Oseanografi Terapan PDF

Title Oseanografi Terapan
Author Ibnu Abbas Henaulu
Pages 7
File Size 221.1 KB
File Type PDF
Total Downloads 300
Total Views 575

Summary

OSEANOGRAFI TERAPAN Variasi Spasial Kekeruhan Teluk Ambon Dalam Akibat Proses Sedimentasi. Layak Budidaya Rumput Laut?? Oleh: Ibnu Abbas Henaulu 2009-63-025 Manajemen Sumberdaya Perairan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teluk Ambon berada pada posisi 128⁰70 - 129⁰ BT dan 3⁰37 - 3⁰45 LS merupakan sa...


Description

OSEANOGRAFI TERAPAN

Variasi Spasial Kekeruhan Teluk Ambon Dalam Akibat Proses Sedimentasi. Layak Budidaya Rumput Laut??

Oleh: Ibnu Abbas Henaulu 2009-63-025 Manajemen Sumberdaya Perairan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teluk Ambon berada pada posisi 128⁰70 - 129⁰ BT dan 3⁰37 - 3⁰45 LS merupakan salah satu teluk yang memiliki peranan penting di wilayah Indonesia bagian timur. Teluk yang relatif sempit dan tidak terlalu dalam, namun berhadapan langsung dengan perairan dalam Laut Banda memiliki dinamika oseanografi yang khas. Ditinjau dari morfologinya, Teluk Ambon terbagi menjadi dua wilayah teluk yang berbeda karakteristiknya, yakni: Teluk Ambon bagian luar (outer Ambon bay) dan Teluk Ambon bagian dalam (inner Ambon bay). Dua wilayah ini dipisahkan oleh suatu ambang (sill) yang berbentuk leher botol/bottle neck dengan kedalaman 12,8 meter dan lebar 7,8 meter, sehingga membentuk karakteristik yang berbeda antara Teluk Ambon bagian luar dan dalam. Teluk Ambon bagian luar memiliki pola arus yang dipengaruhi oleh laut Banda sehingga arusnya lebih deras, sedangkan di teluk bagian dalam arusnya lebih tenang (Selanno dkk., 2009; Cappenberg, 2011; dan Mulyadi, 2011). Kualitas perairan Teluk Ambon terus mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya aktivitas di sekitar teluk. Teluk Ambon dikelilingi oleh kawasan pemukiman, industri, pusat perbelanjaan, dan aktivitas transportasi laut baik lokal maupun antar pulau. Efek-efek yang ditimbulkan dari kegiatan ini antara lain peningkatan jumlah sedimen, perubahan suhu dan salinitas, dan eutrofikasi yang berlebihan. Selain itu, kurang tersedianya sarana untuk tempat pembuangan sampah dan kurang sadarnya masyarakat dalam membuang sampah pada tempatnya telah menyebabkan eutrofikasi di teluk tersebut semakin meningkat. Timbunan sampah-sampah ini dapat dilihat dengan mudah pada permukaan air laut Teluk Ambon. Tumpahan minyak dari perusahaan minyak dan pelabuhan di sekitar teluk dan aktivitas kapal-kapal transportasi juga mempengaruhi kondisi kualitas air di Teluk Ambon. Keadaan ini telah menimbulkan berbagai masalah, khususnya mengenai pencemaran laut. Berbagai tanggapan bermunculan di media masa mengenai kualitas perairan Teluk Ambon. Hal 1

ini disebabkan karena semakin berkurang dan rusaknya beberapa potensi sumberdaya yang ada, seperti berkurangnya populasi ikan umpan, rusaknya terumbu karang, hutan mangrove dan sebagainya. Karakteristik fisik perairan berperan penting dalam menentukan kesesuaian wilayah untuk budidaya rumput laut dan saling berkaitan, dimana Rumput laut merupakan tumbuhan tingkat rendah berupa talus yang bercabang-cabang, yang hidup di laut dan tambak yang memiliki kedalaman yang dapat ditembus oleh cahaya matahari (Riske, 2007). Rumput laut dapat tumbuh di perairan dangkal dan jernih hingga kedalaman 20-30 m, pada suhu air berkisar 28- 34°C, dan salinitas 28-34 permil (Afrianto dan Liviawati, 1989). 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana kondisi Teluk Ambon Dalam (TAD) pada saat ini? 2. Apakah wilayah tersebut layak untuk dilakukan Budidaya Rumput Laut?

