Pseudo-Abrahamic Religions: Yahudi, Kristen, Islam? Full Response II to Menachem Ali PDF

Title Pseudo-Abrahamic Religions: Yahudi, Kristen, Islam? Full Response II to Menachem Ali
Author D. Nggadas
Pages 13
File Size 652 KB
File Type PDF
Total Downloads 341
Total Views 995

Summary

1 “Pseudo-Abrahamic Religions: Yahudi, Kristen, atau Islam?” Full Respons II untuk Menachem Ali Deky Hidnas Yan Nggadas (Channel Youtube: Verbum Veritatis) Batam, 3 Desember 2021 Pengantar dan Disclaimer Ini adalah naskah full response II untuk Sesi Live dari Dondy Tan dan Menachem Ali, bertajuk: “P...


Description

1

“Pseudo-Abrahamic Religions: Yahudi, Kristen, atau Islam?” Full Respons II untuk Menachem Ali Deky Hidnas Yan Nggadas (Channel Youtube: Verbum Veritatis) Batam, 3 Desember 2021

Pengantar dan Disclaimer Ini adalah naskah full response II untuk Sesi Live dari Dondy Tan dan Menachem Ali, bertajuk: “Pseudo-Abrahamic Religions: Yahudi, Kristen, atau Islam” (Channel Youtube Dondy Tan; 25/11/2021). Sebenarnya saya sudah memberikan disclaimer pada “Full Response I,” namun ini terpaksa harus diulangi mengingat Muslims ini selalu tidak fair dan selalu playing victim. Mereka yang mulai namun begitu direspons mendadak mereka bersikap seperti kelinci pemakan wortel abu-abu yang tanpa noda dan dosa. Pertama, sesi ini tidak pernah merupakan sebuah inisiatif untuk menyerang, sebaliknya merupakan sebuah sesi responsif atas inisiatif Nona Dondy Tan dan kekasihnya, Menachem Ali yang diboyong ke sesi Live itu sebagai narasumber. Kedua sejoli ini tidak membahas tentang Islam dan ajaranajarannya, melainkan “lompat pagar” dan membuat sesi tentang agama Abrahamik yang palsu (pseudo-Abrahamic religions). Di dalam kesimpulan mereka, yang palsu itu adalah Kekristenan dan yang meneruskan agama Abrahamik adalah Islam-Yahudi. Kedua, Qur’an Anda sendiri berisi kritikan demi kritikan terhadap Kekristenan dan termasuk juga menyimpangkan jantung dari iman Kristen (mis. Kematian Yesus melalui penyaliban, status Yesus sebagai Anak Allah) seperti yang nanti akan saya perlihatkan dalam presentasi ini. Dengan kata lain, apa yang dilakukan oleh Menachem Ali dan kekasihnya, Nona Dondy Tan tidak lebih daripada sekadar meneladani isi Qur’an. Ketiga, atas dasar fakta-fakta itu, sebagai seorang Kristen, bahkan seorang apologet dan teolog Kristen yang memiliki kompetensi dan kualifikasi akademik, bukan sekadar berhak atas dasar legal standing saya sebagai orang Kristen, wajib menggunakan hak jawab saya untuk meluruskan sekaligus, menggunakan standar argumentatif yang sama, memberikan counter-attack terhadap teologi yang asumsikan dan yang diyakini oleh Menachem Ali dan sejolinya, Nona Dondy Tan. Keempat, karena itu, silakan memiliki kulit yang tebal dan telinga yang lebar untuk mengikuti sesi ini. Jika Anda terkategori pemilik otak sepotong, atau yang empunya batok kepala kosong, atau penggemar sumbu pendek yang suka meledak-meledak, silakan tutup video ini sekarang. Video ini tidak dimaksudkan untuk Anda. Video ini hanya dikhususkan untuk orang yang punya otak, mampu bersikap terbuka, mampu menggunakan otaknya secara rasional dan bersikap waras. Dan kelima, saya ulangi lagi, Pak Menachem Ali silakan tantang saya untuk berdebat formal secara virtual dengan aturan dan teknis debat yang kita sepakati bersama dan dimoderasi. Ada tiga poin besar yang akan dibahas dalam presentasi ini: a) inti argumen Menachem Ali; b) Allah SWT kepergok ignoran terhadap formulasi yang benar mengenai Doktrin Tritunggal; dan c)

