Title | Analisis Matriks -slide |
---|---|
Author | Intan Alamsyah |
Course | Analisis Matriks |
Institution | Institut Teknologi Bandung |
Pages | 46 |
File Size | 293.8 KB |
File Type | |
Total Downloads | 136 |
Total Views | 987 |
Analisis MatriksIntan MuchtadiFebruary 3, 2014Motivasi Teorema Spektral memberikan kaitan an- tara matriks Hermit dengan diagonalisasi oleh matriks uniter yang menghasilkan ma- triks diagonal real. Secara umum, matriks seperti apa yang terkait diagonalisasi oleh matriks uniter? Pengaitan i → ti memb...
Analisis Matriks Intan Muchtadi February 3, 2014
Motivasi
• Teorema Spektral memberikan kaitan antara matriks Hermit dengan diagonalisasi oleh matriks uniter yang menghasilkan matriks diagonal real.
• Secara umum, matriks seperti apa yang terkait diagonalisasi oleh matriks uniter?
1
1. Matriks Normal 1.1. Matriks Permutasi Definisi 1 Misalkan P matriks berukuran n×n. Kita katakan P matriks permutasi jika setiap baris dan kolom P memuat tepat satu komponen tak nol dan komponen tak nol tersebut adalah 1. • Matriks identitas merupakan matriks permutasi. • Semua baris (kolom) setiap matriks permutasi adalah baris-baris (kolom-kolom) matriks identitas. Misalkan P matriks permutasi berukuran n × n. Untuk i = 1, 2, · · · , n, misalkan komponen 1 baris ke-i matriks P terletak di posisi (kolom) ti. Ini berarti baris tersebut adalah baris ke-ti matriks identitas. Dengan kata lain, baris ke-i matriks P adalah etti . 2
• Pengaitan i → ti memberikan pemetaan σ : {1, 2, · · · , n} → {1, 2, · · · , n}, σ (i) = ti. Pemetaan ini satu-satu dan pada, jadi σ adalah permutasi pada {1, 2, · · · , n}. • Dari setiap permutasi σ pada {1, 2, · · · , n} terdapat secara tunggal matriks permutasi P = [pij ], dimana pij = δjσ(i), dimana δ menyatakan delta Kronecker.
• Untuk selanjutnya matriks permutasi yang berkaitan dengan permutasi σ ditulis Pσ . Ini berarti komponen 1 baris ke-i matriks Pσ berada pada kolom ke-σ(i), i = 1, 2, · · · , n. • Mengalikan matriks Pσ disebelah kiri matriks A ∈ Cn×m berarti melakukan permutasi σ terhadap baris-baris A. 3
• Mengalikan matriks Pσ disebelah kanan matriks B ∈ Cm×n berarti melakukan permutasi σ −1 terhadap kolom-kolom B. Misalkan σ dan τ dua permutasi pada {1, 2, · · · , n}. Maka Pσ Pτ = Pτ ◦σ . Lema 2 Untuk setiap permutasi σ berlaku
Ptσ = Pσ −1 . Akibat 3 Untuk setiap permutasi σ berlaku
Ptσ = Pσ −1, dengan kata lain, setiap matriks permutasi adalah matriks ortogonal (uniter). Akibat 4 Jika A ∈ Cn×n, maka Pσ APtσ diperoleh dari A dengan melakukan permutasi σ sekaligus kepada baris-baris dan kolom-kolom A.
• Permutasi πk apada {1, 2, · · · , k} dengan πk (i) = i + 1, i = 1, 2, · · · , k − 1, dan πk (k) = 1, merupakan cycle dengan panjang k.
• Karena setiap permutasi adalah komposisi sejumlah permutasi cycle yang saling lepas, maka setiap matriks permutasi serupa dengan matriks diag(S1, S2, · · · , Sl ), dimana S1, S2, · · · , Sl adalah matriks-matriks siklus.
• Dengan demikian nilai-nilai dan vektor-vektor eigen matriks permutasi dapat diperoleh melalui nilai-nilai dan vektor-vektor eigen matriks siklus.
