Perancangan Dan Analisis Kontrak PDF

Title Perancangan Dan Analisis Kontrak
Author Tomy Michael
Pages 178
File Size 977.7 KB
File Type PDF
Total Downloads 400
Total Views 526

Summary

Perancangan Dan Analisis Kontrak Diterbitkan Oleh R.A.De.Rozarie (Anggota Ikatan Penerbit Indonesia) Jl. Ikan Lumba-Lumba Nomor 40 Surabaya, 60177 Jawa Timur – Negara Kesatuan Republik Indonesia www.derozarie.co.id – [email protected] i Perancangan Dan Analisis Kontrak © Januari 2018 Ek...


Description

Perancangan Dan Analisis Kontrak

Diterbitkan Oleh R.A.De.Rozarie (Anggota Ikatan Penerbit Indonesia) Jl. Ikan Lumba-Lumba Nomor 40 Surabaya, 60177 Jawa Timur – Negara Kesatuan Republik Indonesia www.derozarie.co.id – [email protected] i

Perancangan Dan Analisis Kontrak © Januari 2018 Eklektikus: Dr. Fajar Sugianto, S.H., M.H. Editor: Syofyan Hadi, S.H., M.H. Master Desain Tata Letak: Eko Puji Sulistyo

Angka Standar Buku Internasional: 9786021176269 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Katalog Dalam Terbitan

Sebagian atau seluruh isi buku ini dilarang digunakan atau direproduksi dengan tujuan komersial dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari R.A.De.Rozarie kecuali dalam hal penukilan untuk keperluan artikel atau karangan ilmiah dengan menyebutkan judul dan penerbit buku ini secara lengkap sebagai sumber referensi. Terima kasih

PENERBIT PERTAMA DENGAN KODE BATANG UNIK

ii

KATA PENGANTAR Dalam kegiatan bisnis, kontrak memegang peranan sangat penting bagi para pihak yang bertransaksi. Tidak hanya untuk mewujudkan hubungan hukum dari dan antara para pihaknya, tetapi dapat dijadikan remedy agar seluruh hak dan kewajiban para pihak tertuang secara tegas. Dengan keberadaan kontrak seperti ini, peranan kontrak dari masa ke masa mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan jaman. Pada era globalisasi perdagangan bebas dunia sekarang ini, peranan kontrak diharapkan tidak menghambat transaksi bisnis yang umumnya membutuhkan fleksibilitas di tengah-tengah keterbatasan waktu. Oleh karenanya terkadang cara berkontrak para pebisnis di luar hukum kontrak tidak dapat dihindari. Dalam banyak hal, kontrakkontrak dalam kegiatan bisnis lebih berwujud paperless dan mengedepankan gentlemen agreement. Bahkan pada titik-titik tertentu jiwa besar para pebisnis diuji untuk saling percaya, saling beritikad baik, serta mengesampingkan formalitas pembuatan serta penandatangan kontrak. Namun dari perspektif hukum secara otonom menilai tidak ada cara lain selain memenuhi semua kaidah hukum kontrak agar kepentingan hukum para pihak yang berkontrak tetap terjaga dan dilindungi oleh hukum. Inilah salah satu alasannya masih banyak pebisnis yang mengedepankan private bargaining dibanding menempuh kekakuan hukum dengan semua formalitas dan perintah hukum. Ketika ini mereka lakukan, risiko-risiko yang seharusnya dari awal dapat diantisipasi dan dieliminir tidak lagi dapat dikelolah dengan baik melalui pematangan perumusan kontrak. Sehingga dengan sendirinya hakikat, fungsi dan tujuan kontrak tidak berkesesuaian dengan kaidah hukum yang berlaku. iii

Berdasarkan adanya relasi tersebut di atas, buku ini memuat pokok-pokok pembelajaran dan pembahasan bagaimana merancang kontrak dan kemudian menganalisisnya guna mengkonkretkan relasi kontrak antara ilmu hukum dan ilmu ekonomi. Sehingga pada akhirnya keberadaan suatu kontrak dapat secara independen menjadi perangkat hukum yang mampu menjadi piranti yang menunjang intensitas kegiatan bisnis dan sekaligus menjaga keabsahan kontrak. Akhir kata, sama halnya seperti ranah ilmu hukum lain, materi dalam buku ini memiliki konteks yang sangat luas. Bahkan penjabarannya masih membutuhkan masukan, kritik dari siapa pun yang sifatnya membangun. Semoga buku ini bermanfaat kepada bidang ilmu hukum, Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan pencerahan-Nya. Surabaya, Desember 2017

