REVIEW BUKU REFERENSI KAJIAN SEMIOTIKA “PENGANTAR SEMIOTIKA : TANDA-TANDA DALAM KEBUDAYAAN KONTEMPORER ARTHUR ASA BERGER PDF

Title REVIEW BUKU REFERENSI KAJIAN SEMIOTIKA “PENGANTAR SEMIOTIKA : TANDA-TANDA DALAM KEBUDAYAAN KONTEMPORER ARTHUR ASA BERGER
Author Dwi Endah
Pages 25
File Size 1.5 MB
File Type PDF
Total Downloads 537
Total Views 1,002

Summary

REVIEW BUKU REFERENSI KAJIAN SEMIOTIKA “PENGANTAR SEMIOTIKA : TANDA-TANDA DALAM KEBUDAYAAN KONTEMPORER” DISUSUN OLEH : DWI ENDAH CISWIYATI ( 0204519013 ) TAHUN AJARAN 2019 / 2020 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI FAKULTAS PASCA SARJANA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG Review Buku Referensi Kajian Semiotika “...


Description

Accelerat ing t he world's research.

REVIEW BUKU REFERENSI KAJIAN SEMIOTIKA “PENGANTAR SEMIOTIKA : TANDA-TANDA DALAM KEBUDAYAAN KONTEMPORER ARTHUR AS... Dwi Endah

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Hermeneut ika dan Int erpret asi Sast ra Syifa Fauziah Anggraeni KajianBudaya_ MuhammadHasyim.pdf Muhammad Faizal Konst ruksi Realit as Kaum Perempuan Dalam Film 7 Hat i 7 Cint a 7 Wanit a (Analisis Semiot ika Film) [Sk… Black Zeppelin

REVIEW BUKU REFERENSI KAJIAN SEMIOTIKA “PENGANTAR SEMIOTIKA : TANDA-TANDA DALAM KEBUDAYAAN KONTEMPORER”

DISUSUN OLEH : DWI ENDAH CISWIYATI ( 0204519013 )

TAHUN AJARAN 2019 / 2020 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI FAKULTAS PASCA SARJANA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

Review Buku Referensi Kajian Semiotika “PENGANTAR SEMIOTIKA : TANDA-TANDA DALAM KEBUDAYAAN KONTEMPORER” Arthur Asa Berger

A.

IDENTITAS BUKU

Judul Buku

: Pengantar Semiotika: Tanda-Tanda dalam Kebudayaan Kontemporer

Penulis

: Arthur Asa Berger

Penerjemah

: M. Dwi Marianto (ISI Yogyakarta)

No. ISBN

: 978-979-1262-32-3

Penerbit

: Tiara Wacana

Tahun cetakan

: 2010

Jumlah Halaman

: 262 halaman

Edisi Terbit

: Cetakan ke-1

Kota Terbit

: Yogyakarta

1

B. PENDAHULUAN Buku “Pengantar Semiotika : Tanda-Tanda Dalam Kebudayaan Kontemporer” ditulis oleh Arthur Asa Berger ini merupakan buku pengantar untuk semiotika yang membantu pembaca memahami praktik semiotika dengan membantu pembaca untuk membatasi terminologi yang rumit dan menghindari wilayah-wilayah tertentu yang kontroversial. Pengantar yang disampaikan mengenai semiotika banyak membahas mengenai membaca dan menelaah fenomena kebudayaan kontemporer, sehingga dapat digunakan untuk sarana untuk membantu pembaca menjadi praktisi semiotik yang lebih sistematis. Dijelaskan dalam dalam buku ini dari kehidupan sehari-hari pembaca biasa mencari tahu makna-makna dari simbol dan status, membicarakan 'kesan-kesan', membaca buku atau majalah yang mengulas tentang 'bahasa tubuh'. Kegiatan-kegiatan membantu pembaca memahami semiotika sehinga memiliki dasar untuk menjadi praktisi semiotika, sekalipun kita mungkin tidak memahami hal-hal teknis di bidang semiotika. Pembaca mempraktikkan semiotika pada tataran yang mungkin masih dangkal, kurang sistematis, kurang disadari, dan belum terbimbing. Pembaca diajak untuk memahami semiotika yang merupakan ilmu tentang 'tanda-tanda', sehingga mengantarkan pembaca menuju dunia semiotika. Buku ini merupakan penjelasan personal, bahkan mungkin ideosinkresi, tentang semiotika dan teori semiologis, serta penerapan teori-teori ini pada media massa, budaya populer, seni, dan budaya pada umumnya. Buku ini diterjemahankan oleh M. Dwi Marianto dari ISI Yogyakarta dengan penyunting Muhammad Yahya. Buku terjemahan dari buku aslinya berjudul Sign in Contemporary Culture: An Introduction to Semiotics. Buku ini adalah cetakan ke 1 yang terdiri dari 23 bab. Halaman keseluruhan buku ini adalah 248 halaman berisi materi semiotika dengan 14 pengantar buku berupa pengantar redaksi, prakata, ucapan terimakasih dan daftar isi. Ukuran buku ini adalah 24 cm x 15,5 cm dengan sampul berwarna putih.