2 tantangan (PR) kepada Menachem Ali, in case kalau dia ingin mencoba keberuntungannya untuk membantah argumen-argumen saya dalam presentasi ini. A. YHWH dan Allah SWT Sama: Inti Argumen Menachem Ali (Argumen Orang Bingung) Pada dasarnya klaim utama Menachem Ali adalah bahwa Allah SWT dan YHWH dalam Torah adalah Pribadi yang sama. Menachem Ali mengemukakan beberapa alasan, antara lain: a. Allah SWT dan YHWH sama-sama tidak dapat divisualisasikan; b. Arti Adonai dan Hasem sama saja dengan Allah SWT; c. Pelafalan YHWH dan Allah SWT sama-sama dirahasiakan namun ada kesepakatan mengenai pelafalan kedua nama tersebut. d. Nama YHWH dan Allah SWT tidak boleh diucapkan sembarangan. e. Yahudi dan Islam sama-sama menolak Doktrin Trinitas dalam Torah Ada beberapa poin detail lain yang disebutkan Menachem Ali, namun tidak saya sertakan di sini karena sepenuhnya tidak relevan dengan klaim utama di atas. Untuk poin-poin di atas, saya memiliki beberapa counter-argument yang akan saya distribusikan dalam poin-poin tersendiri di bawah. Namun sebagai respons awal, saya memiliki beberapa catatan kritis. Pertama, sebagai seorang Muslim, tentu saja Menachem Ali harus mengklaim bahwa YHWH dalam Torah dan Allah SWT adalah sosok yang sama. Allah SWT mendeklarasikan bahwa Dialah yang mewahyukan Taurat, Zabur, dan Injil, karena itu mengklaim bahwa nama Muhammad dinubuat dalam kitab-kitab tersebut (QS. 7:157; 61:6). Hal ini mempresuposisikan bahwa Allah SWT adalah Tuhan yang sama yang terdapat di dalam Taurat, Zabur dan Injil. Itu adalah sebuah klaim. Ada perbedaan besar antara sebuah klaim dan bukti yang mensubstansiasi sebuah klaim. Maka, pertanyaannya adalah apakah ada bukti yang solid untuk klaim Allah SWT dalam Qur’an bahwa Dialah sosok yang sama yang disingkapkan dalam Taurat, Zabur, dan Injil? Taurat, Zabur, dan Injil yang mana? Pertanyaan-pertanyaan ini akan saya jawab nanti, namun ini mengantar kita kepada poin berikutnya. Kedua, Menachem Ali sama sekali tidak menolong Allah SWT untuk membuktikann klaim tersebut, malah sebaliknya menyodorkan premis-premis yang tidak berguna. Poin (a-e) pada argumen Menachem Ali di atas hanya menyentuh level semantik (itupun sangat mudah dibantah!), dangkal, dan superfisial. Tidak satupun dari premis-premis itu yang mengharuskan kesimpulan bahwa YHWH dalam Torah adalah sosok yang sama dengan Allah SWT.1 Sayang sekali, Menachem Ali, karena tidak mengerti logic, mempresentasikan premis-premis itu seakan-akan itu adalah premis-premis yang cukup (sufficient) untuk mengharuskan kesimpulan mengenai klaimnya. Dan itu berarti, Menachem Ali mengacaukan apa yang disebut necessary conditions dengan sufficient conditions. Premis-premis Menachem Ali, jika kita ingin bermurah hati, hanya terkategori necessary conditions tapi pasti bukan sufficient conditions.2

1

Saya mengetahui ada akademisi yang beragumentasi bahwa YHWH dan Allah SWT adalah Tuhan yang sama. Namun, argumen-argumen mereka lebih bersifat teologis-filosofis, ketimbang argumen superfisial pada level semantik belaka seperti yang dikemukakan Menachem Ali. Mis. Miroslav Volf, Allah: A Christian Response (New York: HarperCollins, 2011). 2 T. Edward Damer, Attacking Faulty Reasoning: A Practical Guide to Fallacy-Free Arguments (6th ed.; Belmont, CA.: Wadsworth, 2005), 177-178, menyebut sesat pikir ini, sebagai: Confusion of a necessary with a sufficient condition.

