PENDIDIKAN DALAM AL-QURAN Perspektif Surat Al-Alaq Ayat 1-5, Surat At-Taubah Ayat 122, Surat Al- Muzammil Ayat 20, dan Surat Muhammad Ayat 24 PDF

Title PENDIDIKAN DALAM AL-QURAN Perspektif Surat Al-Alaq Ayat 1-5, Surat At-Taubah Ayat 122, Surat Al- Muzammil Ayat 20, dan Surat Muhammad Ayat 24
Author Fahrul abas
Pages 16
File Size 606.9 KB
File Type PDF
Total Downloads 158
Total Views 251

Summary

PENDIDIKAN DALAM AL-QURAN Perspektif Surat Al-Alaq Ayat 1-5, Surat At-Taubah Ayat 122, Surat Al- Muzammil Ayat 20, dan Surat Muhammad Ayat 24 Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Qiroatul Qutub Tafsir Tarbawi Dosen : Darul Muntaha. S. Sos. I, M. Pd. I Disusun Oleh : Fahrul Abas (2014...


Description

PENDIDIKAN DALAM AL-QURAN Perspektif Surat Al-Alaq Ayat 1-5, Surat At-Taubah Ayat 122, Surat AlMuzammil Ayat 20, dan Surat Muhammad Ayat 24 Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Qiroatul Qutub Tafsir Tarbawi Dosen : Darul Muntaha. S. Sos. I, M. Pd. I

Disusun Oleh : Fahrul Abas Erma Zaimah Alfin Musfiah

(2014010230) (2014010099) (2014010039)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK) UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN (UNSIQ) JAWA TENGAH DI WONOSOBO 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Al-Quran merupakan firman Allah yang selanjutnya dijadikan pedoman hidup (way of life) kaum muslim yang tidak ada lagi keraguan di dalamnya. Di dalamnya terkandung ajaran-ajaran pokok (prinsip dasar) menyangkut segala aspek kehidupan manusia yang selanjutnya dapat dikembangkan sesuai dengan nalar masing-masing bangsa dan kapanpun masanya dan hadir secara fungsional memecahkan problem kemanusiaan. Salah satu permasalah yang tidak sepi dari perbincangan umat adalah masalah pendidikan. Kita sepakat bahwa pendidikan merupakan sesuatu yang tidak asing bagi kita, terlebih lagi karena kita bergerak di bidang pendidikan. Pendidikan diperlukan oleh semua orang. Dapat dikatakan pula bahwa pendidikan dialami oleh semua manusia dari semua golongan. Dalam Al-Qur an sendiri telah memberi isyarat bahwa permasalahan pendidikan sangat penting, jika Al-Quran dikaji lebih mendalam maka kita akan menemukan beberapa prinsip dasar pendidikan, yang selanjutnya bisa kita jadikan inspirasi untuk dikembangkan dalam rangka membangun pendidikan yang bermutu. Ada beberapa indikasi yang terdapat dalam Al- Quran yang berkaitan dengan pendidikan antara lain; Menghormati akal manusia, bimbingan ilmiah, fitrah manusia, penggunaan cerita (kisah) untuk tujuan pendidikan dan memelihara keperluan sosial masyarakat . Dalam makalah ini akan dijelaskan makna pendidikan dalam Al-Quran perspektif surat Al-Alaq ayat 1-5, surat At-Taubah ayat 122, surat Al-Muzammil ayat 20, dan surat Muhammad ayat 24. B. Rumusan Masalah 1. 2. 3. 4.

Bagaimana tafsir surat Al-Alaq ayat 1-5? Bagaimana tafsir surat At-Taubah ayat 122? Bagaimana tafsir surat Al-Muzammil ayat 20? Bagaimana tafsir surat Muhammad ayat 24?

C. Tujuan 1. 2. 3. 4.

Untuk mengetahui tafsir surat Al-Alaq ayat 1-5, Untuk mengetahui tafsir surat At-Taubah ayat 122, Untuk mengetahui tafsir surat Al-Muzammil ayat 20, Untuk mengetahui tafsir surat Muhammad ayat 24.

