PENERAPAN PALING TEPAT DARI KEEMPAT TEORI HUKUM IDEAL MENURUT MAX WEBER DI NEGARA INDONESIA PDF

Title PENERAPAN PALING TEPAT DARI KEEMPAT TEORI HUKUM IDEAL MENURUT MAX WEBER DI NEGARA INDONESIA
Author Supriyadi S.Kel
Pages 2
File Size 60.9 KB
File Type PDF
Total Downloads 394
Total Views 505

Summary

Supriyadi/120180302020 Keamanan Maritim PENERAPAN PALING TEPAT DARI KEEMPAT TEORI HUKUM IDEAL MENURUT MAX WEBER DI NEGARA INDONESIA Weber merupakan ahli hukum dan seorang sosiolog yang lahir di Erfurt Jerman. Weber melihat hukum adalah suatu yang kompleks yang dipengaruhi oleh politik agama dan ekon...


Description

Supriyadi/120180302020 Keamanan Maritim PENERAPAN PALING TEPAT DARI KEEMPAT TEORI HUKUM IDEAL MENURUT MAX WEBER DI NEGARA INDONESIA Weber merupakan ahli hukum dan seorang sosiolog yang lahir di Erfurt Jerman. Weber melihat hukum adalah suatu yang kompleks yang dipengaruhi oleh politik agama dan ekonomi selain berdimensi normatif. Seseorang dalam bertindak tentu saja tidak hanya sekedar melaksanakan, tetapi juga harus menempatkan diri dalam berfikir dan perilaku orang lain 1. Menurut weber ada empat tipe ideal hukum yaitu hukum Irasional dan materiil yang mana pembentukan undang – undang dan hakim yang didasarkan pada nilai emosional tanpa menggunakan kaidah-kaidah tertentu. Hukum irasional dan formal pembentukan hukum didasarkan pada kaidah-kaidah di luar akal dan didasarkan pada wahyu dan ramalan. Hukum rasional dan materiil yaitu suatu hukum yang keputusannya merujuk pada kitab suci kebijakan penguasa atau ideologi. Hukum rasional dan formal adalah suatu bentuk huku yang dibentuk semata mata atas dasar konsep abstrak ilmu pengetahuan. Pada dasarnya teori sosiolog Max Weber merupakan banyak menuai kontroversi akan tetapi pada akhirnya teori inilah yang banyak diterapkan diseluruh warga masyarakat di dunia. Menurut Weber dalam Ali (2002) membahas perkembangan masyarakat dan perkembangan maka dapat diklasifikasikan kedalam 3 tahap yang pertama adalah tradisional bentuk legitimasinya bersifat tradisional dengan kekuasaan berada di raja atau ratu. Bentuk administrasinya adalah patrimonial dengan asasnya adalah turun menurun, dasar ketaatannya beban dari kewajiban bersifat individual, bentuk proses peradilannya bersifat empiris, substantif dan personal. Bentuk keadilannya bersifat empiris dan tipe pemikiran hukumnya adalah dapat berupa formal irasional dan substantive rationally. Tahap yang kedua adalah bentuk legitimasinya berupa otoritas yang kharismatik dengan kesetiaan yang bersifat personal, bentuk administrasinya tidak pernah ada serta hanya mengenal rutinitas dari kharisma. Dasar ketaatannya respon terhadap karakter-karaker yang bersifat sosiopsiologis dari individu. Bentuk proses peradilannya pewahyuan dan empirical justice formalism, bentuk keadilan bersifat keadilan harismatik serta pemikiran hukumnya formal yang irasional dan substantif irasional. Tahap yang ketiga bentuk nya adalah rational legal dengan bentuk legitimasinya adalah rasional legal dengan otoritas bersumber pada sistem hukum yang diperankan secara rasional dan sadar. Bentuk administrasinya adalah birokrasi dan profesionalisme, bentuk administrasinya birokrasi dan profesionalisme. Dasar keataatannya tidak bersifat individual dan bentuk proses peradilannya dilaksanakan secara rasional. Bentuk keadilan bersifat aturanaturan yang abstrak melalui staf yang profesional serta tipe pemikiran hukumnya bersifat formal yang rasional 2. Keempat tipe ideal hukum yang paling tepat di terapkan di Indonesia adalah tipe rasional dan formal atau sering disebut sebagai formal-rationality. Pada dasarnya sistem hukum seperti ini sudah lama diterapkan di Negara Indonesia akan tetapi masih banyak kekurangan dalam penerapannya. Alasan kita tidak menggunakan hukum rasional dan materiil karena pembentukan hukum ini didasarkan pada emosional dan tidak didasarkan pada kaidahkaidah hukum tertentu. Hal ini dapat menyebabkan penerapan hukum tidak disesuaikan dengan kondisi-kondisi yang ada disekitarnya. Selain itu hukum yang didasarkan pada emosional maka akan membentuk suatu hukum yang kebanyakan bersifat subjektif karena ada unsur emosional 1 2

I.B Wirawan, Teori-Teori Sosial dalam tiga paradigma, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm.134. Ali, Ahmad, 2002, Menguak Tabir Hukum, Jakarta: Gunung Agung.

