"Pseudo-Abrahamic Religions: Yahudi, Kristen, atau Islam?" Full Respons III to Menachem Ali PDF

Title "Pseudo-Abrahamic Religions: Yahudi, Kristen, atau Islam?" Full Respons III to Menachem Ali
Author D. Nggadas
Pages 16
File Size 857.5 KB
File Type PDF
Total Downloads 186
Total Views 578

Summary

1 “Pseudo-Abrahamic Religions: Yahudi, Kristen, atau Islam?” Full Respons III untuk Menachem Ali Deky Hidnas Yan Nggadas (Channel Youtube: Verbum Veritatis) Batam, 7 Desember 2021 Pengantar dan Disclaimer Ini adalah naskah full response II untuk Sesi Live dari Dondy Tan dan Menachem Ali, bertajuk: “...


Description

1

“Pseudo-Abrahamic Religions: Yahudi, Kristen, atau Islam?” Full Respons III untuk Menachem Ali Deky Hidnas Yan Nggadas (Channel Youtube: Verbum Veritatis) Batam, 7 Desember 2021

Pengantar dan Disclaimer Ini adalah naskah full response II untuk Sesi Live dari Dondy Tan dan Menachem Ali, bertajuk: “Pseudo-Abrahamic Religions: Yahudi, Kristen, atau Islam” (Channel Youtube Dondy Tan; 25/11/2021). Beberapa disclaimers sebelum membahas topik ini: a. Pembahasan ini bukan inisiatif melainkan responsif, penggunaan hak jawab, tanggapan apologetik dari seorang Kristen yang berkompeten, memiliki kualifikasi akademik, dan berhak meluruskan termasuk menggunakan standar yang sama untuk memberikan counterattack karena iman dan Kitab Suci saya dikomentari secara tidak berdasar oleh Dondy Tan dan Menachem Ali sebagai narasumbernya. Itu dilakukan secara publik, pada sebuah sesi Live, maka saya pun wajib memberikan respons secara publik, melalui sebuah sesi Live. b. Bagi Anda Muslims, yang kebetulan membuka video ini, atau mengikuti presentasi ini secara Live, lalu sadar diri berbatok kepala kosong, otak Anda sudah berlumut dan berkarat, atau tidak mampu bersikap rasional, bersumbu pendek dan suka meledak-ledak, silakan tutup video ini sekarang. Video ini hanya dikhususkan bagi mereka yang punya otak, mampu menggunakan otaknya, mampu berargumentasi, dan berpikiran terbuka untuk mendengar kontra-perspektif dari pihak lain. c. Menachem Ali, di dalam Sesi Live tersebut, mengklaim bahwa YHWH di dalam Kitab Suci saya adalah sosok yang sama dengan Allah SWT yang diajarkan dalam Islam (Qur’an dan hadis-hadis). Karena itu, sebagai seorang Kristen, saya wajib menguji klaim ini, tentu saja berdasarkan Qur’an dan hadis-hadis sahih, melalui sebuah kajian akademik yang berbasis sumber-sumber yang kredibel. Cara paling utama menguji Menachem Ali adalah dengan melakukan riset tentang Konsep Ketuhanan Islam, Tauhid, dan sosok Allah SWT menurut Qur’an dan hadis-hadis. Dengan demikian, kita dapat tiba pada kesimpulan tertentu mengenai klaim yang ditelorkan Menachem Ali. d. Dalam Program Deen Show, sebuah acara televisi di Kanada, pembawa acaranya yang sedang menyiarkan Islam, menyatakan bahwa Doktrin Tauhid adalah doktrin yang sangat sederhana sehingga bahkan dapat dimengerti oleh anak-anak kecil sekalipun. Akan dibuktikan bahwa klaim ini hanya propaganda gelembungan sabun belaka. Doktrin Tauhid tidak sederhana, bahkan sebaliknya sangat berbahaya. Para ulama Muslim masih berdebat hingga saat ini: Apakah Allah Mahahadir (Qs. 50:16; 2:249; 9:40; 20:46; 57:4; 58:7) atau duduk di atas arshy-nya (QS. 7:54; 10:3; 13:2; 20:5; 25:59; 32:4; 57:4; 69:17; 39:75; 40:7). Allah tidak punya multiplisitas atribut (tidak dapat dikenal)? Memilikinya, namun terbatas hanya pada atribut metafisik (pengetahuan, kemurahan, hidup, kuasa)? Termasuk juga atribut anatomis (1 betis, jari, dua tangan kanan, wajah)? e. Ketika saya membahas tentang Doktrin Tritunggal dalam kaitan dengan bidat-bidat Kristen, Muslims sering datang ke Channel saya dan berkomentar: “Urusasn Tuhan Kristen kok belum selesai.” Mereka berkomentar dengan asumsi (yang ignoran) bahwa Tauhid adalah doktrin konsensus dalam Islam. Saya menyebutnya ignoran, karena Muhammad ibn Khalifah al-

