Klippel-Treneunay Syndrome PDF

Title Klippel-Treneunay Syndrome
Course Medicine (Kedokteran)
Institution Universitas Padjadjaran
Pages 12
File Size 345.6 KB
File Type PDF
Total Downloads 55
Total Views 131

Summary

Sindrom Klippel-Treneunay. Sebuah kelainan kongenital yang mengakibatkan ukuran anggota gerak yang asimetris...


Description

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Sindrom Klippel-Trenaunay (KTS) merupakan sebuah kelainan yang jarang terjadi, yang ditandai dengan salah satu atau lebih dari tiga manifestasi klinis secara khusus: malformasi kapiler (biasanya dalam bentuk port-wine stains), hipertrofi jaringan lunak dan tulang, serta malformasi vena dan/atau varises. Kasus ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1900 oleh Maurice Klippel dan Paul Trenaunay pada pasien dengan pertumbuhan ekstremitas dan tulang yang tidak sesuai dan disertai dengan hemangioma pada kulit.1,

2

Nama lain dari KTS adalah capillary-lymphatic-venous malformation

(CLVM) yang merupakan salah satu malformasi vaskular low-flow.2 Sindrom KTS merupakan kelainan yang langka, dengan perkiraan prevalensi sekitar 1 per 30,000 kelahiran hidup. 1 2.2. Etiologi Sebagian besar dari kasus merupakan kasus idiopatik, walaupun terdapat peranan gen dalam faktor risiko terjadinya KTS. Mutasi gen PIK3CA merupakan salah satu dari gen yang dapat menyebabkan KTS. Terjadinya kelainan pada ekstremitas atas dan bawah dapat disebabkan oleh kelainan mesodermal pada embrio yang menyebabkan peningkatan angiogenesis. Oleh karena peningkatan aliran darah pada beberapa bagian, muncullah beberapa manifestasi klinis yang dapat ditemukan dari triad KTS, yaitu hipertrofi jaringan dan perubahan vaskular.1 Walaupun gen dapat berhubungan dengan terjadinya kasus-kasus KTS, insidensi munculnya KTS masih bersifat sporadik dan tidak ditemukan kaitan erat dengan riwayat keluarga dekat dengan KTS dengan peningkatan insidensi KTS.3 Mutasi gen merupakan salah satu penyebab utama terjadinya KTS. Menurut penelitian oleh Timur dkk, aktivitas angiogenik yang meningkat dari AGGF1 (VG5Q) merupakan salah satu penyebab dari KTS yang disebabkan oleh mutasi EI33K pada 5

dari 130 pasien yang diteliti. Meskipun demikian, mereka juga menemukan 9 dari 275 pasien tanpa KTS ditemukan dapat gen tersebut. Gen lainnya belum ditemukan memiliki hubungan dengan terjadinya KTS walaupun dapat disimpulkan dari penelitian tersebut bahwa gen-gen yang berkaitan dengan morfogenesis pembuluh darah yang mengalami mutasi dapat memiliki peran dalam terjadinya KTS. Patogenesis dari KTS masih belum diketahui dengan pasti. Salah satu hipotesis mengenai patogenesis KTS adalah hipotesis poligenik. Sindrom KTS terdiri dari berbagai macam fenotipe yang berbeda, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat mutasi dari beberapa gen yang dapat mempengaruhi angiogenesis (limfatik) dan regulasi pertumbuhan ekstremitas. Polimorfisme gen untuk terjadinya KTS menyebabkan perbedaan fenotipe yang sangat bervariasi pada KTS (perbedaan derajat hipertrofi ekstremitas atau kelainan vaskular). Selain itu, KTS hampir tidak memiliki keterkaitan dengan riwayat keluarga dengan KTS, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat lebih dari satu jenis mutasi gen yang dapat menyebabkan munculnya sindrom ini.4

Gambar 2. 1. Teori gen polimorfik yang menyebabkan terjadinya KTS4 2.3. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari KTS memiliki derajat keberatan yang berbeda-beda. Kelainan tersebut dapat ditemukan dalam suatu spektrum. Secara umum, dapat diklasifikasikan berdasarkan pembuluh darah yang mengalami kelainan: (1) displasia vena; (2) displasia arteri; (3) displasia arteri dan vena (a) tanpa AV-shunt (b) atau dengan AV-shunt; dan (4) angiodisplasia campuran (yang merupakan bentuk yang paling langka dari KTS). Manifestasi klinis KTS terdiri dari sebuah triad yang terdiri dari hipertrofi, malformasi kapiler, dan varises. Organ lainnya selain pembuluh darah juga dapat mengalami gangguan yang disebabkan oleh malformasi vaskular walaupun terdapat insidensi yang cukup rendah (sekitar 1%).2

