Analisis Retorika dalam Ujaran Kebencian Ahmad Dhani PDF

Title Analisis Retorika dalam Ujaran Kebencian Ahmad Dhani
Author Komunikasi UGM
Pages 13
File Size 484.2 KB
File Type PDF
Total Downloads 26
Total Views 154

Summary

Controversial public issues Triggered by Statements Advocated by Politicians Analisis Retorika dalam Ujaran Kebencian Ahmad Dhani Kamila Rahmatul Ummah Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada [email protected] Abstrak Saat ini, media sosial berkembang sangat pesat. Media sosial ...


Description

Controversial public issues Triggered by Statements Advocated by Politicians

Analisis Retorika dalam Ujaran Kebencian Ahmad Dhani

Kamila Rahmatul Ummah Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada [email protected] Abstrak Saat ini, media sosial berkembang sangat pesat. Media sosial ini sudah dianggap sebagai sebuah kebutuhan bagi masyarakat. Penggunaan media sosial ini awalnya adalah untuk berkomunikasi, menjalin hubungan, dan membentuk kepercayaan. Selain itu, media sosial juga merupakan salah satu cara untuk menyampaikan kebebasan berpendapat dan berekspresi. Salah satu media sosial yang sering digunakan saat ini adalah twitter. Kebebasan berpendapat dan berekspresi ini sudah diatur di dalam UUD 1945, sehingga masyarakat tidak perlu khawatir untuk menyampaikan pendapat. Namun, ada segelintir orang yang menyalahgunakan hak tersebut. Ada beberapa kasus mengenai tokoh publik seperti politisi yang melakukan ujaran kebencian di media sosial, salah satunya politikus Ahmad Dhani. Dalam penelitian ini, penulis juga akan menganalisis kasus Ahmad Dhani dari sisi teori retorika menurut Aristoteles. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam mengumpulkan data-data penelitian, peneliti menggunakan metode literature review dan juga analisis isi media online untuk mengobservasi linimasa Ahmad Dhani. Kata kunci: hak kebebasan berpendapat dan berekspresi, Twitter, cybercrime, hate speech, retorika, ethos, pathos, logos 1. Pendahuluan 1.1.Latar Belakang Kemajuan internet membuat media sosial semakin berkembang dengan pesat sehingga tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Media seolah memaksa kita untuk menggunakannya demi kelangsungan hidup. Singkatnya, penggunaan media sosial sekarang sudah berubah menjadi kebutuhan manusia. Sehari tidak melihat media sosial, maka hidup seolah hampa. Media sosial sebenarnya digunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain, membangun hubungan, dan membangun kepercayaan. Proses komunikasi terjadi saat pembicara (sebagai komunikator) menyampaikan pesannya kepada khalayak dengan tujuan mengubah perilaku mereka. Menurut Aritoteles, inti dari komunikasi adalah persuasi dan pengaruh dapat dicapai oleh seseorang yang dipercaya oleh publik (Syahrir, 2015). Namun disamping itu, manusia juga dituntut untuk tahu segala hal. Karena tuntutan itu, manusia harus selalu update melalui media sosial. Mulai dari masalah politik, sosial, ekonomi, dan lainnya. Media sosial membuat semua informasi dapat tersampaikan dengan mudah, cepat, dan meluas. Selain itu, media sosial juga menjadi salah satu cara untuk menyampaikan kebebasan berpendapat dan berekspresi. Salah satu contoh media sosial tersebut adalah twitter. Twitter merupakan media berjenis microblogging yang sering digunakan oleh masyarakat abad ini untuk membagikan cerita mereka. Menurut Zarella (dalam Harrera, 2016), microblog sendiri adalah bentuk blog yang membatasi ukuran setiap postnya. Twitter sekarang menjadi salah satu media yang sangat diminati oleh masyarakat Indonesia. Besarnya minat masyarakat Indonesia terhadap twitter menjadi salah satu alasan mengapa banyak kalangan yang menggunakan media sosial tersebut untuk berbagai kepentingan (Damayanti, 2014). Contohnya, kepentingan pelayanan 1