C. RINGKASAN ISI BUKU BAB I DEFINISI Dikemukakan oleh (Berger 2010:1) bahwa “Tanda adalah sesuatu yang berdiri pada sesuatu yang lain atau menambahkan dimensi yang berbeda pada sesuatu dengan memakai segala apapun yang yang dapat dipakai untuk mengartikan sesuatu hal yang lainnya”. Menurut

C.S. Pierce dalam (Berger 2010:1) menyebut “Tanda sebagai suatu pegangan seseoranng akibat keterkaitan dengan tanggapan atau kapasitasnya”. Tanda yang terpenting adalah kata-kata dalam tujuan komunikasi harus diingat tanda bermakna sesuatu, sehingga kata kata-kata tidak hanya berarti jenis dari tanda. cara, isyarat Bahasa dan apaun yang mempresetasikan tanda untuk memberikan informasi mengenai sesuatu masalah. Dicontohkan dalam (Berger 2010: 2) berupa penggunaan tanda pada pada bidang gulat profesonal, masalah yang diperbincangkan bukan hanya posisi gulat dari sisi olahraga namun dari sisi teknik suatu pementasan yang bersifat teaterikal yang dimanifestasikan dalam olahraga semu. “Dunia Gulat” oleh Roland Barthes membicarakan

mengenai pembusukan dan

kualitasb verikal banjir cahaya dalam dunia gulat. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa Gulat mengikutsertakan sifat pertunjukan yaitu pencahayaan yang besar seperti drama Yunani dan adu sapi yang kedua-duanya merupakan sebuah pertunjukan yang memunculkan emosi penonton tanpa ketenangan (Berger 2010: 2). Jadi pencahayaan dalam gulat sama juga dalam pementasan drama yang bersifat sangat penting dan memiliki efek yang mendalam pada respons emosi bila dilihat dari sudut pandang pementasan tersebut. Contoh lain Herbert Zelth dalam Sight, Sound, Motion mengatakan “Cahaya sebagaimana musik dapat menbangkitkan berbagai perasaan khusus yang besar pada diri kita.” Semiologi adalah studi sistematis mengenai suatu tanda-tanda (Berger 2010: 4). Secara harafiah semiologi adalah “kata-kata mengenai tanda-tanda”. Kata semi berasal dari bahasa latin semeion yang artinya tanda. Menurut buku Course in General Linguistik karanngan Ferdinand de Sausure dari Swiss dalam (Berger 2010) bahwa “Bahasa dalah suatu sistem tanda yang mengekspresikan ide-ide dan oleh karena itu dapat dibandingkan dengan sistem tulisan, huruf-huruf untuk orang bisu atau tuli, simbol-simbol keagamaan, aturan-aturan sopan santunm, tanda-tanda kemiliteran dsb” Dikemukakan juga menurut Umberto Eco dalam (Berger 2010: 4) bahwa “Semiotika berkaitan dengan segalah hal yang dapat dimaknai suatu tanda-tanda. Tanda adalah segala sesuatu yang dapat dilekati (dimaknai sebagai penggantian yanng signifikan untuk sesuatu yang lainnya)”.