Gambar 2. 2. Pasien dengan KTS. Tanda panah (dari yang paling atas) malformasi kapiler, vesikel limfa, dan varises. Gambar kanan adalah hipertrofi kaki kanan.4 Hipertrofi pada bagian tubuh yang mengalami malformasi pembuluh darah cukup sering ditemukan. Sekitar 67% dari pasien dengan KTS akan mengelami hipertrofi dari salah satu anggota gerak atau ekstremitas tubuh.2, 5 Umumnya, hipertrofi terjadi pada

bagian jaringan lunak serta jaringan lemak, walaupun terdapat beberapa kasus yang memiliki hipertrofi pada tulang yang dapat mengakibatkan perbedaan panjang dari salah satu sisi dari ekstremitas atas maupun bawah. Terdapat varian yang cukup jarang terjadi pada KTS, yaitu inverse KTS yang menyebabkan ekstremitas yang memiliki kelainan mengalami hipotrofi (wasting) dibandingkan dengan sisi ekstremitas yang normal. Hal ini dapat disebabkan oleh terjadinya rekombinasi pasca-zigotik.2 Hipertrofi dari anggota gerak, meskipun sering ditemukan, hanya sebagian kecil (sekitar 15%) yang menimbulkan perbedaan panjang yang signifikan dan memerlukan operasi untuk menurunkan atau menghilangkan perbedaan panjang tersebut.6 Malformasi kapiler merupakan salah satu presentasi klinis yang paling sering ditemui pada KTS. Malformasi kapiler umumnya dapat ditemukan pada ekstremitas yang mengalai hipertrofi, walaupun pada kelainan kulit lainnya (seperti port-wine stain) pada daerah lain juga dapat ditemukan. Malformasi kapiler paling sering terjadi pada ekstremitas bawah, di mana sekitar 95% kasus KTS memiliki presentasi tersebut. Kelainan dermatologis yang disebabkan oleh malformasi kapiler umumnya rata, berwarna merah atau ungu dengan hemangioma kapiler. Kulit pada bagian dengan kelainan kapiler tersebut umumnya keras, tebal, kering, dan terjadi hiperpigmentasi.2 Malformasi kapiler merupakan salah satu tanda yang paling sering muncul dalam KTS dan sekitar 75% dari penderita KTS akan memiliki tanda tersebut sebelum berusia 10 tahun.7 Malformasi pembuluh darah (selain kapiler) dapat ditemukan pada KTS. Kelainan pembuluh darah pada kasus-kasus KTS bersifat kongenital, di mana kelainan dari pembuluh darah tersebut disebabkan oleh kelainan pembentukan dan remodeling dari pembuluh darah. Oleh karena itu, kelainan pembuluh darah pada pasien dengan KTS tidak dapat ditangani dengan obat-obatan yang dapat menangani hemangioma oleh karena mekanisme terjadinya kelainan yang berbeda. Salah satu bentuk yang dapat ditemukan dari kelainan pembentukan pembuluh darah adalah malformasi vena dalam bentuk varises. Malformasi vena dapat terjadi pada pembuluh vena superfisial dan pembuluh vena dalam. Kelainan pembentukan pembuluh darah juga dapat

