Laporan Praktikum Pengemasan - terpentine test, uji Permeabilitas PDF

Title Laporan Praktikum Pengemasan - terpentine test, uji Permeabilitas
Author Laurencia Steffi
Course Teknologi Pengolahan Pangan
Institution Universitas Padjadjaran
Pages 20
File Size 457.8 KB
File Type PDF
Total Downloads 20
Total Views 749

Summary

Laurencia Steffi 240210150009 IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Kemasan kertas terdiri dari berbagai macam jenis yang memiliki kegunaan dan sifat yang berbeda. Praktikum pertama dilakukan uji ketahanan kertas terhadap minyak atau biasa dikenal sebagai terpentine test. Perubahan fisikokimia kemasan...


Description

Laurencia Steffi 240210150009 IV.

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Kemasan kertas terdiri dari berbagai macam jenis yang memiliki kegunaan

dan sifat yang berbeda. Praktikum pertama dilakukan uji ketahanan kertas terhadap minyak atau biasa dikenal sebagai terpentine test. Perubahan fisikokimia kemasan plastik sebagai bahan pengemas tidak mungkin dapat dihindari. Industri pangan hanya mampu menekan laju perubahan itu hingga tingkat minimum sehingga masih memenuhi syarat konsumen. Praktikum kedua dilakukan ektraksi bahan pengemas untuk mengetahui sifat kimia dari plastik. Permeabilitas kemasan plastik adalah kemampuan kemasan melewatkan partikel gas dan uap air pada suatu unit luasan bahan saat kondisi tertentu sebagai akibat dari suatu perbedaan unit tekanan uap antara dua permukaan pada kondisi suhu dan kelembaban tertentu (Sharma et. al., 2000). Permeabilitas film kemasan terhadap gas dan uap air penting diketahui terutama gas oksigen karena berhubungan dengan sifat bahan dikemas dan daya simpan produk. Praktikum ketiga dilakukan pengujian permeabilitas kemasan terhadap uap air dan gas dengan menggunakan terhadap sampel plastik.

4.1

Ketahanan Kertas terhadap Minyak (Terpentine Test) Terpentine test dilakukan untuk menguji daya penetrasi minyak dari

masing-masing kemasan primer. Daya penetrasi adalah kemampuan suatu fluida (minyak) untuk dapat mengisi pori-pori suatu kertas (Buckle et al., 1987). Uji terpentine test menentukan kertas mana yang memiliki ketahanan terhadap minyak lebih baik. Tidak semua kertas tahan terhadap minyak, biasanya kertas yang diuji adalah kertas yang sudah diketahui memiliki paling tidak sedikit ketahanan terhadap minyak. Pengujian dilakukan terhadap dua sampel yaitu kertas minyak dan kertas roti berukuran 6 x 6 cm. Kertas yang akan diuji mula-mula diletakkan di atas kertas indikator yaitu kertas stensil yang diletakkan diatas sebuah kaca. Kertas stensil memiliki sifat mudah menyerap minyak dan air sehingga digunakan sebagai indikator bahwa proses penyerapan minyak terpentin sudah terjadi di kedua sisi kemasan uji. Penggunaan kaca pada bagian dasar dimaksudkan untuk mempermudah

