Politik Lokal dan Otonomi: Sebuah Perbincangan Singkat PDF

Title Politik Lokal dan Otonomi: Sebuah Perbincangan Singkat
Author Leo Agustino
Pages 15
File Size 2 MB
File Type PDF
Total Downloads 681
Total Views 1,018

Summary

DAFTAR ISI 1. Masa Depan Otonomi Khusus Papua l-5 Djohermansyah Djohan 2. Esensi dan Peran Pamong Praja 6-12 Aries Djaenuri 3. Penguatan Satuan Polisi Pamong Praja t3-21 Dalam Penyeleng garaan Pemerintahan Daerah Hyronimus Rowa 4. Menimbang Kembali Pemilihan Kepala Daerah 22-30 Tak Langsung, Respon...


Description

DAFTAR ISI 1.

Masa Depan Otonomi Khusus Papua Djohermansyah Djohan

l-5

2. Esensi dan Peran Pamong Praja

6-12

Aries Djaenuri 3. Penguatan Satuan Polisi Pamong Praja

t3-21

Dalam Penyeleng garaan Pemerintahan Daerah Hyronimus Rowa 4. Menimbang Kembali Pemilihan Kepala Daerah Tak Langsung, Respon Terhadap Mekanisme

22-30

Demokrasi Langsung Di Indonesia Muhadam Labolo 5.

Politik Lokal dan Otonomi, Sebuah Perbincangan Singkat Leo Agustino

6. Implementasi Kebij akan Pendelegasian Wewenang

3t-42 43-49

Dari Bupati Kepada Camat Bidang Pengembangan Otonomi Daerah dan Kependudukan Andi Pitono 7. Realitas dan Upaya Reformasi Birokrasi

Rahman Hadi 8. Rencana Pembentukan Kota Maumere,

Dintinjau dari

Aspek Politik dan Administratif Helianus Rudianto 9. Pertumbuhan

Ekonomi Daerah Otonom Baru (Studi Kasus Pada Kabupaten Pemekaran di Indonesia) Bambang Supriyadi, Arya Hadi Dharmatvan, Setia Hadi dan Akhmad Fauzi

69-76

Politik Lokal Dan Otonomio Sebuah Perbincangan Singkat LEO AGUSTINO Dosen di Program Sains Politik, Pusat Pengajian Sejarah, Politik dan Shategi (PPSPS) Fakulti Sains Sosial dan Kemanusiaan (FSSK), Universiti Kebangsaan Malaysia (uKM), Bangi, Malaysia E-mail: [email protected]

Abstrak: Artikel ini mendiskusikan dan menganalisis mengenai politik lokal secara konseptual dan aplikasinya di beberapa negara berkembang. Hal ini menjadi penting karena pelajaran yang dapat dipetik darinya berguna bagi penyempurnaan sistem otonomi di Indonesia. Beberapa hal yang digariskan dalam artikel ini ialah mengenai manfaat dan kekurangan yang dapat ditimbulkan oleh otonomi, makna dasar otonomi dan perbincangan yang menyertainya serta implementasi otonomi di beberapa negara. Pelajaran apa yang bisa di petik dari ketiga perkara ini? Satu yang pasti, otonomi tidak selalu mengantar daerah ke arah positif, terkadang justru ia membawa ekonomipolitik daerah ke arah yang negatif. Ini karena otonomi tidak dijalankan secara efeltif sehingga menguncupkan makna dan tujuan asas otonomi daerah itu sendiri dan pengalaman beberapa negara menunjukkan hal ini semua. Artikel ini memfokuskan pada perbincangan konseptual mengenai politik lokal dan otonomi serta aplikasinya di beberapa negara. Ini dilatari oleh satu hal yaitu terkait dengan perubahan sosiopolitik sejak tahun 1970-an, dari rejim otokratik yang sentralistik ke demokrasi politik yang terdesentralisasi.