Dr. Fajar Sugianto, S.H., M.H.

iv

DAFTAR ISI BAB I POKOK-POKOK HUKUM PERIKATAN 1. Pengertian Umum Perikatan 2. Istilah Perikatan, Kontrak, Persetujuan Dan Perjanjian 3. Ikhtisar Hukum Perikatan 4. Sumber-Sumber Perikatan 4.1 Persetujuan/Perjanjian 4.2 Undang-Undang 5. Sistem Terbuka Dan Asas Konsensualisme Hukum Perikatan 5.1 Sistem Terbuka 5.2 Asas Konsensualisme 6. Syarat-Syarat Sahnya Persetujuan 7. Para Pihak Yang Terikat Dalam Persetujuan 8. Prestasi Suatu Persetujuan 9. Wanprestasi, Overmacht Dan Risiko 9.1 Wanprestasi 9.2 Overmacht 9.3 Risiko 10. Macam-Macam Perikatan 10.1 Perikatan Bersyarat 10.2 Perikatan Dengan Syarat Waktu 10.3 Perikatan Alternatif 10.4 Perikatan Tanggung Menanggung 10.5 Perikatan yang Dapat Dibagi dan yang Tidak Dapat Dibagi 10.6 Perikatan Dengan Ancaman Hukuman 11. Hapusnya Perikatan 11.1 Pembayaran 11.2 Penawaran Pembayaran Tunai Disertai Penitipan 11.3 Pembaharuan Utang 11.4 Perjumpaan Utang 11.5 Pencampuran Utang 11.6 Pembebasan Utang 11.7 Musnahnya Benda yang Terutang v

1 1 3 6 7 7 8 8 8 9 10 14 15 16 16 17 20 22 22 23 23 24 24 25 26 26 29 30 31 32 32 33

11.8 Kebatalan dan Pembatalan 11.9 Berlakunya Syarat Batal 11.10 Kedaluwarsa atau Lewat Waktu BAB II PEMBAHARUAN PELATARAN HUKUM KONTRAK 1. Latar Belakang Tradisi-Tradisi Hukum 1.1 Tradisi Civil Law 1.2 Tradisi Common Law 1.3 Tradisi Mixed Legal System 1.4 Tradisi Unification Law 2. Konsep-Konsep Umum Hukum Kontrak 2.1 Sifat Dasar dan Pembawaan Kontrak 2.2 Beberapa Definisi Umum 2.3 Komponen-komponen Universal Hukum Kontrak 2.4 Kerangka Teoritik Perbedaan Kontrak, Persetujuan, dan Prakontrak 3. Peleburan Kerangka Teoritik Hukum Kontrak 3.1 Kajian Konseptual Lima Prinsip Besar Hukum Kontrak 3.2 Kajian Konseptual Prinsip dan Doktrin Penting Lainnya BAB III PERANCANGAN KONTRAK 1. Tahapan Ideal Memformulasi Dan Menutup Kesepakatan 2. Mematangkan Kesepakatan Melalui Prinsip-Prinsip Hukum Kontrak Menurut Perspektif Hukum Dan Ekonomi 2.1 Prinsip Information as Label 2.2 Prinsip Voluntary Transfer 2.3 Prinsip Bargaining Equality 2.4 Prinsip Fulfilling Reasonable Expectations 3. Menetapkan Rambu-Rambu Kontrak 3.1 Dengan Menggunakan Prinsip-prinsip Hukum Kontrak vi

