BAHAN AJAR HUKUM LINGKUNGAN (HKU1006 -2SKS PDF

Title BAHAN AJAR HUKUM LINGKUNGAN (HKU1006 -2SKS
Author Chindy Anastasia
Pages 67
File Size 288.9 KB
File Type PDF
Total Downloads 545
Total Views 789

Summary

BAHAN AJAR HUKUM LINGKUNGAN (HKU1006 - 2SKS) A. HUBUNGAN MANUSIA DAN LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengertian Lingkungan Hidup, Ekosistem, dan Ekologi Lingkungan atau lingkungan hidup (environment, milieu, alam sekitar, atau kapaligiran) dapat didefinisikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, kea...


Description

BAHAN AJAR HUKUM LINGKUNGAN (HKU1006 - 2SKS)

A. HUBUNGAN MANUSIA DAN LINGKUNGAN HIDUP

1. Pengertian Lingkungan Hidup, Ekosistem, dan Ekologi Lingkungan atau lingkungan hidup (environment, milieu, alam sekitar, atau kapaligiran) dapat didefinisikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dengan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia maupun makhluk hidup lainnya. Dengan demikian lingkungan hidup merupakan konsep holistik yang meliputi: (a) lingkungan hidup fisik (physical environment); (b) lingkungan hayati atau biotis (biological environment); dan lingkungan sosial termasuk lingkungan lingkungan binaan (social/cultural environment). Sering pula disebut sebagai ABC lingkungan (Abiotic, Biotic, and Culture environment). Demikian pula lingkungan hidup dapat dilihat sebagai sistem dinamis, karena keberadaannya sangat ditentukan oleh komponen-komponen lingkungan yang membentuknya. Dalam lingkungan senantiasa beriangsung hubungan interaksi, hubungan saling bergantung atau interdependensi, dan saling mempengaruhi antara komponen lingkungan yang satu dengan komponen lainnya. Segala sesuatu di dunia ini erat hubungannya. satu dengan yang lain. Antara manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan, bahkan dengan benda-benda mati di sekelilingnya sekalipun. Pengaruh antara satu komponen dengan lain komponen ini bermacam-macam bentuk dan sifatnya. Begitu pula reaksi suatu golongan atas pengaruh dari yang lainnya juga berbeda. Suatu peristiwa yang menimpa seseorang, dapat disimpulkan sebagai resultante / akibat dari berbagai pengaruh di sekitarnya. Begitu banyak pengaruh yang mendorong manusia ke dalam suatu kondisi tertentu, sehingga manusia tersebut

