Ringkasan Materi Pengakuan Pendapatan PDF

Title Ringkasan Materi Pengakuan Pendapatan
Pages 15
File Size 118.5 KB
File Type PDF
Total Downloads 18
Total Views 95

Summary

Tugas Ringkasan Materi Kelompok 5 Kelas 4 A1 (Pagi) AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH 2 (Pengakuan Pendapatan) Disusun oleh:  Rika Ramadhani : 216. 02. 0021  Nani Septiyanti : 216. 02. 0023  Ayu Mandira : 216. 02. 0024 PROGRAM STUDI AKUNTANSI SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI MUSI RAWAS KOTA LUBUKLINGGAU 201...


Description

Tugas Ringkasan Materi Kelompok 5 Kelas 4 A1 (Pagi) AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH 2

(Pengakuan Pendapatan)

Disusun oleh:

  

Rika Ramadhani Nani Septiyanti Ayu Mandira

: 216. 02. 0021 : 216. 02. 0023 : 216. 02. 0024

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI MUSI RAWAS KOTA LUBUKLINGGAU 2018

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyusun tugas ringkasan materi yang berjudul “Pengakuan Pendapatan”. Tugas ini disusun untuk memenuhi syarat salah satu tugas Akuntansi Keuangan Menengah 2. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Yuli Nurhayati SE., Ak., M.Si selaku dosen pembimbing. 2. Rekan- rekan yang selalu mendukung dan membantu ikut serta dalam pembuatan makalah ini. Kiranya tugas ini bisa memenuhi kebutuhan dosen dan mahasiswa sebagai bahan ajar mata kuliah Akuntansi Keuangan Menengah 2. Meski begitu, kami sadar bahwa ringkasan ini perlu untuk terus dilakukan perbaikan dan penyempurnaan dikarenakan masih dalam tahap belajar. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun dari pembaca akan diterima dengan senang hati. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih atas perhatiannya. Semoga ringkasan materi ini bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya bagi pembaca.

Lubuklinggau, April 2018

Tim Penulis

PENGAKUAN PENDAPATAN (REVENUE RECOGNITION) A. Definisi Pendapatan Pengakuan pendapatan menjadi sangat penting dan krusial dalam mengukur performa entitas. Dewan Standard Akuntansi Keuangan (DSAK) telah membuat sebuah Pernyataan pendapatan yang

Standard tertuang

Akuntansi

dalam PSAK

Keuangan 23, PSAK

(PSAK) 23

ini

tentang membahas

mengenai pendapatan yang diadopsi dari International Accounting Standard 18 (IAS 18). Menurut PSAK 23, pendapatan adalah arus kas masuk bruto dari manfaat ekonomik yang timbul dari aktivitas ormal entitas selama suatu periode, jika arus masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Dengan pengertian diatas, maka perusahaan tidak boleh mencatat Pajak yang dipotong dari pihak lain sebagai pendapatan walaupun pajak merupakan kas masuk ke perusahaan. Disisi lain perusahaan yang bergerak sebagai agen (bukan orang yang sebenarnya) dari sebuah transaksi tidak boleh mengakui kas yang masuk sebagai pendapatannya, namun hanya mengakui komisi sebagai pendapatannya. Misalkan seorang manajer investasi mengelola dana investor sebesar Rp 100 Juta dan mendapat return 10%, yaitu Rp 10 Juta rupiah. Sesuai kontrak perusahaan investasi hanya menerima 20% dari return sebagai fee (komisi) maka perusahaan membagi dua return 10% tadi. (1) 8 juta dianggap sebagai hutang kepada investor (2) 2 juta dianggap sebagai pendapatan komisi dari perusahaan investasi. Kesalahan terjadi bila perusahaan mencatat Rp 10 juta sebagai pendapatan bagi perusahaan. B. Prinsip Pengakuan Pendapatan Permasalahan utama dalam akuntansi untuk pendapatan adalah menentukan saat pengakuan pendapatan. Pada prinsip pengakuan pendapatan (revenue recognation principle),

umumnya

pendapatan

diakui

pada

saat:

1.