BAB II PEMBAHASAN A. Surat Al-Alaq ayat 1-5 1. Tafsir Surat Al-Alaq ayat 1-5

‫َۡۡ ۡ َ َ ذ‬ َ َ ۡ َ َٰ َ ۡ َ َ َ َ َ َ ُّ َ َ ۡ َ ۡ َ ۡ‫ ۡ ۡٱقرۡأ ۡوربك‬٢ۡ ‫ن ۡمن ۡعل ٍق‬ ۡ ‫ ۡ ۡخلق ۡٱۡلنس‬١ۡ ‫ٱقرۡأ ۡبۡٱسمۡ ۡربك ۡٱَّلي ۡخلق‬ ‫ذ‬ َ ۡ َ ۡ َ َ َ َٰ َ ۡ َ ‫َ ذ‬ َ َۡ َ‫َ ذ‬ ۡ َۡ ۡ َ ۡ ۡ٥ۡ‫نۡماۡلمۡيعلم‬ ۡ ‫ۡعل ۡمۡٱۡلنس‬٤ۡۡ‫ۡۡٱَّليۡعلمۡبۡٱلقلم‬٣ۡۡ‫ٱۡلكرم‬ 1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan 2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah 3. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah 4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam 5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya  Tafsir Al-Maraghi ۡ ِ‫ۡٱق َرۡۡأۡب‬ ۡ‫ق‬ َ َ‫ٱس ِۡمۡ َربِكَۡۡٱلَّذِيۡ َخل‬ Jadilah engkau orang yang bisa membaca berkat kekuasaan dan kehendak Allah yang telah menciptakanmu. Sebelum itu beliau tidak pandai membaca dan menulis. Kemudian datang perintah Illahi agar beliau membaca, sekalipun tidak bisa menulis. Dan Allah menurunkan sebuah kitab kepadanya untuk dibaca, sekalipun ia tidak bisa menulisnya. ۡ‫علَق‬ َ ۡ‫ن‬ ۡۡ ‫سنَۡۡ ِم‬ َۡ َ‫َخل‬ َ َٰ ‫ٱۡلن‬ ِ ۡ ۡ‫ق‬ Sesungguhnya zat yang maha menciptakan manusia, sehingga menjadi Makhluknya yang paling mulia ia menciptakan dari segumpal darah ('Alaq). Kemudian membekalinya dengan kemampuan menguasai alam bumi, dan dengan ilmu pengetahuan bisa mengolah bumi serta menguasai aa yang ada padanya untuk kepentingan umat manusia. Oleh sebab itu Zat Yang menciptakan manusia, mampu menjadikan manusia yang paling sempurna, yaitu Nabi SAW bisa membaca, sekalipun beliau belum pernah belajar membaca. ۡ‫ۡٱق َر ۡأ‬ Perintah ini diulang-ulang, sebab membaca tidak akan bisa meresap ke dalam jiwa, melainkan setelah di ulang ulang dan dibiasakan. Berulang ulangnya perintah Illahi sama bepengertian sama dengan berulang ulangnya membaca. Dengan demikian maka membaca itu merupakan bakat Nabi SAW. Perhatikan firman Allah berikut ini. ۡ‫س َٰى‬ َۡ ‫سنُ ۡق ِرئُكَۡۡ َف‬ َ ‫لۡتَن‬ َ