4
Contoh Matriks permutasi Pτ dimana τ = ! 1 2 3 4 5 6 7 serupa dengan matriks 2 6 5 7 3 1 4 diag(S1, S2, S3), dengan
# " 0 1 0 0 1 . S1 = 0 0 1 , dan S2 = S3 = 1 0 1 0 0
Matriks permutasi siklus
C = Pπn = [en e1 e2 · · · en−1] membangun kelas matriks sirkulan, yaitu matriks yang merupakan kombinasi linier dari {I, C, C2, · · · , Cn−1}. Matriks C dinamakan juga matriks sirkulan fundamental. Lema 5 Polinom karakteristik C adalah c(t) = tn − 1. 5
Teorema 6 Untuk i = 0, 1, · · · , n−1, ω i adalah nilai eigen C (ω = e2πi/n ) dengan vektor eigen 1 i ω 2i . ω berupa kelipatan wi = ... (n−1)i ω • Akibatnya, C = Fdiag(1, ω, ω 2, · · · , ω n−1)F−1, dimana F = [w0 w1 · · · wn−1]. Perhatikan bahwa F∗F = nIn. • C adalah matriks dengan nilai-nilai eigen tak semuanya real yang dapat didiagonalkan oleh matriks uniter.
• Setiap matriks permutasi adalah matriks dengan nilai-nilai eigen tak harus semuanya real yang dapat didiagonalkan oleh matriksmatriks uniter. 6
1.2. Matriks Normal • A ∈ Cn×n adalah matriks Hermit jika dan hanya jika A berbentuk UDU∗, dengan U suatu matriks uniter dan D suatu matriks diagonal real.
• Kelas matriks mana yang memiliki nilai karakteristik tak mesti real yang dapat didiagonalkan oleh matriks uniter? (Contoh : matriks permutasi) • Perhatikan bahwa jika A ∈ Cn×n dapat didiagonalkan oleh matriks uniter, maka AA∗ = A∗A.
7
Definisi 7 Misalkan A ∈ Cn×n. Kita katakan A matriks normal jika AA∗ = A∗A. Contoh : matriks Hermit, matriks permutasi dan matriks uniter merupakan matriks normal. Teorema 8 Misalkan A ∈ Cn×n. Maka A dapat didiagonalkan oleh matriks uniter jika dan hanya jika A matriks normal. Secara struktur teorema di atas memberikan dekomposisi ruang vektor Cn atas subruangsubruang yang saling ortogonal : Cn = E1 ⊕ E2 ⊕ · · · Es, dimana Ei adalah ruang eigen A untuk nilai eigen λi, i = 1, 2, · · · , s, yang memenuhi Ei ⊥ P j6=i Ej . 8
1.3. Matriks Definit Tak Negatif
Misalkan A ∈ Cm×n, maka AA∗ adalah matriks Hermit. Lebih lanjut, setiap nilai eigen AA∗ tidak negatif. Definisi 9 Matriks Hermit A ∈ Cn×n adalah matriks definit tak negatif (definit positif) jika semua nilai eigen A tidak negatif (positif ). Lema 10 Misalkan A matriks definit tak negatif. Maka
1. A definit positif jika dan hanya jika A tak singular. 2. Jika A definit positif, maka A−1 juga definit positif. 9
Teorema 11 Misalkan A ∈ Cn×n matriks Hermit. Maka 1. A definit tak negatif jika dan hanya jika x∗Ax ≥ 0, untuk setiap x ∈ Cn, dan 2. A definit positif jika dan hanya jika x∗Ax > 0, untuk setiap x ∈ Cn, x 6= 0. Submatriks dari A adalah A sendiri atau matriks yang diperoleh dengan menghapus sebagian baris atau kolom A. Definisi 12 Submatriks utama berorde k dari matriks A adalah submatriks yang diperoleh dengan membuang n − k baris dan n − k kolom bernomor sama dari matriks A. Submatriks utama pemuka berorde k dari matriks A adalah submatriks yang diperoleh dengan membuang n−k baris dan n−k kolom terakhir dari matriks A. 10
Lema 13 Misalkan A ∈ Cn×n matriks Hermit dan matriks B adalah submatriks utama dari A. Jika A definit tak negatif, maka B juga definit tak negatif. Jika A definit positif, maka B juga definit positif. Akibat 14 Semua komponen diagonal utama matriks definit tak negatif senantiasa tak negatif. Semua komponen diagonal utama matriks definit positif senantiasa positif. Contoh : matriks
"
"
−1 2 2 1
0 2 2 1
#
#
tidak definit tak negatif,
tidak definit positif.
11
Teorema 15 Misalkan A ∈ Cn×n matriks Hermit. Maka :
1. A definit positif jika dan hanya jika determinan setiap submatriks utama pemuka A positif.
2. A definit tak negatif jika dan hanya jika determinan setiap submatriks utama A tak negatif. "
#
0 0 determinan kedua sub0 −1 matriks utama pemukanya tak negatif, tetapi merupakan matriks yang tidak definit tak negatif.
