SPEKTROSKOPI MASSA PDF

Title SPEKTROSKOPI MASSA
Author Suyatno Sutoyo
Pages 20
File Size 689.3 KB
File Type PDF
Total Downloads 892
Total Views 1,008

Summary

SPEKTROSKOPI MASSA Oleh: Prof. Dr. Suyatno, M.Si. Jurusan Kimia Universitas Negeri Surabaya PENDAHULUAN Spektroskopi massa merupakan salah satu metode yang diperlukan dalam penentuan struktur molekul senyawa organik. Dalam bagian ini akan dibahas terutama tentang prinsip dasar spekroskopi massa, pro...


Description

SPEKTROSKOPI M ASSA Oleh: Prof. Dr. Suyatno, M .Si. Jurusan Kimia Universitas Negeri Surabaya

PENDAHULUA N

Spektroskopi massa merupakan salah satu metode yang diperlukan dalam penentuan struktur molekul senyawa organik. Dalam bagian ini akan dibahas terutama tentang prinsip dasar spekroskopi massa, proses fragmentasi senyawa organik, menganalisis spektrum massa beberapa contoh senyawa organik, serta beberapa contoh model pengionan dalam spektrum massa. Setelah mempelajari materi spektroskopi massa, mahasiswa diharapkan mampu: 1. menjelaskan prinsip dasar terbentuknya spektrum massa suatu senyawa organik. 2. menjelaskan kegunaan spektrum massa dalam penentuan struktur senyawa organik. 3. mengidentifikasi ion molekul dalam spektrum massa. 4. menjelaskan aturan elektron genap untuk menentukan muatan hasil fragmentasi suatu senyawa organik. 5. meramalkan proses fragmentasi yang terjadi pada suatu senyawa organik berdasarkan spektrum massanya. 6. menggunakan data spektrum massa untuk membedakan dua atau lebih senyawa organik. 7. menjelaskan jenis-jenis model ionisasi dalam spektroskopi massa.

1

M A TERI POKOK

A. Prinsip Dasar Spektroskopi Massa

Mulai tahun 1960, spektrometri massa telah digunakan secara luas dalam kimia organik. Sejak saat itu metode tersebut semakin meningkat penggunaanya karena dua hal yakni (1). Telah ditemukannya alat yang dapat menguapkan hampir semua senyawa organik dan menguapkan ionnya. (2). Fragmen ion yang dihasilkan dari ion molekul berkaitan dengan struktur molekul suatu senyawa. Disamping itu ditemukannya GC-MS yang merupakan kombinasi

antara

spektrometer

kromatografi

massa

untuk

gas

untuk

menganalisis

pemisahan

campuran

masing-masing

dan

komponen,

menyebabkan penggunaan spektrometer massa meningkat dengan pesat dalam analisis kimia. Dalam proses identifikasi suatu molekul senyawa organik, spektroskopi massa digunakan untuk menentukan massa molekul relatif suatu senyawa (Mr) dan meramalkan struktur molekul berdasarkan pola fragmentasinya. Dalam instrumen spektrometer massa, sampel akan mengalami penguapan dalam vakum, selanjutnya menuju ruang pengionan. Berkas elektron berenergi tinggi ( 70 eV atau 1610 kkal/ mol) ditembakkan pada sampel sehingga terbentuklah ion molekul atau ion induk. Beberapa ion molekul mengalami pemecahan (fragmentasi) menjadi ion anak yang lebih kecil dan pecahan netral. Lempeng pemercepat dengan potensial positif 2000 volt digunakan untuk mempercepat gerakan ion positif menuju daerah medan magnet. Selanjutnya ion-ion positif dibelokkan oleh medan magnet dengan posisi yang berbeda tergantung harga massa per muatannya (m/ z). Masing-masing berkas ion menuju lempeng pengumpul, menimbulkan sinyal yang diperkuat dan direkam sebagai fungsi perbandingan massa per muatan. Besarnya masing-masing puncak merupakan ukuran jumlah relatif ion dalam masing-masing komponen berkas ion. Secara singkat diagram instrumen spektrometer massa dapat dilihat dalam Gambar 5.1. Spektrum massa menggambarkan hubungan antara harga m/ z masing-

2

masing fragmen ion dengan kelimpahan relatifnya. Mengingat bahwa muatan esensial setiap fragmen yang mencapai lempeng kolektor adalah +1 maka harga m/ z juga menyatakan massa molekul dari masing-masing fragmen.