34 35 36

38 38 39 41 43 44 45 45 50 53 56 59 60 91

115 115

117 117 118 118 119 120 120

3.2 Dengan Menggunakan Konsep Transaction Cost 4. Mendeteksi Isu-Isu Potensial 5. Anatomi Kontrak Yang Ideal 6. Membuat Check-list BAB IV FINALISASI PEMBUATAN KONTRAK YANG IDEAL 1. Prinsip-Prinsip Umum Pembuatan Kontrak 1.1 Menetapkan Substansi Kontrak Sesuai Dengan Hukum yang Diperlukan 1.2 Kelugasan Bahasa Kontrak 1.3 Definisi Untuk Menambah Kejelasan, Bukan Sebaliknya 1.4 Hindari Frasa Bersyarat (Proviso) 1.5 Gunakan DAN/ATAU Dengan Tepat 1.6 Pastikan Keperluan Kata Majemuk 1.7 Penggandaan Angka dan Terbilangnya 1.8 Jangan Mengikutsertakan Ketidaktahuan 1.9 Desain Ideal 2. Penyusunan Provisi 2.1 Pleonasme 2.2 Mencari Kata Kerja yang Tepat 2.3 Kalimat Aktif Vs. Kalimat Pasif 2.4 Frasa Paralel Untuk Memparalel Serentetan Peristiwa 2.5 Kelipatan Kalimat Negatif 2.6 Memadukan Detail Sesuai dengan Tujuan Provisi 2.7 Kata Serapan Lebih Efektif 3. Kejelasan Dokumen Kontrak 4. Penyusunan Dan Perangkaian Paragraf 5. Lima Kebiasaan Yang Harus Dihindari 5.1 Berasumsi Semua Orang Mengetahui Singkatan dan Akronim 5.2 Menggunakan Frasa yang Mengambang 5.3 Tidak Mengerti Fungsi Tanda Baca 5.4 Menonjolkan Sesuatu Secara Berlebihan vii

124 125 128 131

142 142 142 142 143 144 145 145 146 147 149 150 150 150 151 153 154 154 155 156 157 159 159 159 160 161

5.5 Modal Nekat 6. Implementasi Tahap Demi Tahap Seluruh Teknik Dan Prinsip Kedalam Pembuatan Kontrak BAB V PENUTUP

165

167

176

DAFTAR BACAAN GLOSARIUM LAMPIRAN I Persetujuan Sewa-Menyewa Gudang LAMPIRAN II Perjanjian Kerjasama Penyediaan Gas Oxigen Medical Grade LAMPIRAN III Specimen Agreement LAMPIRAN IV Unidroit Principles of International Commercial Contracts 2010

viii

177 180

BAB I POKOK-POKOK HUKUM PERIKATAN 1. Pengertian Umum Perikatan Secara luas, perikatan merupakan suatu hubungan hukum antara dua orang/pihak atau lebih, dalam hal mana pihak yang satu berhak atas sesuatu (prestasi), sedangkan pihak lainnya berkewajiban untuk memenuhi sesuatu (kontra prestasi). Dari pengertian tersebut, perlu ditegaskan bahwa hubungan antara para pihak dalam suatu perikatan tersebut harus merepresentasikan hubungan hukum (rechtsbetreking). Karena perikatan adalah hubungan hukum, maka perikatan memiliki akibat hukum (rechtsgevolg). Kriteria yang menentukan apakah suatu perikatan itu merupakan suatu perikatan dalam arti hukum atau tidak ialah terjadinya hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang lain karena peristiwa, keadaan dan perbuatan. Perikatan yang demikian, mengandung suatu kewajiban hukum dari pihak satu terhadap pihak lain yang berhak atas suatu prestasi. Perikatan erat kaitannya dengan prestasi (prestatie) yang menjadi elemen penting di dalam perikatan, karena merepresentasikan janji yang harus dilakukan sesuai dengan isi perikatan, misalnya prestatie het na komen van iets, yaitu perbuatan menepati janji pembayaran. 1 Ada 5 (lima) sifat umum prestasi, yaitu: a. harus sudah tertentu atau dapat ditentukan; b. dapat dimungkinkan; c. diperbolehkan oleh hukum; d. harus ada manfaat bagi para pihak dalam perikatan; dan e. dapat terdiri dari satu atau beberapa perbuatan.

Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum Bahasa Belanda, Indonesia, Inggris, Aneka Ilmu, Semarang, 1977, hlm. 680.