Keyword : Politik Lokal, Otonomi, Implementasi Demokrasi dirasa banyak pihak memberikan ierempatan pada pelembagaa\ kewenangan yang hb'ih mandiri dan luas kepada pemerintahan daerah hrsusnya), yang berbeda dengan rejim otokratik ,ffi mana segala hal ditentukan oleh pemerintah pusat 1 g acap kali tidak rasional dengan kebutuhan masyarakat di level lokal. Persoalannya, mengapa hita mesti mendukung demokrasi atau desentralisasi Erutama di aras lokal? Apa keuntungan yang dapat ,diperoleh darinya? Dan, bagaimana desentralisasi .ilTnt mendorong dan memperkuat demokrasi di level

kaya perdebatan dan perbincangan, pengumpulan data dilakukan dengan cara studi literatur. Sumber literatur dipilih secara selektif agar dapat menjelaskan fokus analisis artikel ini, dengan berlandaskan sumber literatur yang otoritatif dan tepat, maka hasilnya memberikan'warna' terhadap analisis yang berkualitas. Dengan merujuk pada kerangka seperti ini, maka artikel ini mendapat pondasi yang kukuh untuk memulai perbincangannya pada bagian-bagian seterusnya.

uasional?

I\'I{NIIAAT DAN KEKURANGAN OTONOMI

Untuk membahasnya, artikel ini dibagikan ke dalam empat bagian. Pertama, menganalisis manfaat pembangunan demolaasi

politik

DAERAH

di

Merujuk pertanyaan atas, setidaknya ada beberapa argumen di mana otonomi atau desentralisasi bermanfaat bagi pembangunan demokrasi politik di aras

bagi

desentralisasi politik. Kedua, menguraikan perdebatan

$mgkat mengenai politik lokal yang terkait dengan monomi. Ketiga, (terkait dengan hal sebelumnya) membincangkan kerangka konseptual mengenai

lokal. Pertama, menumbuhkembangkan akuntabilitas

dan

responsivitas. Desentralisasi mendorong pemerintah daerah untuk lebih bertanggungjawab dan responsif atas keperluan warganya. Dalam konteks demokrasi lokal, akuntabilitas perlu diartikan sebagai kemampuan pemerintah daerah dalam memenuhi

,xonomi daerah yang berkait erat dengan desentralisasi

Dan keempat, sebagai bahasan terakhir, nenilai beberapa aplikasi otonomi atau desentralisasi di beberapa negara. Untuk menghasilkan analisis yang

folitik.

31

32

Politik Lokal Dan Otonomi, Sebuah Perbincangan Singkat

kebutuhan untuk pemerataan ekonomi dan politik. Sebab, sejalan dengan istilah desentralisasi itu sendiri, logika penyebaran wewenang dan kekuasaan menjadi landasan dalam pemerintahan. Sedangkan responsivitas bukan hanya dimaknai sebagai kemampuan pemerintah

lokal untuk menanggapi kebutuhan dan keperluan warga setempat, tetapi lebih jauh dari itu adalah adanya kemauan untuk mendishibudikan pelayanan publik tidak pernah terlaksana secara optimal selama sistem sentralisasi berkuasa.

Kedua, mengembangakan warga

sebagai

masyarakat sipil dalam arti yang sejati. Desentralisasi di level lokal sedikit banyaknya turut mendorong kadar partisipasi masyarakat dalam sistem pemerintahan

daerah, selain

juga

menanamkan kemampuan kewargaan sesama mereka. Hal ini dimungkinkan oleh satu keyakinan bahwa masyarakat setempat lebih mengetahui masalah yang mereka rasakan berbanding pemerintah pusat. Untuk menyelesaikan masalah,

masyarakat akan saling berinteraksi satu sama lain

mengembangkan komitmen bersama yang pada akhirnya menumbuhkan sifat saling percaya, toleransi, kerjasama dan solidaritas. Dari sifat inilah kemudian keterlibatan masyarakat dalam penyelanggaraan pelayanan publik di tingkat lokal mencetuskan

keterampilan masyarakatnya sehingga menjadi modal sosial yang bermanfaat bagi pelembagaan desentralisasi. Ujung dari itu semul adalah tumbuh dan matangnya organisasi dan jaringan masyarakat sipil di daerah. Ini semua pada gilirannya melindungi sistem demokrasi dari alienasi masyarakatnya terhadap

kehidupan politik di aras lokal.