Untuk matriks
12
Teorema 16 Misalkan A ∈ Cn×n matriks Hermit dengan nilai-nilai eigen λ1 ≤ λ2 ≤ · · · ≤ λn. Untuk i = 1, 2, · · · , n, misalkan ui vektor eigen A untuk λi. Jika 1 ≤ k < l ≤ n, maka λk ≤ x∗Ax ≤ λl ,
untuk semua x ∈ huk , uk+1 , · · · , ul i, x∗x = 1. Akibat 17 (Teorema Rayleigh-Ritz) Misalkan A ∈ Cn×n matriks Hermit dengan nilai-nilai eigen λ1 ≤ λ2 ≤ · · · ≤ λn. Maka λ1 = minx∗x=1 x∗Ax = min
x∗Ax dan ∗ x x
λn = maksx∗x=1 x∗Ax = maks
x∗Ax . x∗x
x∗Ax Ekspresi dinamakan kuosien Rayleigh. x∗x 13
Teorema 18 (Teorema Sela/Interlacing Thm) Misalkan A ∈ Cn×n matriks Hermit dan B ∈ Ck×k submatriks utama dari A. Misalkan pula nilai-nilai eigen A adalah λ1 ≤ · · · ≤ λn dan nilai-nilai eigen B adalah µ1 ≤ · · · ≤ µk . Maka λi ≤ µi ≤ λn+i−k , untuk i = 1, 2, · · · , k. Akibat 19 Misalkan A ∈ Cn×n matriks Hermit dan B ∈ C(n−1)×(n−1) submatriks utama dari A. Misalkan pula nilai-nilai eigen A adalah λ1 ≤ · · · ≤ λn dan nilai-nilai eigen B adalah µ1 ≤ · · · ≤ µn−1. Maka λ1 ≤ µ1 ≤ λ2 ≤ µ2 ≤ · · · ≤ λn−1 ≤ µn−1 ≤ λn.
14
Matriks AA∗ definit tak negatif, kebalikannya juga berlaku. Teorema 20 Misalkan A ∈ Cn×n matriks Hermit. Maka
1. A definit tak negatif jika dan hanya jika terdapat matriks B ∈ Cn×n yang memenuhi A = BB∗, dan 2. A definit positif jika dan hanya jika terdapat matriks tak singular B ∈ Cn×n yang memenuhi A = BB∗.
15
Jelas bahwa B matriks normal. Matriks B pada teorema di atas tidak tunggal, akan tetapi kita mempunyai teorema berikut. Teorema 21 Misalkan A ∈ Cn×n matriks Hermit. Maka A definit positif jika dan hanya jika terdapat matriks segitiga bawah tak singular L ∈ Cn×n yang memenuhi A = LL∗. Hanya ada satu matriks L yang semua komponen diagonal utamanya real positif. Penulisan A = LL∗ pada teorema ini dikenal sebagai faktorisasi Cholesky.
16
2. Faktorisasi Matriks
2.1. Dekomposisi Nilai Singular Misalkan A ∈ Cm×n. Dalam subbab 1.3, telah kita lihat bahwa AA∗ ∈ Cn×n adalah matriks definit tak negatif. Lema 22 Misalkan A ∈ Cm×n. Maka ker(A∗) = ker(AA∗), yaitu untuk setiap x ∈ Cm berlaku A∗x = 0 jika dan hanya jika AA∗x = 0. Teorema 23 Misalkan A ∈ Cm×n, A 6= 0. Maka terdapat bilangan asli r ≤ min{m, n}, matriks diagonal D ∈ Rr×r yang semua komponen diagonal utamanya positif dan matriks-matriks uniter U ∈ Cm×m, V ∈ Cn×n, sehingga
A=U
"
#
D 0 V∗ . 0 0 17
Definisi 24 Misalkan A ∈ Cm×n. Misalkan pula λ1, · · · , λr nilai-nilai eigen positif AA∗, u1, u2, · · · , ur r kolom pertama matriks U dan v1, v2, · · · , vr √ r kolom pertama matriks V. Kita katakan λ nilai singular dari A dan untuk i = 1, 2, · · · , r vektor ui (vi) dinamakan vektor singular kiri (kanan) matriks A. "
#
D 0 V∗ pada 0 0 Teorema 23 dinamakan Dekomposisi Nilai Singular matriks A. Definisi 25 Dekomposisi A = U
• Bilangan r pada Teorema 23 adalah rank A. Setiap matriks A ∈ Cm×n memiliki nilai singular sebanyak ranknya.