Pendapatan dianggap direalisasikan apabila barang dan jasa, barang dagangan, atau

harta lain ditukar dengan kas atau klaim atas kas; Pendapatan dianggap dapat direalisasikan apabila aktiva yang diterima dalam pertukaran segera dapat konversi (siap ditukar) menjadi kas atau klaim atas kas dengan jumlah yang diketahui; 2.

Pendapatan dianggap dihasilkan (earned) apabila entitas bersangkutan pada

hakikatnya telah menyelesaikan apa yang seharusnya dilakukan untuk mendapat hak atas manfaat yang dimiliki oleh pendapatan itu, yakni apabila proses menghasilkan laba telah selesai atau sebenarnya telah selesai.

C. Sumber-sumber Pendapatan Secara umum, perusahaan dapat memperoleh pendapatan (arus kas masuk) melalui 3 cara, yaitu; 1.

Penjualan barang (termasuk barang dagangan dan aset spesifik) Penjualan barang hanya dapat diakui apabila seluruh kriteria berikut terpenuhi, yaitu:

1.

Entitas sudah mentransfer seluruh resiko atas barang kepada pembeli

2.

Entitas tidak lagi melanjutkan pengelolaan normal apabila barang tersebut masih dimiliki oleh entitas. Dengan kata lain entitas tidak lagi memiliki pengendalian efektif atas barang tersebut

3.

Jumlah pendapatan dapat diukur secara andal atau dapat dipertanggungjawabkan

4.

Kemungkinan besar manfaat ekonomik dari transaksi tersebut akan mengalir ke entitas

5.

Biaya-biaya yang terjadi terkait transaksi tersebut dapat diukur dengan andal atau dapat dipertanggungjawabkan Hal – hal diatas adalah syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah transaksi agar dapat diakui sebagai pendapatan dari hasil penjualan barang. Itu adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk sebuah transaksi agar dapat diakui sebagai pendapatan. Dengan demikian, maka transaksi-transaksi dibawah ini tidak boleh diakui sebagai pendapatan;

Special Case 1: Penjualan Dengan Tenggat Refund/Tukar PT MSI menjual barang 100 unit sepatu dengan harga 1 sepatu Rp 100 ribu, maka kas masuk ke PT MSI adalah Rp 10 juta. Namun di kontrak tertulis bahwa barang dapat direfund atau ditukar dengan barang baru seandainya tidak pas ukurannya atau rusak dengan tenggat waktu selama 1 bulan. Bagaimana pencatatannya? Dikarenakan adanya tenggat waktu tersebut, maka pendapatan tersebut baru dapat diakui ketika sudah lewat dari waktu satu bulan. Hal ini dikarenakan adanya kontrak yang disebutkan di penjelasan sebelumnya. Pada saat pembeli melakukan ‘pembelian’ dan ada kas masuk, maka perusahaan mencatat sebagai berikut Kas Rp 10.000.000 Utang Usaha Rp 10.000.000 Mengapa pencatatannya dibuat demikian? Mengapa timbul hutang kepada pembeli? Kenyataannya adalah demikian, karena berdasarkan kontrak bisa saja pembeli merefund 100% barang tersebut, atau selama tenggat waktu bisa saja barang tersebut rusak dan perusahaan wajib menggantinya. Hal ini lumrah terutama dalam transaksi pembelian gadget dan laptop. “Garansi toko 3 hari ya pak, bu bila ada apa-apa bisa dibawa kembali kesini” adalah pernyataan yang biasa keluar dari sang penjual toko. Atau bila kita membeli baju dan celana, bila ukurannya tidak pas bisa dikembalikan dan ditukar ke toko tersebut. Bila model yang kita pilih habis, maka biasanya kita memilih baju dengan model lain. Bila model lain tersebut harganya lebih murah, kita tidak boleh meminta refund namun bila model lain lebih mahal kita harus menambah biaya selisihnya. Pada praktek bisnis hampir tidak ada toko yang mau merefund pembelian gadget atau baju, namun secara akuntansi harus dicatat seperti itu. Contoh diatas adalah praktek di usaha ritel dan kemungkinan akan berbeda pada dunia bisnis korporasi yang transaksinya berdasarkan kontrak tertentu.