Laurencia Steffi 240210150009 pengamatan ketika terjadi rembesan minyak pada stensil. Pipa kecil diletakan di atas kemasan kertas yang akan diuji dan diisi oleh pasir kuarsa hingga setengah penuh. Pasir kuarsa bertujuan untuk mempermudah perhitungan waktu penetrasi minyak ke dalam kemasan karena minyak tidak langsung menetes pada kertas. Penuangan minyak terpentin ke atas pasir dilakukan menggunakan pipet tetes sebanyak sebanyak 1,1 ml. Minyak terpentin adalah minyak atsiri yang diperoleh dengan cara penyulingan uap getah Tusam. Minyak terpentine sendiri berdasarkan SNI 01-5009.3-2001 adalah minyak atsiri yang diperoleh dengan cara penyulingan uap getah Tusam (Pinus sp.) dengan senyawa utamanya yaitu alpha pinene. Waktu penetrasi kemudian dicatat dari awal penetesan. Prosedur ini diulang sebanyak tiga kali. Minyak ini digunakan sebagai minyak uji karena mudah didapat dan harga yang relatif murah. Waktu setelah penetesan minyak sampai muncul noda pada kertas indikator pertama kali merupakan waktu yang menunjukkan tingkat ketahanan kertas terhadap minyak. Waktu penetrasi minyak dicatat kemudian dilakuan pengulangan sebanyak empat kali pada masing-masing sampel. Waktu maksimum, minimum, serta rata-rata ditentukan dari keempat ulangan tersebut. Berikut adalah hasil pengamatannnya: Tabel 1. Hasil Pengamatan Uji Terpentine Test pada Beberapa Jenis Kertas Sampel Ulangan Kertas Minyak Kertas Roti 1 11,00 s 155,00 s 2 41,00 s 932,00 s 3 11,69 s Maksimal 41,00 s 932,00 s Minimal 11,00 s 155,00 s Rata-rata 21,23 s 543,5 s (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2018) Berdasarkan hasil pengamatan, rata-rata waktu yang diperlukan untuk penetrasi terpentine pada kertas minyak dan kertas roti berturut-turut adalah 21,23 dan 543,5 detik. Hal ini sesuai literatur dimana kertas minyak memiliki waktu yang lebih cepat dalam hal penetrasi dibandingkan kertas roti. Menurut Herudiyanto (2008), kertas minyak atau glasin yang mempunyai permukaan kertas seperti gelas, transparan, tahan terhadap penetrasi lemak dan minyak, tetapi tidak kedap air. Kertas ini dibuat dengan proses sulfat dan calendaring sehingga

Laurencia Steffi 240210150009 permukannya licin. Selain itu ditambahkan juga plasticizer sehingga menjadi lembut. Daya penetrasi kertas minyak paling tinggi disebabkan karena pada kertas minyak, kertas tidak dilapisi lagi dengan bahan pelapis seperti polimer sintetik atau getah lain. Kertas galsin biasanya digunakan juga untuk mengemas ikan, permen, mentega, keju dan produk-produk makanan yang berlemak. Kertas minyak dapat tahan terhadap minyak dikarenakan adanya proses sulfatasi. Daya serap suatu kertas sangat dipengaruhi oleh sizer dan filler. Sizer mengubah sifat hidrofilik selulosa menjadi hidrofobik sehingga kemampuan penyerapan airnya berkurang (Peleg, 1985). Menurut Casey (1981) sizer adalah bahan penolong yang ditambahkan sebelum atau sesudah pembentukan lembaran kertas yang ditujukan terutama untuk meningkatkan ketahanan kertas terhadap cairan. Menurut Casey (1981) berdasarkan pemberian sizer dapat dibedakan dua macam, yaitu internal sizer dan surface sizer. Internal sizer merupakan proses untuk memberikan ketahanan penetrasi cairan pada kertas dengan memberikan bahan tambahan internal yang basah. Surface sizer umumnya merupakan penggunaan bahan berselaput tipis seperti tepung, getah dan polimer sintetis. Kertas roti merupakan kertas yang mempunyai sifat tidak mudah lengket pada bahan pangan disebabkan adanya proses calendering pada salah satu sisi kemasan kertas roti. Proses calendaring bertujuan untuk menghaluskan kertas serta membuat kertas roti memiliki ketahanan yang baik terhadap minyak dan air. Proses calendering dilakukan pada salah satu sisi, sedangkan sisi yang lainnya masih terasa kasar yang disebabkan karena adanya serat-serat kasar yang merupakan bahan baku pembuatan kertas sehingga kertas roti memiliki ketahanan terhadap minyak lebih tinggi dibandingkan kertas minyak. Kertas roti digunakan sebagai kemasan primer dalam membungkus roti serta digunakan sebagai alas dalam pembuatan kue agar tidak lengket. Sifat-sifat ketahanan minyak pada kertas dipengaruhi oleh porositas kertas, ketebalan kertas, dan proses laminasisehingga kertas lebih tahan terhadap minyak (Kjellgren, 2005). Kertas tahan minyak memiliki densitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kertas biasa. Proses pembuatan kertas dilakukan dengan melalui adonan kertas ke dalam bak yang berisi asam sulfat pekat sehingga serat selulosanya bereaksi dengan asam dan hampir meleleh bersamaan kemudian

Laurencia Steffi 240210150009 diinterupsi oleh air yang dilarutkan. Perlakuan ini menyebabkan struktur kertas yang padat dengan jumlah pori-pori yang lebih sedikit (Giatti, 1996).