3 Lagi-lagi Menachem Ali bertelor sesat pikir! Lagi-lagi argumen “orang bingung”! Ketiga, saya masih memiliki komentar khusus mengenai poin (e) di atas bahwa Islam dan Yahudi sama-sama menolak konsep Trinitas dalam Torah. Poin ini dibangun di atas setidaknya tiga false assumptions, yaitu: a. False assumption bahwa Trinitas adalah sebuah doktrin Politheistik dan karena itu tidak terdapat di dalam Torah. Asumsi yang salah ini sebenarnya dibangun di atas sebuah false assumption yang lain bahwa Yudaisme itu monolitik dalam hal doktrin ketuhanannya. Orang-orang Yahudi KW (Kaum Serbet) yang digandeng Menachem Ali dan Nona Dondy Tan adalah Yahudi Rabbinik. Yahudi Rabbinik memang Unitarian seperti halnya Islam dengan konsep Tauhidnya. Tetapi, Yahudi Rabbinik baru muncul pada abad kedua Masehi, setelah Kekristenan lahir. Doktrin Ketuhanan Yudaisme Rabbinik tidak lebih dari sebuah reaksi apologetik terhadap Doktrin Tritunggal yang diajarkan di dalam Kekristenan sejak awalnya. Di sisi lain, Yudaisme Bait Suci Kedua (Second Temple Judaism) yang lahir pada era pembuangan, antara masa Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru (Periode Intertestamental), tidak Unitarian. Yudaisme Bait Suci Kedua mengakui adanya Divine Plurality, sebuah pandangan yang dikemudian hari disebut sebagai Two-Powers Theology. Mereka bicara tentang “Two YHWHs in Heaven”. Pandangan Two-Powers ini dinilai oleh Yahudi Rabbinik sebagai pandangan yang koheren dengan Doktrin Tritunggal dalam Kekristenan. Dan itulah sebabnya, pada awal Abad Kedua Masehi, Two-Powers Theology dikutuk sebagai min (bidat) oleh para Rabbi.3 Bahkan salah seorang Rabbi terkenal, Rabbi Akiva (50 M – 135 M) pun dituduh oleh para Rabbi sejak abad kedua dst., sebagai bidat karena menganut pandangan Two-Powers tersebut.4 b. False assumption bahwa Monotheisme sama dengan Unitarianisme (Tauhid dan Yahudi Rabbinik). Di dalam kategori Monotheisme bukan hanya ada Unitarianisme, melainkan juga Binitarianisme dan Trinitarianisme. c. Dan juga false assumption yang lain bahwa Monotheisme hanya terdapat di dalam Islam dan Yahudi. Secara faktual, asumsi ini salah. Telah ada riset kesarjanaan mengenai keberadaan Pagan Monotheism.5 Para ahli bahkan menggunakan istilah pluralistic Monotheism untuk agama-agama pagan yang memberikan nama-nama yang berbeda untuk Sesembahan yang sama.6 Dengan kata lain, Anda tidak dapat sekadar mengasumsikan bahwa hanya karena 3

Lih. Studi-studi yang dilakukan oleh beberapa Profesor Yahudi, antara lain: Alan F. Segal, Two Powers in Heaven: Early Rabbinic Reports about Christianity and Gnosticism (Leiden: Brill, 2002); Daniel Boyarin, The Jewish Gospel [New York: The New Press, 2012); Daniel Boyarin, “The Gospel of Memra: Jewish Binitarianism and the Prologue to John,” The Harvard Theological Review, Vol. 94, No. 3 (July 2001): 243-284; Daniel Boyarin, Border Lines: The Partition of JudeoChristianity (Philadelphia: The University Pennsylvania Press, 2004); Benjamin Somer, The Bodies of God and the World of Ancient Israel (Cambridge: Cambridge University Press, 2009). Dalam kuliahnya mengenai buku: The Bodies of God and the World of Ancient Israel, Profesor Benjamin Somer, menyatakan secara jujur dan terbuka: “Saya tiba pada kesimpulan yang mungkin mencemaskan beberapa di antara kalian. Kita orang-orang Yahudi tidak punya hak teologis untuk keberatan terhadap doktrin Trinitas. Secara teologis, model Trinitas adalah ide Timur Dekat Kuno yang muncul dalam TaNaKh (PL) dan juga dalam Mistisisme Yahudi.” Cuplikan kuliah tersebut dapat ditonton, di sini: https://www.youtube.com/watch?v=d-aVQ8MELeg&t=558s&ab_channel=InspiringPhilosophy. 4 Lih. Boyarin, Border Lines, 139-145. 5 Polymnia Athanassiadi and Michael Frede (eds.), Pagan Monotheism in Late Antiquity (New York: Oxford University Press, 1999);juga: Stephen Mitchell and Peter van Nuffelen, One God: Pagan Monotheism in the Roman Empire (Cambridge: Cambridge University Press, 2010). 6 Misalnya, dalam Epistle to Aristeas dikatakan bahwa YHWH dikenal di kalangan orang-orang Yunani dengan sebutan Zeus atau Jove; seorang penulis Pagan bernama Varro menyatakan bahwa YHWH adalah sosok yang sama dengan Jupiter; atau Celsus menyatakan bahwa tidak ada bedanya orang menyembah Zeus, Adonai, Sabaoth atau Amoun karena ini hanyalah sebutan-sebutan yang berbeda untuk Sosok yang sama. Lih. Michael F. Bird, “Of Gods, Angels, and Men,” in Michael F. Bird, et al (eds.), How God Became Jesus: The Real Origins of Belief in Jesus’ Divine Nature – A Response to Bart Ehrman (Grand Rapids, Michigan: Zondervan, 2014), 28-29. Profesor Bird mengemukakan