Ada dua faktor kenapa transaksi diatas tidak dapat diakui sebagai pendapatan; 1.

Resiko belum pindah ke entitas pembeli (masih bisa direfund atau tukar)

2.

Biaya yang terkait transaksi belum pasti (bila pembeli minta tukar ke barang lain, maka harga pokok penjualan akan berubah. Sehingga harga pokok penjualan belum pasti pada transaksi semacam ini) Ketika satu bulan selanjutnya ternyata tidak ada komplain dari konsumen, barulah PT MSI mencatat pendapatan dengan jurnal Utang Usaha Rp 10.000.000 Pendapatan RP 10.000.000 COGS Rp 8.000.000 (misal) Persediaan Rp 8.000.000 Jurnal ini untuk mencatat bahwa kontrak sudah terminate (expire) dan perusahaan tidak lagi memiliki kewajiban untuk mengembalikan uang ke konsumen. Special Case 2: Penjualan barang Pre Order atau Down Payment Contohnya jika perusahaan seringkali menerima pesanan dalam bentuk ijonan, terutama di sektor peternakan dan perkebunan. Sewaktu jagung masih belum matang, seorang tengkulak datang ke petani dan membeli semua jagung dengan harga tertentu yang sudah ditentukan. Segera sang tengkulak membayar petani atas harga tersebut, bisa 100% lunas atau downpayment. Pada saat ini, petani tidak boleh mencatat uang tersebut sebagai pendapatan, namun sebagai hutang usaha. Sama seperti transaksi penjualan yang boleh direfund diatas. Contoh lainnya pada PT MSI, seorang costumer datang ke PT MSI dan ingin membeli 1.000 unit sepatu bola dengan harga Rp 200.000 per unit, maka pembeli membayar di tempat sebesar Rp 200.000.000. padahal sepatu masih dalam proses produksi atau

bahkan belum diproduksi sama sekali. Pencatatannya sama seperti diatas, dimana perusahaan mencatat; Kas Rp 200.000.000 Utang Usaha Rp 200.000.000 Selanjutnya perusahaan melanjutkan produksi sepatu bola tersebut. Apabila setelah sepatu bola berhasil diproduksi dan dikirim kepada pembeli, lalu berdasarkan kontrak memiliki tenggat refund/tukar bila barang rusak atau cacat maka pencatatan masih belum berubah. Pencatatan baru akan diakui sebagai pendapatan ketika tenggat waktu refund/tukar terlampaui.

2.

Penjualan jasa Bagaimana pengakuan atas pengerjaan jasa? Bukannya pengerjaan jasa jenisnya abstrak dan tidak bisa diukur secara kasat mata. Berbeda dengan penjualan barang yang bisa diukur dengan jelas, jika dalam perusahaan dagang maka kita dapat tahu apakah barang sudah dibeli dan dikirim ke penjual, apakah kita masih memiliki kewajiban terkait barang dengan konsumen, atau bahkan barang belum dibeli dan belum juga dikirim ke konsumen. Sementara pada jasa, bila pengerjaannya memakan waktu melebihi satu periode (bulan atau tahun) bagaimana mengakui pendapatannya? Apakah harus diakui setelah satu pekerjaan selesai atau harus diakui setelah pekerjaan selesai semua? PSAK 23 mensyaratkan pengakuan pendapatan jasa dengan cara sebagai berikut: Jika hasil transaksi yang terkait dengan penjualan jasa dapat diestimasi secara andal (dapat dipertanggungjawabkan), maka pendapatan yang berhubungan dengan transaksi tersebut diakui dengan mengacu pada tingkat penyelesaian dari transaksi pada akhir periode pelaporan. Hasil transaksi dapat diestimasi secara andal (dapat dipertanggungjawabkan) jika seluruh kondisi berikut terpenuhi:



Jumlah pendapatan dapat diukur secara andal (dapat dipertanggungjawabkan)



Kemungkinan besar manfaat ekonomik sehubungan dengan transaksi tersebut akan mengalir ke entitas



Tingkat penyelesaian dari suatu transaksi pada akhir periode pelaporan dapat diukur secara andal



Biaya yang timbul untuk transaksi dan biaya untuk menyelesaikan transaksi tersebut dapat diukur secara andal (dapat dipertanggungjawabkan)

Jadi, dapat disimpulkan bahwa cara pengakuan penjualan jasa adalah menggunakan penghitungan tingkat penyelesaian pekerjaan. Pada perusahaan konstruksi, hal ini lazim dilakukan dan untuk kontrak konstruksi akan dibahas dalam PSAK sendiri yaitu PSAK 34 kontrak konstruksi. Pada kali ini, akan dibahas mengenai penjualan jasa secara umum saja. Biasanya dalam kontrak sudah menyebutkan nilai kontraknya dan perusahaan sudah memiliki estimasi mengenai berapa biaya yang akan keluar terkait pekerjaan tersebut. Sehingga ketika perusahaan ikut tender, atau ketika perusahaan ditawarkan proyek tertentu perusahaan sudah memiliki estimasi berapa besarnya profit yang akan didapat. Bagaimana cara mengukur tingkat penyelesaian? Ada 3 indikator yang dapat dipakai untuk mengukur tingkat penyelesesaian yaitu; 1.

Survei langsung terhadap pekerjaan dan melihat secara fisik sudah sampai tahap mana pekerjaan dilakukan

2.

Jasa yang sudah dilakukan hingga tanggal tertentu

3.

Proporsi biaya yang timbul hingga tanggal tertentu dibagi total biaya transaksi yang bersangkutan Jumlah penerimaan atas kontrak tidak bisa dijadikan patokan persentase penyelesaian karena kurang menggambarkan keadaan sebenarnya. Disisi lain, karena penerimaan bisa saja sangat tergantung dari klausul kontrak. Bisa 100% diawal dan lunas, bisa 100%

diakhir masa kontrak, bisa juga 50% awal dan 50% akhir, atau dibagi selama masa kontrak. Dari ketiga indikator ini, bila indikator pertama bisa digunakan maka indikator survei langsung berdasarkan fisik pekerjaan yang harus dipakai. Bila indikator pertama ini tidak dapat dijalankan, maka baru bisa beralih ke indikator kedua (jasa yang sudah diberikan) dan ketiga (biaya terkait pekerjaan). Mengapa demikian? Karena pada praktiknya ada beberapa pekerjaan yang tidak signifikan, signifikan, atau menjadi inti dari pekerjaan tersebut dan dapat dilakukan segera di awal kontrak. Sebagai contoh, PT MSI menerima pekerjaan untuk mendesain sepatu militer dari pemerintah. Pekerjaan tersebut mencakup: 1.

Mencari bahan terbaik untuk sepatu tersebut

2.

Mencari bentuk terbaik dari sepatu agar sesuai dengan kebutuhan militer

3.