4.2

Sifat Kimia dan Ekstraksi Bahan Pengemas Kemasan plastik merupakan salah satu jenis kemasan yang banyak

digunakan untuk mengemas produk pangan. Salah satu alasan pemilihan suatu kemasan plastik adalah ketahanan plastik terhadap bahan-bahan kimia. Masingmasing jenis plastik memiliki ketahan yang berbeda-beda terhadap asam, basa, lemak dan pelarut organik. Karakter yang berbeda-beda pada plastik, disebabkan karena perbedaan jenis polimer yang menyusun bahan. Proses polimerisasi yang menghasilkan polimer berantai lurus mempunyai tingkat polimerisasi yang rendah dan kerangka dasar yang mengikat antar atom karbon dan ikatan antar rantai lebih besar daripada rantai hidrogen (Flinn dan Trojan, 1975). Bahan tambahan yang biasanya ditambahkan pada pembuatan kemasan plastik juga menjadi penentu suatu sifat plastik. Bahan tambahan menurut Winarno (1994) terbagi menjadi beberapa jenis berdasarkan fungsinya bahan pelunak (plasticizer), bahan penstabil (stabilizer), bahan pelumas (lubricant), bahan pengisi (filler), pewarna (colorant), antistatic agent, blowing agent, flame retardant dan sebagainya. Praktikum kedua dilakukan ektraksi bahan pengemas untuk mengetahui sifat kimia dari plastik. Plastik yang dijadikan sampel adalah PP, PE, PET, PS, dan HDPE. Masing-masing sampel yang berukuran 1 × 6 cm sebanyak 5 buah ditimbang menggunakan neraca analitik. Pencatatan dilakukan pada berat awal masing-masing sampel. Kemudian masukkan ke dalam tabung berisi beragam cairan, diantaranya NaOH 10%, larutan sabun1%, asam sitrat 10%, H2O210% dan minyak goreng. Sampel plastik direndam selama 24 jam. Setelah akhir pengamatan, sampel yang dicelup dengan NaOH, larutan sabun, asam sitrat dan H2O2 dibilas dengan air bersih, sedangkan yang direndam dengan minyak goreng dibilas dengan alkohol. Pencucian dengan air dimaksudkan untuk melarutkan larutan kimia pada plastik, sedangkan penggunaan alkohol adalah untuk melarutkan minyak, dimana minyak dapat larut dalam pelarut non-polar seperti alkohol. Sampel didiamkan sampai kering kemudian ditimbang untuk mengukur berat akhirnya. Larutan asam sitrat mewakili sifat asam, NaOH mewakili sifat

Laurencia Steffi 240210150009 basa, sabun sebagai pelarut organik, larutan H2O2 bersifat sebagai oksidator, dan minyak goreng mewakili lemak dan minyak yang biasanya ada pada produk pangan. Hasil pengamatan sifat kimia dan ekstraksi dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Hasil Pengamatan Sifat Kimia dan Ekstraksi Bahan Pengemas Ke Berat Akhir % Berat Awal Pelarut Sampel (g) (g) Perubahan l PP 0,0368 0,0373 1,36 % PE 0,0119 0,0133 11,76% 1 NaOH 10% PET 0,2934 0,2900 1,16% PS 0,0546 0,1602 193,41% HDPE 0,0045 0,0029 35,55% PP 0,0355 0,0352 0,84% PE 0,0141 0,0142 0,71% Lar. Sabun 2 PET 0,2635 0.2640 0,19% 1% PS 0,0630 0.0945 50% HDPE 0,0042 0,0045 7,14% PP 0,0381 0,0385 1,03% PE 0,0123 0,0131 6,50% Asam sitrat 3 PET 0,2300 0,2309 0,39% 10% PS 0,0510 0,1523 198,6% HDPE 0,0035 0,0048 37,1% PP 0,0459 0,0140 69,49% PE 0,0143 0,0040 72,02% PET 0,2917 0,2988 2,43% 4 H 2O 2 PS 0,0525 0,1003 91,04% HDPE 0,0036 0,0458 92,14% PP 0,0470 0,0481 2,34% PE 0,0120 0,0140 14,28% Minyak 5 PET 0,2842 0,2868 0,91% Goreng PS 0,0443 0,1904 329,79% HDPE 0,0047 0,0094 100,00% (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2018) Berdasarkan hasil pengamatan, dapat dilihat bahwa sampel plastik ada yang mengalami pertambahan dan penurunan berat pada larutan tertentu. Perubahan berat yang terjadi diakibatkan oleh reaksi antara sampel dan larutan. Adanya pertambahan berat menandakan bahwa larutan terserap ke dalam bahan plastik, sedangkan penuruann berat menandakan bahwa sebagaian zat yang ada pada kemasan bermigrasi ke larutan. Kemasan PE mengalami urutan pertambahan berat sebagai berikut minyak goreng, NaOH 10%, larutan asam sitrat 10% dan larutan sabun 1%. Hal ini sesuai dengan literatur dimana plastik PE tidak cocok untuk mengemas produk-produk