1

1

Dalam hal bentuk, terdapat 3 (tiga) bentuk prestasi yang umum dijustifikasi, yaitu menyerahkan barang/uang; berbuat sesuatu; dan tidak berbuat sesuatu. Prestasi erat kaitannya dengan objek perikatan, karena setiap perikatan berisikan objek yang menderivasi janji-janji. Secara luas, objek perikatan dapat berupa benda bergerak, benda tidak bergerak, benda berwujud, dan benda tidak berwujud. Akibat dari tidak dilaksanakannya prestasi di dalam perikatan disebut dengan wanprestasi. Wanprestasi dapat diartikan sebagai suatu perbuatan tidak melakukan atau memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan. Terdapat 2 (dua) macam tidak dipenuhinya kewajiban; pertama, karena kesalahan, kesengajaan atau kelalaian salah satu pihak. Beberapa bentuknya adalah: a. Tidak memenuhi prestasi sama sekali yang menjadi kewajiban yang telah disanggupi; b. Prestasi telah dipenuhi tetapi keliru dan tidak sesuai dengan apa yang telah dijanjikan; c. Prestasi telah dipenuhi tetapi tidak tepat waktu atau terlambat dari waktu yang telah ditentukan bersama; dan d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan. Kedua, karena keadaan memaksa (overmacht/force majeure) di luar kemampuan salah satu pihak. Overmacht didefinisikan sebagai suatu keadaan yang dapat atau tidak dapat diketahui sebelumnya, yang menyebabkan kesulitan dalam pelaksanaan kontrak atau menyebabkan terhalangnya pemenuhan perikatan.2 Force majeure: (Law French “a superior force”). An event or effect that can be neither anticipated nor

2

Ibid, hlm. 647.

2

controlled. The term includes both acts of nature (e.g., floods and hurricanes) and acts of people (e.g., riots, strikes, and wars).3 Terjemahan bebas dalam Bahasa Indonesia: Suatu peristiwa atau akibat yang tidak dapat diantisipasi atau tidak dapat dikendalikan. Istilah ini termasuk pada bencana alam (seperti banjir dan angin badai) dan perbuatan manusia (seperti kerusuhan, pemogokan, dan peperangan). Force majeure dalam hal bencana alam, sering dikonotasikan dengan perbuatan Tuhan atau act of God yang diartikan sebagai peristiwa yang disebabkan oleh sebabsebab alam, seperti gempa bumi, badai, banjir dan bencana alam lainnya yang sangat parah sehingga tidak ada orang dapat diharapkan mampu mengantisipasi atau melindungi hal itu. 4 Peristiwa yang sering dikategorikan sebagai overmacht/force majeure sebagai keadaan memaksa memiliki dua akibat, yaitu permanen (absolut) dan sementara (relatif). Dalam hal overmacht/force majeure yang absolut, oleh karena akibat dari peristiwa ini permanen maka perikatan menjadi batal. Artinya, pemulihan kembali dalam keadaan semula seolah-olah tidak pernah terjadi perikatan. Sementara overmacht/force majeure yang relatif, karena sifatnya sementara maka prestasi hanya ditangguhkan. Artinya, prestasi menjadi hidup kembali apabila keadaan memaksa tidak ada lagi atau berakhir. 2. Istilah Perikatan, Kontrak, Persetujuan, Dan Perjanjian Terdapat perbedaan penggunaan istilah perikatan, persetujuan, dan perjanjian dalam bahasa Belanda oleh para pakar hukum melalui literatur hukum. Dalam buku diktat 3 Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, 8th Edition-Standard Edition, Thomson West, U.S.A., 2004, hlm. 673-674. Sebutan lain force majeure: force majesture, vis major; supperior force. 4 Elizabeth A. Martin, Oxford Law Dictionary; A concise Dictionary of Law, 2nd edition, Oxford University Press, Oxford, 1990, hlm. 8.

