PENGANTAR FILSAFAT KEILAHIAN (TEOLOGI). RAGAM PEMAHAMAN TENTANG TUHAN PDF

Title PENGANTAR FILSAFAT KEILAHIAN (TEOLOGI). RAGAM PEMAHAMAN TENTANG TUHAN
Author Robert Setio
Pages 16
File Size 2 MB
File Type PDF
Total Downloads 18
Total Views 75

Summary

PENGANTAR FILSAFAT KEILAHIAN (TEOLOGI) Ragam Pemahaman Tentang Tuhan Robert Setio Duta Wacana University Press Yogyakarta 2020 Pengantar Filsafat Keilahian (Teologi). Ragam Pemahaman Tentang Tuhan. Penulis : Robert Setio ISBN : 978 - 602 - 6806 - 17 - 8 Editor : Robert Setio Desain Sampul dan Tata ...


Description

PENGANTAR FILSAFAT KEILAHIAN (TEOLOGI)

Ragam Pemahaman Tentang Tuhan

Robert Setio Duta Wacana University Press Yogyakarta 2020

Pengantar Filsafat Keilahian (Teologi). Ragam Pemahaman Tentang Tuhan. Penulis : Robert Setio ISBN : 978 - 602 - 6806 - 17 - 8 Editor : Robert Setio Desain Sampul dan Tata Letak : Robert Setio Penerbit Duta Wacana University Press Redaksi : Jl. dr. Wahidin Sudirohusodo No. 5-25 Yogyakarta 55224 Telp. (0274) 563929, Faks. (0274) 513235 Distributor Tunggal : Duta Wacana University Press Jl. dr. Wahidin Sudirohusodo No. 5-25 Yogyakarta 55224 Telp. (0274) 563929, Faks. (0274) 513235 Hak cipta dilindungi oleh undang – undang. Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit.

ii

Ditulis dalam masa COVID-19, untuk mahasiswa angkatan 2019

iii

 

  Pengantar ............................................................... 1 Pendahuluan .......................................................... 3 Bab 1: Pembuktian Adanya Tuhan ................. 13 Bab 2: Metafisika ................................................ 42 Bab 3: Ateisme .................................................... 52 Bab 4: Sains dan Agama .................................... 75 Bab 5: Epistemologi Kristen ............................ 97 Bab 6: Model-model Filsafat Teologi ........... 122 Bab 7: Fundamentalisme ................................. 150 Penutup .............................................................. 172 Kepustakaan ...................................................... 178

iv

  Kurikulum program studi sarjana (S-1) Fakultas Teologi UKDW telah mengikuti kesepakatan Asosiasi Ahli Filsafat Keilahian (AAFKI) yang sudah merumuskan kompetensi untuk tingkat sarjana (S-1). Salah satu wujudnya adalah adanya mata kuliah Pengantar Filsafat Keilahian bagi mahasiswa tahun pertama. Namun demikian untuk mendapatkan buku teks yang cocok untuk mata kuliah tersebut bukanlah hal yang mudah. Alasan pertama karena sebagian besar buku pengantar filsafat membahas masalahmasalah umum. Kalaupun ada buku tentang filsafat ketuhanan sifatnya bukan sebagai pengantar. Alasan kedua karena mahasiswa fakultas teologi tahun pertama sebagian besar adalah lulusan sekolah menengah atas yang belum terbiasa berpikir abstrak-filosofis. Tidak kalah sulitnya adalah soal bahasa, buku-buku filsafat dan teologi masih sedikit yang menggunakan Bahasa Indonesia. Karena itu usaha Pdt. Robert Setio, Ph.D di tengah situasi pandemic COVID-19 untuk menyusun buku pengantar filsafat keilahian yang ditujukan bagi mahasiswa Teologi (lebih khusus lagi di Fakultas Teologi UKDW) dengan mempertimbangkan kemampuan mahasiswa di tahun pertama patut disyukuri. Buku ini lahir dari pengalaman mengajar mata kuliah Pengantar Filsafat Keilahian yang ditujukan bagi mahasiswa Fakultas Teologi UKDW. Pengalaman mengajar tersebut amat berguna untuk mengukur tingkat kemampuan mahasiswa dalam menyerap dan merefleksikan bahan perkuliahan yang ada. Materi yang diambil merupakan racikan

berbagai buku sumber yang dianggap bisa membantu mahasiswa dalam pemahaman yang tepat tentang Filsafat Keilahian. Semoga kehadiran buku ini dapat membantu mahasiswa Teologi, khususnya yang berada di tahun pertama untuk memulai refleksi dan penjelajahan filosofis tentang keilahian. Pada dasarnya isi buku ini adalah topik-topik mendasar tentang keberadaan Tuhan.