Laurencia Steffi 240210150009 yang berlemak atau berminyak karena memiliki ketahanan terhadap lemak yang buruk. Namun, menurut Herudiyanto (2009) polietilen memiliki ketahanan terhadap pelarut organik, asam, dan basa serta diperoleh dari polimer etilen yang diperoleh melalui dua proses yang berbedadan menghasilkan polietilen yang memiliki berat jenis yang rendah dan tinggi. Menurut Sulchan dan Nur (2007), polietilena sangat resisten terhadap sebagian besar senyawa kimia baik asam, basa, dan larutan sabun di bawah temperatur 600C. Kemasan PP dan PE yang direndam dalam larutan H2O2 mengalami terjadinya penurunan berat sampel karena menurut Purwanta (2008), pada suhu kamar dengan waktu kontak yang cukup lama, senyawa dengan berat molekul kecil dapat masuk ke dalam makanan secara bebas, baik yang berasal dari aditif maupun plasticizer. Migrasi monomer maupun zat-zat pembantu polimerisasi, dalam kadar tertentu dapat larut ke dalam makanan padat atau cair berminyak maupun tak berminyak. Plastik jenis PP merupakan plastik yang baik digunakan dalam pengemasan pada produk pangan. Hal ini dapat dilihat bahwa kemasan PP mengalami sedikit perubahan berat. Menurut Sulchan dan Endang (2007), dimana dikatakan Polipropilena tahan terhadap sebagian besar senyawa kimia kecuali pelarut aromatik dan hidrokarbon klorida dalam keadaan panas, serta sifat permeabilitasnya terletak antara PEDR dan PEDT. Kemasan PET mengalami kenaikan berat kecuali pada perendaman dengan larutan NaOH 10%. Botol jenis PET ini direkomendasikan hanya untuk sekali pakai. Selain itu, hal ini disebabkan karena bila terlalu sering dipakai, apalagi digunakan untuk menyimpan air panas, akan mengakibatkan lapisan polymer pada botol tersebut akan meleleh dan mengeluarkan zat karsinogenik yang dapat menyebabkan kanker jika dikonsumsi dalam jangka panjang. PET cocok digunakan untuk kemasan yang bersifat oksidator, asam, minyak, dan pelarut organik namun tidak cocok untuk mengemas bahan pangan yang bersifat basa. Hal ini dikarenankan PET terususn atas kondensasi polimer etilen glikol dan asam treptalat. Menurut Syarief et al. (1989), PET tidak tahan terhadap asam kuat, tetapi masih tahan terhadap asam sitrat. Kemasan PS memiliki perubahan berat yang besar terhadap semua jenis pelarut yang digunakan. Penambahan berat terbesar adalah pada minyak goreng.