3

ini ditegaskan kembali, bahwa hakikat istilah-istilah tersebut dalam bahasa Belanda berdasarkan Burgerlijk Wetboek (selanjutnya disebut B.W) yang disusun berdasarkan Engelbrecht sesuai dengan naskah aslinya. Istilah verbintenis diterjemahkan menjadi perikatan dan perutangan, istilah overeenkomst menjadi perjanjian atau persetujuan, sementara contract adalah kontrak. Pasal 1233 B.W mendefinisikan bahwa perikatan lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang.5 Persetujuan menurut Pasal 1313 B.W diartikan sebagai perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.6 Istilah kontrak terdapat pada Pasal 1101 dan Pasal 1102 naskah asli B.W yang diberlakukan di negeri Belanda dan Belgia. Artikel 1101: Een contract is een overeenkomst waarbij een of meer personen zich jegens een of meer andere verbinden iets te geven, te doen, of niet te doen. Artikel 1102: Een contract is wederkerig of tweezijdig, wanneer de contractanten zich over en weder jegens elkaar verbinden.7 Terjemahan bebas dari kedua Pasal tersebut adalah: Pasal 1101: “suatu kontrak adalah persetujuan seorang atau lebih kepada seorang atau lebih lainnya untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu”. Himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, menurut sistem Engelbrecht, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2006, hlm. 605. 6 Ibid, hlm. 610. 7 http://www.ejustice.just.fgov.be/cgi_loi/loi_a1.pl?imgcn.x=43&i mgcn.y=9&DETAIL=1804032132/N&caller=list&row_id=1&nume ro=6&rech=11&cn=1804032132&table_name=WET&nm=18040321 52&la=N&dt=BURGERLIJK+WETBOEK+-&language=nl&fromtab=wet&sql=dt+contains++’BURGERLIJK’&+’WETBOEK’&tri=dd+ AS+RANK+&trier=afkondiging. Diakses pada tanggal 5 Januari 2014. 5

4

Pasal 1102: “suatu kontrak adalah bersifat timbal balik atau dua sisi untuk dan kepada para pihak kontraktan”. Berdasarkan definisi di atas, dapat ditarik 7 (tujuh) premis dasar terhadap pengertian perikatan, kontrak, persetujuan, dan perjanjian: a. istilah persetujuan dipersamakan dengan perjanjian; b. perjanjian atau persetujuan menimbulkan perikatan, yang kemudian disebut dengan kontrak sehingga istilah perikatan dapat dipersamakan dengan kontrak; c. perikatan atau kontrak sebagai suatu pengikatan hukum yang mengikat orang-orang/pihak-pihak sebagai hubungan hukum yang dilindungi atau dijamin oleh hukum atau undang-undang; d. oleh karena perikatan merupakan hubungan hukum antara orang-orang/pihak-pihak (dua atau lebih), maka perikatan memiliki konsekuensi sebagai hukum yang mengikat pula; e. para pihak baik dalam persetujuan/perjanjian maupun dalam perikatan/kontrak saling sepaham untuk bertukar janji, sehingga pertukaran janji-janji ini menjadi prestasi di mana pihak yang satu berhak dan pihak lainnya berkewajiban untuk memenuhinya, demikian pula sebaliknya; f. kontrak memiliki arti lebih sempit yang ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan tertulis sehingga sifatnya lebih teknis; dan g. semua kontrak adalah persetujuan atau perjanjian, tetapi tidak semua persetujuan atau perjanjian adalah kontrak.

5

3. Ikhtisar Hukum Perikatan Hukum perikatan diatur dalam Buku III B.W yang terdiri atas 18 Bab, kemudian dibagi lagi dalam bagian-bagian. Beberapa pasal penting terhadap perikatan dijelaskan melalui skema berikut ini:

Sumber Perikatan

Lahir dari kontrak atau persetujuan (Ps. 1313 B.W)

(Ps. 1233 B.W) Lahir dari UU Dari UU saja (Ps. 1352 B.W) Perbuatan rechmatig (Ps. 651, 1354, 1359 B.W) Dari UU akibat perbuatan manusia (Ps. 1353 B.W)

Perbuatan onrechmatig (Ps. 1365 B.W)