Yogyakarta, Juni 2020

Pdt. Wahju S. Wibowo, Ph.D Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Teologi UKDW

2

Pendahuluan Buku ini lahir dari perkuliahan yang namanya sama dengan judul buku ini: Pengantar Filsafat Keilahian. Pembaca yang dibayangkan oleh buku ini adalah para mahasiswa peserta kuliah tersebut. Di Fakultas Teologi, UKDW kuliah tersebut diberikan kepada para mahasiswa tahun pertama. Tujuannya adalah memperkenalkan studi Teologi yang sangat erat kaitannya dengan Filsafat. Hubungan antara Teologi dan Filsafat itu secara langsung maupun tidak menjadi pembicaraan dalam buku ini. Sebenarnya pemisahan antara Teologi dan Filsafat tidak terjadi sepanjang perjalanan kedua ilmu tersebut. Boleh dikatakan pemisahan itu terjadi baru sekitar paruh kedua abad ke-19 saja. Pemisahan itu menjadi semakin jelas ketika dunia perguruan tinggi mengalami diversifikasi ilmu. Ilmu-ilmu yang dahulunya satu berkembang menjadi banyak. Di zaman komersialisasi pendidikan, pemisahan tersebut sering kali didorong oleh kebutuhan pasar. Pasar menuntut agar ilmu-ilmu yang dipelajari di perguruan tinggi dapat digunakan untuk mendapatkan pekerjaan. Seiring dengan itu, jenis-jenis pekerjaan juga dipilah-pilah berdasarkan kebutuhan yang ujung-ujungnya juga uang. Ketika segala sesuatu diukur dengan uang maka pemilah-milahan ilmu cenderung dilakukan dengan tidak memperhatikan sejarah ilmu-ilmu itu sendiri. Perguruan tinggi bahkan dengan mudah “menciptakan” ilmu baru yang sebenarnya tidak benar-benar baru. Pengertian baru itu sering kali berkaitan dengan bahasa pemasaran. Kembali kepada hubungan Filsafat dan Teologi, dalam konteks Indonesia, perguruan tinggi – perguruan tinggi yang 3

mengajarkan kedua ilmu tersebut seakan-akan digugah untuk mempertanyakan relasi keduanya setelah Pemerintah mengeluarkan Undang-undang Pendidikan No. 12 tahun 2012 dimana di dalamnya diatur mengenai pengelolaan ilmu-ilmu agama. Teologi diletakkan dalam kerangka ilmu agama tersebut yang oleh UU tersebut ditetapkan pengelolaannya di bawah Kementerian Agama. Beberapa perguruan tinggi yang mengelola Teologi tidak dapat menerima ketentuan tersebut. Alasannya, UU tersebut membedakan antara ilmu keagamaan dengan ilmu-ilmu lainnya. Kesan yang kuat dari UU tersebut adalah ilmu keagamaan tidak dapat disamakan dengan ilmuilmu lainnya. Dengan bahasa yang lebih lugas dapat dikatakan bahwa menurut UU tersebut Teologi yang dikelompokkan dalam rumpun ilmu agama bukanlah ilmu. Teologi dipandang sebagai sebuah kursus yang diberikan kepada para rohaniwan yang pekerjaannya bersifat praktis seperti berkhotbah dan konseling. Sekolah-sekolah Teologi yang tidak dapat menerima pandangan itu berargumen bahwa Teologi adalah ilmu. Maka Teologi tidak boleh dipisahkan dari ilmu-ilmu lainnya. Bila ilmu-ilmu lainnya dikelola oleh Kementerian Pendidikan (waktu itu Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, kemudian diganti menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) maka Teologi juga seharusnya dikelola oleh Kementerian Pendidikan. Melalui pembicaraan berulang-ulang dengan pejabat Kementerian Pendidikan maka akhirnya diperoleh jalan keluar yang kurang nyaman bagi sekolahsekolah Teologi tersebut yaitu agar mengganti Teologi menjadi sesuatu yang lain. Pokoknya jangan menyebut teologi atau agama agar jangan dimasukkan ke dalam Kementerian Agama. Nama yang dipilih pada akhirnya adalah Filsafat Keilahian.