4 Anda Monotheis, maka agama Anda pasti benar. Jika itu asumsinya, maka sekarang Anda harus menerima agama-agama pagan yang juga Monotheis. Kesejatian sebuah agama tidak terletak semata-mata atas dasar klaim Monotheistiknya melainkan mengharuskan pengajuan pertanyaan-pertanyaan yang jauh lebih detail. Dan keempat, ketimbang dibodohi oleh Menachem Ali dengan premis-premis superfisial dan sesat pikirnya, adalah lebih berguna untuk membawa diskusi ini kepada pertanyaan-pertanyaan yang substantif: Apakah deskripsi mengenai YHWH dalam Torah dan Qur’an koheren?; Apakah natur inspirasi kedua korpus Kitab Suci ini sama?; Apakah totalitas ajaran ketuhanannya sama?; Apakah ajaran-ajaran moralnya sama?; dll. Karena ini adalah sesi counter-attack, maka saya tidak akan memberikan presentasi defensif mengenai Doktrin Tritunggal – sesuatu yang telah saya lakukan dengan akumulasi jam tayang mengenai topik ini telah mencapai lebih dari 30 jam di Channel Verbum Veriatis. 7 Sebaliknya, saya akan langsung menguji klaim Menachame Ali dengan cara memperhatikan presentasi data Qur’anik dan Sunnah. Pertama, karena Allah SWT dan Muhammad lalu dimanuti oleh Muslims petantang-petenteng menyerang Kekristenan, maka kita perlu mulai dari hal paling basic, yaitu menguji pemahaman Allah SWT mengenai Doktrin Trinitas dalam Qur’an. Dan kedua, karena Allah SWT, Muhammad dan Menachem Ali mengklaim bahwa Allah SWT adalah sosok sesembahan yang sama dengan yang terdapat dalam TaNaK, maka kita perlu meneliti totalitas ajaran Qur’an dan Sunnah mengenai Tauhid. Dalam sesi ini saya hanya akan fokus pada akurasi pemahaman Allah SWT terhadap Doktrin Tritunggal, sebuah langkah paling awal yang harus dilakukan sebelum saya membahas tentang Konsep Tauhid dalam sesi berikutnya. B. Allah SWT Kepergok Tidak Paham Tritunggal Istilah “Trinitas” atau “Tritunggal,” dalam bahasa Arabnya, tidak muncul sama sekali dalam Qur’an. Tetapi itu tidak berarti bahwa Qur’an tidak memberikan kritikan terhadap Doktrin Tritunggal. 1. Dua Kalimat Sahadah Mulai dari dua kalimat syahadah dalam Islam: “Tiada Tuhan selain Allah; Muhammad adalah rasul Allah.” Perhatikan bahwa formulasi dua kalimat syahadah ini tidak menyinggung sama sekali soal Doktrin Tritunggal. Tetapi, para teolog Islam memahami bahwa dua kalimat syahadah ini bukan hanya berfungsi afirmatif melainkan juga resistensif. Secara afirmatif, dua kalimat syahadah ini menegaskan tentang inti dasar keyakinan seorang Muslim. Secara resistensif, ia dimaksudkan untuk menolak konsep ketuhanan yang lain, secara khusus konsep ketuhanan dalam Kekristenan. Itulah sebabnya, dalam entrinya mengenai “Allah,” Ludwig W. Adamec menjelaskan bahwa dua kalimat syahadah tersebut hendak menyatakan juga: “Memberikan partner