Gambar 5.1. Skema spektrometer massa

B. Mengidentifikasi Ion M olekul

Ion molekul merupakan radikal kation yang dihasilkan apabila suatu molekul (netral) melepaskan sebuah elektron setelah ditumbuk oleh berkas elektron energi tinggi. Dalam senyawa aromatik, elektron yang mudah dilepaskan adalah elektron yang berada pada orbital yang kedudukannya paling tinggi. Dalam senyawa yang mengandung atom oksigen, nitrogen, dan halogen, elektron dalam orbital non-ikatan paling

mudah dilepaskan.

Sementara itu elektron pada orbital  dalam ikatan rangkap dua dan rangkap 3, mudah dilepaskan.

Gambar 5.2. Spektrum massa n-pentana

3

Dalam alkana, ionisasi pada ikatan  C-C lebih mudah dilepaskan dibanding ikatan  C-H. Ion molekul yang tidak pecah menimbulkan puncak pada spektrum massa dengan nilai m/ z yang sesuai dengan massa molekul relatifnya. Dalam spektrum massa, puncak ion molekul tersebut umumnya terlihat pada bagian yang paling kanan. Misalnya dalam spektrum massa npentana (Gambar 5.2) tampak puncak ion molekul pada m/ z = 72. Sebuah puncak kecil, yang disebut M+1, biasanya muncul pada satu satuan massa lebih tinggi dari ion molekul. Puncak tersebut disebabkan oleh isotop C-13 yang kelimpahannya sebesar 1,1% di alam. Oleh karena itu suatu senyawa hidrokarbon sederhana dengan ” n” atom karbon akan memiliki puncak M+1 yang intensitasnya n x 0,011 dari M. Peluang ditemukannya dua atom C-13 dalam suatu molekul sangat kecil sehingga puncak M+2 biasanya tidak penting. Berbeda dengan senyawa yang mengandung atom klor (Cl) atau brom (Br).

Atom klor memiliki dua isotop Cl-35 dan Cl-37 dengan

perbandingan 3 : 1, sementara perbandingan isotop Br-79 terhadap Br-81 sebesar 1 : 1. Karena kelimpahan isotop dari kedua unsur tersebut cukup tinggi maka intensitas puncak isotopnya yakni M+2 dalam spektrum massa tidak dapat diabaikan. Pada Gambar 5.3. tampak bahwa metana memiliki ion molekul (M) = 16 dan M+1 sebagai akibat isotop C-13 = 17 dengan intesitas puncak yang rendah. Sementara itu bromoetana memiliki ion molekul (M) = 108 dan M+2 karena pengaruh isotop Br-81 = 110 dengan intensitas yang sama.

Gambar 5.3. Ion molekul metana dan bromoetana

Seringkali kita kesulitan mengidentifikasi ion molekul disebabkan oleh:

4

1. Ion molekul tidak terlihat atau lemah. Hal ini disebabkan ion molekul pecah sama sekali sebelum dapat dideteksi. Kasus tersebut dapat diatasi dengan membuat spektrum yang kepekaannya tinggi atau dengan memperbesar jumlah cuplikan atau dengan menurunkan voltase pengionan elektron. Jika ion molekul masih belum tampak maka diperlukan sumber informasi lain, misalnya dari pola fragmentasi khas suatu golongan senyawa organik. Sebagai contoh, alkohol biasanya memberikan ion molekul lemah, tetapi puncak sebagai akibat kehilangan molekul air (M-18) seringkali tampak lebih jelas. Pada spektrum massa senyawa 2-heksanol berikut puncak ion molekul (m/ z 102) tidak tampak, tetapi puncak ion fragmen pada m/ z 87 (M-H 2O) membantu dalam penentuan puncak ion molekul.

Gambar 5.4. Spektrum massa 2-heksanol

2. Ion molekul tampak tetapi merupakan satu dari beberapa puncak lainnya. Dalam kasus ini perlu dipertanyakan kemurnian sampel. Jika sampel sudah dianggap murni maka masalah tersebut dapat diatasi dengan menurunkan potensial alat sehingga diharapkan intensitas ion molekul lebih tinggi dibandingkan puncak ion lainnya, termasuk ion fragmen dari pengotor. Pemilihan puncak dilakukan dengan memperhatikan aturan nitrogen. Aturan tersebut menyatakan bahwa senyawa yang mengandung unsur C, H, O memiliki massa molekul relatif genap. Sementara itu senyawa yang mengandung unsur C, H, O, N akan memiliki massa molekul relatif genap jika jumlah atom nitrogennya genap dan jika jumlah atom nitrogennya ganjil maka massa molekul relatifnya ganjil. Sebagai contoh anilin