Mencari motif terbaik agar sepatu tidak mencolok Nilai kontrak adalah sebesar Rp 1 Miliar dan dikerjakan selama 3 bulan, yaitu November 2015, Desember 2015, dan Januari 2017 . Pemerintah membayar sebesar 30% dari nilai kontrak di awal penugasan dan 70% bila pekerjaan sudah selesai. Maka, PT MSI menjurnal sebagai berikut Kas Rp 300.000.000 Utang Usaha Rp 300.000.000 Kondisi 1: pekerjaan selesai di bulan pertama masih dibawah 30% (tingkat penyelesaian masih dibawah DP). Saat bulan november, pekerjaan ternyata baru selesai 25% saja. Maka perusahaan menjurnal sebagai berikut: Utang usaha Rp 250.000.000 Pendapatan usaha Rp 250.000.000

Dengan demikian, maka perusahaan masih memiliki saldo hutang usaha sebesar Rp 50.000.000 yang berasal dari selisih DP 30% sementara yang selesai baru 25% saja. Pendapatan hanya diakui sesuai dengan tingkat penyelesaian. Kondisi 2: pekerjaan selesai sudah diatas DP atau pembayaran yang sudah diterima. Saat bulan Desember, perusahaan sudah menyelesaikan 50% dari pekerjaan maka perusahaan menjurnal sebagai berikut Utang usaha Rp 50.000.000 Piutang usaha Rp 200.000.000 Pendapatan usaha Rp 250.000.000 Dengan jurnal diatas, maka perusahaan sudah merubah posisi dari yang tadinya ‘berhutang’ (karena DP lebih tinggi dari pekerjaan yang sudah selesai) menjadi memiliki piutang (karena pekerjaan sudah selesai melebihi DP). Dengan demikian, maka pendapatan di November adalah Rp 250 juta dan Desember juga Rp 250 juta (angka yang ada disini kebetulan bernilai sama). Besaran ini sesuai dengan pekerjaan yang selesai, yaitu 25% di November dan 25% di Desember. Sepanjang tahun 2016, maka pendapatan jasa PT MSI adalah Rp 500 juta, sesuai dengan pekerjaan yang selesai sampai Desember yaitu sebesar 50% dari nilai kontrak Rp 1 miliar. Pada tahun ini perusahaan sudah tidak memiliki hutang usaha yang berasal dari saldo lagi, namun memiliki piutang usaha ke pemerintah sebesar Rp 200 juta yang berasal dari pekerjaan yang selesai 50% namun DP baru 30% saja. Piutang sebesar 20% dari nilai kontrak Rp 1 miliar karena sebenarnya perusahaan sudah berhak menerima pembayaran tersebut. Lalu pada januari 2017, pekerjaan sudah selesai 100% PT MSI menjurnal sebagai berikut Piutang usaha Rp 500.000.000 Pendapatan jasa Rp 500.000.000

Besaran ini sesuai dengan penyelesaian pekerjaan dari sebelumnya di akhir tahun (Desember) yang baru selesai 50% dan sekarang sudah selesai 50% lagi. Sehingga perusahaan berhak atas pembayaran 50% sisanya. Dengan jurnal ini, maka akan terlihat bahwa piutang usaha perusahaan adalah Rp 700 juta (Rp 200 Juta berasal dari saldo tahun lalu, selisih DP dengan pekerjaan selesai, dan Rp 500 juta berasal dari tahun ini). Jumlah ini sama dengan kontrak dimana 30% dibayar di awal sebagai DP dan 70% dibayar setelah pekerjaan selesai. Saat pemerintah membayar sisa kontrak sebesar Rp 700 juta, maka perusahaan menjurnal Kas Rp 700.000.000 Piutang usaha Rp 700.000.000 Dengan pembayaran ini maka perusahaan sudah tidak memiliki piutang usaha terhadap pemerintah lagi dan kontrak dinyatakan selesai. 3.

Bunga dan royalti (passive income) Pendapatan yang timbul dari penggunaan aktiva perusahaan oleh pihak-pihak lain yang menghasilkan bunga, royalty, dan dividen harus diakui atas dasar :

1.

Bunga harus diakui atas dasar proporsi waktu yang memperhitungkan hasil efektif

aktiva tersebut; 2.

Royalty harus diakui atas dasar akrual sesuai dengan substansi perjanjian yang

relevan; dan 3.