• Untuk i = 1, 2, · · · , r, Avi = √ ∗ A ui = λivi.
√ λiui, dan
18
• Sekalipun SVD tidak tunggal, biasanya di√ √ √ ambil urutan λ1 ≥ λ2 ≥ · · · λr sebagai bentuk SVD. Dalam hal ini, ma# " kanonik D 0 tunggal. triks 0 0 Teorema 26 Misalkan A ∈ Cm×n, A 6= 0. Maka terdapat bilangan asli r ≤ min{m, n}, matriks diagonal D ∈ Rr×r yang semua komponen diagonal utamanya positif dan matriks-matriks U ∈ Cm×r , V ∈ Cn×r yang memenuhi U∗U = Ir = V∗V, sehingga A = UDV∗. Teorema 27 (Faktorisasi Kutub) Misalkan A ∈ Cm×n dengan m ≤ n. Maka terdapat matriks definit tak negatif P ∈ Cm×m dan U ∈ Cm×n yang memenuhi UU∗ = Im sehingga PU = A dan rank(P) = rank (A). Dalam hal ini matriks P tunggal.
2.2 Faktorisasi segitiga
• Dua matriks persegi A dan B dikatakan ekivalen jika terdapat matriks-matriks tak singular S dan T yang memenuhi B = SAT.
• Dua matriks persegi A dan B dikatakan ekivalen uniter jika terdapat matriks-matriks uniter S dan T yang memenuhi B = SAT. • Keserupaan = ekivalensi plus T = S−1. • Dalam SVD, setiap matriks persegi ekivalen uniter dengan suatu matriks diagonal.
• Hanya matriks normal yang serupa uniter dengan matriks diagonal. 19
• Mempertahankan diagonal : keserupaan menjadi ekivalensi.
• Mempertahankan keserupaan : matriks diagonal menjadi matriks segitiga. Teorema 28 (Dekomposisi Schur) Misalkan A ∈ Cn×n. Maka terdapat matriks uniter U ∈ Cn×n dan matriks segitiga atas R ∈ Cn×n yang memenuhi A = URU∗. Faktorisasi Cholesky berlaku untuk matriks definit positif. Secara umum kita mempunyai faktorisasi berikut. Teorema 29 (Faktorisasi LU) Misalkan A ∈ Cn×n dengan rank(A) = r. Jika determinan submatriks utama pemuka berorde k dari A tak nol, k = 1, 2, · · · , r, maka A = LR, untuk suatu matriks segitiga bawah L ∈ Cn×n dan matriks segitiga atas R ∈ Cn×n.
• Faktorisasi LU, jika ada, tidak mesti tunggal. Ketunggalan diperoleh dengan memberi syarat L tak singular dan semua komponen diagonal utama L adalah 1. • Proses Gram-Schmidt mengubah matriks tak singular A ∈ Cn×n menjadi matriks uniter Q ∈ Cn×n. Kedua matriks tersebut memenuhi hubungan A = QR, untuk suatu matriks segitiga atas R ∈ Cn×n. • Proses Gram-Schmidt dapat dikenakan pada himpunan bebas linier. Teorema berikut merupakan konsekuensi proses Gram-Schmidt. Teorema 30 (Faktorisasi QR) Misalkan A ∈ Cm×n dengan m ≥ n. Jika rank(A) = n, maka A = QR, untuk suatu Q ∈ Cm×n yang memenuhi Q∗Q = In dan matriks segitiga atas R ∈ Cn×n. Dengan menambahkan persyaratan bahwa semua komponen diagonal utama R real positif, faktorisasi ini tunggal. 20
Proses Gram-Schmidt memberikan bukti konstruktif untuk faktorisasi QR, tetapi dalam prakteknya kita menggunakan teknik lain dalam melakukan faktorisasi ini, di antaranya : refleksi Householder dan rotasi Givens. Teorema 31 Misalkan v ∈ Cn, v 6= 0. Maka 2vv∗ H = In − ∗ v v
adalah refleksi terhadap subruang v⊥ = {y ∈ Cn|y∗v = 0}, yaitu Hx = y−αv, untuk setiap x = y+αv ∈ Cn, dengan y ∈ v⊥, α ∈ C. Matriks H pada Teorema 31 disebut refleksi Householder. Teorema 32 Refleksi Householder H adalah matriks Hermit, memenuhi H2 = In dan H uniter. 21
• Gagasan menggunakan refleksi Householder untuk QR adalah mencari vektor v sehingga H memetakan kolom pertama A ke kelipatan ei. • Refleksi Householder digunakan untuk memperoleh vektor dengan komponen nol dalam jumlah banyak.
