Pendidikan Tinggi Indonesia di Era Disrupsi Teknologi dan Revolusi Industri 4.0 PDF

Title Pendidikan Tinggi Indonesia di Era Disrupsi Teknologi dan Revolusi Industri 4.0
Pages 6
File Size 88.3 KB
File Type PDF
Total Downloads 42
Total Views 749

Summary

Seminar Nasional Pendidikan “Membangun Budaya Literasi dalam Dunia Pendidikan” Universitas Mahaputra Muhammad Yamin Solok, Sumatera Barat, 5 Mei 2018 Pendidikan Tinggi Indonesia di Era Disrupsi Teknologi dan Revolusi Industri 4.0 Alam Nasrah Ikhlas Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan ...


Description

Seminar Nasional Pendidikan “Membangun Budaya Literasi dalam Dunia Pendidikan” Universitas Mahaputra Muhammad Yamin Solok, Sumatera Barat, 5 Mei 2018

Pendidikan Tinggi Indonesia di Era Disrupsi Teknologi dan Revolusi Industri 4.0 Alam Nasrah Ikhlas Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Abstrak: Pesatnya perkembangan teknologi telah mengubah lanskap pendidikan secara global, terutama pendidikan tinggi yang dewasa ini menghadapi tantangan dalam mempersiapkan mahasiswa serta lulusan di era revolusi industri 4.0. Revolusi industri 4.0 digambarkan memiliki ciri adanya integrase teknologi secara menyeluruh yang mengaburkan batas-batas fisik, digital dan kehidupan secara biologis serta diprediksi memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap lingkungan kerja, sosial, dan budaya yang ada. Hal ini berarti bahwa setiap individu akan terus belajar, beradaptasi dan menerapkan teknologi yang relevan dengan pembelajaran dinamis dan lingkungan kerja, dan menyesuaikan diri dengan kemajuan budaya, ekonomi, politik dan sosial. Namun, kenyataannya pesatnya kemajuan teknologi tersebut tidak dapat diimbangi oleh pembangunan infrastruktur fisik dan sosial, hingga berdampak pada pekerjaan dan kehidupan sosial. Oleh karena itu, desain sistem pendidikan tradisional saat ini harus segera beradaptasi dengan kondisi yang ada untuk menjamin akses ke pendidikan yang berkualitas, fleksibel dan relevan untuk semua orang. TIK dan teknologi masa depan yang mendukung pembelajaran sepanjang hayat (lifelong learning) serta pendidikan guru, merupakan fokus yang harus diutamakan dalam menghadapi era Revolusi Industri 4.0 dan seterusnya. Kata Kunci: Pendidikan Tinggi, Revolusi Industri 4.0, Literasi Baru, TIK

1. Pendahuluan Perkembangan teknologi yang begitu cepat dan inklusif telah menghasilkan sebuah realitas baru, yakni dunia yang semakin kecil, semakin pragmatis, dimana ukuran perbedaan jarak dan waktu seakan menjadi tidak berarti lagi. Lebih dari 60 tahun silam, sejak ENIAC (Electronic Numerical Integrator and Computer), komputer programmer elektronik pertama ditemukan, dengan berat lebih kurang 27 ton, hingga saat ini telepon seluler berbasis android yang hanya memiliki berat 150 gram, proses perkembangan teknologi dan industri menunjukkan kemajuan yang luar biasa signifikan. Efisiensi dan efektivitas merupakan dua hal wajib terhadap pemenuhan kebutuhan manusia di era digital saat ini. Kita saat ini tengah mengalami sebuah masa dimana ribuan buku-buku, artikel, publikasi saat ini tidak lagi memerlukan ruangan yang luas dengan jejeran lemari yang dipenuhi dengan tumpukan kertas yang cepat menua, rapuh dan hancur dimakan waktu. Semua itu bisa dirangkum dan dipadatkan dalam format digital, untuk kemudian diakses dan didapatkan