BAB II BAGAIMANA TANDA-TANDA BEKERJA

3

Tanda adalah segala sesuatu yang digunakan untuk sesuatu yang lain, oleh karenanya membutuhkan pendekatan terhadap tanda-tanda yaitu : 1.

Pendekatan berdasarkan pandangan Saussure Mengatakan bahwa tanda-tanda disusun dari dua elemen, yaitu aspek citra tentang

bunyi dan sebuah konsep di mana citra-bunyi disandarkan. Saya menyebut kombinasi konsep dan citra bunyi sebagai tanda, namun dalam penggunaan dewasa ini, dalam istilah umum, hannya dinamakan citra-bunyi. Sebuah kata yang digunakan untuk contoh (arbor [pohon], dsb). Orang cenderung melupakan bahwa kata arbor dinamakaan tanda hanya karena kata tersebut mengandung konsep tentang pohon (Tree), akibatnya konsep tentang ide panca indera secar tak langsung menyatkaan bagian ide tentang keseluruhan (Berger 2010:13). Ambiguitas akan muncul bila ketiga makna yang tercakup di sini ditandai dengan tiga makna yang masing-masinng maknanya berlawanan satu sama lain. Saya bermaksu memastika bahwa kata “tanda” (signc) itu untuk menyusun keseluruhan dan untuk menggantikan konsep dan citra bunyi masing-masing dengan “petanda” (signific) dan “penanda” (signifian). Kedua istilah terakhir lebih menguntungkan untuk mengindikasikan oposisi keterpisahannya dari aspek yang lain dan dari aspek keseluruhan yang membangunnya (1966:67). Saussure menggunakan diagram-diagram berikut untuk menggambarkan gagasannya (1966:66-67)

Concept

“Three”

Sound - Image

Arbor

Arbor

Diagram berikut menggambarkan kesatuan tanda, penanda, dan petanda. Saussure mengakatakan bahwa contoh lain tanda-tanda itu seperti lembaran kertas. Kita tak dapat memisahkan penanda dan petanda dari tanda itu sendiri. Petanda dan penanda membentuk tanda. Satu sisi adalah petanda dan sisi lain petanda dan kertas itu sendiri adalah tanda (Berger 2010: 14) TANDA

2.

Penanda

petanda

Citra-bunyi

Konsep

Pendekatan menurut Charles Sanders Pierce (1839-1914)

Pierce mengatakan bahwa tanda berkaitan dengan dengan objek-objek yang menyerupainya, keberadaannya memiliki hubungan sebab akibat dengan tanda-tanda atau karena ikatan konvensional dengan tanda-tanda tersebut. Ia menggunakan istilah ikon untuk kesamaannya, indeks untuk hubungan sebab akibat, dan simbol untuk asosiasi konvensional Trikotomi Ikon/Indeks/Simbol Pierce. Tanda

Ikon

Indeks

Simbol

Ditandai dengan

Persamaan

Hub. Sebab-akibat

Konvensi

Gambar-gambar

Asap/api

Kata-kata

Patung-patung tokoh

Gejala/penyakit

Isyarat

(kesamaan) Contoh

besar

Proses

Foto Reagan

Bercak merah/ campak

Dapat dilihat

Dapat diperkirakan

Harus dipelajari

Tabel ini berasal dari pernyataan Pierce dalam (Berger 2010: 17) bahwa : Sebuah analisis tentang esensi tanda ... mengarah pada pembuktian bahwa setiap tanda ditentukan oleh objeknya. Pertama, dengan mengikuti sifat objeknya, ketika saya menyebut tanda sebuah ikon. Kedua, menjadi kenyataan dan keberadaannya berkaitan dengan objek individual, ketika saya menyebut tanda sebuah indeks. Ketiga, kurang lebih, perkiraan yang pasti bahwa hal itu diinterpretasikan sebagai objek denotatif sebagai akibat dari suatu kebiasaan (di mana istilah yang saya gunakan sebagai cakupan suatu sifat alami). Ketika saya menyebut tanda sebuah simbol.