kemudian

berusaha

untuk

mengerti

apakah

sebenamya

yang

mempengaruhi dirinya, dan sampai berapa besarkah pengaruh-pengaruh tersebut. Oleh karena itu berkembanglah apa yang dinamakan Ecology, yaitu ilmu yang mempelajari hubungan antara satu organisme dengan yang lainnya, dan antara organisme tersebut dengan lingkungannya (Amsyari, 1981:11). Secara etimologi, kata "ekologi" berasal dan kata oikos (rumah tangga) dan logos (ilmu), yang diperkenalkan pertama kali dalam biologi oleh seorang biolog Jerman Ernest Haeckel (1869). Definisi ekologi menurut Otto Soemarwoto adalah "ilmu tentang hubungan timbal balik antara mahluk hidup dengan lingkungannya". Ekosistem adalah suatu kesatuan daerah tertentu (abiotic community) di mana di dalamnya tinggal suatu komposisi organisme hidup (biotic community) yang di antara keduanya terjalin suatu interaksi yang harmonis dan stabil, terutama dalam jalinan bentuk-bentuk sumber energi kehidupan. Ada dua bentuk ekosistem yang penting, yaitu ekosistem alamiah (natural eco-system) dan ekosistem buatan (artificial-ecosystem) berupa hasil kerja manusia terhadap ekosistemnya. Suatu ekosistem dapat dibagi dalam beberapa subekosistem. Misalnya, ekosistem bumi kita dapat dibagi dalam subekosistem kelautan, subekosistem daratan, subekosistem danau, dan subekosistem sungai. Subekosistem daratan dapat pula dibagi dalam bagian-bagian subekosistem, misalnya subekosistem hutan, subekosistem padang pasir, dan lain-lain. Dengan konsep ekosistem kita memandang unsur-unsur dalam lingkungan tidak secara tersendiri melainkan secara terintegrasi sebagai komponen yang berkaitan dalam suatu sistem (pendekatan ekosistem / holistik). Suatu kesatuan ekosistem senantiasa mengarah kepada keadaan seimbang, artinya seluruh komponen dalam ekosistem berada dalam ikatan-ikatan interaksi yang harmonis dan stabil, sehingga keseluruhan ekosistem itu berbentuk suatu proses yang teratur dan berjalan terus menerus. Apabila dikarenakan suatu peristiwa, baik yang alamiah maupun non alamiah keseimbangan ekosistem terganggu sehingga terjadi ancaman-ancaman terhadap eksistensi organisme hidup yang ada, maka akan terjadi proses adaptasi pada semua organisme hidup yang terancam tersebut untuk kembali ke arah proses yang harmonis dan stabil lagi (Proses Keseimbangan Kemball/Equilibrium Process).

2. Permasalahan Lingkungan: Global-Nasional Secara

ringkas,

berdasarkan

karakteristiknya,

isu

global

yang dihadapi dapat diklasifikasikan kedalam empat golongan, yakni : a.

Masalah atmosfir Yang tergolong dalam kelompck ini adalah mengenai perubahan iklim

(climate change) dan periindungan ozon. Isu yang paling menarik perhatian pada saat ini adalah keengganan Amerika Serikat - negara penyumbang emisi terbesar di dunia - untuk meratifikasi Protokol Kyoto yang mengandung komitmen mengikat bagi pengurangan komisi.

b.

Masalah daratan Masalah ini berkaitan dengan masalah penggurunan dan degradasi tanah,

serta penggulungan hutan. Tercatat, penggundulan hutan yang terjadi khususnya di Asia, Afrika dan Amerika Latin diperkirakan seluas rata-rata 14, 6 juta hektar per tahun. Di sisi lain, negara-negara berkembang di Afrika memiliki sumber dana yang sangat terbatas dalam memerangi penggurunan ini.

c.

Masalah kimia dan limbah berbahaya Masalah

menonjol

dalam

bidang

ini

adalah

berkaitan

dengan

digunakannya lahan di negara berkembang sebagai lokasi pembuangan limbah dan bahan-bahan berbahaya yang diekspor ke negara-negara maju.

d.

Masalah keanekaragaman hayati Isu keanekaragaman hayati yang berkaitan dengan "nilai ekonomis"

banyak bersinggungan dengan isu-isu perdagangan global yang diatur dalam WTO, termasuk di dalamnya isu Hak-hak atas'Kekayaan Intelektual, yang hingga saat ini masih diperdebatkan. Sering sekali, negara berkembang, yang kurang memiliki sumber daya dan ketentuan HAKI yang memadai dirugikan oleh perusahaan multinasional yang mendaftarkan "temuannya" tersebut di kantor paten negara maju. Akibatnya, negara berkembang harus "membeli" hak paten tersebut yang sebetulnya berasal dari negara berkembang tersebut. Isu lainnya adalah berkurangnya secara signifikan keanekaragaman hayati baik akibat bencana seperti kebakaran hutan maupun pengelolaan lingkungan yang tidak berkelanjutan, seperti pembabatan hutan secara membabi buta yang

ditujukan bagi keuntungan ekonomis setinggi-tingginya.

e.