2 Tamimi, menyatakan: “The realm of Names and Attributes [of Allah] is regarded to be one of the most dangerous areas because of the fact that it has been subject of severe and complex differences.” Termasuk akan saya buktikan dalam presentasi ini bahwa sejarah Islamik adalah sejarah pertikaian mengenai Tauhid. f. Qur’an sendiri berisi serangan demi serangan bukan hanya terhadap Ketuhanan Yesus, melainkan juga terhadap Doktrin Tritunggal (QS. 4:171; 5:17, 72-75, 116), termasuk menyerang persis pada jantung Injil Kristus, kematian Yesus melalui penyaliban (QS. 4:157). 1 Karena data Qur’anik semacam ini dan karena Doktrin Tauhid, Kekristenan dalam ajaran Islam tidak lebih dari sebuah penyembahan berhala dan Politheisme. Seorang penulis Muslim, pengkhotbah, yang meraih gelar Ph.D., dari University of Wales, Abu Ameenah Bilal Philips, menyatakan: “Yet, according to Islamic Unitarian concept (Tawhid), Christianity is classified as Polytheism and Judaism is considered a subtle form of idolatry.”2 Jadi ini adalah sebuah serangan teologis dan tuduhan yang sangat serius terhadap Kekristenan dari Qur’an sendiri. Sambil mengingat poin-poin di atas, saya sengaja membahas isu ini dalam terang argumentasi apologetik John of Damascus. Lebih khusus dikabarkan bahwa John of Damascus meninggal pada tanggal 4 Desember 749 M.3 Jadi saya mendedikasikan presentasi ini untuk mengenang 13 Abad legasi Monumental dalam bidang apologetika Kristen-Islam yang berdampak sangat serius bagi Islam hingga saat ini seperti yang nanti akan saya perlihatkan. Dengan poin-poin di atas, sekarang saatnya kita memulai pembahasan tentang Tauhid dalam Islam, yang bagi saya, merupakan Achilles hell Islam, meskipun Muslims berpikir bahwa doktrin ini merupakan sisi terkuat dan paling membanggakan bagi mereka. 4 A. Doktrin Unitarianisme “Tauhid” Tauhid, bagi Muslims, adalah doktrin kardinal. John L. Esposito menyebutnya sebagai “the doctrine of the Transcendent One” yang tidak lain adalah “the essence of Muslim theology.”5 Seperti halnya Doktrin Tritunggal yang merupakan “the heartbeat of the Christian religion,”6 demikian pula “matiatau-hidupnya” Islam terletak di atas doktrin Tauhid. Lebih detail lagi, Abu Ameenah Bilal Philips, mengutip Ibn Abil-‘Ezz al-Hanafi, menyebutkan bahwa Doktrin Tauhid dapat dibagi menjadi tiga kategori spesifik, yaitu: a. Tawhid ar-Rububiyah, yaitu keesaan Allah, hanya ada satu Allah, tanpa partner dalam kedaulatan-Nya;