Controversial public issues Triggered by Statements Advocated by Politicians publik, kepentingan kampanye, kepentingan menyampaikan pendapat dan aspirasi, dan lainnya. Untuk mengakses twitter, seseorang bisa mempelajarinya dengan mudah. Hal tersebut membuat seseorang terkadang menjadi ceroboh akan apa yang mereka tulis. Menurut mereka, menulis di twitter juga merupakan salah satu hak kebebasan berpendapat dan berekspresi. Akan tetapi, ada banyak orang tidak menyadari bahwa menulis di twitter memiliki risiko yang besar karena dapat dibaca oleh jutaan orang. Apalagi jika yang menulis adalah seorang tokoh publik yang pengikutnya banyak. Tentu, jika salah berbicara sedikit, akan menimbulkan kekacauan dan kesalahpahaman di media tersebut. Belakangan ini, sudah mulai banyak politisi yang “terjun” ke twitter. Entah memang untuk melayani publik, ataupun hanya untuk mengungkapkan bahwa diri mereka membaur kepada masyarakat melalui media sosial dan terkesan update dengan perkembangan zaman. Ada juga politisi yang terjun ke twitter untuk mengkritisi kinerja pemerintah. Beberapa dari mereka juga ada yang melakukan kampanye. Dunia twitter lalu menjadi cukup ramai ketika ada pemilu presiden 2019. Para politisi banyak yang adu argumen di twitter. Tak hanya itu, setiap orang bahkan beradu pendapat dan perspektif mereka terhadap sosok yang dibicarakan. Selebriti twitter juga ada yang ikut menjadi pihak pro dan kontra. Sebenarnya, tidak hanya masalah pemilu yang menjadi perbincangan “panas” warga twitter, tetapi juga setiap masalah politik. Hal tersebut kemudian menjadi tontonan yang cukup menarik bagi warga twitter yang menyaksikannya. Beberapa dari netizen twitter juga terkadang menanggapi hal tersebut. Twitter memang merupakan tempat bersatunya semua keberagaman, dan aksesnya begitu bebas, hal tersebut membuat semua kalangan melebur menjadi satu. Latar belakang yang berbeda membuat kesalahpahaman kerap terjadi, begitu juga ujaran kebencian. Ada beberapa orang yang jika mengkritisi kinerja pemerintah justru cenderung kepada memprovokasi masyarakat untuk membenci tokoh tersebut dan melakukan ujaran yang tidak seharusnya diungkapkan. Hal semacam ini memiliki peluang untuk memecah belah masyarakat. Ujaran kebencian juga bisa merugikan pihak yang dituju karena mencemarkan nama baik. Oleh karena itu, pemerintah menjadi cukup perhatian dengan hal ini sehingga ada UU ITE. Sudah ada banyak tokoh publik yang ditangkap karena melanggar UU ITE ini. Salah satunya adalah Ahmad Dhani. Politisi yang sekaligus mantan anggota Dewa 19 ini ditangkap setelah dianggap melakukan ujaran kebencian. Selain Ahmad Dhani, ada beberapa orang lain seperti Buni Yani, Ariel Noah, Baiq Nuril, dan lainnya. Menggunakan media sosial memang merupakan sebuah kebutuhan. Pengguna diharapkan dapat bijak dalam mengaksesnya. Pengguna harus mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan di media sosial. Apalagi bagi sosok tokoh publik yang diikuti oleh jutaan orang, mereka menjadi contoh dan mereka ini selalu ditonton oleh pengikutnya. Jadi hendaklah para tokoh publik ini paham betul mengenai adab menggunakan media sosial. Jika mereka tidak bisa mencontohkan hal-hal baik, setidaknya jangan membuat hal-hal yang memecah belah persatuan masyarakat melalui ujaran yang diungkapkan melalui media sosial.