Masalah lainnya Terlepas dari isu "sektoral" di atas, dunia juga menghadapi masalah global

lain yang patut mendapat perhatian serius dari seluruh negara. Beberapa isu menonjol adalah masalah pendanaan bagi pembangunan berkelanjutan, meledaknya pertumbuhan penduduk, kemiskinan, pola konsumsi dan produksi yang tidak berkelanjutan, air bersih, malnutrisi, kesehatan seperti HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya, pemanfaatan energi minyak bumi yang tidak dapat diperbaharui (rewenable), serta dampak globalisasi terhadap lingkungan dan sosial. Untuk tujuan ini, Majelis Umum PBB memutuskan untuk melaksanakan World Summit on Sustainable Development (WSSD) melalui Resolusi Majelis Umum PBB no. Res. A/RES/55/1999. Resolusi ini "menugaskan" WSSD untuk melakukan review pelaksanaan Agenda 21, memperkuat kembali komitmen politik bagi pelaksanaan Agenda 21 di masa mendatang serta, yang paling penting, menghasilkan dokumen yang action-oriented dengan time-bound measures dan means of implementation yang jelas.

Permasalahan lingkungan hidup di Indonesia sebenamya lebih disebabkan oleh 4 (empat) sumber utama, yaitu: (1) kependudukan (population); (2) kemiskinan (poverty); (3) pencemaran dan atau kerusakan lingkungan (pollution); dan (4) kebijaksanaan (policy). Sebagaimana lazimnya di negara-negara berkembang, maka dinamika kependudukan telah menimbulkan berbagai masalah lingkungan. Pertumbuhan dan kepadatan penduduk yang tinggi menimbulkan antara lain: a. Tekanan terhadap hutan, sehingga persentase luas hutan kurang memenuhi fungsi orchidologi serta konservasi tanah dan air, Terjadi gejala gerakan tanah, erosi dan sedimentasi serta banjir yang tidak terkendali. b. Periuasan tanah pertanian disertai dengan intensifikasi lahan'tersebut untuk mengejar peningkatan produksi berhubung adanya kenaikan penduduk yang cepat, mengakibatkan pula dampak negatif terhadap lingkungan antara lain pencemaran perarian dan tanah oleh residu pupuk kimia dan pestisida. Di beberapa pulau walaupun telah diupayakan

intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian tetapi karena tekanan penduduk yang tinggi, daya dukung lahan teriampaui. c. Urbanisasi beriebih menimbulkan pelbagai bentuk penurunan kualitas lingkungan kota, termasuk tata ruang yang tidak memenuhi syarat, terbentuknya

daerah

kumuh,

bertambahnya

jumlah

sampah,

meningkatkan pencemaran perairan dan tanah oleh limbah domestik dan lain-lain. Penurunan kualitas lingkungan kota juga ditopang oleh perkembangan industri, lalu lintas dan prasarana lain dalam kota, antara lain berakibat timbulnya pencemaran udara, sekali lagi pencemaran air dan tanah. d. Urbanisasi juga mengakibatkan menurunnya estetika, menimbulkan ancaman terhadap peninggalan-peninggalan historis, menyempitnya ruang terbuka, taman kota, lapangan olahraga, rekreasi dan lain-lain. Gejala ini nampaknya melanda kota-kota di Indonesia, e. Pencemaran yang ditimbulkan di daratan terutama yang terdapat di perairan mengakibatkan pula pencemaran di pantai dan laut. Pantai dan laut adalah "long Pencemar" yang berakibat ancaman terhadap kualitas dan kuantitas terhadap sumber daya laut, terutama sumber daya pantai dan laut. Belum lagi

kerusakan

terumbu

karang

dilepas

pantai

sesungguhnya

keberadaannya sangat penting baik sebagai pelindung pantai maupun habitat biota laut. Ancaman kerusakan sumber daya pantai diperkuat dengan penebangan tanaman dalam hutan mangrove untuk kayu bakar dan sebagai bahan yang lainnya, Perluasan daerah sawah dan tambak ikan akibat pertambahan penduduk yang cepat. Disamping pencemaran laut, pencemaran udara termasuk hujan asam dapat bersifat lintas batas negara.