5

(C6H 5NH2) memiliki ion molekul dengan harga m/ z ganjil (93) karena jumlah atom nitrogennya ganjil (1). Spektrometer massa dengan daya pisah tinggi (High resolution mass spectrometry ) dapat memisahkan perbedaan massa sekecil satu bagian dalam

106. Sebagai contoh, dengan mengambil massa H = 1,0078; C = 12,000; N = 14,0031; O = 15,9949 maka karbonmonoksida, gas nitrogen, etena yang massa molekul relatifnya hampir sama (28) akan terdeteksi pada harga m/ z yang berbeda yaitu masing-masing 27,9949; 28,0062 dan 28,0312.

C. A turan Elektron Genap (Stephenson-A udier)

Untuk menentukan muatan pada masing-masing fragmen dalam proses fragmentasi digunakan aturan Stephenson-Audier atau aturan elektron genap. Secara singkat aturan tersebut dinyatakan dengan gambar berikut:

+ AB

+

+

B

+

B +

A

+

B

A

+

B

A A

+

( Ganj il)

. +

AB

+

( Genap)

A

+

A

+

B

+

B

+

Gambar 5.5. Proses fragmentasi spesies ganjil dan genap dalam spektrometer massa

Spesies dengan elektron ganjil (ion radikal) dapat pecah menjadi ion radikal lain dan molekul netral atau menjadi ion lain dan radikal. Sementara itu spesies dengan elektron genap biasanya tidak akan pecah menjadi dua spesies yang mengandung elektron ganjil yaitu radikal dan ion radikal, karena energi total campurannya sangat tinggi. Oleh karena itu spesies tersebut cenderung pecah menjadi ion lain dan molekul netral.

6

D. Proses Fragmentasi Suatu Senyawa Organik

Proses fragmentasi yang terjadi pada golongan senyawa organik dapat dinyatakan sebagai berikut: 1. Pada senyawa golongan alkana berantai lurus, radikal alkil terputus pada salah satu ujungnya, dilanjutkan berturut-turut pemutusan radikal metilen (CH2) yang ditandai dengan selisih 14 antar dua puncak ion fragmennya. Oleh karena itu alkana tak bercabang memiliki puncak karakteristik dengan seri m/ z : 29, 43, 57, 71, 85, 99, …. Sementara itu pemutusan pada alkana bercabang

terjadi

pada

tempat

percabangan

dan

mengarah

pada

pembentukan karbokation yang lebih stabil. Stabilitas karbokation 3o  2o  1o  metil. + CH3

3HC

H2 C

C

CH3

+ CH3

3HC

+ CH3-CH2

C

CH3

CH3

2. Pada senyawa berikatan rangkap dua (olefin) cenderung terjadi pemutusan pada posisi alilik membentuk kation alilik yang terstabilkan oleh resonansi. Sementara itu olefin siklis dengan cincin enam menunjukkan pemutusan tipe reaksi retro Diels-Alder. + 2HC

C H

H2 C

R

+ 2HC

C H

R

+ 2HC

CH2

C H

CH2

+ R

+

R

+ + + R'

R'

3. Pemutusan alkohol terjadi pada ikatan: C-O, C-C  (pemutusan ), dan pelepasan molekul H2O melalui dehidrasi termal (eliminasi 1,2) serta pemboman elektron (eliminasi 1,3 atau 1,4). 4. Pemutusan eter terjadi pada ikatan: C-O dan C-C  (pemutusan ). 5. Pemutusan keton terjadi pada ikatan C-C yang berdekatan dengan gugus karbonil serta penataan ulang Mc.Lafferty jika memiliki atom H  6. Pemutusan amina terjadi pada ikatan C-C  (pemutusan ).