II. PEMBAHASAN 2.1 Kondisi Teluk Ambon Dalam (TAD) Sampling kualitas air laut Teluk Ambon telah dilaksanakan oleh beberapa instansi diantaranya LIPI, Pemerintah Kota Ambon, BTKL serta DKP Kota Ambon. Monitoring Teluk Ambon oleh LIPI dilakukan setiap tahun dengan fokus penelitian pada biota laut, sehingga informasi kualitas air secara fisika dan kimia sangat terbatas. Tetapi pemantauan kualitas air laut yang dilakukan oleh pemerintah Kota Ambon, BTKL PPM II Ambon, serta DKP Kota Ambon memberikan informasi kualitas air berdasarkan parameter fisika, kimia, dan biologi yang tercantum dalam Permen LH No. 51 Tahun 2004 tentang kualitas air laut. Pada tahun 2012, DKP Kota Ambon melakukan sampling di perairan Teluk Ambon. Pengukuran yang dilakukan tanggal 22 Maret 2012 ini berada di sembilan titik dan tersebar di lima muara sungai. Kelima muara sungai tersebut adalah Sungai Batu Merah, S. Wai Tomu, S. Galala, S. Lateri, dan S. Pokka. Hasil pengukuran menunjukkan parameter Total Suspended Solid (TSS), amoniak total, fosfat, nitrat, krom valensi 6, kadmium, tembaga, timbal, dan coliform melebihi baku mutu berdasarkan Permen LH No. 51 Tahun 2004 peruntukan Biota Laut. Selain beberapa instansi diatas, kualitas air laut juga diteliti oleh seorang pakar dari Universitas Pattimura. Dalam bukunya (Beban Pencemaran pada Ekosistem Teluk: Perspektif Pengelolaan Kualitas Lingkungan Perairan), Dr. Debby AJ. Selanno, mengungkapkan bahwa pada saat itu (2006-2007) kondisi perairan Teluk Ambon bagian dalam (TAD) masuk dalam kelas D, kategori buruk/cemar berat untuk biota laut. Dalam salah satu pernyataannya, beliau mengemukaan bahwa rencana pemerintah untuk pengembangan perikanan tangkap dan budidaya laut perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak. Sebab jika dilanjutkan akan sangat beresiko bukan hanya bagi kesehatan organisme yang hidup di dalamnya akan tetapi juga bagi kesehatan manusia yang memanfaatkan sumberdaya laut tersebut. Secara visual perairan TAD lebih keruh dibandingkan dengan TAL. Arus laut di TAD relatif lebih tenang dibandingkan dengan TAL mengingat kondisi TAD yang merupakan 2

perairan semi tertutup (enclosed bay). Meskipun begitu, di perairan TAD tidak ditemukan banyak sampah dan masih memiliki mangrove yang cukup luas. Berbanding terbalik dengan perairan di TAD, kondisi perairan TAL ditemukan banyak sekali sampah (plastik bekas makanan/minuman ringan). Diperkirakan sampah berasal dari aktivitas manusia yang menggunakan jalur transportasi kapal untuk melintas dari pusat kota ke Kecamatan yang terletak di seberang teluk. Hal ini sangat memprihatinkan, mengingat terdapat beberapa titik di TAL yang ditentukan sebagai spot dive bagi wisatawan yang ingin menikmati keindahan bawah laut perairan ini.

Gambar: Variasi tingkat kekeruhan perairan Teluk Ambon Dalam di 4 lokasi berbeda (November 2014)

Kondisi teluk memang riskan terjadinya pencemaran, karena topografi pulau didominasi oleh gunung/bukit memudahkan material padatan masuk ke teluk pada saat terjadi banjir dan longsor. Banjir disertai longsor di wilayah ini hampir terjadi setiap tahun. Seperti yang terjadi baru-baru ini, yaitu banjir Ambon tanggal 29 – 30 Juli 2013. Selain itu, sedikitnya lahan datar yang cocok untuk pemukiman membuat masyarakat tidak lagi mengindahkan adanya sempadan pantai. Hampir di sekeliling teluk, sempadan pantai sudah berganti menjadi bangunan jalan. Pembangunan industri yang dekat sekali dengan laut, menambah potensi terjadinya pencemaran akibat pembuangan limbah industri yang bermuara di Teluk Ambon. Lalu lintas kapal yang padat juga memberi kontribusi terhadap pencemaran perairan teluk oleh lapisan minyak. Pada saat ini fungsi Teluk Ambon bagian dalam yang begitu kompleks, mengalami ancaman seiring dengan bertambahnya penduduk. Semakin banyaknya penduduk maka kebutuhan akan lokasi pemukiman pun meningkat. Kebutuhan lokasi pemukiman yang meningkat mendorong dilakukannya kegiatan pembukaan lahan atas (upland). Seiring 3

berjalannya waktu, kegiatan pembukaan lahan yang dilakukan menjadi tidak terkontrol bahkan berlebihan, yang menyebabkan hilangnya sebagian besar vegetasi penyangga dalam daerah tangkapan hujan (catchment area). Akibatnya ketika terjadi hujan, banyak sedimen terbawa ke teluk dan menimbulkan kekeruhan di sepanjang perairan Teluk Ambon dalam (Miller, 1999; Salili, 2007 dalam Nirahua, 2009; dan Cappenberg, 2011).

