Pengaruh Konflik Laut China Selatan Terhadap Sistem Pertahanan Negara PDF

Title Pengaruh Konflik Laut China Selatan Terhadap Sistem Pertahanan Negara
Author Erwin Kurnia N.M
Pages 12
File Size 144.8 KB
File Type PDF
Total Downloads 680
Total Views 842

Summary

PENGARUH KONFLIK LAUT CHINA SELATAN TERHADAP SISTEM PERTAHANAN NEGARA INDONESIA Erwin Kurnia N.M. 120130102007 Asymmetric Warfare Study Programe, Faculty of Defense Strategy, Indonesia Defense University, Jakarta, 2014 Jalan Salemba Raya Nomor 14 Jakarta Pusat 10430 Telp/HP.+6281319288874 e_kurnia_n...


Description

PENGARUH KONFLIK LAUT CHINA SELATAN TERHADAP SISTEM PERTAHANAN NEGARA INDONESIA Erwin Kurnia N.M. 120130102007 Asymmetric Warfare Study Programe, Faculty of Defense Strategy, Indonesia Defense University, Jakarta, 2014 Jalan Salemba Raya Nomor 14 Jakarta Pusat 10430 Telp/HP.+6281319288874 [email protected]

1.

Pendahuluan Di lihat dari letak geografis, kawasan Laut China Selatan

merupakan kawasan jalur laut internasional yang bernilai politis, ekonomis, dan strategis. Kawasan Laut China Selatan dikelilingi oleh negara pantai, diantaranya Taiwan, RRC, Thailand, Kamboja, Vietnam, Singapura, Malaysia, Indonesia, Filipina, dan Brunei Darussalam serta memiliki potensi sumber daya alam yang besar dari kemakmuran negara yang dapat menguasai kawasan tersebut. Potensi sumber daya alam dan jalur perdagangan laut internasional menjadi kawasan ini menjadi jalur tersibuk untuk dilalui oleh pedagang regional ataupun internasioanl. Hal ini, menjadi ancaman bagi negara regional di kawasan Laut China Selatan. Penguasaan jalur pelayaran di Laut China Selatan memiliki makna tersendiri bagi China dan Amerika Serikat (AS).1 Dengan berakhirnya perang dingin 1992, dan munculnya China sebagai negara hegemoni baru di kawasan Asia-Afrika semakin mendorong AS terus mencari perhatian khususnya dari negara-negara di kawasan ASEAN. Untuk meluaskan pengaruh AS atau China di negara

1

Auslin, Michael, “Security in the Indo-Pacific Commons: Toward A Regional Security”, American Enterprise Institute, 2010 Universitas Pertahanan Indonesia

2

Asia Tenggara, Laut China Selatan sangat potensial dijadikan sebagai pangkalan militer paling strategis.2 Keterlibatan beberapa anggota negara ASEAN (Filipina, Brunei, Vietnam, dan Malaysia) telah menurunkan makna ZOPFAN (Zone of eace, Freedom and Neutralily)3 sebagai pedoman menyelesaikan sengketa yang terjadi di antara negara anggota ASEAN itu sendiri. Dengan adanya konflik di kawasan Laut China Selatan telah menyebabkan gangguan stabilitas pertahanan kawasan ASEAN. Pembentukan ZOPFAN (Zona Peace, Free and Neutrality) tidak dapat berjalan dengan baik dan secara tidak langsung telah melibatkan seluruh anggota ASEAN melakukan peningkatan pertahanan negara dalam menjaga keutuhan suatu negara. 2.

Permulaan Sengketa. Kawasan Laut China Selatan memiliki empat gugusan , yakni pulau

Pratas, Paracel, Maccalesfield, dan pulau Spratly.

Dari kempat pulau

yang ada di wilayah ini, pulau Spratly dan pulau Paracel merupakan dua pulau yang saling diperebutkan. Pulau Spartly diperebutkan dan diklaim oleh enam negara, yakni Brunei, Filipina, China, Vietnam, Taiwan, dan Malaysia.4,5 Sedangkan pulau Paracel dan Pratas dikendalikan oleh Taiwan dan China. Pada awalnya, sengketa atas pulau Spratly dan Paracel telah melibatkan banyak negara seperti Jepang, Prancis, Inggris, Vietnam, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Brunei. Selain masalah kepemilikan pulau, landas kontinen, ZEE, dan ekspoloitasi sumber daya alam bawah laut dapat mengganggu kedaulatan negara yang hidup bertetangga di kawasan Laut China Selatan tersebut.