pengamatan-pengamatan ini untuk membantah asumsi Ehrman bahwa strict Monotheism baru muncul pascaKekristenan. Sebelumnya, semua agama, termasuk Yudaisme kuno adalah politheistik dalam pengertian tertentu. Bird memperlihatkan bahwa asumsi Ehrman tersebut sepenuhnya bertentangan dengan fakta yang ada. Meski demikian, argumen Bird di sini dapat digunakan juga untuk membantah jualan Muslim yang sekadar “memperjuangkan” ide Monotheisme sebagai sufficient condition untuk agama yang sejati! 7 Termasuk saya akan memberikan beberapa referensi representatif mengenai Doktrin Tritunggal pada ulasan saya di bawah.

5 kepada Allah adalah sebuah dosa tak terampuni.” Implikasinya “Tidak ada yang namanya Trinitas, atau Anak Allah; Dia adalah Tuhan langit dan bumi, Pencipta alam semesta.”8 Hal di atas memberikan gambaran awal bahwa Islam bukan hanya menolak Doktrin Trinitas, melainkan mengkarikaturkannya sebagai Poltheisme.9 Jika demikian, bagaimana Qur’an menggambarkan tentang Doktrin Trinitas yang kemudian menjadi basis penolakan Islam terhadapnya? 2. Gambaran Qur’an mengenai Doktrin Tritunggal Ada sejumlah ayat Qur’an yang sering dikutip sebagai dasar penolakan Islam terhadap Doktrin Tritunggal. Saya tidak akan mengomentari bagaimana Qur’an mengkritik Doktrin Tritunggal melainkan bagaimana Qur’an memahami doktrin ini. a. Surat An-Nisa 4:171 Dalam QS. 4:166-170, penulis Qur’an menggambarkan tentang orang-orang kafir yang menolak bahkan menghalangi pengenalan akan Allah dan Allah mengancam mereka dengan neraka. Lalu, dalam ayat 171-172 penulis Qur’an mulai berbicara mengenai Isa. Penulis Qur’an menyatakan dalam ayat 171: “janganlah kamu menyatakan ‘(Tuhan itu) tiga’. “Say not ‘Three’ (Pickthal). “Say not ‘Trinity’ (Yusuf Ali). “Say not ‘Three’ (Trinity)” (Dr. Mohsin). Perhatikan bahwa Yusuf Ali menerjemahkan bagian di atas secara bebas dengan menggunakan kata “Trinity,” juga Dr. Mohsin memberikan keterangan tambahan yang sama dalam kurung. Di sini kita mendapati bahwa ayat tersebut berbicara mengenai “people of the book” yang merupakan istilah khas dalam Qur’an untuk berbicara mengenai orang-orang Yahudi dan Kristen. Dalam konteks ini, jelas yang dirujuk adalah orang-orang Kristen. Apa yang dimaksudkan ayat Qur’anik di atas dengan ‘Tiga’ di sini? Sebelum menjawabnya, kita perlu melihat lagi ayat 171, di mana terdapat juga klausa “Maha Suci Allah dari mempunyai anak.” Dalam konteks ini, Penulis Qur’an merujuk kepada pengakuan iman Kekristenan bahwa Yesus adalah Anak Allah. Namun, terindikasi bahwa penulis Qur’an memahami status keanakan Yesus di sini dalam kategori biologis.

8

Ludwig W. Adamec, The Historical Dictionary of Islam (2nd ed.; Lanham, Maryland: The Scarecrow Press, Inc., 2009), 29. Mengenai formulasi dua kalimat syahadah tersebut, saya ingin memberikan satu komentar ringkas saja. Jika memberikan partner kepada Allah dalam arti menyandingkan atau menyejajarkan Allah dengan partner lain (entah ilah atau manusia) adalah sebuah dosa tidak terampuni (syirik), lalu apa posisi kalimat kedua dalam syahadah tersebut: “Muhammad adalah rasul Allah”? Tidakkah komposisi kalimat syahadah ini sendiri mengindikasikan bahwa Muhammad disandingkan bersama Allah menjadi “partner” tak terpisahkan, setidaknya dalam bentuk formulasi itu sendiri? Saya mengetahui ada segolongan Muslim yang menyebut dirinya “Qur’an Only Muslim” menyadari akan hal ini sehingga mereka hanya mengucapkan kalimat pertama: “Tiada Tuhan selain Allah,” namun menganggap syirik jika kalimat itu dilanjutkan dengan “Muhammad adalah rasul Allah”. 9 Lih. David Thomas, “Trinity,” in Jane Damen McAuliffe (ed.), Encyclopedia of the Qur’an, Volume Five Si-Z (Leiden: Brill, 2001), 368-369.