kapan dan dimanapun melalui sebuah perangkat yang ukurannya tidak lebih besar dari telapak tangan manusia dewasa namun memiliki kecepatan dan daya akses yang luar biasa. Manusia di berbagai belahan dunia manapun saat ini dapat berhubungan tanpa harus langsung bertemu dalam konteks fisik. Ssebuah konferensi internasional bisa diselenggarakan tanpa harus mendatangkan ahli dengan banyak biaya untuk transportasi maupun akomodasi, melalui teleconference secara live dan tetap bisa bertatap muka secara nyata dengan tidak menghilangkan esensi dari komunikasi itu sendiri (Mulyono, 2018). Hadirnya disrupsi teknologi, yang memiliki makna bergesernya teknologi yang telah mapan oleh sesuatu yang baru sehingga menggoyang industri atau produk tersebut yang kemudian melahirkan industri baru (Christensen, 1997) merupakan sebuah hal yang tidak bisa dihindari oleh negara manapun, dan hal itu bersifat masif. Personal Computer (PC) telah menggeser mesin tik, e-mail (Surat Elektronik) telah menggantikan penulisan surat di atas kertas sehingga mengganggu bisnis pos dan kartu ucapan. Telepon seluler menggantikan dan menggeser industri telepon rumahan konvensional, termasuk juga akhirnya media sosial yang menggantikan telepon seluler, surat elektronik maupun SMS (pesan singkat) di perangkat ponsel itu sendiri. Kenyataan ini tak ayal juga berpengaruh besar bagi dunia pendidikan tinggi sebagai institusi penghasil dan pencetak tenaga yang dibutuhkan oleh industri. Pendidikan tinggi seyogyanya mampu beradaptasi, menjadi bagian dan bahkan juga mampu memanfaatkan era disrupsi teknologi ini. Salah satu perubahan yang paling fundemantal adalah bergesernya kebutuhan akan keahlian lulusan perguruan tinggi dari pendekatan teoritis (heavily theoretical loaded) menjadi keterampilan teknis (skillful/skilled worker), pun juga harus disertai dengan soft skill yang mumpuni, sebagai dikutip dari pernyataan dari Ir. Betty. S. Alisjahbana selaku Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) Institut Teknologi Bandung (ITB), melalui tulisan Savitri (2017): “Perguruan Tinggi pun terancam disrupted bila tidak segera melakukan perubahan dan menyesuaikan peranannya di dunia pendidikan. Perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat akibat pengaruh kemajuan teknologi membuat beberapa pekerjaan terancam hilang tergantikan dengan jenis-jenis pekerjaan baru sehingga sumber daya manusia harus dipersiapkan untuk menghadapi datangnya era masa depan tersebut”. 2. Literasi Baru Ada perdebatan luas tentang makna literasi baru—istilah khas yang digunakan untuk mengartikan banyak hal yang berbeda oleh banyak pihak. Namun, setidaknya ada empat kesamaan elemen yang berlaku untuk hampir semua perspektif saat ini yang digunakan untuk menginformasikan dimensi yang lebih luas dari penelitian terbaru tentang konsep literasi (Coiro, Knobel, Lankshear, & Leu, 2008): (1) Internet dan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) lainnya membutuhkan praktik, keterampilan, strategi, dan posisi yang baru dalam tatanan sosial masyarakat guna penggunaan yang lebih efektif; (2) literasi baru merupakan sebuah bentuk partisipasi penuh secara global seluruh masyarakat dalam konteks kewarganegaraan, ekonomi maupun personal; (3) literasi baru dengan cepat berubah dan lebih didefiniskan sebagai perubahan teknologi/teknologi baru; dan (4) literasi baru sangatlah beragam, multimodal, dan multifaset; dengan demikian, kita bisa mendapatkan manfaat dari berbagai aspek untuk memahami dan menerapkan cara yang lebih baik dalam upaya mendukung peserta didik kita di era digital. Perubahan konsep literasi ini mencakup banyak bidang, seperti yang dirangkum oleh Walker et al. (2009) tentang pendapat beberapa ahli: Alvermann (2008); Coiro et al.,(2008); Lankshear & Knobel (2003); Leu (2007); dan McKenna, Labbo, Kieffer, & Reinking (2006). Sementara itu Beach & O’Brien (2008); Callow (2008); Grisham & Wolsey (2009); Jolls (2008); Leu et al. (2008); Merchant (2008) juga menegaskan tentang perubahan dari sisi intruksi/pengajaran literasi itu sendiri. Seluruh tulisan di atas memiliki persamaan konsep dan fakta bahwa definisi tradisional membaca, menulis, dan berbicara, serta definisi