2 3

4

Ibid, hal. 11. Jr, Abad, M.C, The role of Asean in Security Multilateralism ZOPFAN, and SEANWFZ, 2000

Alwi Bin Ali Mohammad. The Conflicting claims in the South China Sea, USAWC, 1991 Dolven Ben, Kan A. Shirly, and Manyin E. Mark, Maritime Territorial Disputer in East Issue for Congress Universitas Pertananan Indonesia 5

3

Gambar 1. Wilayah Sengketa Persengketaaan dimulai sejak China mengklaim bahwa seluruh gugus pulau yang berada di kawasan Laut China Selatan adalah kepemilikannya termasuk Spratly Island dan Paracel Island.6 Dari sisi geografis penguasan Laut China Selatan oleh China tidak dapat diterima secara rasional mengingat karena kawasan ini berada ribuan kilometer dari daratan China. Namun China mengklaim kedua pulau tersebut atas adanya penemuan situs-situs peninggalan, dokumen, dan peta kuno oleh nelayan China Penemuan benda-benda arkeolog ini diperkirakan sejak zaman Dinasti Han (206-220 SM).7 Sedangkan bagi negara pantai yang mengklaim kedua pulau itu masuk wilayah negaranya berkaitan dengan batas kontinen dan merupakan tempat mata pencaharian bagi nelayan tradisional di kawasan yang bersengketa. Pada tanggal 25 Pebruari 1992, Perlemen China telah menyetujui Undang-undang tentang Laut Teritorial dan Contiguous Zone serta memasukkan pulau Spratly sebagai wilayahnya.8

6

Bononpriwan Lalita, The South China Sea dispute: Evolution, Conflict Management And Resolution 7 Cossa A. Ralph, Security Implications of conflict in the South China Sea: Exploring Potential Triggers of Conflict, 1998 8 Law on the territorial Sea and the Contiguous Zone, 1992 Universitas Pertananan Indonesia

4

3.

Pertahanan Negara Indonesia Sistem pertahanan negara bersifat semesta yang melibatkan

seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman.9 Dengan demikian, pertahanan nasional Indonesia melibatkan seluruh komponen bangsa Indonesia. Oleh karena itu, dalam membangun sistem pertahanan negara yang solid di era globalisasi seperti sekarang ini perlu memperhatikan aspek teknologi informasi, penegakkan hukum, dan peningkatan kesadaran warga akan jiwa nasionalisme yang tinggi dengan berlandaskan jiwa Pancasila dalam bingkai kebhinekaan tunggal ika. Dengan melihat adanya konflik di kawasan Laut China Selatan yang belum terselesaikan dan keterlibatan beberapa anggota ASEAN dalam persengketaan kepemilikan pulau Spratly dan Paracel di kawasan Laut China Selatan telah mendorong Indonesia untuk berpikir dan mencari cara bagaimana penyelesaian terbaik dalam mengatasi persengkataan itu, Penyelesaian tidak menemukan titik temu dan perundingan-perundingan damai yang dilakukan belum mencapai kesepahaman atas kepemilikan kedua pulau di kawasan ini. Hal ini, berkaitan dengan adanya kepentingan dari negara penguasa dunia, Amerika Serikat pasca berakhirnya perang dingan dengan Uni Sovyet.10 Sementara, di kawasan Asia-Pasifik munculnya kekuatan baru, China yang mulai menunjukkan taringnya sebagai negara hegemoni baru di era abad-21.

11

Konflik Laut China

Selatan dapat menjadi ancaman serius bagi keamanan dan pertahanan Indonesia apabila penyelesaian sengketa tidak segera ditangani dengan baik. 9

UU Nomor 3, Pertahanan Negara, 2002

10

US Department of Defense, Sustaining US Global Leadership: Priorities for 21st Century Defense, Washington DC, 2012 White House, US National Security Strategy, May 2010, Washington DC 11 Ibid, hal. 2. Universitas Pertananan Indonesia

5

Kawasan Laut China Selatan secara geografis berada di jalur laut internasional yang memiliki nilai strategis, ekonomi, politik, Penguasaan kawasan