1

Belum lagi tentang pembumbuan-pembumbuan dan penyimpangan narasi-narasi di sekitar Yesus. Misalnya, Maria diklaim sebagai saudari Harun, Isa lahir di bawah pohon korma, dsb. 2 Abu Ameenah Bilal Philips, The Fundamentals of Tawheed (Riyadh, Saudi Arabia: International Islamic Publishing House, Inc., 2005), 11. 3 Daniel Sahas, “John of Damascus. Revisited,” Abr-Nahvain 23 (1984): 106, menyatakan, “there is no compelling reason to dispute this date.” 4 Dalam Mitologi Yunani, Achilles terkenal sangat jago dalam hal berperang. Ketika ia masih bayi, ibunya mencelupkan Achilles ke Sungai Styx yang memberinya kekuatan serta daya tahan untuk hidup. Sayangnya, karena ibunya harus menggenggam kakinya saat mencelupkan Achilles ke sungai itu, kaki Achilles merupakan titik kelemahan mematikannya. Di dalam mitologi itu, Achilles tewas terkena anak panah pada kakinya. Dari mitologi ini, kita mendapatkan idiom Achilles heel untuk bicara tentang titik kelemahan paling mematikan dari sesuatu atau seseorang. 5 John L. Esposito, The Oxford Dictionary of Islam (New York: Oxford University Press, 2003), 71. 6 Herman Bavinck, Reformed Dogmatics, Volume Two: God and Creation, trans. John Vriend (Epub Version; Grand Rapids, Michigan: Eerdmans,2004), loc., 197/516.

3 b. Tawhid al-asma was-Sifat, yaitu keesaan Nama dan Atribut-atribut Allah yang tidak terbandingkan (incomparable) dan unik (tidak boleh digunakan untuk menyebut atau menggambarkan makhluk ciptaan); dan c. Tawhid al-Ibadah, yaitu keesaan ibadah, hanya Allah saja yang layak untuk disembah. 7 Tiga kategori itu, sebagaimana yang ditandaskan Philips, tidak berasal langsung dari Muhammad maupun para sahabatnya, melainkan dideduksi berdasarkan implikasi dari totalitas ajaran Qur’an maupun Sunnah.8 Dalam karya kesarjanaannya yang sangat masif, Zulfiqar Ali Shah berkomentar mengenai Doktrin Tauhid, demikian: In Islam God stands alone: transcendent and majestic. The faith is marked by a strict and uncompromising ethical monotheism, signifying the absolute Oneness, Unity, Uniqueness and Transcendence of God, in its highest and purest sense, and which formally and unequivocally eliminates all notions of polytheism, pantheism, dualism, monolatry, henotheism, tritheism, trinitarianism, and indeed any postulation or conception of the participation of persons in the divinity of God.9 Selain memboyongnya ke arena publik sebagai doktrin paling membanggakan, Muslims berupaya menekankan sekuat mungkin keunikan dan supremasi Tauhid secara komparatif dengan Doktrin Ketuhanan agama-agama lain, terutama Kekristenan. Anda sudah bisa merasakan guratan itu dalam komentar Zulfiqar Ali Shah di atas. Namun mungkin yang paling jelas adalah yang dikemukakan Abdurezak A. Hashi dalam sebuah artikel jurnal (2013), sebagai berikut: …the Qur’anic perspective of monotheism is exclusively uncompromising as compared to other monotheistic traditions like Christianity; in the Qur’an Allah (s. w. t.) is confessed as being one, eternal, unbegotten, unequalled and beyond partnership of any kind. In this understanding of monotheism, God is characterized with absolute singularity; neither could there be division in substance nor humanization in attributes, and worship is due to Him only, no other gods, lesser or greater, are conceivable beside Him.10 Saya dapat menambahkan referensi-referensi yang lebih banyak di sini, namun kita sudah bisa membuat sejumlah kesimpulan mengenai Doktrin Tauhid yang diimani di kalangan Muslim Sunni yang mereka sebarluaskan ke seluruh dunia saat ini. Allah SWT sepenuhnya transenden; singular mutlak (tanpa aspek pluralitas sama sekali) atau soliter mulak; tanpa partner; segala sesuatu, selain Allah SWT, diciptakan; tidak dapat disamakan dengan ciptaan dalam pengertian apa pun (QS. 42:11); dan nama-nama serta sifat-sifat-Nya unik maka tidak boleh digunakan untuk makhluk ciptaan mana pun. Ringkasnya, sebuah Doktrin Monotheisme yang Unitarian – Unitarianisme Tauhid, kita bisa secara sah menyebutnya demikian. 7