"kami akan membacakan (Al-Qur'an) kepadamu (Muhammad) maka kamu tidak akan lupa". (Al-A'la, 87:6) Kemudian Allah menyingkirkan halangan yang dikemukakan oleh Muhammad SAW kepada Malaikat Jibril, yaitu tatkala malaikat berkata kepadanya, "Bacalah!" Kemudian Muhammad menjawab, "Saya tidak bisa membaca". Artinya, saya ini buta huruf, tidak bisa membaca dan menulis. Untuk itu Allah berfirman : ۡ‫َو َربُّكَۡۡ ۡٱۡل َ ۡك َر ُم‬ Tuhanmu maha pemurah kepada orang yang memohon pemberian-Nya. Baginya amat mudah menganugerahkan kepandaian membaca kepadamu, berkat kemurahan-Nya. Kemudian Allah menambahkan ketentraman Nabi SAW. Atas bakat baru yang ia miliki melalui firman-Nya : ۡ‫علَّ َۡمۡبِ ۡٱلقَلَ ِم‬ َ ۡ‫ٱلَّذِي‬ Yang menjadikan pena sebagai sarana berkomunikasi antar sesama manusia, sekalipun letaknya saling berjauhan. Dan ia tak ubahnya lisan yang bicara. Qalam atau pena, adalah benda mati yang tidak bisa memberikan pengertian. Oleh karena itu Zat yang menciptakan benda mati bisa menjadi alat komunikasi – sesungguhnya tidak ada kesulitan bagi-Nya menjadikan dirimu (Muhammad) bisa membaca dan memberi penjelasan serta pengajaran. Apalagi engkau manusia yang sempurna. Disini Allah menyatakan bahwa dirinyalah yang telah menciptakan manusia dari 'alaq, kemudian mengajari manusia dengan perantara qalam. Demikian itu agar manusia menyadari bahwa dirinya diciptakan dari sesuatu yang paling hina, hingga ia mencapai kesempurnaan kemanusiaannya dengan pengetahuannya tentang hakekat segala sesuatu. Seolah-olah ayat ini mengatakan "Renungkanlah wahai manusia! Kelak engkau akan menjumpai dirimu telah berpindah dari tingkatan yang paling randah dan hina, kepada tingkatan paling mulia. Demikian itu tentu ada kekuatan yang mengaturnya dan kekuatan yang menciptakan kesemuanya dengan baik". Kemudian Allah menambahkan penjelasan-Nya dengan menyebutkan nikmat-nikmat-Nya kepada manusia melalui firmannya : ۡۡ‫سنَۡۡ َماۡلَمۡۡۡيَ ۡۡعلَم‬ َ َ َٰ ‫ٱۡلن‬ ِ ۡ ۡ‫علَّ َۡم‬ Sesungguhnya Zat yang memerintahkan Rasul-Nya membaca Dia lah yang mengajarkan berbagai ilmu yang dinikmati oleh umat manusia, sehingga manusia berbeda dari makhluk lainnya. Pada mulanya manusia itu bodoh, ia tidak mengetahui apa-apa. Lalu apakah mengeherankan jika ia mengajarimu (Muhammad) membaca dan mengajarimu berbagai ilmu selain membaca, sedangkan engkau memiliki bakat unutk menerimanya? Ayat ini merupakan dalil yang menunjukkan tentang keutamaan membaca, menulis, dan ilmu pengetahuan. 2. Tafsir pendidikan surat Al-Alaq ayat 1-5

Ada beberapa hal yang bisa diambil untuk dijadikan pedoman hidup dalam lingkungan pendidikan dari surat Al-Alaq ayat 1-5 yaitu : 1. Ayat 1 Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Ayat pertama ini mengandung arti bahwa : a. Ummat Islam seharusnya pandai baca tulis b. Umat Islam harus antusias membaca dan meneliti, mengembangkan ilmu pengetahuan c. Perintah membaca ini meliputi yang tersurat (Al-Qur’an) dan yang tersirat (Alam semesta) 2. Ayat 2 Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Manusia disebut khusus dalam ayat ini, karena manusia manusia diberi kedudukan istimewa, dengan tubuh, panca indera, akal dan hati yang sempurna. Alaqah adalah zygote yang sudah menempel di rahim ibu, yang secara phisik tidak ada artinya dan lemah dan labil karena sewaktu-waktu dapat gugur dari rahim ibunya. 3. Ayat 3 Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Perintah membaca ini untuk memantapkan bahwa pengetahuan yang dibaca, minimal satu objek dibaca dua kali, inipin diakui oleh para psikologi membaca. 4. Ayat 4 Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Maksudnya : Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca. Allah menciptakan alam untuk dijadikan pena, dan memberikan kemampuan kepada manusia untuk menggunakan pena tersebut. 5. Ayat 5 Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Dengan adanya baca tulis manusia berkembang ilmu pengetahunnya, agar dapat bermanfaat bagi generasi berikutnya . Secara global Lima ayat yang telah lewat menunjukkan keutamaan membaca, menulis dan ilmu. Demi Allah, jika tidaklah karena qolam (pena) niscaya kemu tidak akan mendapat ilmu, dan tidak dapat mengendalikan bala tentara, agamapun akan terbengkalai, orang yang akhir tidak dapat mengetahui keadaan orang yang terdahulu dari segi keilmuannya, pekerjaannya dan bidang-bidangnya. Dan ketika semua keadaan orang yang terdahulu sudah terbukukan baik yang baik maupun yang buruk, niscaya ilmu mereka menjadi pelita yang memberikan petunjuk bagi pereode berikutnya, dan menjadi tempat tolak untuk kemajuan kaum berikutnya dan kemajuan segala bidang. Begitu juga ayat ini menjadi pengingat bahwa Allah telah menjadikan manusia hidup, bisa berfikir dari yang sebelumnya tidak hidup dan tidak berfikir, tidak berbentuk dan tidak mempunyai rupa, kemudian Allah mengajarkan hal penting yaitu tulisan dan