7

7. Senyawa yang memiliki atom hidrogen- terhadap gugus karbonil, amina, amida, nitril, sulfida, dan alkohol dapat mengalami penataan ulang Mc. Lafferty. H

+

O

R'

+



R'

+

 R

H OH

CH2

CH2

R



8. Pemutusan alkil halida (R-X) umumnya terjadi pada ikatan C-X, pemutusan

 membentuk ion holonium, serta pemutusan gugus alkil terjauh membentuk ion halonium siklik. Disamping itu juga dapat dihasilkan asam halida (HX) melalui eliminasi 1,2. 9 Fragmentasi pada senyawa nitro umumnya menghasilkan puncak ion fragmen M-NO 2. 10. Pemutusan pada senyawa aromatik tersubstitusi memberikan fragmen berupa kation benzil atau kation tropilinium (m/ z = 91). Selanjutnya fragmen tersebut melepaskan asetilen (C2H2) menghasilkan ion fragmen dengan m/ z = 65. H2 C

R

CH2

+

CH2

+

+

+

Beberapa contoh pemutusan pada senyawa aromatik lainnya dapat dinyatakan sebagai berikut: +

H

+

H

H

- C2H2 H

H

H

H

H

m/z = 51

m/z = 77 +

+

CH2

H

H

- C2H2 H

m/z = 91 OH

+

H

H

+

H

H

+ H

H

-CO

H

-H H

m/z = 94

H

m/z = 65

H

H

m/z = 66

H

m/z = 65

8

11.

Pemutusan pada senyawa hidrokarbon alisiklik diawali pada ikatan C-C dalam cincin, dilanjutkan pelepasan etena (C2H 4). H

H

H

H

H

H H

H H

+

CH2

+

CH2

H H

12.

-C2H4

H

Pemutusan epoksida (eter siklik) dapat diawali pada ikatan C-O, dilanjutkan lepasnya radikal CH 2O. O

+ H2C

O

-CH2O

+

H2C CH2

Contoh fragmentasi beberapa senyawa organik dapat dinyatakan sebagai berikut: 1. Spektrum massa n-pentana (C5H 12) Gambar berikut merupakan spektrum massa dari n-pentana. Ion molekul senyawa tersebut muncul pada m/ z = 72, sesuai dengan massa molekul relatifnya.

Gambar 5.6. Spektrum massa n-pentana

Puncak m/ z = 57 (M-15) dihasilkan dari ion molekul yang kehilangan gugus metil (CH3), puncak m/ z = 43 (M-29) dihasilkan oleh ion molekul yang

9

kehilangan gugus etil. Proses fragmentasi n-pentana dapat dinyatakan sebagai berikut:

Gambar 5.7. Fragmentasi senyawa n-pentana

2. Spektrum massa 2-metil butana (C5H 12) Senyawa 2-metil butana merupakan isomer dari n-pentana. Kedua senyawa tersebut tentunya memiliki ion molekul yang sama yang muncul pada m/ z = 72. Namun demikian jika kita amati dengan seksama, pola fragmentasi yang ditunjukkan dalam spektrum massa kedua senyawa tersebut agak berbeda. Pada n-pentana, puncak pada m/ z = 57 hanya memiliki kelimpahan relatif 4,32%, sementara itu pada 2-metil butana ion fragmen tersebut memiliki kelimpahan relatif mendekati 70%.

Gambar 5.8. Spektrum massa 2-metil butana

Tingginya

kelimpahan

relatif

puncak

terbentuknya karbokation sekunder

10

tersebut

diakibatkan

oleh

dari hasil pelepasan gugus metil.

Sementara

itu

pada

n-pentana,

puncak

tersebut

disebabkan

oleh

karbokation primer.

3. Spektrum massa s-butil-isopropil eter (C7H 16O) Spektrum massa s-butil-isopropil eter menunjukkan ion molekul pada m/ z = 116.

Gambar 5.9. Spektrum massa s-butil-isopropil eter

Puncak m/ z = 57 (M-59) dan m/ z = 43 (M-73) masing-masing diakibatkan oleh pemutusan ikatan C-O bagian kiri dan bagian kanan. Sementara itu pemutusan  menghasilkan puncak m/ z = 101 yang diakibatkan oleh kehilangan gugus metil. Pemutusan  pada bagian gugus s-butil menyebabkan kehilangan gugus etil (M-29) sehingga menghasilkan puncak m/ z = 87.

Fragmentasi senyawa tersebut dapat digambarkan sebagai

berikut:

Gambar 5.10. Fragmentasi senyawa s-butil-isopropil eter

11

4. Spektrum massa 2-heksanol (C6H 13O) Senyawa 2-heksanol menunjukkan ion molekul pada m/ z = 102. Rendahnya kelimpahan relatif puncak tersebut menunjukkan bahwa ion molekulnya tidak stabil sehingga mudah mengalami fragmentasi.