Sherlock Holmes: Master Semiotik/Semiologi Sherlock Holmes memiliki salah satu daya tarik terbesar berupa kemampuannya menemukan arti dari sesuatu hal yang tampaknya tak ada, dia merupakan guru semiotika yang memahami tanda-tanda dan apa agar orang tahu bagaimana cara membaca tanda (Berger 2010: 21). Analisis Semiotik Holmes dari Topi dalam The Blue Carbuncle (Bisul Biru). Karakteristik-karakteristik

Balasan di balik penyimpulan

petanda manusia

penanda

Orang pandai

Kapasitas topi berbentuk kubik, “Seseorang dengan ukuran otak yang sedemikian

5

besar pastilah memiliki kecerdasan” Kemerosotan dalam nasib

Topi itu sudah tiga tahun, sangat berkualitas dengan baik sutera yang mempesona dan garis yang bagus. Namun orang itu belum sanggup membuat sesuatu yang baru.

Kemasan

Orang itu telah memiliki pengamanan topi yang diletakkan dengan susunan tertentu karena topi itu tak kembali pada pemiliknya.

Kemunduran moral

Karetakan elastis pada pengaman topi tidak dibetulkan.

Potongan rambut sekarang ini Pangkal rambut dipotong lebih bersih dengan gunting tukang cukur yang menempel pada pangkal lebih bawah dari lingkaran topi. Penggunan lem/krim perekat

Dirasakan polanya

Sedikit bepergian

Debu pada topi adalah debu rumahberwarna coklat dan bukannya debu sehingga bisa melekat lebih lama.

Isteri berhenti mencintainya

Topi tak disikat beberapa minggu

Tak terbiasa

Sangat banyak cairan cucuran keringat tidak begitu terlihat

Tak ada gas di rumah

Noda yang semakin bertambah dari lilin menunjukkan bahwa dia membaca dengan cahaya lilin dan bukan dengan lampu gas.

BAB III LAMBANG, SIMBOL, DAN TANDA Menurut perspektif Saussurean, simbol merupakan sejenis tanda yang mana memiliki hubungan antara petanda dan penanda seakan-akan bersifat arbriter (Berger 2010: 27). Seperti yang dikemukakan juga oleh (Berger 2010: 29) bahwa “Sebuah simbol, dai perspektif lita, adalh sesuatu yang memiliki sifnifikansi dan resonansi kebudayaan. Simbol tersebut memiliki kemampuan untuk mempengaruhi dan juga memiliki makna yang dalam”. Clifford Geertz dalam (Berger 2010: 28) mengemukakan bahwa simbol-simbol membantu kita tanggap terhadap sesuatu serta mempertajam tingkah laku dan prestasi

kebudayaan. Sebuah sinyal, sebagaimana istilah itu dipahamilah semacam tanda yang digunakan untuk membangkitkan respons tentang berbagai ha. yang penting adalah adanya pemahaman di antara semu yang terlibat dalam sinyal yang diberikan dapat mempengaruhi tindakan tertentu. Suatu sinyal adalah penanda yang berfungsi sebagai perangsang di mana peristiwa-peristiwa harus ditanggapi. Istana Tanda-tanda Buku Empire of Signs karya Roland Barthes adalah buku yang menganalisis semiologis tentang kebudayaan Jepang dan merefleksikan ketertarika Barthes pada Jepang. Bartes mengganggap setiap topik memperlihatkan sesuatu yang menarik tentang kebudayaan dan karakter bangsa Jepang (Berger 2010: 31)

BAB IV BENTUK TANDA-TANDA Berbagai tanda yang berbeda dan banyak kita temui dalam kehidupan sehari-hari 1.

Tanda-Tanda Periklanan. Dalam (Berger 2010: 35) Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary mendefinisikan

“reklame adalah papan bertullis atau penunjuk yang digunakan

untuk mengiklankan

perusahaan dan memepunyai unsur aspek komersial. Selain itu juga menggunakan unsur aspek keindahan yang digunakan untuk menbangkitkan kesan sehingga orang akan tertarik dan akan mengingatnya”. 2.