4

Pemilihan itu bukan tanpa masalah. Banyak pihak yang merasa aneh dengan nama tersebut. Tetapi dari sana kemudian muncul refleksi-refleksi yang baik tentang hubungan Filsafat dan Teologi. Kedua ilmu yang sekarang terpisah ini pernah bersama-sama dalam waktu yang jauh lebih lama daripada waktu ketika berpisah seperti sekarang. Sejak zaman para bapa gereja di abad-abad pertama Masehi, Teologi dan Filsafat tidak dipisahkan. Para bapa gereja yang belajar banyak dari filsafat Yunani sudah menggunakan filsafat dalam memahami Yesus Kristus. Ajaran tentang Trinitas yang kemudian menjadi ciri khas Kekristenan juga lahir dari renungan filsafati. Demikian juga dengan eklesiologi yang merupakan penjelasan hakiki mengenai gereja. Tidak ada aspek pengajaran dalam gereja yang tidak dikemas dan bersumber dari pemikiran filsafat. Pada Abad Pertengahan pun, filsafat masih memperlihatkan perannya dalam Teologi sekalipun masa itu corak pemikiran yang ada cenderung itu-itu saja. Ketika masuk di zaman Pencerahan, para filsuf yang nantinya dikenal sebagai peletak dasar ilmu-ilmu modern seperti Descartes, Leibniz, Spinosa, sampai dengan Kant dan bahkan ilmuwan seperti Newton tidak ada yang tidak berpikir tentang Tuhan. Dengan kata lain mereka juga berteologi. Ateisme yang semarak pada abad ke19 dan seterusnya, juga tidak dapat dilepaskan dari Teologi. Dalam buku ini yaitu pada bab yang membicarakan Ateisme, dapat dibaca bagaimana pemahaman ateis itu sangat erat dengan Teologi. Jadi sebenarnya pemisahan Filsafat dan Teologi itu sangat tidak lazim. Sebenarnya bukan penjelasan mengapa keduanya berhubungan yang perlu diberikan, namun sebaliknya yaitu mengapa keduanya harus dipisahkan. Tetapi sepertinya para pembuat UU tadi tidak mengetahui persoalan ini. Mereka hanyalah para generasi penerus yang tidak tahu 5

menahu sejarah Teologi dan Filsafat bahkan sejarah keilmuan modern yang erat kaitannya dengan Teologi dan Filsafat. Mereka sepertinya hanya berpikir tentang ilmu menurut apa yang mereka kenal sekarang ini saja. Terlepas dari itu, penulisan buku ini harus diakui lahir dari persoalan tadi. Jadi penulis berterima kasih juga atas kejadian tersebut. Penulis menyadari topik-topik yang dibahas dalam buku ini merupakan topik-topik klasik yang dalam diskursus keilmuan di Barat biasanya dibicarakan dalam Filsafat Ketuhanan. Maka istilah Filsafat Keilahian bisa jadi hanya sekadar nama lain dari Filsafat Ketuhanan. Di Indonesia nama Filsafat Ketuhanan juga sudah cukup lama dikenal. Kalau begitu, mengapa menggunakan nama Filsafat Keilahian? Di samping persoalan UU No. 12 tahun 2012 tadi, penulis juga ingin memberikan alasan untuk tetap mempertahankan Filsafat Keilahian. Di Fakultas Teologi UKDW, baik Filsafat Keilahian maupun Filsafat Ketuhanan dikuliahkan. Keduanya menjadi 2 mata kuliah yang berbeda. Filsafat Ketuhanan diberikan kepada mahasiswa yang berada di tengah-tengah masa studinya. Berarti Filsafat Keilahian itu diberikan dalam taraf pengenalan. Maka namanya menjadi Pengantar. Meskipun ada topik-topik yang sekilas sama antara mata kuliah Pengantar Filsafat Keilahian dan Filsafat Ketuhanan namun keduanya dibedakan. Di samping tarafnya yang berbeda, Pengantar Filsafat Keilahian juga berisi dasar-dasar Teologi. Kalau di Barat, kuliah ini mirip dengan Filsafat Teologi. Tapi