Ketiga, melembagakan mekanisme checks and b

al ances (pengawasan dan penyeimbangan). Dengan

berkembangnya antitesis sentralisasi dalam bentuk otonomi daerah, pemerintah daerah diberi peluang untuk bertindak sebagai pengawal dan pengawas struktural bagi pemerintah pusat dari tindakan-

tindakan yang mengarah pada tumbuhnya rejim otokratik. Ini karena kekuasaan pemerintah daerah dapat hadir secara lugas dalam mekanisme checks and balances atas penerapan kekuasaan pusat; misalnya dengan membuat kebijakan-kebijakan yang berorientasi publik manakala pemerintah pusat berkebalikan dengannya, sehingga warga terlindungi oleh implementasi peraturan tersebut.

Keempat, memantapkan legitimasi politik pemimpin-pemimpin daerah. Karenapemerintah daerah berangkat dari ketulusan warga untuk mengangkat pimpinan formal lokal melalui mekanisme pemilihan

secara langsung, maka secara otomatis keadaan ini turut mencetuskan legitimasi politik yang lebh tinggi

bagi pimpinan daerah. Atau jika tidak pemilihan itu tidak dilakukan secara langsung, paling tidak, logika desentralisasi dapat memberikan kesempatan kepada kelompok minoritas dan pengakuan sosiopolitik kepada mereka untuk aktif dalam kancah politik lokal melalui kesepakatan yang telah ditetapkan bersama.

Selain itu, keempat hal di atas ada beberapa lagi kategori yang dapat dituliskan di sini mengenai manfaat desentralisasi seperti memberi peluang kepada pemerintah daerah untuk berinovasi tanpa perlu menjustifikasi kepada daerah lain, menciptakan kestabilan politik dengan memberi peluang kepada masyarakat dalam skop teritori yang tidak terlalu luas, meningkatkan pembangunan secara berprioritas sehingga menekan biaya dan lainnya. Namun paling tidak, empat hal di ataslah yang sering kali menjadi alasan mengapa desentralisasi menjadi penting jika dibanding dengan logika politik sentralisasi.

Walaupun demikian, perlu diingat bahwa dampak desentralisasi tidak semuanya bersifat positif (memberikan manfaat) terhadap demokrasi di level subnasional. Kendati sistem sentralisasi sudah tidak

ada, tetapi perlu diingat bahwa warisannya dalam bentuk intoleransi dan diskriminasi antara kelompok pendatang dan pribumi sangat mungkin (semakin) menguat, ini yang pertama. Logika 'keputradaerahan' atau apapun namanya sering digunakan untuk menjustifikasi perihal sebegini. Dengan menggunakan label 'putra (asli) daerah', terutama untuk kasus di Indonesia, setiap orang kini dapat menciptakan peluangnya masing-masing ke arah sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berimplikasi pada pemasukan ekonomi bagi mereka. Kedua, terjadinya pemborosan keuangan atau anggaran daerah. Pemindahan kekuasaan dan kewenangan dari pusat kepada

pemerintah yang lebih rendah tingkatannya secara otomatis mendorong terciptanya banyak posisi baru dalam birokrasi daerah. Meski hal ini menguntungkan dari aspek akses dan pelayanan yang diterima warga, tetapi realitas ini juga mencetuskan jumlah biaya yang turut membengkak. Satu yang pasti ialah kadar belanja daerah menjadi (amat) besar. Tanggungan sebegini bukan hanya diletakkan pada pundak pemerintah

daerah semata, tetapi juga dikalungkan pada pemerintah pusat dan juga rakyat selaku pembayar pajak kepada pemerintah. Akibatnya anggaran belanja nasional melonjak dan dapat mendatangkan utangutang baru. Ketiga, kekhilafan dalam mengidentifikasi

Jurnal PamongPraja, Vol.