Laut

China

Selatan

memberi

keuntungan

besar

bagi

penguasaan ekonomi melalui jalur perdagangan laut dan berpengaruh langsung kepada negara-negara kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia. Ketergantungan ekonomi antar negara kawasan ASEAN akan terganggu dengan adanya, sengketa di Laut China. Konflik yang terjadi, dapat

menyebabkan

berpengaruh

naiknya

terhadap

harga

minyak

mentah

APBN Indonesia. Perubahan

dunia

yang

ABPN dapat

mempengaruhi penurunan/peningkatan anggaran di tiap kementrian. Terkait konflik kawasan Laut China Selatan, perlu adanya upaya pembangunan sistem pertahanan nasional Indonesia sesuai dengan kebutuhan. Upaya ini dilakukan untuk keutuhan wilayah Indonesia yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan, yaitu kawasan kepulauan Natuna yang merupakan penghubung antara kawasan Samudera India dan Laut China Selatan menjadi pilihan lintasan terpendek bagi kapal-kapal perang yang ingin menuju wilayah konflik di Laut China Selatan dan kondisi demikian dapat menimbulkan komplikasi tersendiri

terhadap

Indonesia.

Moderninasi,

kekuatan

pertahanan

Indonesia diperlukan untuk mencegah perembesan atau perluasan konflik Laut China Selatan mengarah ke Laut Natuna sekaligus mengamankan eksplorasi pertambangan minyak yang berada sekitar kawasan. Selain modernisasi alat utama persenjataan (Alutsista) pertahanan nasional, menjaga keharmonisan hubungan bilateral diantara negaranegara kawasan ASEAN, tetap konsisten dalam menjaga komitmennya untuk ikut serta menciptakan dan memelihara stabilitas keamanan regional dan global, dengan selalu mengedepankan strategi keamanan yang kooperatif dengan upaya-upaya damai dalam menyelesaikan setiap persoalan terutama dalam penyelaian konflik Laut China Selatan, maka ASEAN sebagai organisasi internasional di kawasan Asia Tenggara semakin efektif dan diperhitungkan di kawasan Asia pasifik. Universitas Pertananan Indonesia

6

Sengketa Laut China Selatan telah mempengaruhi perubahan kebijakan pertahanan Amerika Serikat secara global. Mengacu pada Sustaining US Global Leadership: Priorities for 21st Century Defense yang diumumkan oleh Presiden Amerika Serikat Barack Obama pada 5 Januari 2012, prioritas utama pertahanan Amerika Serikat saat ini dan ke depan adalah di kawasan Asia Pasifik.12

Hal ini di lihat dalam bentuk tidak

adanya pemotongan anggaran pertahanan yang berkaitan dengan kawasan Pasifik dan peningkatan kehadiran militer Amerika Serikat di Darwin, Australia. Di dalam sistem pertahanan semesta, Tentara Nasional Indonesia selaku komponen utama dalam pertahanan nasional dipandang perlu menyusun strategi baru sehubungan dengan perkembangan krisis di kawasan Laut China Selatan sebab bersinggungan dengan kawasan perairan kepulauan Natuna. Menurut Panglima TNI Agus Suhartono dalam konferensi pers Rapim TNI di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta, Selasa 29 Januari 2013, menyampaikan bahwa:

"Memang perlu kita sikapi hati-hati. Jangan

sampai klaim tersebut menjadi klaim wilayah. Kita sudah protes dengan China masalah ini," Sesuai dengan keberadaan negara Indonesia sebagai negara kepulauan, maka pemerintah RI sudah seharusnya lebih memperhatikan keberadaan pulau-pulau terluar yang menjadi batas wilayah territorial negera dengan negara tetangga lainnya. Sementara itu, Kepala Staff Umum (Kasum) TNI Marsekal Madya Daryatmo dalam upacara pembukaan latihan Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) TNI Kilat XXIX di Cilodong, Depok, Jawa Barat, Senin, 27 Agustus 2012 berkaitan dengan konflik di kawasan Laut China Selatan. Kasum mengatakan: “perkembangan situasi yang terjadi yang terjadi di kawasan Laut China Selatan mengarahkan perhatian Indonesia terhadap munculnya kerawanan dan potensi ancaman yang dapat mempengaruhi

12

Ibid, Hal. 1 Universitas Pertananan Indonesia

7

stabilitas nasional khususnya pada aspek politik, ekonomi, militer dan pertahanan”. Dengan demikian. pemerintah RI perlu perhatian dan pemahaman lebih lanjut dalam menyikapi perkembangan yang ada. Untuk mengamankan objek vital yang ada di kawasan perairan Natuna perlu adanya penguatan pertahanan dan gelar operasi TNI guna mengamankan kepentingan nasional, apabila eskalasi konflik di kawasan Laut China Selatan semakin meningkat dan mengurangi ternjadinya perembesan (Spill Over) yang muncul secara tiba-tiba dari arah utara kepulauan Natuna.