mengakibatkan kelainan pada saluran kencing dan saluran pencernaan. Pada saluran kencing, dapat ditemukan perdarahan pada kandung kemih dan/atau rektum (walaupun jarang terjadi dan baru dilaporkan pada sekitar 1% dari seluruh kasus dengan KTS). Perdarahan saluran pencernaan dapat ditemukan pada kurang lebih 20% dari pasien dengan KTS yang umumnya mengeluhkan adanya buang air besar dengan berdarah yang ditemukan umumnya pada kolon distal atau pada rektum.6 Belum terdapat klasifikasi KTS yang disetujui secara umum. Charlene dkk mengusulkan klasifikasi dari KTS berdasarkan dua karakteristik khusus dari KTS, yaitu: a. Malformasi kongenital pembuluh darah 1) CM (malformasi kapiler) 2) VM (malformasi vena) 3) AVM (malformasi arterio-vena) 4) LM (malformasi limfatik) b. Gangguan pertumbuhan (hipertrofi atau hipotrofi) 1) Gangguan pertumbuhan pada panjang atau lebar tulang 2) Gangguan pertumbuhan pada panjang atau lebar jaringan lunak Terdapat juga manifestasi klinis tambahan lainnya, seperti kelainan anggota gerak (polidaktili, sindaktili, dan lainnya), kelainan posisi anggota gerak (skoliosis, dislokasi panggul, talipes metatarsus varus), kelainan sistem saraf otonom (atrofi kulit, hiperhidrosis), dan komplikasi (ulserasi, selulitis, tromboplebitis, trombosis, emboli, perdarahan, edema).3, 8 2.4. Diagnosis Pendekatan diagnosis dari KTS memerlukan beberapa tes diagnostik yang dapat mengevaluasi tipe dan derajat dari malformasi. Pemeriksaan fisik dari ekstremitas atas dan bawah serta lesi pelvis dapat dibantu dengan duplex scanningisistem vena pada kaki untuk memeriksa patensi dan kelainan dari pembuluh darah vena (seperti adanya hipoplasia, atresia, atau aneurisme dari pembuluh vena dalam). Pemeriksaan dengan duplex scanning dapat memberikan eksklusi pada trombosis vena dan mengonfirmasi

adanya inkompetensi katup vena dalam, superfisial, dan perforata. Apabila terdapat kecurigaan adanya AV-shunting, tekanan ekstremitas secara segmental dan anklebrachial indeks dapat dihitung untuk menentukan kelainan tersebut.8 Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kasus KTS, salah satunya, adalah dengan ronsen dari tulang-tulang panjang (scanograms) untuk menilai panjang dari tulang. Pemeriksaan tersebut merupakan pemeriksaan rutin pada pasien KTS dan dengan panjang anggota gerak kiri dan kanan yang tidak sesuai. Pemeriksaan lainnya, seperti magnetic resonance (MR) scan dan MR angiografi dapat digunakan untuk membedakan antara otot, tulang, lemak, dan jaringan pembuluh darah tanpa radiasi atau kontras intravena yang dapat merusak ginjal. Pemeriksaan secara aksial, koronal, dan sagital dapat digunakan (serta ditambah dengan gadolinium) untuk memberikan gambaran angiografi yang berkualitas tinggi. Limfaedema juga dapat ditemukan pada pemeriksaan MR. Fistula high-flow dan low-flow juga dapat diidentifikasi pada pemeriksaan MR. Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada bayi, namun bayi tersebut perlu diberikan bius total terlebih dahulu.8

Gambar 2. 3. Ronsen tulang kaki kanan yang lebih panjang dibandingkan dengan kaki kiri pada pasien dengan KTS. 6

Pemeriksaan dengan computed tomography (CT) scan dan venografi tiga dimensi merupakan modalitas pemeriksaan yang semakin sering digunakan. Oleh karena salah satu dampak dari malformasi pembuluh darah vena pada pasien KTS adalah insufisiensi vena kornis, pemeriksaan tersebut dapat dilakukan sebagai salah satu indikasi atau untuk menentukan derajat insufisiensi yang ditimbulkan oleh kelainan vena pada KTS. Arteriografi kontras juga dapat digunakan dalam pemeriksaan tersebut, namun lebih jarang digunakan dibandingkan venografi. Pemeriksaan dengan venografi kontras dapat dilakukan sebagai pemeriksaan pre-operasi. Venografi dengan kontras dilakukan dengan cara melakukan beberapa injeksi pada setiap anggota gerak sambil menggunakan tourniquet atau Esmarque bandage untuk memvisualisasi sistem vena dalam dan dengan injeksi langsung pada bagian yang mengalami malformasi (sebelum atau sesudah skleroterapi etanol). Venografi kontras merupakan salah satu pemeriksaan yang dapat memvisualisasikan dengan jelas oklusi pada vena dalam dan menentukan adanya sirkulasi kolateral yang cukup sebelum ditentukan untuk melakukan ablasi vena-vena superfisial yang besar dan tidak paten.8 Alternatif lain pemeriksaan penunjang non-invasif adalah dengan menggunakan ultrasonografi Doppler. Salah satu keuntungan penggunaan ultrasonografi Doppler pada kasus-kasus KTS adalah konfirmasi yang segera mengenai malformasi pembuluh darah (yang ditandai dengan kelainan aliran pembuluh darah). Penelitian oleh Qi dkk yang melibatkan 59 pasien dengan KTS menemukan bahwa reliabilitas ultrasonografi Doppler dalam menilai aliran darah lebih tinggi dibandingkan dengan phlebography, di mana ditemukan sedikit perbedaan hasil dengan phlebography (dengan Doppler, ditemukan 2 hasil positif palsu dan 1 hasil negatif palsu). Pada penelitian yang sama, analisis validitas internal pada ultrasonografi Doppler memiliki sensitivitas 95.4%, spesifisitas 94.6%, positive predictive value 91.3%, dan negative predictive value 97.2% dengan akurasi secara keseluruhan 94.9%. Nilai k level of agreement antara phlebography dan ultrasonografi Doppler adalah 0.892 (tergolong tinggi). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa penilaian dengan menggunakan ultrasonografi Doppler memiliki keuntungan konfirmasi yang lebih cepat mengenai kelainan aliran darah pada

