Perkembangan Fungsi Karawitan Jawa dari Zaman Klasik hingga Zaman Kejayaan Islam di Jawa PDF

Title Perkembangan Fungsi Karawitan Jawa dari Zaman Klasik hingga Zaman Kejayaan Islam di Jawa
Author Nabila Mega Permata
Pages 7
File Size 675.5 KB
File Type PDF
Total Downloads 85
Total Views 716

Summary

Nama : Nabila Mega Permata NPM : 1806134985 Kelas : MPKS Karawitan Jawa kelas G Perkembangan Fungsi Karawitan Jawa dari Zaman Klasik hingga Zaman Kejayaan Islam di Jawa 1. Zaman Hindu-Buddha Awal mula perkembangan musik gamelan ditandai dengan ditemukannya peninggalan sejarah yang berupa candi Borob...


Description

Accelerat ing t he world's research.

Perkembangan Fungsi Karawitan Jawa dari Zaman Klasik hingga Zaman Kejayaan Islam di Jawa Nabila Mega Permata Perkembangan Fungsi Karawitan Jawa dari Zaman Klasik hingga Zaman Kejayaan Islam di Jawa

Cite this paper

Downloaded from Academia.edu 

Get the citation in MLA, APA, or Chicago styles

Related papers Rangkuman kesenian Vaical Vaical

AKULT URASI ISLAM DAN BUDAYA LOKAL - Copy Ulfah Kholiliana Nefiyant i Sat u Bendera Jauhar Mubarok

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Nama : Nabila Mega Permata NPM : 1806134985 Kelas : MPKS Karawitan Jawa kelas G

Perkembangan Fungsi Karawitan Jawa dari Zaman Klasik hingga Zaman Kejayaan Islam di Jawa

1. Zaman Hindu-Buddha Awal mula perkembangan musik gamelan ditandai dengan ditemukannya peninggalan sejarah yang berupa candi Borobudur. Didalam candi Borobudur terdapat relief yang menunjukkan cikal bakal instrumen dalam musik gamelan. Setelah melalui perkembangan dan perubahan dalam waktu yang lama terciptalah alat musik yang kini disebut dengan nama gamelan (Soetrisno, 1981:10). Seni Karawitan telah ditemukan dari zaman Hindu-Buddha masuk ke Indonesia, hal ini ditandai dengan adanya beberapa gambar alat musik yang terpahat pada relief candi Dieng dan candi Sari. Hal ini pun ditemukan pada relief Candi Borobudur yang mengindikasikan bahwa seni karawitan telah masuk sejak abad ke-8. Fungsi gamelan pada zaman Hindu-Buddha tak lain adalah sebagai pengiring dalam ritual Hindu-Buddha. Musik itu sendiri dapat ditemukan dalam relief Lalitavistara dan

JãtakaAwadãna (deretan keempat). Menurut Haryono

dalam tulisannya : “Suatu adegan upacara ritus bagi stupa, yang diberi hiasan dan diletakkan di atas sebuah batur dengan diiringi oleh para dayang yang membawa saji-sajian.Terlihat seorang biksu sedang khidmat melakukan sembahyang. Alat musik yang terlihat yaitu: tiga buah kendang, dua di antaranya berbentuk silindris lurus dengan alat pukulnya sedang satu di ntaranya berbentuk lebih kecil, sebuah kendang cembung berukuran sedang. IBb.XIV.89. : Suatu adegan tari berpasang-