Gcara saksama otoritas pekerjaan pusat ataupun {rErah dapat menghadirkan duplikasi pekerjaan, atau daliknya kegagalan kerja karena masing-masing Erganggap pihak lain telah mengerjakan pekerjaan

trsebut. Duplikasi

ini

(mungkin) dirasa tidak

kmasalah walaupun dana yang keluar besar,

sebab

lmrerintah telah melalcukan pekerjaan utamanya yakni claksanan pembangunan daerah. Yang bermasalah gbila pembangunan itu tidak dilakukan karena *riap pemerintah mengharapkan dari yang lain, nmlm dana tetap habis keluar. Hal ini terkait seperti &rgan perkara kedua di atas yang memboroskan ha baik di aras pusat maupun daerah. Keempat, mcul dan menguatnya kantong-kantong kekuasaan miter baru di tangan-tangan kelompok tertentu *bd s trongman). Kelompok ini boleh j adi kelompokldompok yang benar-benar baru atau juga kelompok ha yang telah berubah owarna' dengan cara menata &i sedemikian rupa sehingga kehadirannya di masa hh 1.ang dekat dengan rejim otokratik tidak dilffitik C mesa sekarang ini. Siapa mereka? Menurut Vedi f flarliz (2003:124) (mereka) adalah: "... ambitious plitrcal fixers and entrepreneurs, wily and stillpfuory state bureaucrats, and aspiring and newly wtdant business groups, aswell as wide range of plitical gangsters, thugs and civil militia." Mengikut pada dua pandangan di atas, terdapat hfrat' dan 'kurafat' otonomi daerah, maka uraian r&el ini menumpukan analisisnya pada perkara yang &hrkan terakhir. Mengapa? Setidaknya ada tiga rlmen yang melatarbelakangi tulisan ini. Pertama, mbahas'manfaat' desentralisasi sangat mungkin mrbrrat kita terbuai bahwa segala berjalan sesuai *q--.io. Padahal bisa jadi apa yang sedang terjadi :rr hi adalah perjalanan yang mengarah pada tangga p benar dalam bangunan yang salah. Maknanya, ffirrfan yang terjadi di sana-sini, jangan-jangan hqdah upaya restrukturisasi atau reformat sifat dan 1deku otoritarianisme rejim sebelumnya ke dalam

h=s*n

baru oleh aktor-aktor tertentu. Kedua, dengan

hFerhatikan

peristiwa, mengurai fakta dan meneliti bisa sangat mungkin terbit suatu pola, arah kebiasaan yang sangat pekat dengan aktivitas aktor-aktor lokal. Sesuatu hal yang tidak mustahil

h. ry rH tr pola arah ataupun kebiasaan yang terekam dalam ftr{ ini menjadi alternatif atau modal jalan keluar lhi perbaikan desentralisasi di masa depan. Ketiga, rQrakat kita terlalu gandrung dengan penemuan n barang baru yang mengarah diskontinuitas.

'[fibfberlanjutan

pada satu hal mungkin baik, tetapi

I

Thhun 2011 :

31-42

33

dalam konteks desentralisasi ia berarti kesalahan fatal. Sebagai contoh, partai politik secara teoritik diyakini sebagai institusi demokrasi yang berperan melakukan agregasi dan artikulasi, tetapi pada kenyataannya pada masa lalu dan sekarang mereka hanya bisa mengobral

janji,

memobilisasi massa dan tidak mendidik konstifuen. Dengan format baru pemilihan umum di daerah, masyarakat kembali tidak mampu menjadi benteng pengawas dan penyeimbang kekuatan partai

politik

sehingga warga kembali terjerembab pada money politics, barter politik, negosiasi kepentingan dan lainnya. Oleh karena itulah, 'sisi gelap' kerap muncul daripada'sisi terang'nya.