pengetahuan tentang segala sesuatu, betapa celakanya bagi orang-orang yang lalai tentang hal ini. B. Surat At-Taubah Ayat 122 1. Tafsir Surat At-Taubah ayat 122

ْ ‫ َََ ذ‬ٞ َ ٓ َ ۡ ۡ َۡ ََ َََۡ ‫ْ َ ذ‬ َ ۡ ۡ َ َ ََ َ َ ۡ‫ونِۡلنفرواۡكٓافةۚٗۡفلوَلۡنفرۡمنۡكۡفرقةٖۡمنهمۡطائفةِۡلتفقهوا‬ ۡ ‫۞وماَۡكنۡٱلمؤمن‬ َ َ َۡ ‫ْ َۡ َ ۡ َ َ َ ْٓ َۡ َ ذ‬ ۡ ۡ١٢٢ۡ‫ِله ۡمۡل َعله ۡمَۡيذرون‬ ‫ِفۡٱلينۡۡ َوِلنذرواۡقومهمۡإذاۡرجعواۡإ‬ 122. Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya  Tafsir Al-Azhar surat At-Taubah ayat 122 Dengan susun kalimat Falaulaa, yang berarti diangkat naiknya, maka Tuhan telah menganjurkan pembagian tugas. Seluruh orang yang beriman diwajibkan berjihad dan diwajibkan pergi berperang menurut kesanggupan masing-masing, baik secara ringan maupun berat. Maka dengan ayat ini Tuhan pun menuntun, hendaklah jihad itu dibagi kepada jihad bersenjata dan jihad memperdalam ilmu pengetahuan dan pengertian tentang agama. Jika yang pergi ke medan perang itu bertarung nyawa dengan musuh, maka yang tinggal digaris belakang memperdalam pengertian (Fiqh) tentang agama. Sebab tidaklah pula kurang penting jihad yang mereka hadapi. Ilmu agama wajib diperdalam. Dan tidak semua orang akan sanggup mempelajari seluruh agama itu secara ilmiah. Ada pahlawan di medan perang dengan pedang di tangan dan ada pula pahlawan digaris belakang merenung kitab. Keduanya penting dan keduanya isi mengisi. Suatu hal yang terkandung dalam ayat ini yang musti kita perhatikan yaitu alangkah baiknya keluar dari tiaptiap golongan itu, diantara mereka ada satu kelompok, supaya mereka memperdalam pengertian tentang agama. Jika dilihat sepintas, seakan-akan ada perlawanan diantara ayat 42 yang menerangkan bahwa kalau seruan peperangan (nafir) telah datang, hendaklah pergi berperang, biar ringan atau berat, muda ataupun tua, bujang atau sugah berkeluarga dengan ayat 122 diatas. Sebab ayat 122 ini dijelaskan bahwa tidaklah baik jika orang yang beriman itu turut semuanya. Padahal tidaklah kedua ayat ini bertentangan atau berlawanan dan tidak pula terjadi nasikh-mansukh. Sebab di ayat 122 ini masih jelas diterangkan bahwa golongan-golongan itu keluar apabila panggilan sudah datang. Mereka semuanya datang kepada Rasulullah untuk mendaftarkan dirinya. Tetapi hendaklah dari golongan-golongan yang banyak itu, yang di waktu itu datang berbondong kepada Rasulullah, ada satu kelompok (Thaifatun), yang bersungguh-sungguh memperdalam pengetahuanya dalam hal agama.