2

Controversial public issues Triggered by Statements Advocated by Politicians 1.2. Rumusan Masalah a. Apakah media sosial khususnya twitter berguna untuk memenuhi hak kebebasan berpendapat dan berekspresi? b. Bagaimana jika hak kebebasan berpendapat dan berekspresi digunakan untuk menghasut dan mengobarkan ujaran kebencian? c. Bagaimana bila kasus ujaran kebencian oleh Ahmad Dhani ditinjau dari teori Aristoteles (ethos, pathos, logos)? 2. Kerangka Teori a. Teori Retorika Aristoteles Proses komunikasi terjadi pada saat pembicara menyampaikan pesan kepada khalayak dengan tujuan mengubah perilaku mereka. Retorika merupakan tradisi penyampaian pesan secara lisan dalam bentuk pidato dengan menggunakan kalimat atau bahasa indah. Retorika dipelajari sejak 5 abad sebelum masehi pada masa kejayaan Yunani dan Romawi Kuno oleh para filsuf dan ahli Retorika. Aristoteles, seorang filsuf Yunani yang bergelar Bapak Ilmu Pengetahuan, mewariskan teori-teori tentang Retorika. Pengetahuan dan praktek retorikanya menjadi rujukan bagi ahli-ahli retorika setelahnya. Teori retorika diperlukan untuk menunjang pengetahuan serta kemampuan ketrampilan berbicara. Retorika (rhetoric, rhetorica) sering dipahami sebagai ilmu berpidato (the art of oratory). Seni penggunaan bahasa secara efektif (the art of using language effectively). Seni berbicara dengan baik yang dicapai berdasarkan bakat alam dan ketrampilan teknis. Retorika adalah ilmu dan seni yang membuat orang menjadi terampil menyusun penuturan kata yang efektif. Retorika juga merupakan seni memanipulasi percakapan (the art of fake speech). Retorika adalah suatu gaya atau seni berbicara, yang dapat dicapai baik karena bakat alami maupun keterampilan teknis. Seni berbicara ini tidak hanya diartikan dengan berbicara secara lancar tanpa jalan pikiran yang jelas tanpa isi, tetapi juga merupakan suatu kemampuan untuk berbicara dan berpidato secara singkat, jelas, padat dan mengesankan. (Sutrisno & Wiendijarti, 2014). Menurut Aritoteles, inti dari sebuah proses komunikasi adalah persuasi dan pengaruh dapat dicapai oleh seseorang yang dipercaya oleh publik. Menurut Aristoteles, persuasi dapat dicapai oleh siapa anda (ethos- kepercayaan anda), argumen anda (logos- logika dalam pendapat anda), dan dengan memainkan emosi khalayak (pathos- emosi khalayak). Dengan kata lain, faktor- faktor yang menentukan efek persuasif suatu pidato meliputi isi pidato, susunannya, dan cara penyampainnya (Syahrir, 2015). b. Hak Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi Hak Asasi Manusia atau yang biasa disebut sebagai HAM merupakan hak yang melekat dalam diri tiap individu sejak lahir. Hak ini harus dihormati, dilindungi, dan dipenuhi. Tidak ada yang boleh merampas, mengurangi, dan mengambil hak ini. Ada dua dimensi dari konsep HAM. Pertama, hak yang tidak dapat dipisahkan atau dicabut adalah hak asasi manusia karena ia manusia. Hak ini adalah hak moral yang berasal dari kemanusiaan tiap insan dan bertujuan untuk menjamin martabat diap manusia. Kedua, hak ini dibuat dengan proses pembentukan hukum dari masyarakat internasional maupun nasional (Sabela & Pritaningtias, 2017). Kebebasan berekspresi dan beropini termasuk dalam salah satu kategori hak asasi manusia yang utama. Setiap manusia berhak untuk menyampaikan opininya dalam berbagai bentuk, seperti tulisan, lukisan, film, buku, dan lain sebagainya (Selian & Melina, 2018).