Gambar 5.11. Spektrum massa 2-heksanol

Puncak m/ z = 45 (M-57), 57 (M-45), dan 87 (M-15) diakibatkan oleh pemutusan . Kehilangan molekul air menghasilkan puncak pada m/ z = 84 (M-18). Hilangnya gugus metil dari ion fragmen m/ z = 84, menghasilkan puncak pada m/ z = 69. Fragmentasi senyawa tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 5.12. Fragmentasi senyawa 2-heksanol

5. Spektrum massa 2-pentanon (C5H 10O) Gambar berikut merupakan spektrum massa dari senyawa 2-pentanon. Ion molekul senyawa tersebut muncul pada m/ z = 86.

12

Gambar 5.13. Spektrum massa 2-pentanon

Puncak m/ z = 43 (M-43) dan 71 (M-15) diakibatkan oleh pemutusan ikatan C-C di sebelah gugus karbonil. Sementara itu penataan ulang Mc Lafferty menghasilkan ion fragmen pada m/ z = 58. Fragmentasi senyawa tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 5.14. Fragmentasi senyawa 2-pentanon

E. Model-M odel Ionisasi dalam Spektroskopi Massa

Disamping model penembakan elektron (Electron Impact = EI), telah dikenal beberapa model ionisasi lain dalam spektroskopi massa, antara lain penembakan atom cepat (Fast Atomic Bombardment =FAB), ion sekunder (Secondary Ion = SI), dan ionisasi kimia (Chemical Ionization = CI).

13

1. Spektrometri Massa Penembakan Atom Cepat (Fast Atomic Bombardment M ass Spectrometry = FABM S)

FAB merupakan suatu teknik yang ideal untuk memperoleh data spektrum massa dari molekul yang polar, berbobot molekul tinggi, dan tidak mudah menguap (non-volatil). Energi desorpsi dalam FAB berasal dari berkas atom gas xenon, argon, atau gas lain yang memiliki energi antara 6-10 keV. Prinsip dasar FABMS adalah berkas atom netral yang cepat diarahkan pada pelat logam yang dilapisi suatu sampel. Energi kinetik yang tinggi dari berkas atom dipindahkan ke molekul sampel. Energi tersebut akan dihamburkan dengan berbagai cara, beberapa di antaranya menyebabkan ionisasi sampel membentuk ion sekunder. Berkas ion sekunder yang dihasilkan akan terdeteksi oleh detektor dan ditampilkan dalam spektrum massa (Gambar 5.15). Pada umumnya yang digunakan sebagai atom penembak adalah gas mulia, misalnya xenon atau argon. Agar memiliki energi kinetik yang tinggi, atom gas diionisasi dahulu, kemudian dilewatkan dalam medan listrik. Setelah proses

percepatan,

ion

yang

bergerak

cepat

melewati

tabung

yang

mengandung atom-atom gas, tumbukan antara ion dan atom mengarah pada pertukaran muatan.

Gambar 5.15. Prinsip dasar FABMS

Keberhasilan dalam FAB juga dicapai dengan melarutkan sampel dalam matriks yang berupa pelarut yang kental (viscous) dan polar, serta memiliki titik didih yang rendah, seperti gliserol dan m-nitro benzilalkohol (m-NBA). Pelarut tersebut tampaknya berperan penting untuk mempercepat ionisasi sampel. Upaya tersebut juga dilakukan dengan penambahan garam-garam dalam

14

matriks, misalnya NaCl, KCl, dan AgNO 3. Oleh karena itu dalam tampilan spektrumnya akan tampak puncak-puncak yang merupakan gabungan (adduct) antara ion molekul dengan Na+, K+, Ag +, gliserol, dan H+. Puncak ion molekul jarang teramati, kecuali sebagai gabungan dengan ion H + (M+H +). Sebagai contoh senyawa flavonoid kaemferol (Mr = 286) yang ditemukan dalam ekstrak etil asetat daun tumbuhan paku Chingia sakayensis memiliki titik leleh yang tinggi yakni 271-273 o C. Karena zat tersebut kurang volatil maka akan sulit ditentukan spektrum massanya menggunakan model penembakan elektron (EIMS). Hal tersebut dapat diatasi menggunakan model penembakan atom cepat (FABMS) dan diperoleh spektrum massa pada Gambar 5. 16. Pada spektrum tersebut puncak m/ z 287 menunjukkan ion molekul kaemferol yang terprotonasi (M+H +). Sementara itu puncak pada m/ z 176, 154, dan 136 merupakan puncak dari matriks yakni m-NBA + Na+, m-NBA + H +, dan m-NBA –OH. 3' 4'

OH


Similar Free PDFs