Kenampakan kondisi pembukaan lahan atas pada citra dari satelit (Sumber: google earth, tanggal download: 23 Mei 2012)

Selain itu, Selanno (2009) juga mengemukakan tentang analisis hubungan antara beban pencemaran dan konsentrasi limbah sebagai dasar pengelolaan kualitas lingkungan perairan Teluk Ambon bagian dalam. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa: kontribusi beban pencemaran organik dari sungai terhadap konsentrasi limbah organik yang ada di laut adalah 60-80%. Konsentrasi NO3 dan PO4 lebih besar dari baku mutu, hal itu mengindikasikan bahwa masukan beban limbah organic dari sungai ke laut sudah melebihi kapasitas asimilasi. Selanjutnya dengan pendekatan nilai ekologis yaitu berdasarkan nilai indeks keragaman jenis fauna bentos diperoleh bahwa status kualitas air di perairan Teluk Ambon bagian dalam berkisar dari tercemar sangat ringan sampai tercemar ringan. Sedangkan dengan grafik analisis kapasitas asimilasi dengan pendekatan beban limbah BOD, COD dan TSS menggambarkan bahwa dengan garis prediksi baku mutu menunjukkan ketiga parameter ini kapasitas asimilasinya masih dibawah ambang batas. Hal tersebut menunjukkan proses fisik, kimia dan biologi juga turut mempengaruhi kondisi ini.

2.2 Opini Terkait Permasalahan Teluk Ambon bagian dalam memiliki berbagai fungsi, selain sebagai daerah perikanan ikan tangkap, ikan umpan dan KJA, daerah ini juga berfungsi sebagai pelabuhan pangkalan TNI angkatan Laut dan POLAIRUD, pelabuhan kapal PT Pelni, kapal tradisional antar pulau dan ferry penyeberangan, dermaga tempat perbaikan kapal, daerah konservasi hutan mangrove, tempat rekreasi dan olahraga, serta tempat pendidikan dan penelitian (Miller, 1999 dan Selanno dkk., 2009). Terkait dengan kegiatan budidaya rumput laut, maka hal utama yang perlu diperhatikan adalah penentuan lokasi. Penentuan lokasi untuk budidaya rumput laut dilakukan berdasarkan pengamatan karakteristik perairan sebagai syarat tumbuh rumput laut. Karakterisitik perairan 4