Berdasarkan pada beberapa alasan di atas terutama tiga bagian terakhir, artikel ini mengajak pembaca untuk saling mengingatkan akan adanya hal-hal yang perlu diperbaiki, baik dalam lanskap politik lokal maupun pelaksanaan otonomi daerah. Untuk menambah matangnya pemahaman mengenai sisi gelap otonomi daerah, maka bagian selanjutnya mendiskusikan dulu mengenai kerangka konseptual mengenai politik lokal. POLITIK LOKAL : SATU PERDEBATAN KONSEPTUAL Pada dasarnya membicarakan

politik lokal

dan

otonomi daerah adalah membicarakan hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Karena, membicarakan dua entitas dalam level yang berbeda ini merupakan inti untuk mengukur praktik otonomi, di mana hubungan tersebut juga dapat mengungkapkan

kedudukan

dan autoritas masing-masing

skop

pemerintahan. Bagi para sarjana beraliran Marxis, membahas hubungan pusat-daerah tidaklah relevan karena pemerintah pusat dan pemerintah daerah dianggap sebagai satu kesatuan aparatus negara. Pemerintah daerah hanya merupakan institusi yang menghadirkan negara di daerah. Dalam arti kata lain, pemerintah daerah merupakan instrumen bagi pemerintah pusat, ini satu hal. Hal lain, adalah politik lokal itu sendiri. Politik lokal dalam artikel ini diartikan sebagai interaksi antar aktor dalam satu wilayah sehingga mencetuskan dinamika politik di dalamnya. Namun sebelum jauh berdialektika mengenai interaksi tersebut, terlebih dahulu perlu dipahami apa itu pemerintah? Dari padanya nanti, dapat dibedakan antara'pemerintah pusat' dan 'pemerintah daerah,' yang berkorelasi dengan 'politik pusat' dan 'politik lokal.' Perkara ini perlu dimunculkan agar tidak menimbulkan perbedaan

34

Politik Lokal Dan Otonomi, Sebuah Perbincangan Singkat

pemahaman. Oleh karena itu, hal yang mesti dibahas sekarang adalah apa itu negara danapa itu pemerintah? Dan di mana letak perbedaan keduanya sehingga analisis artikel ini bisa memastikan bahwa yang

dibahas adalah mengenai politik lokal dan otonomi daerah yang berhubungan dengan interaksi pemerintah

pusat dengan pemerintah daerah, bukan hubungan negara pusat dengan negara lokal? Pada umumnya sarjana ilmu sosial sepakat bahwa negara dan pemerintah adalah dua entitas yang berbeda. Walaupun demikian, keduanya tidak dapat

dipisahkan. Berkaitan dengan hubungan negara dan pemerintah ini, Maclver (1964) menyatakan bahwa negara merupakan sistem organisasi yang memiliki kedaulatan tertinggi dan mampu menciptakan hukum yang bersifat mengikat dan memaksa sehingga dapat mengatur serta mengendalikan interaksi masyarakat dalam wilayahnya. Sedangkan pemerintah adalah organisasi yang melaksanakan peranan negara ini,

urainya The state is an association which, acting promulgated by a govbrnment endowed to this end with coercive power maintains within a community teruitorially demarcated the universol external conditions of social order (MacIver 1964:22). Dalam perspektif yang tidak berbeda, Kousoulass (197 5) menyetujui uraian Maclver. Beliau menegaskan bahwa pemerintah adalah badan yang berkuasa untuk through law