3

Controversial public issues Triggered by Statements Advocated by Politicians Kebebasan berekspresi menjadi salah satu hal yang penting di dalam kehidupan demokrasi di Indonesia. Selain dalam pelaksanaan demokrasi, kebebasan berekspresi juga penting dalam pelaksanaan partisipasi publik. Misalnya saja dalam pengambilan sebuah kebijakan dan pemungutan suara. Menurut John Stuart Mill, “Semakin luas kebebasan berekspresi dibuka dalam sebuah masyarakat atau peradaban maka masyarakat atau peradaban tersebut semakin maju dan berkembang.” Hal itu berarti bahwa kebebasan mengemukakan pendapat sangat penting untuk dijamin perlindungannya. Ketika hak ini dilindungi, maka masyarakat menjadi berani untuk mengungkapkan pendapat ataupun kekurangan dalam proses pemerintahan (Sabela & Pritaningtias, 2017). Di Indonesia, ada pasal yang mengatur tentang hak kebebasan masyarakat, contohnya adalah Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 E ayat (3) setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Selain pasal 28E, ada juga pasal 28F yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Pasal 4 Ayat (2) juga menyatakan mengenai Hak Asasi Manusia. Pasal tersebut menyatakan bahwa “ Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia”. c. Media Sosial Twitter Sebagai Sarana Berpendapat Untuk menyampaikan opini, pendapat, atau pemikiran, seseorang biasanya mencari cara yang paling ringkas dan dapat menjangkau banyak orang dalam waktu singkat. Cara seseorang zaman sekarang menyampaikan pendapat mereka salah satunya melalui media sosial. Salah satu contoh media sosial tersebut adalah twitter. Twitter merupakan media berjenis microblogging yang sering digunakan oleh masyarakat abad ini untuk membagikan cerita mereka. Menurut Zarella (dalam Harrera, 2016), microblog sendiri adalah bentuk blog yang membatasi ukuran setiap postnya. Twitter sekarang menjadi salah satu media yang sangat diminati oleh masyarakat Indonesia. Besarnya minat masyarakat Indonesia terhadap twitter menjadi salah satu alasan mengapa banyak kalangan yang menggunakan media sosial tersebut untuk berbagai kepentingan (Damayanti, 2014). Contohnya, kepentingan pelayanan publik, kepentingan kampanye, dan lainnya. Saat ini, ada beberapa politikus yang aktif menggunakan media sosial contohnya adalah Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil dan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Ridwan Kamil memanfaatkan media sosial untuk menjaga kedekatan dengan warganya menggunakan twitter. Sedangkan Ganjar Pranowo menggunakan akun twitter pribadinya untuk mendengarkan dan menanggapi masukan serta kritikan dari warga Jawa Tengah (Harrera, 2016). d. Cybercrime dan Cyberlaw Dalam pelaksanaannya, kebebasan berekspresi justru ada yang menggunakan untuk hal-hal negatif seperti menghasut, mengobarkan kebencian, etnisitas, kebangsaan. Hal tersebut dapat menyulut perpecahan di dalam masyarakat. Untuk menindak lanjuti masalah tersebut, pemerintah membuat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). UU ITE sebenarnya dipersepsikan sebagai

4

Controversial public issues Triggered by Statements Advocated by Politicians cyberlaw di Indonesia. Pemerintah menganggap UU ITE sebagai bentuk perlindungan umum (general prevention) yang diberikan oleh negara kepada setiap orang. Menurut Wahono (dalam Winarno, 2011), dengan diberlakukannya UU ITE, diharapkan ada hukum yang mengatur segala urusan di internet termasuk di dalamnya memberi hukuman terhadap pelaku cybercrime. Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 2735): 1. Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan) 2. Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan) 3. Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti) 4. Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking) 5. Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi) 6. Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia) 7. Pasal 33 (Virus, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS)) 8. Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik (phising)) e. Ujaran Kebencian Menurut (Febriyani, 2018), Ujaran kebencian merupakan salah satu fenomena kebahasaan yang bertolak belakang dengan konsep kesantunan berbahasa. Ujaran kebencian merupakan sebuah tindakan komunikasi yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang berupa provokasi, hasutan, juga hinaan terhadap suatu individu atau kelompok dalam berbagai aspek seperti ras, warna kulit, gender, cacat, orientasi seksual, kewarganegaraan, agama, dan lainlain. Ujaran kebencian ini bisa dilakukan melalui berbagai media seperti orasi kegiatan kampanye, jejaring media sosial, dan juga penyampaian di muka umum. Fungsi dari ujaran kebencian adalah untuk menyerang kehormatan dan nama baik seseorang sehingga pihak yang bersangkutan akan merasa malu. Penyebab seseorang melakukan tindakan kebencian adalah faktor internal dari dalam individu yang merupakan keadaan psikologis atau kejiwaannya. Sedangkan untuk faktor eksternal, adalah faktor lingkungan, kurangnya kontrol sosial, kepentingan masyarakat, ketidaktahuan masyarakat, serta faktor sarana, fasilitas, dan kemajuan teknologi. Ketersediaan teknologi yang semakin canggih membuat setiap orang mudah mengakses seluruh informasi tanpa batas (Febriyani, 2018). Ujaran kebencian muncul dikarenakan sifat alamiah manusia yang bisa membenci seseorang. Hal ini ditambah dengan kebebasan penuh yang diberikan kepada para netizen untuk mengunggah opini mereka (Ningrum, Suryadi, & Wardhana, 2018). Ujaran kebencian yang dilakukan melalui media sosial akan menimbulkan polemik di kalangan masyarakat. Perbuatan tersebut dapat menyebabkan terpicunya permusuhan dan mengakibatkan perpecahan (Sugiarti, 2017). Ujaran kebencian itu awalnya hanya ungkapan eforia kebebasan berbicara karena iklim demokrasi dalam kanal baru di media sosial. Ujaran kebencian tersebut dinilai efektif sebagai kampanye negatif pada pemilihan umum, kemudian digunakan sebagai teknik dalam perang siber (Syahputra, 2017). Mengacu pada Pohjonen dan Udupa (dalam Syahputra, 2017) berbagai ujaran kebencian yang ekstrim dan tajam tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di India dan Ethopia.