yang diamati meliputi kondisi ekologis perairan yang terdiri dari parameter fisika, kimia dan biologi perairan, yaitu berupa suhu, salinitas, keerahan dan kedalaman perairan, oksigen terlarut (DO), arus, serta kandungan nutrient (nitrat dan fosfat). Sementara itu, berdasarkan masalah-masalah yang timbul pada Teluk Ambon Dalam di atas, maka kemungkinan untuk melakukan kegiatan Budidaya Rumput Laut sangatlah kecil atau bahakan tidak bisa sama sekali, apabila ditinjau dari beberapa parameter yang telah disebutkan tadi. Disisi lain, jika kita mengacu pada penelitan Dr. Debby AJ. Selanno (2006-2007) yang menyebutkan bahwa kondisi perairan Teluk Ambon bagian dalam (TAD) masuk dalam kelas D, kategori buruk/cemar berat untuk biota laut. Dimana, dalam salah satu pernyataannya, beliau mengemukaan bahwa rencana pemerintah untuk pengembangan perikanan tangkap dan budidaya laut perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak. Sebab jika dilanjutkan akan sangat beresiko bukan hanya bagi kesehatan organisme yang hidup di dalamnya akan tetapi juga bagi kesehatan manusia yang memanfaatkan sumberdaya laut tersebut. Beliau juga mengatakan bahwa secara visual perairan TAD lebih keruh dibandingkan dengan TAL. Berdasarkan pernyataan beliau tersebut, maka peluang untuk budidaya Rumput Laut di Teluk Ambon Dalam (TAD) sangatlah kecil, bahkan tidak bisa dilakukan tanpa ada perhatian khusus dari pihak-pihak yang dimaksud. Terlepas dari hal tersebut, kenyataan yang terdapat pada kondisi Teluk Ambon saat ini (2011-2014) semakin memburuk dalam kaitannya dengan pencemaran akibat aktivitas-aktivitas yang berlangsung di sekitar perairan Teluk Ambon, seperti pengalih fungsian lahan darat berupa pembangunan Jembatan Merah-Putih, ACC, MCM dan aktivitas manusia lainnya sebagai akibat adanya banjir dan longsor serta erosi pantai yang membawa muatan sedimen dari darat ke dalam perairan dan memberi dampak langsung terhadap kualitas perairan Teluk Ambon. Selain itu, baru-baru ini penemuan alga beracun (Pyrodinium sp) oleh LIPI di perairan Teluk Ambon yang ramai menjadi perbincangan publik disebut-sebut dapat menyebabkan kematian massal biota, penurunan kualitas perairan, kerusakan ekosistem dan keracunan pada manusia. Namun belum diketahui darimana asal spesies tersebut. Hal ini tentunya menjadi masalah yang perlu di pertimbangkan untuk melakukan budidaya Rumput Laut di Teluk Ambon Dalam yang sudah terkontaminasi oleh bahan-bahan pencemar. Dengan beberapa kenyataan diatas, maka wilayah Teluk Ambon Dalam dapat dinyatakan sudah tidak layak lagi untuk dilakukan budidaya Rumput Laut, dimana pada kedalaman 20-30 m yang merupakan posisi potensial untuk pertumbuhan Rumput Laut di sepanjang Teluk Ambon Dalam telah mengalami tingkat kekeruhan dengan variasi tertentu akibat adanya masukan material padat berupa sedimentasi dari darat. Maka dari itu, kegiatan pengamatan (Monitoring) oseanografi fisis penting dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh peningkatan aktivitas disekitar teluk terhadap komidi fisis Teluk Ambon yang selanjutnya juga akan mempengaruhi kondisi kualitas air dan biologi di teluk tersebut. Selanjutnya, melalui data-data yang diperoleh dari hasil pengamatan tersebut dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang perlu dikaji dan selanjutnya dapat digunakan Pemerintah Kota Ambon untuk menetapkan kebijakan-kebijakan dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan di sekitar perairan dan di sepanjang Teluk Ambon. Selain itu, perlu adanya penyediaan sarana untuk tempat pembuangan sampah oleh Pemerintah Kota Ambon di setiap pemukiman sepanjang pesisir Teluk Ambon, dan mengajak

5

masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya agar masyarakat tidak membuang sampah ke laut dan menyebabkan eutrofikasi di Teluk Ambon.

III. PENUTUP 3.1 Kesimpulan Dengan bertambahnya penduduk maka kebutuhan akan lokasi pemukiman pun meningkat. Kebutuhan lokasi pemukiman yang meningkat mendorong dilakukannya kegiatan pembukaan lahan atas (upland). Seiring berjalannya waktu, kegiatan pembukaan lahan yang dilakukan menjadi tidak terkontrol bahkan berlebihan, yang menyebabkan hilangnya sebagian besar vegetasi penyangga dalam daerah tangkapan hujan (catchment area). Akibatnya ketika terjadi hujan, banyak sedimen terbawa ke teluk dan menimbulkan kekeruhan di sepanjang perairan Teluk Ambon dalam. Selain itu, masukan beban pencemaran di Teluk Ambon Dalam yang melebihi baku mutu air dan sudah melebihi kapasitas asimilasi sehingga pengembangan perikanan tangkap dan budidaya laut perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak terkait, tak terkecuali dengan kegiatan budi daya Rumput Laut. Sebab jika dilanjutkan akan sangat beresiko bukan hanya bagi kesehatan organisme yang hidup di dalamnya akan tetapi juga bagi kesehatan manusia yang memanfaatkan sumberdaya laut tersebut.

3.2 Saran Perlu adanya kebijakan khusus oleh Pemerintah Kota terkait kegiatan pembukaan dan alih fungsi lahan darat yang semakin meningkat, untuk mencegah tingkat kerusakan vegetasi yang semakin meluas dibeberapa daerah di Kota Ambon, yang kemudian memberi dampak negatif terhadap kualitas perairan Teluk Ambon dalam akibat masukan sedimen yang terbawa oleh hujan.

6

REFERENSI: 1995. UI - Tesis (Membership). Kualitas Perairan Teluk Ambon. Perpustakaan Universitas Indonesia. Jakarta. Basit Dkk. 2008. Monitoring Oseanografi Fisis Di Teluk Ambon. Balai Konservasi Biota Laut – LIPI. Ambon. http://ppesuma.menlh.go.id/index.php/10-berita-dan-artikel/78-sampling-air-laut-teluk-ambontahun-2013

7...


Similar Free PDFs