Objek dan Budaya Material. Artefak dan objek-objek memberikan banyak informasi, gejala yang menolong kita

untuk mengetahui apa yang dimiliki atau digunakannya. Benda-benda tersebut memberi kita perasaan atau pesan tertentu(Berger 2010: 36) 3.

Aktivitas dan Penampilan. Suatu yang kita kerjakan menandai sebuah keputusan yang besar, dalam film para

pemirsa film memahami keadaan – keadaan internal dari suatu karakter melalui tanda -tanda menyolok dalam film (Berger 2010: 37). Banyak tanda yang dapat dari bahsa tubuh, gerakgerik yang kita lakukan, kemudian kita mengamati keadaan itu sendiri. 4.

Suara dan Musik. Suara dan musik digunakan untuk membangkitkan respon emosional, berdasarkan

asosiasi-asosiasi yang ditimbulkan secara kultural. Emosi (petanda) dan suara (penanda)

7

mempunyai hubungan arbtrer. Beberapa suara sama dengan ikon pendengarnya sehingga mewakili apa yang disuarakannya dan disebut sound effect (Berger 2010: 39)

BAB V ASPEK-ASPEK VISUAL TANDA-TANDA Variasi-variasi aspel visual tanda sebagai bahan pertimbangan di berbagai analisis: 1.

Penggunaan Warna. Seperti yang dijelaskan (Berger 2010: 47) bahwa “Perbedaan warna (paling tidak di

dunia Barat) cebderung menimbulkan perbedaan emosi-emosi”. Dicontohkan dalam buku ini Warna merah, memberi kesan nafsu atau bahaya, panas dan emosi-emosi yang terkait. Warna biru menimbulkan suasana dingin, tenang dan halus. Warna violet berhubungan dengan kekayaan dan kerajaan. Namun demikian, tidak ada hubungan alamiah antara warna dan persaan yang digambarkan oleh warna itu. Misalnya di Barat kita menggunakan warna hitam bila kita berduka cita, tetapi di luar kebudayaan Barat adalah tanda keletihan. 2.

Ukuran. Ukuran menjelaskan mengenai dimensi-dimensi yang diberikan serta pada unsur-unsur

keterkaitan antara tanda dan sistem tanda (Berger 2010: 48). Variasi bentuk tanda terdiri dari bermacam-macam dari yang terkecil hingga ukuran paling besar (supergrafik). pada supergrafik perbedaan skala menjadi hal yang penting. Dalam bentuk ini, kata-kata dapat dibentuk hingga memiliki nilai seni. Perubahan skala ukuran lebih menekankan nilai keindahan daripada fungsinya sebagai sarana komunikasi. 3.

Ruang Lingkup. Seperti dijelaskan (Berger 2010: 49) bahwa “Hubungan di antara unsur-unsur dalam

periklanan. Misal tanda-tanda iklan kosmetik dalam majalah terkenal memiliki bentuk yang sederhana dan memiliki banyak ruang kososng. Ruang kososng itu sendiri merupakan tanda tentanng keanggunan kualitas dan selera tinggi”. 4.

Kontras. Perbedaan antara elemen-elemen dalam sebuah tanda yang ada dalam istilah-istilah

seperti warna, ukuran, ketajaman, dan tekstur (Berger 2010: 50). Kontras digunakan untuk “ketelitian” persepsi dan karenana menimbulkan “tampilan”. Kesemerawutan adalah lawan dari kontras. 5.

Bentuk.

Bentuk memainkan peranan penting dalam memunculkan arti dalam iklan. Misal, garis besar pada jantung pada hari Valentine, harus diasosiasikan dengan cinta. Warna merah pada jantung mengartikan “cinta” yang banyak dijumpai dalam stiker, iklan, dsb. Dalam hal ini arti bentuk dari jantung pada Hari Valentine adalah Simbol dan bukan ikon. Sebuah gambar jantung tidak tampak seperti Hari Valentine. Dalam hal lain arti pokok dari ikonitas adalah bentuk. 6.