pasien KTS dan bersifat non-invasif tanpa mengorbankan akurasi dan reliabilitas secara signifikan.9

Gambar 2. 4. Gambar hipoplasia vena femoral kanan superfisial dengan aliran darah yang lebih kecil menurut pemeriksaan ultrasonografi Doppler.9 2.5. Penatalaksanaan

Gambar 2. 5. Algoritma penanganan KTS10 Penanganan KTS memerlukan keahlian dari berbagai macam bidang spesialis serta memerlukan penanganan yang dini supaya mendapatkan hasil yang optimal. Pencegahan tromboemboli vena pada KTS dapat dilakukan dngan natikoagulan atau inferior vena cava filter pada pasien-pasien yang mengeluhkan selulitis dan/atau

limfangitis berulang yang disertai atau tanpa limfaedema. Terdapat indikasi absolut dan relatif untuk penanganan malformasi pembuluh darah pada KTS. Indikasi absolut dari penanganan malformasi pembuluh darah pada pasien-pasien KTS adalah perdarahan besar, infeksi, tromboemboli akut, atau ulserasi yang tidak dapat disembuhkan dengan cara lain. Indikasi relatif untuk penanganan malformasi pembuluh darah pada kasuskasus KTS adalah nyeri, gangguan fungsional sehari-hari, pembengkakan yang disebabkan oleh insufisiensi vena kronis, asimetri anggota gerak, atau alasan kosmetik.8 Penanganan pada KTS sebagian besar bersifat konservatif. Sebagian besar dari penanganan dengan KTS disesuaikan dengan keluhan pasien, terutama dengan terapi kompresi pada ekstremitas yang mengalami kelainan. Terapi kompresi dengan menggunakan elastic garment atau compression bandage memiliki manfaat dapat menangani pembengkakan yang disebabkan oleh kelainan pada pembuluh llimfa atau vena. Terapi fisik, yaitu terapi dengan menggunakan masase dan intermittent pneumatic compression therapy telah digunakan tingkat keberhasilan yang cukup untuk menangani pembengkakan vena dan limfaedema kronis. Perawatan luka lokal, compression dressing, penggunaan sepatu ortopedi spesial, dan modifikasi gaya hidup dapat digunakan untuk menangani aktivitas sehari-hari dan meningkatkan fungsi anggota gerak. Masalah psikologis yang disebabkan oleh deformitas dari KTS juga perlu ditangani dengan membuat support group.8, 11 Penatalaksanaan untuk kelainan pada pembuluh darah adalah dengan operasi. Pada dua dekade terakhir, terdapat pengembangan teknik operasi yang signifikan, sehingga terdapat teknik-teknik operasi yang bersifat invasif minimal. Berbagai macam teknik operasi dapat digunakan untuk terapi malformasi vaskular, yaitu emboloterapi dan skleroterapi untuk menutup bagian vena yang mengalami malformasi. Penelitian oleh Burrows dkk menemukan tingkat keberhasilan 75 – 90% pada seluruh pasien yang mengikuti serial sclerotherapy pada malformasi low-flow dengan tingkat komplikasi 12% per sesi dan 28% per pasien (pada 10 – 15% pasien dengan komplikasi nekrosis kulit). Lee dkk melaporkan tingkat kesuksesan sekitar 95% pada 87 pasien dengan malformasi vena dengan tidak terjadi rekurensi pada 71 pasien setelah di follow-up