tradisional tentang instruksi/pengajaran literasi—yang bersumber dari buku-buku dan media cetak versi lama—sudah tidak memadai untuk dipergunakan di abad 21. Secara garis besar, Joseph Aoun, Rektor Northeastern University, melalui bukunya: Robot-Proof: Higher Education in the Age of Artificial Intelligence (2017) mengemukakan bahwa literasi baru dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga): literasi data, literasi digital/teknologi, dan literasi manusia. Peserta didik akan membutuhkan literasi data untuk mengelola aliran data dengan jumlah besar, dan literasi digital/teknologi akan sangat berperan untuk mengetahui bagaimana mesin mereka bekerja, tetapi literasi manusia—humaniora, komunikasi, dan desain—harus tetap berfungsi menjaga harkat kemanusiaan mereka, sehingga peluang implementasi pembelajaran seumur hidup akan mendukung kemampuan mereka untuk beradaptasi dengan berbagai perubahan, karena satu-satunya kepastian tentang masa depan adalah perubahan itu sendiri. Pendidikan tinggi dengan literasi baru yang tetap berdasarkan kemanusiaan diharapkan akan dapat membekali peserta didik untuk lebih kompetitif, bertahan hidup dan bekerja dengan segala bentuk perubahan yang terjadi. 3. Pentingnya Integrasi TIK dalam sistem pendidikan tinggi Perubahan dan perkembangan TIK yang begitu cepat memungkinkan literasi baru hari ini akan digantikan oleh literasi yang lebih baru esok hari, dimana TIK baru terus bermunculan di kalangan komunitas peserta didik yang lebih terglobalisasi seiring dengan perubahan literasi yang sedang berlangsung dengan kecepatan sangat tinggi. Akhirnya, teknologi komunikasi jaringan seperti Internet memberikan kemampuan yang sangat kuat dalam penyebaran informasi dan komunikasi yang ada saat ini dengan kecepatan akses yang mungkin tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Perubahan semacam itu memberikan implikasi yang signifikan dalam metode pengajaran, penilaian, pengembangan profesionalitas, maupun penelitian. Sejauh ini, banyak kalangan yang menyatakan bahwa internet adalah penemuan terhebat yang pernah dihasilkan oleh manusia. Internet dan teknologi lainnya saat ini telah terbukti menjadi sebuah alat baru yang penggunaannya sangat dominan di kelas, saat banyak negara-negara maju berupaya mempersiapkan anakanak untuk masa depan di era informasi, teknologi dan komunikasi. Negara-negara seperti Australia, Finlandia, Irlandia, Selandia Baru, Inggris, Amerika Serikat, dan lainnya sedang mengembangkan kebijakan publik untuk memastikan bahwa ruang kelas memiliki komputer yang terhubung ke Internet, perangkat lunak yang memadai, serta program TIK yang terintegrasi ke dalam kurikulum, serta pengajar yang memiliki kompetensi dan skill yang disiapkan secara efektif untuk mampu beradaptasi dan berintegrasi dengan teknologi baru ini di dalam kelas (Walker et. al., 2009). Dalam konteks pendidikan tinggi Indonesia, inovasi menjadi sebuah hal yang mutlak dalam upaya pengembangan kualitas mutu perguruan tinggi yang ada. Dengan bonus demografi penduduk lebih kurang 262 juta orang, pun peserta didik serta jumlah perguruan tinggi yang sangat besar, perlu segera diterapkan metode serta inovasi pengajaran maupun pembelajaran yang adaptif terhadap laju perkembangan teknologi yang sangat cepat. Saat ini tercatat di Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD DIKTI) mencatat terdapat sekitar 5 juta lebih peserta didik aktif yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia (forlap.ristekdikti.go.id, 2017) dengan jumlah dosen aktif adalah 277.000 orang. Jika dirasiokan, perbandingan jumlah peserta didik dengan dosen di Indonesia adalah 1 : 30. Hal ini tentu cukup membutuhkan perhatian kita semua mengingat rasio peserta didik dengan dosen merupakan salah satu penentu kualitas lulusan yang akan dihasilkan oleh perguruan tinggi, mengingat rasio dosen dan peserta didik di negara-negara maju—seperti Jepang dan Amerika Serikat—rata-rata berkisar di angka maksimal 1 : 15 (Times Higher Education, 2107). Pendidikan berbasis digital/internet merupakan sebuah terobosan maju dalam rangka upaya pemerataan kualitas pendidikan tinggi serta peningkatan daya saing bangsa. Tapscott (1996) telah memprediksi beberapa model pendidikan baru dalam era digital saat ini: (1) Belajar sambal bekerja atau sebaliknya