Penjelasan yang lebih lengkap mengenai Teologi sebagai ilmu dapat dibaca pada artikel Prof. Armada Riyanto, “Filsafat Divinitas (Keilahian) Atau ‘Teologi’” dalam Jurnal Teologi, Volume 04, Nomor 01, Mei 2015, 57-71

6

nama ini kurang lazim di Indonesia dan jika digunakan akan semakin membingungkan mahasiswa yang belajar semuasemua itu. Buku ini berisi tentang pembuktian akan adanya Tuhan (Bab 1) yang memperkenalkan pemikiran para filsuf yang juga teolog dalam berargumentasi tentang keberadaan Tuhan. Bab ini mengajak mahasiswa untuk mulai membuka pikirannya tentang bagaimana menjelaskan keberadaan Tuhan secara argumentatif. Jika biasanya mahasiswa sebagaimana banyak orang lainnya menganggap keberadaan Tuhan itu sudah dengan sendirinya (taken for granted), maka lewat pelajaran ini mereka diajak memikirkan bagaimana mengolah sesuatu yang selama ini sudah dianggap ada begitu saja. Prinsip-prinsip yang diperkenalkan dalam bab ini seperti ontologis, kosmologis, dan teleologis merupakan prinsip-prinsip yang dapat dikatakan klasik. Mahasiswa Teologi tahun pertama diharapkan tidak kaget jika diajak berargumentasi tentang Tuhan mulai dengan prinsip-prinsip yang klasik tersebut karena diasumsikan mereka sudah lebih terbiasa. Di Bab 2 topik yang dibahas adalah Metafisika. Kembali ini merupakan topik yang klasik. Dalam pemahaman tentang Tuhan, orang terbiasa berpikir bahwa Tuhan itu sosok yang berada di luar yang fisik, maka kata metafisika seolaholah sesuatu yang biasa saja ketika dihubungkan dengan Tuhan. Namun dalam Filsafat, metafisika mempunyai pengertian yang tidak persis seperti itu. Bab ini memaparkan metafisika sebagai pemikiran tentang yang ada. Jika Tuhan itu ada maka bagaimana ada itu dimengerti. Apakah ada itu sama dengan sesuatu yang dilihat atau diindra atau lebih daripada itu. 7

Bab 3 membahas topik yang hangat yaitu Ateisme. Seperti yang tadi disebutkan, memikirkan Tuhan tidak bisa dilepaskan dari yang sebaliknya yaitu ketika Tuhan itu ditolak keberadaannya. Bab ini memperlihatkan bagaimana ateisme yang serius itu penting untuk diperhatikan. Tujuannya bukan pertama-tama untuk mematahkan argumentasi ateisme melainkan mendalami seluk beluk pemikirannya. Bab ini juga memperlihatkan beberapa konsep yang mirip-mirip dengan ateisme seperti non-teisme religius dan agnostik. Bab 4 bersambung dengan pembicaraan Bab sebelumnya dimana sanggahan tentang keberadaan Tuhan sering kali muncul dari kalangan saintis. Maka Bab ini membicarakan relasi Sains dan Agama. Kecenderungan mengotak-kotakkan kedua bidang tersebut diperlihatkan bukan satu-satunya paradigma yang ada. Bahkan Bab ini memperlihatkan bagaimana sains dapat ditempatkan sebagai sahabat agama. Sebagaimana bab-bab sebelumnya, Bab ini menyodorkan beberapa perspektif mengenai hubungan sains dan agama. Situasi pandemi COVID-19 ketika buku ini ditulis sangat mewarnai diskusi dalam bab ini. Bab 5 dengan gamblang menunjukkan bagaimana apologetika itu seharusnya dijalankan. Judul Bab ini: Epistemologi Kristen mengikuti pemikiran para filsuf Kristen yang mencoba menjelaskan ajaran dan imannya kepada mereka yang bukan Kristen. Dalam konteks Barat, yang bukan Kristen itu adalah kaum ateis dan penganut agama-agama lain. Dalam konteks Indonesia, ateisme tidak terlalu menonjol tapi cara berpikirnya bukan tidak ada dan itulah yang diasumsikan oleh penulis. Tentu saja para penganut agama bukan Kristen juga berada dalam pikiran penulis ketika memberikan bagaimana 8