3. Reran Manusia Dalam Ekosistem Manusia adalah bagian dari ekosistem, manusia adalah juga pengelola dari sistem tersebut. Kerusakan lingkungan merupakan pengaruh sampingan dari tindakan manusia untuk mencapai suatu tujuan yang mempunyai konsekuensi terhadap lingkungan. Pencemaran lingkungan adalah akibat dari tindakan manusia yang ambisius. Di dalam permasalahan lingkungan, manusia pada akhirnya berhadapan dengan dirinya sendiri. Dalam alam yang dipengaruhi

manusia (man-made nature) manusia yang dipengaruhi alam (nature-made man) menemukan dirinya sendiri. Dalam hubungannya dengan alam, manusia harus memperhitungkan nilai-nilai lain, di samping nilai-nilai teknis dan ekonomis. Berarti bahwa ancaman terhadap alam tidak dapat dipertanggung jawabkan kepada pihak lain, akan tetapi pada sikap manusia itu sendiri, baik sebagai pribadi secara mandiri, maupun sebagai anggota masyarakat (Leenen, 1976: 12-13). Di antara populasi, yaitu kumpulan individu suatu spesies organisme hidup yang sama, yang terdapat dalam ekosistem, manusia adalah populasi yang paling sempurna konstruksinya, yang mempunyai akal dan budi. Dengan kelebihannya atas populasi-populasi yang lain, manusia mengemban tugas dan kewajiban untuk mengatur adanya keselarasan dan keseimbangan antara seluruh komponen ekosistem, baik ekosistem alamiah maupun ekosistem buatan. Kesadaran akan tugas dan kewajiban ini melepaskan manusia dari anggapan lama bahwa "Manusia karena dikaruniai akal dan budi oleh Sang Pencipta maka dipenntahkan untuk menguasai, sehingga dibolehkan berbuat semaunya terhadap lain-lain subs/stem dan ekosistem seluruhnya". Menurut Fuad Amsyari, manusia harus berfungsi sebagai subyek dari ekosistemnya akan tetapi tidak boleh mengabaikan arti pentingnya menjaga kestabilan ekosistemnya. Karena perubahan-perubahan yang terjadi di dalam daerah lingkungan hidupnya mau tidak mau akan mempengaruhi ekosistem manusianya, karena manusia akan banyak sekali bergantung pada ekosistemnya. Salah satu alat yang kuat dan ampuh dalam melindungi lingkungan hidup adalah hukum yang mengatur perlindungan lingkungan hidup (Danusaputro, 1980:69-70 dalam Hardjasoemantri, 1999: 1-6). Lingkungan hidup adalah suatu konsep holistik yang berwujud di bumi ini dalam bentuk susunan, dan fungsi interaktif antar semua komponen yang ada, baik yang insani (biotik), maupun yang ragawi (abiotik), dan sosial. Ketiganya saling mempengaruhi, menentukan, dan sating interaksi, sehingga senantiasa lingkungan berada dalam dinamika, perubahan, dan ketidakpastian. Lingkungan hidup tidak bisa lepas dari kehidupan manusia, untuk kesejahteraan manusia, tetapi tanpa melupakan makhluk hidup lainnya. Pada kehidupan manusia, manusia mempunyai kemampuan adaptasi lebih besar daripada makhluk hidup lainnya melalui adaptasi kultural, oleh karenanya lingkungan sosial budaya menjadi penting bagi manusia.

B. SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM LINGKUNGAN

1. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Lingkungan Drupsteen mengemukakan, bahwa Hukum Lingkungan (Milieurecht) adalah hukum yang berhubungan dengan lingkungan alam (natuurlijk milieu) dalam arti seluas-luasnya. Ruang lingkupnya berkaitan dengan dan ditentukan oleh ruang lingkup pengelolaan lingkungan. Dengan demikian hukum lingkungan merupakan instrumentarium yuridis bagi pengelolaan lingkungan. Demikian pula terdapat hukum lingkungan keperdataan (privaatrechielijk milieurecht), hukum lingkungan ketatanegaraan (strafrechtelijk milieurecht), hukum lingkungan kepidanaan (strafrechtelijk milieurecht), sepanjang bidang-bidang hukum ini memuat ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup. Menurut Prof. Koesnadi, Hukum Lingkungan di Indonesia dapat meliputi aspek-aspek sebagai berikut: a. Hukum Tata Lingkungan, selanjutnya disingkat HTL, mengatur penataan lingkungan guna mencapai keselarasan hubungan antara manusia dan lingkungan hidup, baik ling-kungan hidup fisik maupun lingkungan hidup sosial budaya. Bidang garapannya meliputi tata ruang, tata guna tanah, tata cara peran serta masyarakat, tata cara peningkatan upaya pelestarian kemampuan lingkungan, tata cara penumbuhan dan pengembangan kesadaran masyarakat, tata cara perlindungan lingkungan, tata cara ganti kerugian dan pemulihan lingkungan serta penataan keterpaduan pengelolaan lingkungan hidup. Hukum Tata Lingkungan merupakan instrumentarium yuridis bagi penataan lingkungan hidup, yang dapat mencakup segi lingkungan fisik maupun lingkungan social budaya. la mengatur tatanan kegunaan dan penggunaan lingkungan untuk berbagai keperluan melalui tata cara konkrit dalam rangka melestarikan kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang. Adapun hal-hal yang khusus atau lebih rinci ditangani oleh aspek-aspek lainnya dari Hukum Lingkungan, seperti beikut ini.

b. Hukum Perlindungan Lingkungan, merupakan peraturan perundangundangan di bidang pengelolaan lingkungan yang berkaitan dengan lingkungan biotis. c. Hukum Kesehatan Lingkungan, adalah hokum yang berhubungan dengan

kebijaksanaan

di

bidang

kesehatan

lingkungan,

dengan

pemeliharaan kondisi air, tanah dan udara, dan pencegahan kebisingan. d. Hukum Pencemaran Lingkungan, dalam kaitan misalnya dengan pencemaran oleh industry. e. Hukum Lingkungan Transnasional/Internasional, dalam kaitannya dengan hubungan antar negara. f.

Hukum

Sengketa

Lingkungan,

dalam

kaitan

misalnya

dengan

penyelesaian masalah ganti kerugian. Aspek-aspek tersebut di atas dapat ditambah dengan aspek-aspek lainnya sesuai dengan kebutuhan perkembangan pengelolaan lingkungan hidup di masa-masa yang akan datang (Hardjasoemantri, 1999: 36-42).

2. Kebijaksanaan Pengelolaan Lingkungan Global Perkembangan Hukum Lingkungan di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari gerakan sedunia untuk memberikan perhatian yang lebih besar kepada lingkungan hidup, mengingat kenyataan bahwa lingkungan hidup telah menjadi masalah yang perlu ditanggulangi bersama demi kelangsungan hidup di dunia ini. Sejalan dengan perkembangan teknologi yang menimbulkan adanya sifat ambifalen dari perkembangan itu sendiri yang di satu sisi dapat menimbulkan kemajuan dan kesejahteraan manusia, tapi di sisi lain dapat menjadikan lingkungan rusak, misalnya: pemakaian tenaga nuklir yang dapat menghasilkan limbah radioaktif yang membahayakan, isu mengenai pemanasan bumi, lapisan ozon dsb. Maka terjadilah kesadaran serta komitmen bersama mengenai pertunya pengelolaan lingkungan secara global. Perhatian terhadap masalah lingkungan hidup dimulai dari kalangan Dewan Ekonomi dan Sosial PBB pada waktu diadakan peninjauan terhadap hasil-hasil gerakan "Dasawarsa Pembangunan Dunia ke-1 (1960-1970)" guna merumuskan strategi "Dasawarsa Pembangunan Dunia ke-2 (1970-1980)". Pembicaraan tentang masalah lingkungan hidup ini diajukan oleh wakil dari Swedia, disertai saran untuk dijajagi kemungkinan guna menyelenggarakan suatu

konferensi intemasional mengenai lingkungan hidup manusia.