merupakan sebuah hal yang lumrah. Dengan era keterbukaan informasi dan komunikasi saat ini, seorang manajer perusahaan, konsultan, wirausahawan, dokter maupun dosen dapat terus belajar sembari tetap menjalankan profesinya; (2) Proses pembelajaran dan pengajaran sudah tidak lagi terikat oleh waktu dan tempat. Hadirnya internet di tengah-tengah masyarakat membuat manusia dengan mudah mendapatkan materi pembelajaran dari berbagai sumber. Fenomena Massive Open Online Courses (MOOCs) yang tengah digalakkan oleh banyak perguruan tinggi di dunia saat ini merupakan representatif dari hal tersebut; dan (3) Dengan semua inovasi serta pembaharuan tersebut, tidak ada lagi alasan untuk seseorang untuk berhenti belajar, sehingga konsep lifelong learning (pembelajaran sepanjang hayat) di setiap negara dapat diimplementasikan dengan baik. 4. Strategi yang perlu diterapkan Menghadapi tantangan era digital seperti yang telah dijelaskan di atas, para stakeholder terkait harus mengambil langkah-langkah strategis untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi dan daya saing Indonesia dalam upaya menghadapi persaingan global yang semakin tinggi. 4.1. Perguruan Tinggi Menurut Walker et al. (2017) dalam artikel New Literacies and 21st Century Technologies: A position of statement of the International Reading Association, langkah-langkah berikut patut diterapkan oleh perguruan tinggi dalam menghadapi era disrupsi teknologi:  



 

Memberikan jadwal dan waktu yang cukup dan sekitar 30% dari anggaran institusi dikhususkan untuk pengembangan profesional dalam penggunaan TIK yang efektif di kelas. Mendorong dosen dan staf untuk bekerja secara kolaboratif dan mengintegrasikan model pembelajaran yang efektif melalui penggunaan Internet dan TIK lainnya saat menjalankan proses pengajaran dan pembelajaran. Memberikan dosen dan staf akses jurnal online, publikasi profesional, dan peluang untuk menghadiri konferensi profesional yang menawarkan penelitian terkini dan praktik terbaik untuk menggunakan TIK untuk meningkatkan pembelajaran keaksaraan siswa. Mengembangkan kebijakan yang dapat diterima untuk penggunaan Internet yang aman bagi peserta didik dan staf. Mendukung upaya dosen untuk mengembangkan kelas online/website untuk mempublikasikan karya peserta didik dan berbagi sumber literasi dengan peserta didik lainnya dan orang tua.

4.2. Dosen dan Peneliti    

Memanfaatkan sepenuhnya peluang pengembangan profesional untuk mengeksplorasi strategi dan sumber pembelajaran baru yang secara efektif menggunakan TIK. Jelajahi model instruksional baru untuk mengintegrasikan Internet dan TIK lain sebagai bagian dari pengajaran. Memberikan kesempatan dan akses yang sama bagi semua peserta didik untuk menggunakan TIK yang mendorong dan meningkatkan pembelajaran. Mempelajari publikasi secara berkala untuk mengikuti riset terbaru dan praktik terbaik untuk menggunakan teknologi dalam pengajaran.

Para ilmuwan dan peneliti juga harus memanfaatkan kemajuan teknologi melalui berbagai inovasi berikut: 

Menggiring bidang keahlian khusus yang dimiliki untuk melaksanakan penelitian dengan pemanfaatan TIK dengan cara yang lebih baik sehingga dapat memberikan informasi baru kepada

 

pembuat kebijakan dan dosen tentang cara terbaik untuk mendukung dan mengimplementasikan literasi baru; Menelaah dengan cermat setiap perubahan baru yang hadir dalam literasi dan IPTEK serta implikasi dari perubahan tersebut untuk penelitian dan pengembangan; Melakukan penelitian yang mengidentifikasi praktik literasi Internet terbaru serta strategi instruksional yang penting untuk mendukung pemahaman literasi baru yang relevan dengan perkembangan TIK terkini.