Supriyadi/120180302020 Keamanan Maritim yang ada di dalam hukum tersebut. Hukum irasional dan formal juga tidak bisa diterapkan di Negara Indonesia karena pembentukan hukum tersebut dilaksanakan pada kaidah kaidah yang diluar akal. Tentu saja hukum seperti ini sangat sulit untuk diterapkan pada masyarakat umum. Kaidah-kaidah hukum yang digunakan juga didasarkan pada ramalan serta wahyu sehingga pembuktian kebenaran penggunaan tipe hukum tidak dapat ditunjukkan secara nyata. Penerapan hukum rasional dan materiil tidak dapat diterapkan di Indonesia karena jenis hukum ini keputusannya merujuk pada kitab suci kebijakan penguasa atau ideologi. Pada dasarnya kalau kita melihat jenis hukum seperti ini banyak diterapkan di negara-negara kerajaan seperti Arab saudi, Turki dan Inggris. Penerapan hukum ini didasarkan pada penguasa jadi tidak mencerminkan dengan ideologi pancasila. Ideologi pancasila merupakan ideologi yang menjujung demokrasi dengan azas permusyawaratan dan perwakilan. Selain itu jika sebuah hukum didasarkan pada kitab suci tentu saja tidak bisa diterapkan di Negara Indonesia karena Indonesia mempunyai banyak suku dan agama. Penerapan jenis hukum rasional formal merupakan jenis hukum yang dapat menyesuaikan dinamika yang ada diwilayah Indonesia. Pembentukan jenis hukum ini lebih memperhatikan kaidah kaidah hukum yang berlaku sesuai dengan Undang-Undang sehingga penerapan hukum tidak bersifat subjektif. Menurut Max Weber dalam Wakhid (2019)3 ada beberapa cara dalam melaksanakan tipe ideal birokrasi yang rasional pertama pejabat yang melaksanakan tugasnya tidak bisa sebebas bebasnya tetapi masih dibatasi oleh jabatannya. Kedua jabatan dalam pemerintahan tetap didasarkan pada hirarki yang ada pada suatu pemerintahan. Ketiga tugas masing masing jabatan tentu saja berbeda antara satu dengan yang lain. Keempat, setiap jabatan mempunyai kontrak jabatan yang harus dijalankan. Kelima, setiap jabatan merupakan hasil dari proses seleksi yang ketat. Keenam setiap pejabat memperoleh hak untuk digaji sesuai dengan jabatan yang disandangnya. Dana pensiun juga harus disiapkan oleh instansi tertentu. Ketujuh, adanya promosi jabatan yang jelas yang didasarkan pada senioritas atau lama waktu bekerja. Kedepalan, tidak dibenarkan menggunakan sumberdaya lembaga untuk kepentingan pibradi. Kesembilan, adanya sistem dalam mengawasi pelaksanaan suatu jabatan. Menurut Max Weber dalam Octavian (2019) ada empat hal tindakan sosial untuk mewujudkan hukum yang ideal dalam suatu negara. Pertama adalah rasionalitas instrumental atau tindakan yang dilakukan untuk memperoleh hasil yang efisien. Kedua adalah rasionalitas yang berorientasi nilai atu tindaan yang berisikan nilai yang dapat mewujudan suatu tujuan. Ketiga adalah tindaan tradisional yang menyangkut tingkah laku yang diberikan sanksi apabila terjadinya suatu pelanggaran. Keempat adalah tindaan yang didominasi perasaan dan emosional yang menyangkut perasaan seseorang4. Tindakan tindaan sosial seperti itulah yang menciptakan perwujudan hukum yang bersifat rasional formal. Etika hukum sudah bersifat rasional tentu saja tidak mudah untuk masyarakat mencari celah dari kurangnya suatu hukum tersebut. Pembuatan hukum secara rasional formal tentu saja melibatkan praktisi-praktisi yang menekuni dibidangnya sehingga mampu memberikan saran-saran solutif dalam mewujudan peraturan/hukum yang mendekati sempurna. Selain itu pelibatan masyarakat juga dianggap perlu untuk mengakomodir usulan-usulan yang mampu memberikan teroboson dalam menyikapi pelanggaran yang terjadi di lapangan.

3

Wakhid, Ali Abdul, 2011, Eksistensi Konsep Birokrasi Max Weber dalam Reformasi Birokrasi di Indonesia, Jurnal TAPIs Vol.7 No.13 Juli-Desember 2011. 4 A.Octavian,2019, Slide Mata Kuliah Sosiologi Maritim:Pengantar, UNHAN:Sentul Bogor....


Similar Free PDFs