4. Pengaruh Conflik Laut Pertahanan Negara Indonesia

Cinta

Selatan

Terhadap

Sistem

Indonesia merupakan negara kepulauan, terdiri dari 17.504 pulau, dengan jumlah penduduk mencapai 250 juta jiwa (Data BKKBN, 2013), dan beraneka ragan suku, budaya, dan ras. Banyaknya pulau-pulau tersebut sering menimbulkan permasalahan diantara negara tetangga yang berdekatan dengan pulau itu. Sehingga pemerintah RI perlu membuat suatu perencaan sistem pertahanan nasional yang baik, sesuai dengan bentuk dan ancaman saat ini. Sistem pertahanan ini sangat duperlukan terutama dalam menjaga kedaulatan dan keutuhan bangsa sehingga konflik Laut China Selatan dan kejadian pulau Sipadan-Ligitan, tidak terulang kembali. Dengan potensi besar yang dimiliki bangsa Indonesia telah mengantarkan Indonesia menjadi primadona dalam konflik Laut China Selatan ini. Hal ini menjadi ancaman kestabilan keamanan dan keamanan nasional yang harus di sikapi bijak oleh pemerintah Indonesia dengan tetap berpedoman pada politik luar negeri yang bebas dan aktif, namun tetap

memelihara

kerjasama

bilateral

maupun

multilateral

dan

menciptakan perdamaian dalam konflik Laut China Selatan ini. Di sisi lain, adanya konflik Laut China Selatan memberi peluang bagi sistem pertahanan nasional Indonesia untuk melakukan modernisasi Alutsista militernya dengan semakin banyaknya kerjasama di bidang Universitas Pertananan Indonesia

8

militer dan bantuan militer yang diberikan oleh pihak asing, seperti: China, Amerika, Rusia, Australia dan lainnya. Sikap netral Indonesia membuat banyak tawaran datang, kepada Indonesia . Tawaran yang banyak ini, menjadi suatu peluang baik untuk melakukan modernisasi Alutsista militer secara

besar-besaran,

namun

tetap

memperhatikan

kepentingan

Indonesia dibalik semuanya. Modernisasi Alutsista militer Indonesia ini sangat penting artinya bagi Indonesia guna menghadapi kemungkinan ancaman dari meningkatnya konflik di kawasan Laut China Selatan di masa mendatang dan konflik permasalah di pulau terluar sebagai batas teritorial suatu negara. Bagi Indonesia, eskalasi kawasan Laut China Selatan secara politik merupakan suatu ancaman bagi stabilitas keamanan dan perdamaian kawasan ASEAN. Kondisi ini bertolak belakang dengan tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat, yaitu: “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejateraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaan abadi, dan keadilan sosial…” Pengaruh Konflik Laut China Selatan memberikan dampak politik dari pertarungan dua negera besar yang memiliki kepentingan atas perebutan wilayah Laut China Selatan. Berdasarkan peta “U” atau dikenal dengan Nine Dash Line yang dikeluarkan oleh pemerintah China 1993, permasalahan bukan hanya terfokus kepada pulau Spratly dan Paracel saja, namun berimbas pada zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia. Faktor inilah yang mendorong Indonesia berperan aktif dalam menyelesaikan solusi sengketa di wilayah Laut China Selatan.

Universitas Pertananan Indonesia

9

Gambar 2. Peta “U” Publisher China, 1993 Dengan terganggunya utara kepulauan Natuna dalam konflik Laut China Selatan akan berdampak terhadap ekonomi Indonesia secara langsung dari hasil eksplorasi pertambangan minyak dan gas bumi di kawasan ZEE tersebut. Selain itu, pengaruh ekonomi secara tidak langsung terhadap meningkatnya biaya asuransi kapal niaga pengangkut komoditas ekspor Indonesia ke kawasan Asia Timur. Sementara nilai perdagangan Indonesia melalui jalur perdagangan internasionl Laut China Selatan ke negara-negara di kawasan Asia Timur cukup tinggi dalam ASEAN-China Free Trade Zone (ACFTA) dan Japan-Indonesia Economic Partnership Agreement (JIEPA). Pengaruh besar akibat eskalasi konflik Laut China Selatan adalah adanya modernisasi alutsista militer dari seluruh negara kasawan ASEAN termasuk Indonesia sebagai negara yang terkena spill over dari persengketaan yang terjadi di kawasan tersebut. Modernisasi kekuatan pertahanan khususnya kekuatan maritim di sekitar Laut China Selatan merupakan

upaya

negara-negara

yang

berkepentingan

untuk

mengamankan kepentingannya masing-masing di perairan tersebut.