4.3. Pembuat Kebijakan/Pemerintah Dalam pembukaan acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) 2018 yang digelar di Kampus Universitas Sumatera Utara (USU), Medan beberapa waktu yang lalu, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Mohamad Nasir menegaskan: “Negara yang besar bukan dilihat dari penduduknya saja, namun dari inovasi yang dihasilkan. Ini sangat penting untuk meningkatkan daya saing suatu bangsa di segala aspek. Program studi di perguruan tinggi juga harus berkembang sesuai dengan kebutuhan zaman”. Oleh karena itu menanggapi perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu cepat, kebijakan bidang pendidikan tinggipun harus dirumuskan secara cepat, tepat dan relevan dalam menghadapi era digital dewasa ini. Antisipasi terhadap perubahan dan perkembangan teknologi dunia yang saat ini hamper sepenuhnya dikuasai oleh perangkat digital perlu dilakukan agar bangsa Indonesia dapat bersaing di tengah persaingan global. Nasir manambahkan bahwa pemerintah perlu merumuskan kebijakan strategis dalam berbagai aspek mulai dari kelembagaan, bidang studi, kurikulum, sumber daya, serta pengembangan cyber university, riset dan pengembangan hingga inovasi. Dikutip dari siaran resmi, menurut Menristekdikti ada lima elemen penting yang harus menjadi perhatian dan akan dilaksanakan oleh Kemenristekdikti untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa di era Revolusi Industri 4.0, yaitu: 1. Persiapan sistem pembelajaran yang lebih inovatif di perguruan tinggi seperti penyesuaian kurikulum pembelajaran, dan meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam hal data Information Technology (IT), Operational Technology (OT), Internet of Things (IoT), dan Big Data Analitic, mengintegrasikan objek fisik, digital dan manusia untuk menghasilkan lulusan perguruan tinggi yang kompetitif dan terampil terutama dalam aspek data literacy, digital/technological literacy dan human literacy. 2. Rekonstruksi kebijakan kelembagaan pendidikan tinggi yang adaptif dan responsif terhadap revolusi industri 4.0 dalam mengembangkan transdisiplin ilmu dan program studi yang dibutuhkan. Selain itu, mulai diupayakannya program Cyber University, seperti sistem perkuliahan distance learning, sehingga mengurangi intensitas pertemuan dosen dan mahasiswa. Cyber University ini nantinya diharapkan menjadi solusi bagi anak bangsa di pelosok daerah untuk menjangkau pendidikan tinggi yang berkualitas. 3. Persiapan sumber daya manusia khususnya dosen dan peneliti serta perekayasa yang responsif, adaptif dan handal untuk menghadapi revolusi industri 4.0. Selain itu, peremajaan sarana prasarana dan pembangunan infrastruktur pendidikan, riset, dan inovasi juga perlu dilakukan untuk menopang kualitas pendidikan, riset, dan inovasi. 4. Terobosan dalam riset dan pengembangan yang mendukung Revolusi Industri 4.0 dan ekosistem riset dan pengembangan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas riset dan pengembangan di Perguruan Tinggi, Lembaga Litbang, LPNK, Industri, dan Masyarakat. 5. Terobosan inovasi dan perkuatan sistem inovasi untuk meningkatkan produktivitas industri dan meningkatkan perusahaan pemula berbasis teknologi.

Kesimpulan dan Saran Disrupsi teknologi telah membuat perubahan yang signifikan dalam merubah wajah serta tatanan pendidikan tinggi tidak hanya di Indonesia namun juga seluruh dunia. Hadirnya berbagai keahlian serta literasi baru yang dibutuhkan oleh sektor Industri saat ini membuat pendidikan tinggi harus menyesuaikan diri dengan iklim atau tren industri serta bisnis yang semakin kompetitif. Penerapan teknologi online di berbagai sektor industri yang mengutamakan kecepatan dan akurasi yang tinggi membuat perguruan tinggi mau tidak mau harus merumuskan dan menyesuaikan kurikulum yang selaras dengan perubahan tersebut. Namun, kebutuhan akan penguasaan soft skill (human literacy) yang mumpuni dalam menopang kecakapan literasi data dan teknologi tetap harus diutamakan. Seluruh stakeholder terkait diharapkan mampu menghadapi tantangan era revolusi industri 4.0 dengan bijak. Meskipun tuntutan untuk terus berinovasi dan melakukan riset yang dapat menopang ekonomi yang berdampak langsung bagi kesejahteraan masyarakat serta daya saing bangsa dalam kancah persaingan global, pemantapan penerapan nilai-nilai Pancasila serta agama yang merupakan pondasi dasar kehidupan berbangsa dan bernegara, harus terus dipertahankan dalam mengantisipasi tidak hanya disrupsi teknologi namun juga peradaban. Referensi: Aoun, Joseph. E (2017). Robot-Proof: Higher Education in the Age of Artificial Intelligence. Cambridge, Massachusetts: The MIT Press. Christensen, Clayton M. (1997). The Innovator's Dilemma: When New Technologies Cause Great Firms to Fail. Boston, MA: Harvard Business School Press. Coiro, J., Knobel, M., Lankshear, C., & Leu, D.J. (2008). Central issues in new literacies and new literacies research. In J. Coiro, M. Knobel, C. Lankshear, and D.J. Leu (Eds.), Handbook of research in new literacies (pp. 1–21). Mahwah, NJ: Erlbaum. Sivitri, F. Nur (2017). Tantangan Perguruan Tinggi Masa Depan dalam Menghadapi Fenomena Disruptive Dunia Pendidikan. Retrieved from: https://www.itb.ac.id/news/read/5627/home/tantanganperguruan-tinggi-masa-depan-dalam-menghadapi-fenomena-disruptive-dunia-pendidikan Tapscott, Don (1996). The Digital Economy. New York: McGraw – Hill Walker, et al (2009). New Literacies and 21st Ce...


Similar Free PDFs