a. Konferensi Stockholm Kebijakan global pengelolaan lingkungan hidup ditetapkan pertama kali dalam Konperensi PBB tentang Lingkungan Hidup Manusia (United Nations Conference on the Human Environment) yang diselenggarakan di Stockholm pada tanggal 5-16 Juni 1972, diikuti oleh 113 negara dan beberapa puluh peninjau. Soviet Uni dan negara-negara Eropa Timur telah memboikot konperensi ini sebagai terhadap ketentuan yang menyebabkan beberapa negara tidak diundang dengan kedudukan yang sama dengan kedudukan yang sama dengan peserta-peserta lain, seperti antara lain Republik Demokrasi Jerman. Pada akhir sidang, yaitu pada tanggal 16 Juni 1972, Konperensi mengesahkan nasil-hasilnya berupa: 1. Deklarasi tentang Lingkungan Hidup Manusia, terdiri atas: Preamble dan 26 asas yang lazim disebut Stockholm Declaration; 2. Rencana Aksi Lingkungan Hidup Manusia (Action Plan), terdiri dari 109 rekomendasi termasuk di dalamnya 18 rekomendasi tentang Perencanaan dan Pengelolaan Permukiman Manusia; 3. Rekomendasi tentang kelembagaan dan keuangan yang menunjang pelaksanaan Rencana Aksi tersebut di atas, terdiri dari: a. Dewan Pengurus (Governing Council) Program Lingkungan Hidup (UN Environment Progamme = UNEP) b. Sekretariat, yang dikepalai oleh seorang Direktur Eksekutif; c. Dana Lingkungan Hidup; d. Badan Koordinasi Lingkungan Hidup. Dalam suatu resolusi khusus, Konperensi menetapkan tanggal 5 Juni sebagai "Hari Lingkungan Hidup Sedunia". Atas tawaran Kenya, sekretariat UNEP ditempatkan di Nairobi. Pada Sidang Umum PBB tahun 1972, semua keputusan Konperensi disahkan dengan resolusi Sidang Umum PBB No. 2997 (XXVII) pada tanggal 15 Desember 1972. Dengan adanya Stockholm Declaration ini, perkembangan Hukum Lingkungan telah memperoleh dorongan yang kuat, baik pada taraf nasional, regional maupun internasional. Keuntungan yang tidak sedikit adalah mulai

tumbuhnya kesatuan pengertian dan bahasa di antara para ahli hukum dengan menggunakan Stockholm Declaration sebagai referensi bersama. Sekalipun hasil dari Deklarasi Stockholm tidak mengikat langsung, karena merupakan soft law (berbeda dari Konvensi yang hasilnya mengikat langsung, karena merupakan hard law), tapi pengaruh dari Deklarasi Stockholm besar sekali terutama bagi Indonesia. Asas-asas lingkungan yang semula diperkenalkan dalam Deklarasi Stockholm sebanyak 26 asas, kemudian diperbaharui dalam Deklarasi Rio de Janeiro menjadi 27 asas, yang kemudian diambil 3. Ketiga asas ini dapat dilihat dalam GBHN: Bab III huruf B ayat 10 TAP MPR No. IV Tahun 1973 yang berbunyi: "Dalam pelaksanaan pembangunan, sumber-sumber alam Indonesia hams digunakan secara rasional. Penggalian ... tersebut harus diupayakan agar tidak merusak ...., dilaksanakan dengan kebijaksanaan yang menyeluruh dan dengan memperhitungkan kebutuhan generasi yang akan datang"(D. Silalahi, 2001: 33). Menyeluruh (integral) dalam...


Similar Free PDFs