Laurencia Steffi 240210150009 Hal ini menunjukkan bahwa PS tidak cocok digunakan sebagai kemasan primer suatu produk pangan. PS atau polistiren ini cocok digunakan sebagai kemasan sekunder. Polistirena atau styrofoam menurut Syarief (1989) memiliki sifat tahan terhadap asam dan basa kecuali asam pengoksidasi, terurai dengan alkohol pada konsentrasi tinggi, ester, keton, hidrokarbon aromatik, dan klorin. Kemasan HDPE mengalami pertambahan berat pada larutan minyak goreng, H2O2, disusul oleh asam sitrat 10% dan NaOH 10%. Plastik HDPE termasuk golongan plastik PE sehingga sifatnya sama yaitu tahan terhadap asam, basa, alkohol, detergen, dan bahan kimia lainnya. Hasil pengamatan sudah sesuai karena pertambahan berat yang terjadi sangat kecil. Plastik HDPE sifatnya keras dan memiliki titik lebur tinggi dibandingkan LDPE selain itu tenggelam dalam larutan campuran air dengan alkohol (Sinaga, 2013). Kemasan plastik memiliki beberapa keunggulan karena sifatnya yang kuat, tetapi ringan, inert, tidak karatan dan bersifat termoplastik (heat seal) serta dapat diberi warna. Kemasan plastik juga mempunyai kelemahan yaitu adanya zat-zat monomer dan molekul kecil lain dari plastik yang melakukan migrasi ke dalam bahan makanan yang dikemas (Winarno, 1994). Sifat-sifat kelarutan plastik berasal dari komposisi bahan pembuatnya, antara lain bahan pemlastis dan pelumas. Bahan pemlastis (plasticizer) adalah bahan organik dengan berat molekul, sementara pelumas berfungsi untuk mengurangi gaya gesekan. Pengetahuan akan sifat kimia bahan pengemas penting dilakukan karena sebagian besar kemasan sampel yang digunakan pada praktikum ini merupakan kemasan primer, yaitu kemasan yang kontak langsung dengan makanan sehingga penggunaannya perlu diawasi agar tidak membahayakan bagi tubuh. Bahan pengemas yang memiliki perubahan berat dalam presentase besar sebaiknya tidak digunakan untuk produk pangan tertentu karena dapat bercampur dengan bahan pangan dan kemungkinan bersifat toksik. Adanya kemungkinan terjadi migrasi zat monomer dari bahan kemasan ke dalam makanan, terutama jika makanan tersebut tidak cocok dengan kemasan yang digunakan. Jika dilihat dari hasil pengamatan, plastik PE baik digunakan untuk mengemas produk asam dan basa; plastik PP dan PET baik digunakan untuk

Laurencia Steffi 240210150009 mengemas bahan pelarut organik dan asam; plastik PS tidak baik digunakan untuk mengemas kemasan primer, serta plastik HDPE sangat baik digunakan untuk mengemas bahan pelarut organik. Perbedaan hasil pengamatan dengan literatur dapat disebabkan karena berbagai faktor. Pertama, sampel yang direndam dalam pelarut disimpan di tempat yang terbuka sehingga memungkinkan bahan kimia yang tidak diinginkan masuk kedalam tabung dan bereaksi dengan sampel bahan plastik. Kedua, sampel bahan plastik yang digunakan mungkin diberi bahan tambahan yang menyebabkan sifat ketahanan bahan plastik terhadap pelarut menjadi berbeda dengan bahan plastik pada umumnya. Ketiga, pelarut yang digunakan sudah tidak baik sehingga tidak dapat melarutkan bahan dengan maksimal. Keempat, terjadi karena perbedaan suhu, luas permukaan, ketebalan, dan lamanya kontak antar plastik dengan larutan dari percobaan dan literatur.

4.3

Permeabilitas Uap Air Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai permeabilitas selain ketebalan