selama kurang lebih 24 bulan dengan sebagian besar komplikasi berupa kerusakan pada kulit (28%). Pada penelitian tersebut, hanya satu pasien yang menderita kelainan neurologis yang permanen. Meskipun demikian, perlu diketahui terdapat beberapa pasien yang mengeluhkan nyeri kronis pasca-skleroterapi yang dapat mengakibatkan sindrom nyeri kronis.8 Operasi dengan teknik ligasi hanya diberikan kepada pasien-pasien KTS dengan gejala yang signifikan. Pasien-pasien yang memiliki salah satu anggota gerak yang lebih panjang dapat menerima epiphyseodesis untuk menyamakan panjang kedua anggota gerak dengan hasil yang cukup baik. Intervensi yang diberikan pada pembuluh darah perlu dievaluasi dengan hati-hati mengenai patensi dan malformasi yang terjadi pada vena dalam. Teknik high ligation pada vena marginal lateral yang tidak paten, invagination stripping dari vena superfisial panjang, dan ambulatory phlebectomy melalui luka tusuk merupakan teknik-teknik operasi utama yang dilakukan pada pasien KTS. Penggunaan IVC filter untuk pasien dengan riwayat trombophlebitis atau trombosis vena dalam telah memiliki tingkat keberhasilan yang lumayan memuaskan. Penggunaan subfascial endoscopic perforator surgery (SEPS) pada pasien dengan vena perforata dan ulserasi vena memiliki tingkat keberhasilan yang cukup tinggi. Operasi eksisi debulking dari malformasi vena umumnya dilakukan sebagai cara paling terakhir apabila terdapat malformasi vena yang tidak mampu ditangani dengan metode-metode sebelumnya. Operasi untuk malformasi vena KTS cukup aman. Pada sebuah seri kasus oleh Baraldini dkk, 29 pasien KTS dengan 16 pasien yang menerima stripping vena marginal lateral, 10 pasien menerima ligasi, 14 pasien menerima skleroterapi, 5 pasien menerima eksisi, dan 13 pasien menerima fotokoagulasi.8 DAFTAR PUSTAKA 1. Billington AR, Shah J, Elston JB, Payne WG. Klippel-trenaunay syndrome. Eplasty. 2013;13:ic64-ic. 2. Sharma D, Lamba S, Pandita A, Shastri S. Klippel-trénaunay syndrome - a very rare and interesting syndrome. Clinical medicine insights Circulatory, respiratory and pulmonary medicine. 2015;9:1-4.

3. Sreekar H, Dawre S, Petkar KS, Shetty RB, Lamba S, Naik S, dkk. Diverse manifestations and management options in Klippel-Trenaunay syndrome: A single centre 10-year experience. Journal of Plastic Surgery and Hand Surgery. 2013;47(4):303-7. 4. Oduber CE, van der Horst CM, Hennekam RC. Klippel-Trenaunay syndrome: diagnostic criteria and hypothesis on etiology. Ann Plast Surg. 2008;60(2):217-23. 5. Timur AA, Driscoll DJ, Wang Q. Biomedicine and diseases: the KlippelTrenaunay syndrome, vascular anomalies and vascular morphogenesis. Cellular and molecular life sciences : CMLS. 2005;62(13):1434-47. 6. Kharat A, Bhargava R, Bakshi V, Goyal A. Klippel-Trenaunay syndrome: A case report with radiological review. Medical Journal of Dr DY Patil University. 2016;9(4):522-6. 7. de Godoy JMP, Río A, Domingo Garcia P, de Fatima Guerreiro Godoy M. Lymphedema in Klippel-Trenaunay Syndrome: Is It Possible to Normalize? Case reports in vascular medicine. 2016;2016:5230634-. 8. Gloviczki P, Driscoll DJ. Klippel-Trenaunay syndrome: current management. Phlebology. 2007;22(6):291-8. 9. Qi HT, Wang XM, Zhang XD, Zhang MH, Li CM, Bao SG, dkk. The role of colour Doppler sonography in the diagnosis of lower limb Klippel–Trénaunay syndrome. Clinical Radiology. 2013;68(7):716-20. 10. Sung HM, Chung HY, Lee SJ, Lee JM, Huh S, Lee JW, dkk. Clinical Experience of the Klippel-Trenaunay Syndrome. Archives of plastic surgery. 2015;42(5):552-8. 11. Malgor RD, Gloviczki P, Fahrni J, Kalra M, Duncan AA, Oderich GS, dkk. Surgical treatment of varicose veins and venous malformations in Klippel–Trenaunay syndrome. Phlebology. 2016;31(3):209-15....


Similar Free PDFs