• Untuk matriks real, untuk memperoleh komponen nol secara lebih selektif, digunakan rotasi Givens. Definisi 33 Matriks G ∈ Rn×n dinamakan rotasi Givens jika
cos θ − sin θ 0 G cos θ 0 Pt 0 0 In−2 untuk suatu matriks permutasi P dan skalar θ ∈ R. = P sin θ
22
Lema 34 Matriks G adalah matriks ortogonal.
• Secara geometri, G adalah matriks rotasi pada bidang kl sebesar θ ( berlawanan arah jarum jam ).
• Bentuk lain yang digunakan dalam komputasi matriks adalah bentuk Hessenberg. Matriks A = [aij ] ∈ Cn×n dikatakan matriks Hessenberg jika aij = 0, untuk semua 1 ≤ j + 1 < i ≤ n. • Refleksi Householder dapat digunakan untuk memperoleh faktorisasi A = US dimana U, S ∈ Cn×n, U matriks uniter, S matriks Hessenberg.
23
• Dengan menggunakan rangkaian refleksi Householder yang sama di sebelah kanan, bentuk Hessenberg yang telah diperoleh pada faktorisasi A = US akan tetap dalam bentuk Hessenberg. Teorema 35 Misalkan A ∈ Cn×n. Maka terdapat matriks uniter U ∈ Cn×n dan matriks Hessenberg S ∈ Cn×n yang memenuhi A = USU∗. • Dekomposisi Schur tidak berlaku kalau C diganti dengan R. Kegagalan terjadi saat matriks real yang didekomposisi memiliki nilai eigen bukan real.
• Hasil paling mendekati adalah bentuk Hessenberg sebagai pengganti matriks segitiga. 24
Teorema 36 Misalkan A ∈ Rn×n. Maka terdapat matriks ortogonal Q ∈ Rn×n sehingga berlaku
QtAQ
Λ N12 N13 · · · 1 0 Λ2 N23 · · · 0 Λ3 · · · = 0 .. .. .. 0
0
0
N1k N2k N3k ... · · · Λk
,
dimana Λ1, Λ2, · · · , Λk adalah matriks-matriks berukuran 1 × 1 atau 2 × 2, dan Λi berukuran 2 × 2 hanya jika nilai-nilai eigennya tak real. Matriks Λi berukuran 2#× 2 pada teorema di " α −β jika λ = α+iβ adalah atas berbentuk β α nilai eigen A, dengan β 6= 0.
3. Norm Matriks Motivasi
• Vektor di bidang dan ruang juga memiliki sifat-sifat geometris yang bertumpu pada konsep sudut dan jarak.
• Ruang matriks m ×n isomorf dengan ruang vektor berdimensi mn, sehingga sebarang norm ruang vektor berdimensi mn berlaku untuk ruang matriks m × n. • Ketika perkalian matriks diperhitungkan, norm tersebut memerlukan syarat yang lebih keras.
25
3.1 Norm Vektor Sejumlah norm yang lazim digunakan di Cn, untuk x = [x1 x2 · · · xn]t : 1. ||x||1 =
n X
i=1
|xi|;
2.
n X
||x||2 =
i=1
1/2 |xi|2 ;
3. ||x||∞ = maksi |xi|. 4. Secara umum, untuk p ∈ R, p ≥ 1, norm-p
||x||p =
n X
i=1
1/p |xi|p . 26
Ketaksamaan segitiga untuk norm-p dikenal sebagai ketaksamaan Minkowski. Pembuktian ketaksamaan Minkowski menggunakan ketaksamaan Holder. Lema 37 (Ketaksamaan H¨ older) Misalkan p, q ∈ R positif dan memenuhi p1 + 1q = 1. Maka |y∗x| ≤ ||x||p ||y||q ,
untuk setiap x, y ∈ Cn.