Abu Ameenah Bilal Philips, The Fundamentals of Tawheed (Riyadh, Saudi Arabia: International Islamic Publishing House, Inc., 2005), 18. 8 Philips, The Fundamentals of Tawheed, 18. 9 Zulfiqar Ali Shah, Antrophomorphic Depiction of God: The Concept of God in Judaic, Christian and Islamic Traditions – Representing the Unrepresentable (Herndon, VA.: International Institute of Islamic Thought, 2012), 48. 10 Abdurezak A. Hashi, “Between Monotheism and Tawheed: A Comparative Analysis,” Revelation and Science, Vol. 3, No. 2 (2013): 24.

4

Sebagai kontrasnya, setiap upaya mengasosiasikan pihak lain dengan Allah dianggap sebagai dosa kardinal, yang disebut shirk. Sebuah kutipan penting yang menggambarkan hal ini, termasuk akan sangat berguna dalam pembahasan saya nanti, berasal dari Ludwig E. Adamec. Dalam entri mengenai “Idolatry,” Adamec menulis: “Shirk. Islam demands a strict monotheism; giving ‘partners to God’ is idolatry (shirk) and an unforgivable sin.”11 Jadi, Doktrin Tauhid menolak adanya pluralitas apa pun dalam diri Allah SWT ataupun yang diasosiasikan dengan Allah SWT. Melakukan demikian berarti melakukan dosa tak terampuni di dalam Islam. Dengan gambaran ringkas di atas, dan dengan segala hormat, ketika rumusan-rumusan Doktrin Tauhid di atas diuji berdasarkan literatur-literatur otentik dan otoritatif di dalam Islam, doktrin itu tidak terlihat seperti Monotheisme Unitarian, malah sebaliknya, sangat menyerupai sebuah Poltheisme paganistik. Saya menyebutnya: Politheisme paganistik yang menyamar sebagai Monotheisme Unitarian. Klaim ini akan saya buktikan dengan mengawalinya dari John of Damascus. B. John of Damascus: Apologet Kristen Pertama Melawan Islam Saya perlu mengawalinya dengan ulasan ringkas tentang kehidupan John of Damascus baru membahas tentang serangan-serangan apologetisnya terhadap Tauhid pada masanya. 1. Sejarah Ringkas Kehidupannya Nama aslinya adalah John Mansur, meski ia dikenal luas dengan sebutan John of Damascus. 12 Ayahnya, Sergius, adalah seorang pemungut pajak bagi Kalifah Ummayad di Damsyik, Abd-Al-Malik (685 – 705 M). Tanggal lahirnya sulit dipastikan, namun lahir dari keluarga pejabat pada masa itu, John of Damascus mendapatkan pendidikan terbaik pada jamannya. Ia menyenangi dan mendalami teologi dan sains. Ia bahkan diangkat sebagai penasihat untuk Kalifah pada masa itu. Setelah sebuah insiden ajaib, John of Damascus meminta ijin lalu diijinkan untuk meninggalkan posisinya guna menjadi seorang biarawan di Biara St. Sabbas dekat Yerusalem. 13 Pada masa itu Khalifah Al-Walid II (743-744 M) memerintahkan agar lidah Peter, Metropolitan of Damascus, dipotong karena berkhotbah menentang Muslims. John of Damascus juga adalah salah satu pengkhotbah demikian yang dijuluki oleh Theophanes sebagai “Chrysorrhoas” (yang berarti “golden-flowing). Ia sangat piawai dan menawan dalam berorasi termasuk juga menulis. Ia bukan hanya berorasi dan menulis melawan para penentang Ikonografi, melainkan dengan intonasi yang sama tajamnya, menulis melawan ajaran-ajaran sesat. Termasuk, John of Damascus meninggalkan bagi kita eksposisi doktrinal yang sangat berharga mengenai doktrin-doktrin inti Kekristenan yang cenderung disalahpahami dan diputarbalikkan oleh para bidat.14