6

Ketentuan Pasal 1233 B.W menunjukan bahwa perikatan itu terjadi karena persetujuan atau karena undang-undang, dengan demikian undang-undang hanya mengenal dua sumber perikatan. Ajaran umum tentang perikatan yang bersumber pada persetujuan ditentukan dalam Pasal 1313 B.W, sedangkan perikatan yang bersumber pada undangundang ditentukan dalam Pasal 1352 B.W. Dari Pasal 1352 B.W ini, perikatan yang bersumber pada undang-undang belum selesai perseolannya, sehingga masih terbagi lagi menjadi perikatan dari undang-undang saja (uit de wet alleen) dan dari undang-undang karena perbuatan manusia (uit de wet door’s mensen toedoen). Kemudian menurut Pasal 1353 B.W perikatan yang dari undang-undang karena perbuatan manusia itu masih dibagi lagi dalam perbuatan rechmatig dan onrechmatig. 4. Sumber-Sumber Perikatan Perikatan dilahirkan baik karena undang-undang atau persetujuan/perjanjian. Lebih definitif lagi, Pasal 1233 Bab I Buku III B.W menentukan bahwa perikatan lahir karena suatu persetujuan atau karena Undang-undang.8 4.1 Persetujuan/Perjanjian Persetujuan/perjanjian adalah perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. 9 Dari peristiwa ini, lahir suatu hubungan hukum antara dua orang/pihak atau lebih, itu yang dinamakan perikatan. Persetujuan/perjanjian merupakan sumber penting yang melahirkan perikatan, dibandingkan dengan undang-undang sebagai sumber lainnya perikatan.

Himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, loc cit, hlm. 605. 9 Pasal 1313 B.W, ibid, hlm. 608. 8

7

4.2 Undang-Undang Sebagai sumber lainnya, undang-undang yang melahirkan perikatan dapat diperinci lagi menjadi: a. undang-undang saja; misalnya kewajiban orang tua terhadap anak; dan b. undang-undang yang berhubungan dengan perbuatan orang lain; misalnya lembaga Zakwarneming (Pasal 1354 dan Pasal 1359 B.W) dan Onrechtmatigedaad (Pasal 1365 B.W). Pada dasarnya, Zakwarneming menurut Pasal 1354 B.W ialah pelaksanaan tugas tanpa kuasa yang esensinya berbeda dengan pemberian kuasa. Zakwarneming adalah suatu keadaan apabila seseorang secara sukarela tanpa perintah melaksanakan tugas orang lain dengan atau tidak dengan pengetahuan yang mempunyai tugas. Ia terikat untuk melanjutkan tugas itu sampai menyelesaikannya dengan baik, hingga orang yang dia wakili itu dapat mengerjakannya sendiri. Pasal 1359 B.W menentukan bahwa pembayaran yang tidak ada utangnya dapat dituntut kembali. Artinya, apabila senyatanya tidak ada utang, sedangkan pembayaran telah dilakukan maka kelebihan pembayaran dapat dituntut kembali. Penuntutan pembayaran tak terutang semacam ini dalam bahasa Latin disebut condictio indebiti.10 5. Sistem Terbuka Dan Asas Konsensualisme Hukum Perikatan 5.1 Sistem Terbuka Sistem terbuka hukum perikatan terimplementasi melalui ketentuan Pasal 1338 ayat (1) B.W yang menentukan bahwa “Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan Yan Pramadya Puspa, op cit, hlm. 237. Dalam bahasa Belanda, tuntutan pengembalian pembayaran yang tak terutang: terugvordering van het onverschuldifd bedrag.

10

8

undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.11 Ketentuan ini dikatakan terbuka karena setiap orang atau pihak yang hendak membuat persetujaun/perjanjian diberi kebebasan untuk membuat perikatan yang mengatur hubungan hukum mereka tentang apa saja, bentuk apa saja asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang. Selain memiliki sistem terbuka, hukum perikatan B.W juga memiliki sifat sebagai hukum pelengkap (aanvullend recht), artinya bahwa pasal-pasal hukum perikatan B.W boleh dikesampingkan para pihak jika mereka menghendakinya. Dengan demikian, para pihak yang telah setuju untuk saling mengikatkan dirinya, diperbolehkan untuk mengatur sendiri kepentingan mereka dalam perikatan yang mereka buat. Ketentuan-ketentuan dalam hukum perikatan hanya berlaku sebagai kerangka hukum, dalam hal para pihak tidak memuat aturan-aturan sendiri di dalam persetujuan yang dibuatnya itu. 5.2 Asas Konsensualisme Asas konsensualisme merupakan asas d...


Similar Free PDFs