antara lain bentuk, ukuran, interaksi polimer, dan pengaruh suhu dan tekanan pada sifat sorpsi dan difusi bahan tersebut. Polimer dengan polaritas tinggi (polisakarida dan protein) yang memiliki ikatan hydrogen yang besar umumnya menghasilkan nilai permeabilitas uap air yang tinggi dan permeabilitas terhadap oksigen rendah (Suhelmi, 2007). Sampel plastik diantaranya PP, PE, HDPE, dan Cling Wrap dilakukan pengukuran ketebalan dengan menggunakan mikriometer sekrup. Kemasan plastik diukur ketebalannya pada 5 titik yang berbeda. Hal ini bertujuan agar pengukuran lebih akurat untuk mengetahui ketebalan plastik yang berhubungan dengan permeabilitas plastik. Metode yang digunakan adalah metode gravimetri yang dilakukan penimbangan berat pada sampel setiap waktu pengamatan. Setiap kemasan plastik disiapkan tiga buah cawan porselen yang sudah diukur berat dan diameternya luarnya untuk kemudian dicari luas permukaannya. Luas permukaan bertujuan untuk menghitung seberapa besar luas permukaan kemasan yang kontak dengan lingkungan. Cawan porselen pertama diisi dengan 10 gram silica gel, cawan kedua diisi 10 gram aquades, dan cawan ketiga adalah cawa kosong yang digunakan

Laurencia Steffi 240210150009 sebagai kontrol. Cawan porselen yang telah diberi perlakuan kemudian permukaannya dilapisi sampel plastik yang akan diuji kemudian diikat dengan karet. Aquades berfungsi untuk mengetahui berapa banyak uap air yang terlepas selama pengemasan sehingga profil uap air yang terlepas ke luar kemasan dapat diketahui, sementara kontrol bertujuan untuk mengetahui profil udara yang mungkin masuk dapat keluar karena sifat permeabilitas dari plastik itu sendiri sehingga berat cawan setiap harinya fluktuatif. Silika gel pada cawan dimaksudkan untuk menyerap udara dan uap air yang masuk ke dalam cawan porselen melalui kemasan sehingga profil udara yang masuk ke dalam kemasan dapat diketahui. Silika gel yang telah banyak menyerap uap air maka akan terjadi perubahan warna dari biru menjadi merah muda atau putih (Winarno, 1987). Cawan disimpan dalam desikator buatan. Desikator bertujuan untuk mempertahankan RH sampel bahan pangan yang diuji. Desikator yang digunakan dibuat dari sebuah toples sedang yang berisi larutan garam jenuh pada bagian bawah, kemudian diberi kasa kawat sebagai tempat menaruh sampel. Selama penyimpanan sekeliling tutup toples dikeliilingi oleh malam untuk meminimalisir pertukaran udara bagian dalam desikator dengan lingkungan. Berikut adalah pengamatan berat permeabilitas kemasan. Tabel 3. Hasil Pengamatan Berat Permeabilitas Kemasan Berat hari kePlastik Tebal (m) Kondisi 1 2 3 0,0007 Kontrol 5,6325 5,6354 5,2699 PP 0,0007 Akuades 14,8102 14,7971 14,7709 0,0006 Desikan 9,3864 9,4858 9,5598 0,0001 Kontrol 4,1736 4,1776 4,2311 PE 0,0001 Akuades 14,5905 14,5692 14,5408 0,0001 Desikan 8,1636 8,2470 8,2807 0,0001 Kontrol 5,1001 5,1029 5,1026 HDPE 0,0001 Akuades 14,7488 14,7971 14,6707 0,0001 Desikan 8,0479 8,1427 8,2156 0,0002 Kontrol 4,7711 4,7576 4,7526 Cling 0,0003 Akuades 14,4701 14,3747 14,2308 Wrap 0,0003 Desikan 9,1044 9,4175 9,6311 (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2018)

4 5,6351 14,7495 9,6940 4,2142 14,5131 8,3609 5,1729 14,6179 8,2955 4,7544 14,3638 9,6630

Laurencia Steffi 240210150009 Pengamatan dilakukan selama 4 hari. Cawan ditimbang untuk mengetahui perubahan beratnya selama 4 hari dan dihitung nilai Water Vapour Transmission Rate (WVTR). WVTR adalah jumlah uap air yang melalui suatu permukaan luas permukaan. Dari nilai ini dapat diketahui apakah permeabilitas suatu bahan pengemas termasuk tinggi atau rendah. Menurut Mareta (2011) semakin tinggi kecepatan transmisi plastik maka semakin tinggi permeabilitasnya karena kecepatan trasnmisi berbanding lurus dengan permeabilitas. Semakin tebal suatu kemasan plastik maka nilai permeabilitasnya akan semakin rendah, demikian sebalik...


Similar Free PDFs