6 Seorang penafsir Qur’an abad ke-19, E.M. Wherry menyatakan, “Para penafsir, Baidhawi, Jalaluddin, dan Yahya setuju dalam menafsirkan tiga di situ sebagai ‘Allah, Yesus, dan Maria,’ dalam relasi Bapa, Ibu, dan Anak.”10 Rangkuman Wherry di atas sebenarnya sudah muncul sangat awal yakni abad kedelapan dalam sebuah perdebatan antara seorang penganut Nestorianisme bernama Timothy I dan seorang Muslim bernama Abbasid Caliph Mahdi pada tahun 782. Mahdi menyatakan, Wahai orang-orang Katolik, kalian yang memiliki segala pengetahuan ini dan mengatakan halhal luhur mengenai Allah tidak dibenarkan mengatakan tentang Allah bahwa Ia menikahi seorang wanita yang darinya ia melahirkan seorang anak.11 Tanwir al-Miqbas Tafsir Ibn Abbas juga memahami “tiga” (ay. 171) dalam arti: “…anak, ayah, dan istri.”12 Tasfsir Al-Jalalayn juga menerangkan klausa pada ayat 171 di atas, demikian: “Jadi berimanlah kepada Allah dan para rasul-Nya dan jangan mengatakan bahwa allah [gods] adalah ‘Tiga’ Allah, Yesus, dan ibu-Nya.”13 Tafsir Ibn Kathir juga tidak berbeda dalam komentarnya mengenai klausa ayat 171: “(Jangan mengatakan ‘Tiga’!) jangan mengangkat Isa dan ibunya menjadi allah [gods] dengan Allah….(Sesunggunya kafirlah orang yang mengatakan ‘Allah adalah Tiga dari Tiga’…).”14 Jadi, Surat An-Nisa 4:171 menggambarkan doktrin ketuhanan Kristen sebagai “Tiga” atau “Tiga dari Tiga” dalam arti: Allah, Yesus, dan Maria. Kemudian, status keanakan Yesus digambarkan dalam arti biologis yaitu menurut penulis Qur’an, orang-orang Kristen percaya bahwa Allah berhubungan intim dengan Maria lalu lahirlah Yesus. b. Surat Al-Maida 5:17 Dalam QS. 5:17, terdapat lagi serangan terhadap Yesus yang digambarkan penulis Qur’an, demikian: Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Allah itu ialah Al-Masih putra Maryam”. They indeed have disbelieved who say: Lo! Allah is the Messiah, son of Mary (Pickthal). In blasphemy indeed are those that say that Allah is Christ, the son of Mary (Yusuf Ali). Surely, in disbelief are they who say that Allâh is the Messiah, son of Maryam (Mary) (Dr. Mohsin). Menurut Ibn Abbas, Al-Jalalayn, klausa di atas merupakan isi kepercayaan sebuah sekte Kristen dari aliran Yakobus.15 Meskipun mendapatkan namanya dari Yakobus, namun diyakini bahwa sekte ini lahir atas pelayanan salah seorang rasul bernama Thomas yang pergi ke India untuk memberitakan 10

E.M. Wherry, A Comprehensive Commentary on the Qur’an, Vol. 2 (London: n.p., 1886), 116-117. N.A. Newman (ed.), The Early Christian-Muslim Dialogue: A Collection of Documents from the First Three Islamic Centuries (AD 632 – 900) (Hatfield, PA.: Interdisciplinary Biblical Research Institute, 1993), 175. 12 Lih. https://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=2&tTafsirNo=73&tSoraNo=4&tAyahNo=171&tDisplay =yes&UserProfile=0&LanguageId=2, diakses tanggal 12 September 2018. 13 https://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=1&tTafsirNo=74&tSoraNo=4&tAyahNo=171&tDisplay= yes&UserProfile=0&LanguageId...


Similar Free PDFs