apologetika Kristen itu mesti dikonstruksi. Tujuan dari Bab ini adalah memperlihatkan apologetika yang dikemas secara filsafati. Itu berbeda dari apologetika yang banyak dimengerti di Indonesia yaitu menyiapkan jawaban-jawaban bila ditantang orang yang tidak bisa menerima ajaran-ajaran Kristen seperti Trinitas, kebangkitan Kristus dan lainnya. Apologetika yang baik bukanlah menghafalkan jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang nanti akan diajukan orang, melainkan kemampuan untuk menjelaskan mengapa saya mempercayai Tuhan seperti yang saya percayai. Jadi apologetika harusnya berguna bagi diri sendiri yaitu memperjelas pada diri sendiri apa yang diyakini. Jika diri sendiri sudah jelas maka akan mudah menjelaskannya kepada orang lain. Bab 6 berisi Model-model Filsafat Teologi yang pada dasarnya merupakan klasifikasi model-model berteologi. Pembaca akan melihat bahwa Teologi itu ilmu yang plural sekali. Ada banyak model di dalamnya. Tentu saja tidak semua model bisa ditampung dalam Bab ini, apalagi melihat perkembangan sekarang yang masih bertambah variasinya setelah adanya pengaruh pemikiran pos modern, pos kolonial dan mungkin pos-pos lainnya. Para mahasiswa peserta kuliah ini masih merupakan pemula, maka tujuan Bab ini adalah membantu mereka untuk memahami berbagai corak teologi yang mereka akan temui nantinya. Jika mereka langsung terjun ke dunia “persilatan” teologi maka kemungkinan mereka akan kebingungan sendiri. Maka jika kepada mereka diperkenalkan garis besar kelompok-kelompok teologi, diharapkan itu akan bisa dijadikan kerangka untuk mengikuti argumentasi dari masing-masing kelompok.

9

Bab 7 yang merupakan bab terakhir dari buku ini berisi penjelasan tentang Fundamentalisme. Mengapa topik ini diangkat di sini? Karena fundamentalisme merupakan corak berpikir yang lebih populer di kalangan orang Kristen dan bila itu yang ada maka seluruh usaha yang dibuat dalam kuliah ini akan sia-sia. Kuliah atau buku ini berlawanan dengan fundamentalisme karena ingin mengajak mahasiswa berpikir. Sedangkan fundamentalisme justru anti pemikiran. Yang terjadi dalam fundamentalisme adalah indoktrinasi dan kekerasan. Para pengikutnya dihasut untuk menyetujui sebuah gagasan yang sudah jadi dan terhadap yang berbeda, kaum fundamentalis tidak akan segan-segan melakukan intimidasi bahkan kekerasan fisik. Fundamentalisme jelas akan membuat suasana kehidupan bersama menjadi rusak. Kita tidak ingin itu terjadi maka perlu ada kehati-hatian terhadapnya. Ketika buku ini ditulis pandemi COVID-19 masih sedang berlangsung. Maka tidak bisa tidak berbagai contoh dalam buku ini diambil dari pengalaman pandemi ini. Pertanyaan pokok seperti mengapa ada bencana dibahas dengan mengangkat berbagai macam respons orang terhadap bencana pandemi COVID-19. Dengan begitu, kekhasan dari buku ini adalah dalam hal soal-soal yang sudah sering dibahas dalam kerangka Filsafat dan Teologi dibicarakan kembali di sini dalam relasi dengan persoalan yang riil yaitu pandemi COVID-19. Pembicaraan yang abstrak dibuat menjadi konkret, meskipun harus diakui ilmu seperti Filsafat dan Teologi tetap saja merupakan ilmu berpikir yang sifatnya abstrak. Penulis berharap buku ini dapat membantu mahasiswa yang mengikuti kuliah Pengantar Filsafat Keilahian yang 10

biasanya bahan-bahan bacaannya berbahasa Inggris sekarang bisa mendapatkan bahan bacaan dalam Bahasa Indonesia. Selain itu penulis mencoba untuk membuat pembahasan menjadi lebih komunikatif untuk pembaca yang masih belum banyak belajar Filsafat dan Teologi. Maka harus penulis akui bahwa bisa jadi pembahasan dalam buku ini kurang mendalam. Oleh sebab itu para pembaca buku ini bisa melanjutkan pencarian hikmatnya pada buku-buku yang lain. Bagi mahasiswa yang belajar Teologi, buku ini juga diharapkan dapat menjadi pengantar untuk memasuki dunia ilmu Teologi secara keseluruhan.

11...


Similar Free PDFs