Tegasnya adalah bahwa semua golongan itu harus berjihad, turut berjuang. Tetapi Rasulullah kelak membagi tugas mereka masing-masing. Ada yang berjihad ke garis muka dan ada yang berjihad di garis belakang. Sebab itu maka kelompok kecil yang memperdalam pengetahuanya tentang agama itu adalah sebagian daripada jihad juga. Ayat ini adalah tuntunan yang jelas sekali tentang pembagian pekerjaan di dalam melaksanakan seruan perang. Alangkah baiknya keluar dari tiap golongangolongan itu, yaitu golongan kaum beriman yang besar bilanganya, yang berintikan penduduk kota madinah dan kampung-kampung sekelilingnya. Dari golongan yang besar itu adakan satu kelompok (cara sekarangnya suatu panitia), atau komisi atau satu dan khusus, yang tidak terlepas dari ikatan golongan besar itu, dalam rangka berperang. Tugas mereka adalah memperdalam pengertian, penyelidikan dalam soal-soal keagamaan belaka. Boleh dikatakan bahwa selama zaman Rasulullah Saw masih hidup, keadaan selalu dalam keadaan perang. Cara sekarangnya adalah selalu berevolusi. Musuh-musuh mengepung dari segala penjuru. Maka ayat ini memberi tuntunan jangan lengah tentang nilai apa yang sebenarnya diperjuangkan. Yang diperjuangkan adalah agama. Zaman modern seperti sekarang inipun telah membuktikan lebih dalam lagi kebenaran ayat 122 ini. Zaman modern adalah zaman specialisasi, kejurusan dan kekhususan suatu ilmu. Ilmu-ilmu agama islam sendiri mempunyai bidang-bidang khusus sendiri. Jarang seorang ulama yang ahli dalam segala ilmu. Sebab itu maka pengertian terhadap cabang-cabangnya wajiblah diperdalam. Pada ujung ayat 122 intinya adalah kewajiban dari kelompok yang tertentu memperdalam faham agama itu, yaitu supaya dengan pengetahuan mereka yang lebih dalam, mereka dapat memberikan peringatan dan ancaman kepada kaum mereka sendiri apabila mereka kembali pulang supaya kaum itu berhati-hati. Dengan adanya ujung ayat ini nampaklah tugas yang berat dari ulama dalam islam. 2. Tafsir Pendidikan Surat At-Taubah ayat 122 Surat at-Taubah ayat 122 merupakan ayat yang menjelaskan tentang pentingnya menuntut ilmu agama. Nilai pendidikan yang terkandung dalam ayat itu adalah sebagai berikut: 1. Kewajiban mendalami agama dan kesiapan untuk mengajarkannya. Maksudnya, tidaklah patut bagi orang-orang mukmin, dan juga tidak dituntut supaya mereka seluruhnya berangkat menyertai setiap utusan perang yang keluar menuju medan perjuangan. Karena menuntut ilmu itu merupakan suatu kewajiban sehinnga menuntut ilmu mempunyai derajat yang sangat tinggi. sehingga di sejajarkan dengan orang yang perang dijalan Allah. 2. Hasil dari pembelajaran itu tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi diharapkan mampu untuk menyampaikan terhadap orang lain. C. Surat Al-Muzammil ayat 20 1. Tafsir Surat Al-Muzammil ayat 20