5

Controversial public issues Triggered by Statements Advocated by Politicians Di Indonesia, faktor sosial masyarakat yang suka berkerumun, berkumpul dan bergunjing membahas rumor atau isu tertentu menjadi salah satu faktor ramainya aktivitas di media sosial seperti twitter. 3. Diskusi Perkembangan media sosial di Indonesia begitu pesat. Pesatnya perkembangan media sosial saat ini dikarenakan perkembangan teknologi yang semakin maju. Media sosial sekarang merupakan sebuah kebutuhan bagi masyarakat Indonesia. Di berbagai tempat, bisa dilihat bahwa masyarakat lebih sering menunduk menatap gawai mereka daripada berinteraksi secara langsung kepada manusia lain. Salah satu tuntutan masyarakat saat ini adalah mendapatkan informasi secara cepat dan menyeluruh dari media sosial. Berita yang dulu baru diketahui masyarakat satu hari setelah kejadian sekarang bisa diketahui bahkan dalam hitungan menit. Berita yang terjadi di luar negeri pun bisa diakses oleh orang Indonesia. Kegunaan media sosial ada banyak. Utamanya sebenarnya bertujuan untuk berkomunikasi dengan orang lain, membangun hubungan, dan membangun kepercayaan. Namun makin kesini, tujuan media sosial menjadi bertambah. Salah satunya adalah untuk menyampaikan pendapat atau aspirasi dari setiap masyarakat di Indonesia. Kebebasan berekspresi dan beropini termasuk dalam salah satu kategori hak asasi manusia yang utama. Setiap manusia berhak untuk menyampaikan opininya dalam berbagai bentuk, seperti tulisan, lukisan, film, buku, dan lain sebagainya (Selian & Melina, 2018). Kebebasan berekspresi dan berpendapat menjadi salah satu hal yang penting di dalam kehidupan demokrasi di Indonesia. Selain dalam pelaksanaan demokrasi, kebebasan berekspresi juga penting dalam pelaksanaan partisipasi publik. Misalnya saja dalam pengambilan sebuah kebijakan dan pemungutan suara. Di Indonesia, ada pasal yang mengatur tentang hak kebebasan masyarakat, contohnya adalah Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 E ayat (3), Pasal 28F, dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Pasal 4 Ayat (2). Dalam Tap MPR No. XVII/MPR/1998 pasal 19 yaitu : “Setiap orang berhak atas kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Secara internasional hal ini diatur di dalam Universal Declaration of Human Rights pada pasal 19 yang berbunyi “Everyone has the right to freedom of opinion and expression, this right includes freedom to hold opinions without interference and to seek, receive and impart information and ideas through any media and regardless of frontiers” (Sabela & Pritaningtias, 2017). Pasal 19 tersebut berisi bahwa setiap orang berhak berpendapat tanpa adanya campur tangan dari pihak lain, selain itu, setiap orang juga berhak atas kebebasan berekspresi. Pelaksanaan hak-hak yang dicantumkan dalam ayat 2 pasal ini membawa kewajiban dan tanggung jawab khusus. Oleh karena itu, ada batasan tertentu, tetapi pembatasan ini hanya dapat dilakukan sesuai dengan hukum dan sepanjang diperlukan untuk menghormati hak atau nama baik orang lain dan melindungi keamanan nasional, ketertiban umum, kesehatan ataupun moral umum/publik. Untuk menyampaikan opini, pendapat, atau pemikiran, seseorang biasanya mencari cara yang paling ringkas dan dapat menjangkau banyak orang dalam waktu singkat. Cara seseorang zaman sekarang menyampaikan pendapat mereka salah satunya melalui media sosial. Salah satu contoh media sosial tersebut adalah twitter. Twitter merupakan urutan keempat konten yang sering dikunjungi setelah Facebook, Instagram, dan YouTube. Besarnya minat masyarakat Indonesia

6

Controversial public issues Triggered by Statements Advocated by Politicians terhadap twitter menjadi salah satu alasan mengapa banyak kalangan yang menggunakan media sosial tersebut untuk berbagai kepentingan (Damayanti, 2014). Media sosial khusus...


Similar Free PDFs