Teorema 38 (Ketaksamaan Minkowski) Misalkan p ∈ R, p ≥ 1. Maka untuk setiap x, y ∈ Cn berlaku
n X
i=1
1/p
|xi + yi|p
1/p 1/p n X p |xi| |yi|p ≤ + . i=1 i=1
n X
Indeks tak hingga pada norm maksimum modulus memperoleh pembenaran dari sifat berikut. Lema 39 Untuk setiap x ∈ Cn berlaku ||x||∞ = lim ||x||p . p→∞
27
Lema 40 Diberikan sebarang norm ||.|| pada Cn, definisikan d(x, y) = ||x − y||, ∀x, y ∈ Cn. Maka berlaku 1. d(x, y) ≥ 0, ∀x, y ∈ Cn, dan d(x, y) = 0 jika dan hanya jika x = y; 2. d(x, y) = d(y, x), ∀x, y ∈ Cn; 3. d(x, y) ≤ d(x, z) + d(z, y), ∀x, y, z ∈ Cn. Dengan demikian Cn merupakan ruang metrik dengan metrik d.
28
• Akan ditunjukkan bahwa sifat-sifat analitis ruang vektor bernorm berdimensi hingga tidak bergantung pada norm yang digunakan. • Sebagai contoh, sebuah barisan di Cn yang konvergen menurut suatu norm juga konvergen menurut norm lainnya. Definisi 41 Dua norm ||.||′ dan ||.||” di Cn dikatakan ekivalen jika terdapat konstanta-konstanta real positif m dan M yang memenuhi m||x||′ ≤ ||x||” ≤ M ||x||′, ∀x ∈ Cn.
29
• Subhimpunan tak hampa S dari sebuah ruang metrik dikatakan tertutup jika setiap barisan di S yang konvergen mestilah konvergen ke suatu unsur S.
• Barisan {xk } dikatakan konvergen ke a jika d(xk , a) → 0 ketika k → ∞. Lema 42 MIsalkan ||.|| sebarang norm di Cn. Himpunan U = {x ∈ Cn : ||x|| = 1} bersifat tertutup dan terbatas dengan metrik yang diturunkan dari norm ||.||.
30
• Teorema Weierstrass : setiap fungsi real yang kontinu pada himpunan tertutup dan terbatas mencapai maksimum dan minimum di himpunan tersebut.
• Dengan menggunakan Teorema Weierstrass, Lema 42 membawa konsekuensi berikut : Teorema 43 Setiap norm sebarang ||.|| mencapai maksimum dan minimum di U1 = {x ∈ Cn : ||x||1 = 1}.
31
Teorema 44 Setiap dua norm ||.||′ dan ||.||” di Cn ekivalen.
• Teorema 44 berlaku untuk ruang berdimensi hingga.
• Contoh penyangkal : ruang vektor l = {(a1, a2, · · · ai ∈ C, hampir semuanya 0}, dengan operasi komponen demi komponen. Maka ||.||1 dan ||.||∞ keduanya norm di l, tetapi tidak ekivalen.
32
3.2 Norm Matriks
Untuk himpunan matriks persegi, kita memiliki operasi perkalian di Cn×n. Kita menginginkan adanya kaitan antara norm matriks dengan operasi perkalian. Definisi 45 Pemetaan ν : Cn×n → R adalah norm matriks jika berlaku : 1. (Kepositifan) ν(A) ≥ 0, ∀A ∈ Cn×n, dan ν(A) = 0 jika dan hanya jika A = 0; 2. (Ketaksamaan segitiga) ν(A+B) ≤ ν(A)+ ν(B), ∀A, B ∈ Cn×n; 3. ν(αA) = |α|ν(A), ∀α ∈ C, A ∈ Cn×n; dan 4. (Submultiplikatif) ν(AB) ≤ ν(A)ν (B), ∀A, B ∈ Cn×n. 33
Norm matriks A dilambangkan dengan notasi ||A||. Beberapa norm matriks A = [aij ] ∈ Cn×n yang banyak digunakan : 1. Jumlah modulus kolom terbesar ||A||1 = maksj
n X
i=1
|aij |
2. Nilai singular terbesar ||A||2 = maksi σi(A) 3. Jumlah modulus baris terbesar ||A||∞ = maksi
n X
i=1
|aij |
4. Norm Frobenius v u n n uX X u ||A||F = t |aij |2 i=1 j=1
34
Ekivalensi norm yang dibicarakan sebelumnya juga berlaku untuk norm matriks karena ekivalensi norm tidak memerlukan sifat submultiplikatif. Teorema 46 Misalkan A ∈ Cn×n. Untuk sebarang norm ||.|| di Cn, ||Ax|| = maks||x||=1 ||Ax|| ||A|| := maksx6=0 ||x||
mendefinisikan se...