Universitas Pertananan Indonesia

10

5.

Kesimpulan Sejak perang dingin berakhir antara Amerika Serikat dengan Uni

Sovyet, bentuk ancaman dan pola yang baru. Perubahan tersebut berkaitan dengan perkembangan teknologi yang serba mutahir, sehingga cara-cara convensional berevolusi menjadi unconventional atau cara-cara yang disebut asymmetric warfare. Penerapan asymmetric warfare beragam bentuk, seperti melakukan teror, gerakan bawah tanah (gerilya), dan cyber threats.

Peningkatan konflik yang terjadi di kawasan Laut

China Selatan memaksa negara kawasan Asia Tenggara terus melakukan modernisasi di bidang pertahanan negaranya. Sementara itu, Indonesia yang bersifat netral kepada negara manapun telah membuka peluang baru bagi modernisasi Alutsista tersebut. Namun, perlu dipertimbangkan dengan sangat hati-hati akan tawaran yang diberikan oleh negara-negara yang mempunyai kepentingan di kawasan Laut China Selatan ini. Penawaran yang diberikan, jika tidak berhati-hati akan berdampak pada perubahan budaya bangsa, cara berpikir, dan dapat melumatkan seluruh sendi kehidupan bangsa melalui propaganda yang sedang gencar-gencar dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan dukungan masyarakat. Bentuk dan pola yang dilakukan seperti itu adakah bentuk Asymmetric Warfare. Konflik Laut China Selatan merupakan suatu ancaman dalam kawasan regional ASEAN, apalagi beberapa negara yang bersengkata adalah negara anggota ASEAN. Indonesia sebagai negara besar di kawasan Asia Tenggara, merasa bertanggung jawab untuk mencari penyelesaian terbaik dalam konflik Laut China Selatan dengan tetap menjaga netralitas dan kerja sama bilateral ataupun multilateral guna menciptakan perdamaian dan keamanan stabilitas nasional di kawasan ASEAN ataupun di dunia Internasional sesuai yang di amanahkan dalam Undang-undang Dasar 1945.

Universitas Pertananan Indonesia

11

REFERENSI

Alwi Bin Ali Mohammad. The Conflicting claims in the South China Sea, USAWC, 1991 Auslin, Michael, “Security in the Indo-Pacific Commons: Toward A Regional Security”, American Enterprise Institute, 2010 Cossa A. Ralph, Security Implications of conflict in the South China Sea: Exploring Potential Triggers of Conflict, Honolulu, 1998 Dolven Ben, Kan A. Shirly, and Manyin E. Mark, Maritime Territorial Disputer in East Issue for Congress Departemen Pertahanan RI, Buku Putih Pertahanan Negara, Jakarta, 2008 Sunardi, R.M. Pembinaan Ketahanan Bangsa: Teori Ketahanan Nasional, Geostrategi Indonesia dan Ketahanan Regional. Jakarta: PT Kuaternita Adidarma, 2004, U.S. Department of Defense, Sustaining US Global Leadership: Priorities for 21st Century Defense, Washington DC, 2012 White House, US National Security Strategy, May 2010, Washington DC Undang-undang No. 3, Pertahanan Negara, 2002 Undang-undang No. 34, Tentara Nasional Indonesia, 2004 Undang-undang Dasar 1945

Sumber Internet: Joeseridzal, Moehammad, (2012, 17 Februari), Sejarah Konflik Laut Cina Selatan, diunduh 24 Oktober 2013, dari: http://senjujasrizal.blogspot.com/2012/02/sejarah-konflik-laut-cinaselatan.html Muslimah, Salmah (2013, 29 Januari), TNI Waspadai Perkembangan di Laut Cina Selatan, diunduh 24 Oktober 2013, dari: http://news.detik.com/read/2013/01/29/152839/2155321/10/tniwaspadai-perkembangan-krisis-di-laut-cina-selatan?nd771104bcj Universitas Pertananan Indonesia

12

Iqbal, Muhammad, (2012, 16 Juli), Krisis Laut Cina Selatan Ancam Keutuhan ASEAN, Apa peran Indonesia?, diunduh 23 Oktober 2013, dari: http://news.detik.com/read/2012/07/16/171338/1966589/10/krisislaut-cina-selatan-ancam-keutuhan-asean-apa-peran-indonesia Dewitri, (2009, 3 Januar...


Similar Free PDFs