Dalam metode biaya (cost method), dividen tunai diakui bila hak pemegang saham

untuk

menerima

Pengakuan

atas

dasar

pembayaran tersebut

ditetapkan.

dilakukan

bila

:

(1) besar kemungkinan manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan diperoleh (2)

perusahaan; jumlah

pendapatan

dapat

dan diukur

secara

andal.

Namun bila ketidakpastian timbul tentang kolektibilitas sebesar jumlah yang telah masuk dalam pendapatan, jumlah yang tidak dapat ditagih, atau jumlah pemulihannya atau pengembaliannya tidak lagi besar kemungkinan, diakui sebgai beban, dari pada penyesuaian jumlah

pendapatan

yang

diakui

semula.

Semua pernyataan di atas mengurai sifat konseptual dari pendapatan dan merupakan dasar akuntansi untuk transaksi pendapatan.

Dalam praktik-praktik pengakuan pendapatan,

adakalanya pendapatan diakui pada saat lain dalam proses menghasilkan laba, yang sebagian besar diakibatkan oleh (1) keinginan untuk mengakui lebih awal (recognize earlier) jika terdapat tingkat kepastian yang tinggi mengenai jumlah pendapatan yang dihasilkan dan (2) keinginan untuk menangguhkan pengakuan pendapatan jika tingkat ketidakpastian mengenai jumlah pendapatan atau biaya cukup tinggi, atau jiak penjulan bukan merupakan penyelesaian yang substansial dari proses menghasilkan laba. Terdapat 2 praktek yang umum dilakukan oleh perusahaan dalam membagi dividen yaitu (1) besaran dividen minimal dari laba bersih ditentukan dalam AD/ART perusahaan, misalkan minimal 25% dari laba bersih akan dibagikan sebagai dividen tunai, atau (2) besaran dividen seluruhnya ditentukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Walaupun ada klausul persentase minimal deviden, namun besaran deviden tetap ditentukan oleh RUPS. Skenario 1: dalam AD/ART ada ketentuan tentang besaran deviden. PT MSI memiliki kepemilikan di PT Modern Fashion Universal (PT MFU, atau PT anak) sebesar 75%. Tahun 2016 PT MFU mengumumkan laba bersih sebesar Rp 100.000.000.000 (100 miliar), sesuai AD/ART perusahaan, perusahaan harus membagi minimal 25% dari laba bersih dalam bentuk dividen tunai. Maka PT MSI (perusahaan induk) mencatat pada 31 desember 2016 pendapatan dari PT MFU sebesar Rp 18,75 Miliar ( total dividen tunai adalah Rp 25 Miliar dan PT MSI hanya berhak 75% atas besaran tersebut) dengan jurnal Piutang deviden Rp 18.750.000.000 Pendapatan Investasi Anak Rp 18.750.000.000 Dengan demikian, maka pada tanggal 31 Desember 2016 dan selama tahun 2016 akan terlihat bahwa PT MSI mendapat penghasilan dari PT MFU sebesar Rp 18,75 miliar dan menambah penghasilan pada periode tersebut.

Skenario 2; ada klausul minimal dividen di AD/ART namun ternyata dividen dibayarkan lebih besar karena RUPS. Pada tahun 2016, PT MFU sudah mengumumkan minimal deviden dibayarkan sebesar Rp 25 miliar. Namun sesuai tata kelola korporasi, besaran deviden tetap ditentukan secara final melalui RUPS. Pada RUPS, pemegang saham meminta PT MFU untuk membayar 40% dari laba bersih, sehingga besaran dividen untuk seluruh pemegang saham dulunya adalah Rp 25 miliar (25% dari 100 miliar) kini menjadi Rp 40 Miliar (40% dari 100 miliar). RUPS untuk tahun 2016, biasanya dilakukan pada awal tahun 2017, maka kenaikan deviden ini baru akan diketahui oleh PT MFI pada 2017. Tadinya PT MFI berhak sebesar Rp 18,75 Miliar ...


Similar Free PDFs