11

Ludwig W. Adamec, The Historical Dictionary of Islam (Lanham, Maryland: Scarecrow Press, Inc., 2009), 145. Nama belakang “Mansur,” dalam Bahasa Arabik, berarti “victorious,” ia dapatkan dari nama kakeknya yang merupakan salah satu pejabat pemerintahan pada masa itu. 13 Pada masa itu, Leo the Isaurian melancarkan kampanye melawan Ikonografi yang sangat dekat di hati John of Damascus. Namun karena ia tinggal di wilayah kekuasaan Muslim, ia tidak dapat berbuat apa-apa. Tiba gilirannya, ada sebuah surat palsu yang ditulis atas nama John of Damascus berisi permohonan kepada Leo untuk dibebaskan dari pemerintahan Kalifah. Leo melaporkan isi surat itu kepada Kalifah dan sebagai konsekuensi, meski tidak bersalah, tangan kanan John of Damascus dipenggal. Semalaman John of Damascus berdoa di hadapan ikon Bunda Maria yang kemudian menampakan diri kepadanya dan menyembuhkan tangan buntungnya secara total. Keesokan harinya, Kalifah melihat tangan John of Damascus yang sudah sembuh total itu, menjadi takjub dan percaya bahwa John of Damascus tidak bersalah. 14 Tulisan-tulisan lengkap dari John of Damascus yang telah diterjemahkan dari Bahasa Yunani ke dalam Bahasa Inggris, dapat dibaca dalam: Hermigild Dressler (ed.), Saint John of Damascus Writings, trans. Frederic H. Chase, Jr. (The 12

5

Tulisan-tulisannya, dalam kaitan dengan Islam, tergolong sebagai sumber sejarah terawal yang darinya kita mengetahui tentang Islam dalam perjumpaannya dengan Kekristenan. Tulisantulisannya lebih tua dari biografi terawal Muhammad, Sirat Rasul Allah, dari Ibn Ishaq yang diedit oleh Ibn Hisham. Juga, tentu saja, jauh lebih awal dari koleksi-koleksi hadis otentik, seperti AlBukhari, Muslim, dll. 2. The Heresy of the Ishamelites Tulisan utamanya yang sangat penting untuk isu ini, berjudul: The Fount of Knowledge.15 Di dalam tulisan ini, John of Damascus membahas tentang 103 ajaran sesat atau bidat Kristen mulai dari abad kedua Masehi hinga masa hidupnya. Pada urutan ke-101, ia membahas tentang “The Ishmaelites,” (Islam) yang ia golongkan sebagai salah satu bidat Kristen.16 Mengenai Islam, John of Damascus menggambarkannya, demikain: “There is also the superstition of the Ishmaelites which to this day prevails and keeps people in error, being a forerunner of the Antichrist.”17 Karena karakterisasinya mengenai Islam sebagai “takhayul” dan “pelopor anti-Kristus,” maka sudah pasti ia tidak segan melabeli Muhammad sebagai “nabi palsu” (false prophet).18 John of Damascus menolak klaim Muhammad bahwa Qur’an diturunkan dari Allah SWT. Bagi John of Damascus, Qur’an tidak lebih dari produk hasil percakapan Muhammad dengan seorang biarawan Arian yang berakhir dengan “ridiculous compositions” (komposisi-komposisi absurd) dalam Qur’an. Ia juga mempertanyakan bukti kenabian Muhammad yang tidak dapat mereka berikan secara meyakinkan, termasuk klaim turunnya wahyu kepada Muhammad yang tanpa disaksikan oleh siapa pun. Dengan nada tajam dan menyudutkan, John of Damascus menyatakan, Although you may not marry a wife without witnesses, or buy, or acquire property; although you neither receive an ass nor possess a beast of burden unwitnessed; and although you do possess both wives and property and asses and so on through witnesses, yet it is only your faith and your scriptures that you hold unsubstantiated by witnesses. For he who handed this down to you has no warranty from any source, nor is there anyone known who testified about him before he came. On the contrary, he received it while he was asleep. 19 Menjawab tuduhan Muslims pada masanya bahwa Kekristenan menyembah berhala karena memvenerasi salib, John of Damascus menimpali: “How is it, then, that you rub yourselves against a stone in your Ka'ba and kiss and embrace it?”20 Selanjutnya, John of Damascus mulai meringkas klaim-klaim penting yang terdapat dalam Qur’an yang merupakan penyimpangan terhadap iman Kristen. Di antaranya,

