
handphone, e-mail. Kedua, media bermain interaktif
memilih untuk mengakses TV dan film melalui
seperti komputer, videogame, permainan dalam
gadget yang terhubung dengan internet.
internet. Ketiga, media pencarian informasi yang berupa portal atau search engine. Keempat, media
Tantangan Proses Komunikasi melalui New Media
partisipasi kolektif seperti penggunaan internet untuk berbagi
dan
pertukaran
informasi,
P
pendapat,
pengalaman, dan menjalin melalui komputer dimana penggunaannya tidak semata-mata untuk alat, namun juga dapat menimbulkan afeksi dan emosional. Beberapa kekurangan dari New Media yaitu, terbukanya informasi menimbulkan kemungkinan pencurian data pribadi dengan tujuan-tujuan tertentu, terbukanya arus informasi dan komunikasi juga dapat membawa virus yang berkedok aplikasi dengan mudah menyebar dan rasa ketagihan berlebihan, contohnya pada saat bermain game online atau jejaring sosial (Setiawan, 2013). New Media memiliki kecepatan untuk melakukan sebuah interaksi, lebih efisien, lebih murah, lebih cepat untuk mendapatkan sebuah informasi terbaru dan ter-update informasinya. Namun, kelemahannya pada jaringan koneksi internet
emilik
website,
penonton
akan
filmmaker
dan
berkomunikasi
dengan bantuan komputer dengan jaringan internet pula atau disebut
Computer-Mediated-Communication (CMC). Fulk & Collins (dikutip dari Sisca 2015) menjelaskan bahwa teori
Computer-Mediated-Communication
(CMC)
berbicara mengenai bagaimana dua atau lebih manusia dapat saling berhubungan atau berinteraksi dibantu menggunakan alat komputer pada program aplikasi tertentu yang tersedia. Tentu saja terdapat tantangan tersendiri dalam pelaksanaannya. Rice & Gattiker (dikutip dari Sisca 2015) menjelaskan bahwa Computer-Mediated-Communication
(CMC)
membatasi tingkat interaksi yang dapat menyebabkan penurunan aktivitas.
Berdasarkan pengamatan peneliti melalui wawancara
dengan
independen
produksi film Indonesia surut, justru ada beberapa
masalah atau tantangan berkomunikasi melalui New
film yang dikategorikan sidestream atau film-film
Media ialah adanya feedback yang tertunda dalam
seni banyak berbicara di forum internasional. Oleh
proses
semua
karena itu, sudah selayaknya semangat ‘Sinema
pengguna aktif terhubung dengan internet dan
Gerilya’ harus dimunculkan (Prakosa, dikutip dari
mengakses website tersebut. Selain itu adanya
Bindiar 2011).
komunikasi.
penggiat
film
film nasional. Seno melihat secara ekstrem bahwa
Dikarenakan
tidak
misunderstanding, seringkali terjadi dalam proses
Istilah film independen memang baru diakui
komunikasi melalui New Media karena interaksi
secara formal pertama kali di Indonesia pada tahun
dilakukan hanya melalui teks, sehingga intonasi dan
1999, diusung oleh Yayasan Komunitas Film
pemaknaan menjadi beragam atau berbeda-beda dari
Independen (KONFIDEN). Istilah ini pertama kali
setiap orang.
muncul di acara diskusi tentang film independen di Indonesia yang diadakan di Jakarta. Seperti di catat
Eksistensi Film Independen di Indonesia dan di Dunia
oleh Van Heeren (2002), pada 1999, KONFIDEN mulai mengadakan serangkaian pemutaran film dan
rakosa (dikutip dari Bindiar 2011)
diskusi-diskusi di kota-kota seluruh Jawa. Sasaran
menjelaskan bahwa perkembangan
mereka adalah untuk mengenalkan konsep film
film independen telah terjadi dari
independen
tahun 70an yang memunculkan
Komunitas film di Indonesia sejak akhir 1990-an
gerakan ‘Sinema Delapan’, yaitu gerakan yang
menjadi tempat-tempat alternatif bagi produksi film
membuat film dengan menggunakan media 8 mm
dan pengembangan wacana film (Rahman, dikutip
untuk menantang tata cara pembuatan film di industri
dari Bindiar 2011).
P
kepada
publik
yang
lebih
luas.
film Indonesia yang saat itu mengalami booming
Pada tahun 1999 dan 2000, KONFIDEN
yang luar biasa (satu tahun rata-rata berjumlah 125
pernah mengadakan Festival Film dan Video
judul). Walaupun pada akhirnya gerakan ini hanya
Independen (FFVI) sebelum akhirnya berganti nama
dapat bertahan selama 1 tahun.
menjadi Festival Film Pendek KONFIDEN (FFPK). Festival ini...