Detail Suatu tanda dari sejumlah yang bermanfaat atau tepatnya merupakan sebuah simbol

.disebut detail (Berger 2010: 51). Detail menyarankan kesepakatan ihwal ketidak sempurnan atau kecepatan.

BAB VI PERMASALAHAN TANDA-TANDA Hubungan antara penanda dan petanda bersifat arbitrer dan merupakan bentuk permasalahan. Masalah-masalah yang dihadapi dalam menggunakan tanda : 1.

Pengacauan. Dijelaskan (Berger 2010: 57) bahwa “Tekanan pada tanda-tanda yang bersaing

mencegah suatu tanda memilliki pengaruh yang penuh”. Misal, jalan raya di kota-kota yang dipadati reklame untuk restoran, toko, motel dsb. Persaingan untuk mencari perhatian mengarah pada situasi pengacauan akibat kelebihan muatan informasi. Kita tak dapat menyerap informasi sebagaimana mestinya, dan bahakan pesan-pesan yang akan disampaikan menjadi tak jelas. 2.

Kerancuan Kode. Perbedaan antara kode pembuat tanda-tanda dan kode dari pemakai tanda, maka di situ

akan ada sedikit komunikasi. Orang berbicara dengan bahasa yang berbeda. Keterputusan komunikasi juga akan terasa ketika orang berbicara meskipun denga bahasa yang sama sebagai akibat adanya perbedaan pendidikan, level kelas dan latar belakang budaya. sebuah kata yang disampaikan dapat berbeda pengertiannya bila diterima atau dipahami oleh orang yang kelasnya berbeda. 3.

Perubahan Arti. Seperti dijelaskan (Berger 2010: 58) bahwa “Perubahan arti terjadi bila tanda-tanda

dianggap tidak sesuai lagi oleh orang-orang yang menggunakannya dalam cara yang berbeda”. Permasalahan tanda yang dihadapi orang adalah bahwa tanda-tanda dapat sesuai dengan

9

maksudnya, namun tanda tak akan sesuai lagi bila terjadi ketumpang tindihan dan tanda-tanda itu akan kehilangan kemampuannya untuk menyampaikan informasi secara memadai. 4.

Abiguitas dalam tanda-tanda. Tanda-tanda seringkali bersifat ambigu, hal ini terjadi karena kondisi-kondisi di man

satu tanda memiliki banyak penanda. Kedaan di mana sejumlah tanda-tanda yang berlainan dapat diungkapka dengan satu tanda (Berger 2010: 59)

BAB VII DENOTASI DAN KONOTASI Makna denotasi dan konotasi dalam semiologi memegang peranan penting jika dibandingkan dengan peranannya dalam ilmu llinguistik. Makna denotasi bersifat langsung, yaitu makna khusus yang terdapat dala sebuah tanda, dan pada intinya dapat disebut sebagai gambaran sebuah petanda. Sedangkan makna konotatif akan sedikit berbeda dan akan dihubungkan dengan dengan kebudayaan yang tersirat dalam pembungkusnya-tentang makna yang terkandung di dalamnya Dalam (Berger 2010: 66) secara teknis, Barthes menyebutkan bahwa “mitos merupakan urutan kedua dala sistem semiologis di mana tanda-tanda dalam urutan pertama sistem itu menjadi penanda dalam sistem kedua. Dengan kata lain tanda dalam sistem linguistik menjadi penanda dalam sebuah sisten mitos. Kesatuan antara penanda dan petanda

disebut

“penandaan”. Untuk lebih ricinya : Bahasa

Mitos

Penanda (Signifier)

Bentuk (form)

Petanda (signified)

Konsep (concept)

Tanda (sign)

Penandaan (signification)

BAB VIII TANDA-TANDA IMAJINER Tanda-tanda imajiner merupakan tanda yang tidak berada dalam dunia nyata namun berupa bayangan yang dibayangkan. M...


Similar Free PDFs