os

membuat aturan yang mengikat, mengimplementasikan

kebijakan, menyelesaikan konflik dalam masyarakat

dan

menggunakan kekuasaan koersif apabila otoritasnya digugat (Kousoulass 1975:6). Dalam

praktik kekuasaan pusat, pemerintah dipandang sebagai badan yang memiliki kaitan dengan manajemen publik dalam rangka menjaga kepentingan negara yang lebih

besar, yaitu mewujudkan kesejahteraan rakyat dan memperkuatkan legitimasi negara. Dalam arti kata lain, pemerintah merupakan bagian dari usaha untuk memaksimumkan kekuatan negara.

Kajian klasik Miliband dalam bukunya The state in capitalist society (1969) sejalan dengan argumen kedua sarjana di atas. Menurutnya, negara dan pemerintah adalah dua entitas yang berbeda dan tidak bisa dipisahkan. Lebih lanjut menurut Miliband (1969:50): "It is not very surprising that government and the state should often appear as synonymous.

I

For

it is the governmentwhich spealcs on the stateb behalf."

lagi, negan adalah pemilik monopoli legitimasi yang dapat menggunakan kekuatan fisik untuk memaksa rakyat taat atas pelbagai kebijakan yang telah diformulasi dalam teritorinya. Penggunaan kekuatan tersebut menurutnya hanya dapat dilakukan oleh pemerintah; karena pemerintahlah yang dapat mewujudkan kekuatan tersebut. Elaborasi Miliband (1969) di atas boleh dikata tidak setarikan nafas dengan kajian Skocpol (1979\ yang menyatakan bahwa tidak selamanya tujuan negara sejalan dengan langkah yang diambil oleh pemerintah. Argumen ini dilandaskan pada pemahaman akan termanipulasinya pemerintah oleh (berbagai) kepentingan elit berkuasa sehingga Tambahnya

membuatnya tidak dapat mencapai'kebaikan bersama.' Pandangan Skocpol ini dapat dirunut akarnya pada argumen Stepan (1978) yang melihat negara sebagai organisasi yang otonom dan dominan dalam menjalankan kekuasaannya. Menurut Stepan, negara adalah organic-statism yang memiliki fungsi yang

terpusat terutamanya dalam menciptakan kestabilan dan ketertiban. Kembali pada Skocpol, menurutnya, negara itu bersifat otonom karena ia bebas menentukan

caranya sendiri dalam menjalankan kekuasaan, kedap dari intervensi klas kapitalis, sehingga ketertiban dan kestabilan politik dalam wilayahnya dapat diwujudkan (Skocpol 1979:11).1 Lebih lanjut beliau menyatakan, otonomi negara adalah sifat asli negara yang wujud bersama dengan kemunculan negara. Ia bukan diciptakan dan dimanipulasi oleh klas dominan seperti

yang dituduhkan oleh pengikut Marxis. Karena itu, dalam analisis Skocpol (1985:13) dinyatakan bahwa otonomi negara dapat dilihat dari adanya dominasi yang dilakukan oleh agensi rregara, yaitu birokrasi sebagai pelaksana fungsi negara yang bersifat sentralistik. Pandangan Skocpol (1979;1985) tentang negara ditentang oleh Shively (1999) yang menyatakan

bahwa entitas negara dan pemerintah adalah berbeda. Perbedaan paradigma ini dilandaskan pada pendefinisian yang cair atas kedua entitas tersebut.

Menurut Shively (1999:49) pemerintah sebagai adalah: "... a group of people within the state who have the ultimate authority to act on behalf of the

Argumen ini sejalan dengan kajian klasik Poulantzas (1913) yangmengatakan bahwa otonomi negara merupakan bentuk kemampuan negara untuk merumuskan kepentingannya secara bebas, terutamanya dari tekanan klas dominan atau klas kapitalis. Walaupun terkadang negara perlu mengakomodasi kepentingan s...


Similar Free PDFs