1

pasangan pria dan wanita, dengan iringan sebuah orkes musik. Alat-alat musik yang mengiringinya ialah: sebuah (semacam) calung, sebuah bel/genta bertangkai dengan alat pukulnya dan sebuah (semacam) gambang dengan dua buah alat pukul… “ (Haryono, 2006:19). Dari tulisan tersebut telah diindikasikan bahwa seni karawitan telah masuk dan tumbuh dalam kehidupan masyarakat, meskipun masih dalam ritual dan hal-hal yang sifatnya religius dan sakral, atau belum masuk ke dalam keseharian masyarakat seperti hiburan. Fungsi Gamelan dalam tradisi Hindu memegang peran penting dalam ritus upacara, I Wayan Sueca mengungkap sebagai berikut: “ Fungsi gamelan dalam kegiatan upacara ritual Hindu, kata Wayan Sueca, merupakan salah satu unsur dari Panca Swara. Sehingga gamelan memiliki arti yang sangat besar dalam upacara ritual tersebut. Kehadiran gamelan dalam kegiatan ritual diyakini mampu menghadirkan vibrasi tertentu. Dalam sabdanya Hyang Bagawan Naradha kepada seluruh umat manusia untuk mencapai moksartam jagatdhita ya caiti dharma lewat seni bunyi-bunyian. ''Gamelan yang mengiringi upacara sering kali mampu memberikan suasana lain terutama dalam hubungannya dengan yang 'di atas'. Dengan kata lain gamelan yang dipakai dalam kegiatan keagamaan tidak bisa dipandang sebagai pelengkap saja'' (Sueca, 2001; Bali Post). Dalam kehidupan zaman Hindu-Buddha, seni karawitan masih dianggap sakral karena berhubungan dengan upacara dan ritual keagamaan, yang mana tidak bisa dimainkan secara sembarangan. Sehingga seni karawitan difungsikan sebagai salah satu unsur yang penting dalam upacara keagamaan. Fungsi utama gamelan dalam kehidupan keagamaan Hindu dan Buddha ialah sebagai unsur penting dalam upacara keagamaan dan penetapan sima. Sima adalah upacara berkaitan dengan pembangunan tempat suci, pembangunan pemeliharaan tempat suci maupun anugerah tanah dari raja kepada rakyatnya. Upacara yang berkaitan dengan bangunan suci dituliskan Wanny Rahardjo W. sebagai berikut: “ Pada dasarnya sima dapat diartikan sebagai batas dan dalam pengertian yang lebih luas menjadi „ bidang tanah yang dicagar‟. Dengan ditetapkannya tanah menjadi sima maka tanah itu dibebaskan dari pajak ataupun

2

dari penggunaannya semula. …… Alasan-alasan penetapan sima bermacammacam. Ada yang digunakan sebagai lahan tempat berdirinya bangunan suci, ada pula yang diperuntukan bagi pemeliharaan bangunan cusi dan ad pula yang diperuntukan sebagai anugerah raja kepada pejabat atau rakyat yang telah berjasa “ (Rahardjo, 2012: 171). 2. Zaman Islam Memasuki zaman dimana berkembangnya kerajaan islam, yang dimana adalah setelah keruntuhan kerajaan majapahit. Setelah keruntuhan kerajaan majapahit, kerajaan Demak pun tumbuh menggantikan eksistensi kerajaan Majapahit. Sejak zaman kuno, Hindu-Budha selalu mengadakan upacara kerajaan disebut Rojowedo, upacara kebijaksanaan raja,upacara keselamatan kerajaan bersama seluruh rakyatnya. Namun segala tradisi upacara, sesaji yang bernuansa Hindu dilarang diadakan oleh pemerintah Raden Patah. Raden Patah adalah Raja Demak pertama yang beragama Islam setelah mengalahkan Majapahit dibawah kekuasaan Raja Brawijaya V yang Bergama Hindu. Setelah bertahun-tahun memerintah, tidak ada perkembangan agama Islam yang memadai di wilayah bekas kerajaan Majapahit yang Hindu tersebut. Selanjutnya Raden Patah mengumpulkan para ulama Islam di antaranya para Wali. Dalam kesehariannya, masyarakat Majapahit menyukai segala hal yang berbau kebudayaan yang bersifat keagamaan agama Hindu dan Buddha. Merujuk pada hal tersebut, para wali pun bermusyawarah dan menentukan media penyebaran agama islam di jawa yang efektif agar dapat diterima dengan baik oleh masyarakat setempat. Pada masa itu Upacara yang memiliki unsur Hindu dihilangkan, rakyat bersedih dan seakan kehilangan budaya yang sudah ada sejak dahulu.. Upacara penting yang saat itu dihilangkan adalah upacara Maheso Lawung, Melihat kondisi tersebut Sunan Kalijaga memberikan usul untuk diadakannya upacara yang bermuatan Buddha dengan unsur islam, Upacara pun diadakan, yang kini dikenal