Fathers of the Church – A New Translation, Volume 37; Washington, D.C.: The Catholic University of America Press, 1999). 15 Tulisan-tulisan John of Damascus juga berguna dalam bidang studi Kritik Tekstual Qur’an, lih. Peter Schadler, John of Damascus and Islam: Christian Heresiology and the Intellectual Background to Earliest Christian-Muslim Relations (Christian-Muslim Relation, Vol. 34; Leiden: Brill, 2018), 110-118. 16 Lih. Dressler (ed.), Saint John of Damascus Writings, 153-160. 17 Dressler (ed.), Saint John of Damascus Writings, 153. 18 Dressler (ed.), Saint John of Damascus Writings, 153. 19 Dressler (ed.), Saint John of Damascus Writings, 155. 20 Dressler (ed.), Saint John of Damascus Writings, 156.

6 He says that there is one God, creator of all things, who has neither been begotten nor has begotten. He says that the Christ is the Word of God and His Spirit, but a creature and a servant, and that He was begotten, without seed, of Mary the sister of Moses and Aaron.21 Dengan kutipan di atas, sekarang saatnya kita membahas tentang argumen John of Damascus yang persis membantah Doktrin Tauhid. 3. John of Damascus di antara “Para Asosiator” dan “Para Mutilator” Untuk melihat signifikansi argumen John of Damascus, ada beberapa langkah argumentatif yang harus dipahami terlebih dahulu. Pertama, posisi salaf dan kalaf (tradisionalis). Sejak masa Muhammad (Abad ketujuh) hingga awal abad ke-8, kaum tradisionalis percaya bahwa atribut-atribut anatomis (fisikal) Allah SWT harus dipahami secara literal (mis. betis, dua tangan kanan, wajah, jari-jari, mata, dll.). Mereka bahkan percaya, atas dasar pemahaman literalistik itu, berdasarkan QS. 75:22-23, bahwa “they will see God with their own eyes in his physical form on the Day of Judgment.”22 Hadis-hadis bahkan menggambarkan atribut-atribut anatomis Allah SWT memiliki kualitas-kualitas personal. The Prophet ( )‫ﷺ‬said, "Allah created His creation, and when He was done with it, the womb, got up and caught hold of the Merciful's loin (or loincloth?) Allah said, "What is the matter?' On that, it said, 'I seek refuge with you from those who sever the ties of Kith and kin.' On that Allah said, 'Will you be satisfied if I bestow My favors on him who keeps your ties, and withhold My favors from him who severs your ties?' On that it said, 'Yes, O my Lord!' Then Allah said, 'That is for you.' " Abu Huraira added: If you wish, you can recite: "Would you then if you were given the authority. do mischief in the land and sever your ties of kinship. (47. 22) ~ Al Bukhari Book 65, Hadith 4879 Dalam hadis di atas, rahim Allah SWT menggenggam ari-ari Allah SWT kemudian terjadi percakapan antara Allah SWT dan rahim-Nya.23 Dalam hadis lain, dikatakan bahwa pada hari penghakiman, orang-orang menjadi khawatir kemudian mereka mencari intersesor. Mereka pergi kepada Adam karena “'You are Adam, the father of mankind, and Allah created you with His Own Hands….” (Sahih Al-Bukhari 7516). Menurut

21

Dressler (ed.), Saint John of Damascus Writings, 153. Alexander Knysh, Islam in Historical Perspective (2nd ed.; New York and London: Routledge, 2017), 159. 23 Bukan hanya atribut-atribut fisikal Allah SWT yang memiliki kualitas personal, melainkan juga atribut-atribut metafisikalnya. Misalnya, It was narrated from Ibn Buraidah that his father told that the Messenger of Allah said: ‘The Quran will come on the Day of esurrection, like a pale m...


Similar Free PDFs