‫ َ ذ‬ٞ َ ٓ ََ َ َ َ ۡ َ ۡ‫َ ذ‬ ََۡ َ َ ‫ذ َذ َ َ ۡ َ َذ‬ َۡ‫ين‬ َٰ ۡ ‫۞إنۡربكۡيعلمۡأنكۡتقومۡأدَنۡمنۡثلَثۡٱِللۡۡونصفهۡۥۡوثلثهۡۥۡوطائفةۡمنۡٱَّل‬ ْ َۡ َ ۡ َۡ َ َ ََ َ ‫ََ َ َ ذ‬ ۡ ‫ذَۡ َ ذَ َ َ َ َ ذ‬ َ ۡ‫وا ۡما‬ ۡ ‫ۡفٱقرء‬ ۡ ۡۖ‫ار ۚٗۡعلم ۡأنۡلنُۡتصوه ۡفتاب ۡعليكم‬ ۡ ‫ل ۡ ۡوٱنله‬ ۡ ‫ٱّلل ۡيقدر ۡٱِل‬ ۡ ‫ۡو‬ ۡ ٗۚ‫معك‬ َۡ َ َ َ ۡ َ ۡ َ َ َ َ َ َٰ َ ۡ ‫ذ‬ َ َ َ ‫تَ َي ذ‬ ۡۡ‫انۡعلمۡأنۡسيكونۡمنكمۡمرَضۡوءاخرونۡيۡضبونِۡفۡٱۡلۡرض‬ ِۚ ‫َّسۡم َنۡ ۡٱلق ۡر َء‬ ۡ َ ‫ذ‬ َ َٰ َ َ َ َ َ ‫ذ‬ َ ۡ َ َ ‫ون ِۡف‬ َ ‫وا ْۡ َماۡتَ َي ذ‬ ۡ‫َّس ۡم ۡن ۚٗه‬ ۡ ‫ٱّللۖۡۡ ۡفٱق َرء‬ ۡ ۡ ‫ۡسبۡيل‬ ‫ٱّلل ۡوءاخرون ۡيقتل‬ ۡ ۡ ‫يَبۡ َتغون ۡمنۡفضل‬ َ ْ ََ ۡ َ َ َ َٰ َ ‫ْ ذ َ َٰ َ َ َ ْ ذ‬ َ ََ َ َ ً َۡ َ‫ْ ذ‬ ۡ‫ٱّللۡقرضاۡحسنا ۚٗۡوماۡتقدمواۡۡلنفسكم‬ ۡ ۡ‫وأقيمواۡٱلصلوۡةۡوءاتواۡٱلزكوۡةۡوأقرضوا‬ َ َۡ ۡ َۡ ۡ َ ۡ َ َ َ ۡ ََ ۡ َ َ ‫َ ذ‬ َۡ ‫ّللۖۡۡإ ذن ۡ ذ‬ َۡ ‫وا ْۡٱ ذ‬ ٞۡ‫ٱّلل ۡ َغفور‬ ۡ ‫ۡوٱستغفر‬ ۡ ‫ٱّلل ۡهو ۡخۡياۡوأعظم ۡأجر ۚٗا‬ ۡ ۡ ‫ۡي َۡتدوه ۡعند‬ ٖ ‫من ۡخ‬ ۡ ۡ٢٠ُۡۢ‫ذرحيم‬ 20. Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang  Tafsir Ibnu Katsir surat Al-Muzammil ayat 20 ْ ِ‫ي ِۡاللَّ ْي ِۡلۡ َون‬ {َۡ‫صفَ ۡهُۡ َوثُلُث َ ۡهُۡ َو َطا ِئفَةۡۡ ِمنَۡۡالَّذِينَۡۡ َمعَك‬ ۡ َ‫نۡثُلُث‬ ْۡ ‫نۡ َربَّكَۡۡيَ ْعلَ ُۡمۡأَنَّكَۡۡتَقُو ُۡمۡأ َ ْد َنىۡ ِم‬ َّۡ ِ‫}إ‬ Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (salat) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam, atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. (AlMuzzainmil: 20) Yakni adakalanya kurang dari dua pertiga, dan adakalanya kurang dari seperduanya, demikianlah seterusnya tanpa kamu sengaja. Tetapi memang kamu tidak mampu menunaikan qiyamul lail yang diperintahkan kepadamu dengan sepenuhnya, mengingat pelaksanaannya terasa berat olehmu. Untuk itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya: {‫َار‬ َۡ ‫ِرۡاللَّ ْي َۡلۡ َوالنَّه‬ ُۡ ‫اّللُۡيُقَد‬ َّۡ ‫} َو‬ Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. (Al-Muzzammil: 20)