3

dengan Upacara kelahiran Nabi Muhammad, dinamakan demikian karena upacara tersebut diadakan bersamaan dengan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Meskipun unsur islam dimasukan, unsur Hindu-Buddha tetaplah ada, contohnya dengan memasang Janur kuning, umbul-umbul warna merah putih yang disebut gulo klopo dan warna hijau kuning yang disebut pare anom dan segala atribut upacara kerajaan Hindu yang sering digunakan pada kerajaan zaman Majapahit. Wayang kulit yang merupakan tradisi Hindu-Buddha kembali dihidupkan dengan ditambahkan Gamelan Sekaten yang terdiri dari dua perangkat yang dinamai Kyai Guntur Madu dan Kyai Nogo Wilogo turut diikutsertakan. Rakyat pun berbondong-bondong untuk hadir dan menyaksikan, upacara yang memiliki muatan islam seperti dakwah pun mulai menarik minat masyarakat, dan tidak sedikit masyarakat yang memutuskan untuk masuk islam, dari sinilah agama islam mulai masuk kedalam kehidupan masyarakat. Penggunaan gamelan sekaten sebagai media penyebaran agama islam merupakan jawaban atas kendala yang muncul, di mana masih banyak masyarakat yang masih memeluk agama Hindu dan Buddha. Berkat rasa cinta masyarakat yang besar terhadap kebudayaan, maka agama Islam mudah masuk kedalam kehidupan masyarakat melalui gamelan sekaten. Gamelan sekaten memiliki suara yang nyaring dan keras, bentuk fisik nya pun lebih besar daripada gamelan biasa, hal ini sangarlah efektif untuk menarik dan mengumpulkan orang untuk ikut melihat pertunjukan yang ada. Bagian-bagian pada gamelan sekaten : 1. Ricikan : Komposisi musikal yang merupakan pengenalan dari setiap gendhing sekaten, yang diekspresikan oleh pengrawit (musisi) melalui instrumen bonang dengan menyajikan serangkaian melodi, selalu disertai dengan bunyi serempak instrumen-instrumen lain dengan nada yang sama. 2. Umpak : Potongan melodi yang digunakan sebagai jembatan dari racikan menuju lagu pokok. 3. Gendhing (lagu pokok)

4

4. Suwukan : Melodi pendek yang khusus dibunyikan jika gendhing akan berhenti. Kesimpulan Dari dua zaman yang dipaparkan dapat disimpulkan bahwa terdapat perkembangan fungsi

gamelan dalam penggunaannya dalam

kehidupan

masyarakat. Pada zaman klasik Hindu-Buddha, gamelan mempunyai fungsi sebagai unsur penting dalam ritual keagamaan yang ada pada saat itu, hal ini mengindikasikan bahwa gamelan tidak digunakan secara sembarangan dan masih dianggap sakral karena hanya digunakan dalam kegiatan keagamaan. Sedangkan pada Zaman Islam, gamelan dialih fungsikan sebagai media penyebaran agama yang efektif. Perkembangan gamelan yang pada awalnya adalah sebagai unsur penting dalam ritual keagamaan dan memiliki keterbatasan dalam penggunaannya karena gamelan dianggap sakral dan tidak bisa dimainkan sembarang orang. Pada Zaman Islam, gamelan telah berubah fungsi menjadi media yang mendekatkan masyarakat pada agama islam, hal ini membuat rileks dan tenang masyarakat karena gamelan tak lagi menjadi salah satu hal yang “sakral” meskipun masih digunakan dalam kegiatan keagamaan, namun fungsinya berbeda dan memberikan kesan yang beda pada masyarakat yang mendengarkan pada saar itu. Pada zaman Hindu-Buddha gamelan memberikan atmosfer yang “suci” dan “sakral” namun pada Zaman Islam, gamelan telah memberikan atmosfer “penghiburan” namun tidak lepas dengan unsur-unsur religi yang ada. Gamelan mengalami perkembangan fungsi yang lebih “bebas”, karena gamelan dapat digunakan sebagai media penyebaran agama yang bukanlah agama Hindu-Buddha, tetapi agama Islam, meskipun pada awalnya gamelan sangat lekat dengan unsur Hindu-Buddha, namun gamelan dapat berkembang menjadi suatu alat yang tidak lagi “ekslusif” atau artinya hanya memiliki fungsi tertentu saja untuk hal-hal tertentu.

5

Daftar Pustaka Daryanto, Joko. 2015. Gamelan Sekaten Dan Penyebaran Islam Di Jawa, Semarang : Universitas Sebelas Maret Hartono. Perkembangan Estetika Musikal Seni Karawitan Jawa Dan Pengaruhnya Terhadap Masyarakat Pendukungnya, Malang : Universitas Negeri Malang Kartiman. Fungsi Seni Karawitan Dalam Kehidupan Masyarakat Jawa, Yogyakarta : Widyaiswara PPPPTK Seni Dan Budaya Yogyakarta Pradoko, Susilo A.M. Akulturasi Tradisi Gamelan Budaya Hindu-Budha Menuju Gamelan

Budaya Islam-Jawa dan Katolik, Yogyakarta : Universitas Negeri

Yogyakarta Prasetyo, Panji. 2012. Seni Gamelan Jawa Sebagai Representasi Tradisi Kehidupan Manusia Jawa : Suatu Telaah dari Pemikiran Collingwood, Depok : Universitas Indonesia

6...


Similar Free PDFs