Yaitu adakalanya antara siang dan malam hari sama panjangnya, dan adakalanya malam hari mengambil sebagian waktu siang hari sehingga lebih panjang daripada siang hari. Demikian pula sebaliknya, terkadang siang lebih panjang daripada malam hari karena sebagian waktunya diambil oleh siang hari. {‫نۡتُحْ صُو ُۡه‬ ْۡ َ‫نۡل‬ ْۡ َ‫ع ِل َۡمۡأ‬ َ } Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batasbatas waktu-waktu itu. (Al-Muzzammil: 20) Yakni tidak dapat menentukan batas waktu kefarduan yang diwajibkan oleh Allah kepadamu dalam qiyamul lail. ْ َ‫}ف‬ ۡ‫آن‬ ِ ْ‫اق َرءُواۡ َماۡتَيَس ََّۡرۡ ِمنَۡۡ ْالقُر‬ karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an. (AlMuzzammil: 20) Maksudnya, tanpa batasan waktu. Tetapi kerjakanlah salat lail menurut kemampuanmu dan yang mudah olehmu untuk dikerjakan. Dalam ayat ini salat diungkapkan dengan kata-kata bacaan Al-Qur'an, yang berarti salatlah apa yang mudah bagimu untuk dikerjakan tanpa batasan waktu. Hal yang semakna disebutkan di dalam surat Al-Isra melalui firman-Nya: َۡ‫َوالۡتَجْ هَرْۡۡبِصَلتِك‬ Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu. (Al-Isra: 110) Yaitu bacaan Al-Qur'an dalam salatmu. ‫تۡبِها‬ ْۡ ِ‫َوالۡتُخاف‬ Dan janganlah pula merendahkannya. (Al-Isra: 110) Murid-murid Imam Abu Hanifah menyimpulkan dari makna ayat ini, yaitu firman Allah Swt.: karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an. (Al-Muzzammil: 20) Bahwa tidak wajib menentukan bacaan Al-Fatihah dalam salat. Bahkan seandainya seseorang membacanya atau membaca surat lainnya, sekalipun hanya satu ayat, itu sudah cukup baginya. Dan mereka memperkuat pendapatnya dengan dalil hadis yang menceritakan seseorang yang berlaku buruk terhadap salatnya. Hadisnya terdapat di dalam kitab Sahihain, yang antara lain menyebutkan: Kemudian bacalah apa yang mudah bagimu dari Al-Qur’an. Jumhur ulama menyanggah pendapat mereka dengan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ubadah ibnus Samit, yang juga terdapat di dalam kitab Sahihain, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda «‫ب‬ ِۡ ‫نۡلَ ْۡمۡيَ ْق َرۡأْۡ ِبفَا ِت َح ِۡةۡ ْال ِكتَا‬ ْۡ ‫» َۡالۡص ََل ۡةَۡ ِل َم‬ Tidaksah salat seseorang yang tidak membaca Fatihatul Kitab. Di dalam kitab Sahih Muslim diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: َ ۡۡ‫يۡ ِخدَاج‬ «ۡ‫غي ُْۡرۡت َ َمام‬ َۡ ‫يۡ ِخدَاجۡۡفَ ِه‬ َۡ ‫يۡ ِخدَاجۡۡفَ ِه‬ َۡ ‫» ُك ُّۡلۡص ََلةۡۡ َۡالۡي ُْق َرۡأ ُۡفِيهَاۡبأمۡالقرآنۡفَ ِه‬

Setiap salat yang tidak dibacakan padanya Ummul Qur’an, maka salat itu cacat, maka salat itu cacat, maka salat itu cacat, tidak sempurna. Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan dari Ibnu Khuzaimah, dari Abu Hurairah r.a. secara marfu': «‫نۡ...


Similar Free PDFs