Etika Terapan -­‐ Rangkuman Buku PDF

Title Etika Terapan -­‐ Rangkuman Buku
Author Rolando Aruan
Pages 21
File Size 265.9 KB
File Type PDF
Total Downloads 421
Total Views 819

Summary

  Etika  Terapan  -­‐  Rangkuman  Buku   Etika  Kristen:  Pilihan  &  Isu  Kontemporer  -­‐  Edisi  Kedua   Norman  L.  Geisler   Dosen:  Dr.  Bambang  Sriyanto   Oleh:  Kenny  Gunawan   STT  Bethany  [NIM:  16.13.399]   MENGENAI  BUKU   Buku   etika   klasik   ini   telah   diperbarui   secara ...


Description

 

Etika  Terapan  -­‐  Rangkuman  Buku   Etika  Kristen:  Pilihan  &  Isu  Kontemporer  -­‐  Edisi  Kedua   Norman  L.  Geisler   Dosen:  Dr.  Bambang  Sriyanto   Oleh:  Kenny  Gunawan   STT  Bethany  [NIM:  16.13.399]  

MENGENAI  BUKU   Buku   etika   klasik   ini   telah   diperbarui   secara   menyeluruh,   mengevaluasi   pilihan-­‐pilihan  etika  kotemporer  dan  juga  isu-­‐isu  masa  kini  yang  mendesak   dari   perspektif   Injili.   Edisi   kedua   ini   telah   ditambahkan   bagian-­‐bagian   baru   mengenai   hak-­‐hak   binatang,   etika   seksual   dan   dasar   Alkitab   untuk   keputusan   etis.   Buku   ini   juga   memuat   empat   apendiks   baru   yang   membahas  tentang  obat-­‐obatan,  perjudian,  dan  pengendalian  kehamilan.    

KENNY  GUNAWAN   STT  Bethany  [16.13.399/MA]  

   

   

Daftar  Isi  

 

  Etika  Terapan   Dosen:  Dr.  Bambang  Sriyanto  

Daftar  Isi  .................................................................................................................................................  1   Bagian  1  -­‐  Pilihan  Etika  ...........................................................................................................................  2   1.   Pilihan-­‐pilihan  yang  Ada  .............................................................................................................  2   2.   Antinomianisme  .........................................................................................................................  3   3.   Situasionisme  ..............................................................................................................................  4   4.   Generalisme  ...............................................................................................................................  5   5.   Absolutisme  Total  .......................................................................................................................  5   6.   Absolutisme  Konflik  ....................................................................................................................  6   7.   Absolutisme  Bertingkat  ..............................................................................................................  7   8.   Dasar  untuk  Keputusan  Etika  ......................................................................................................  8   Bagian  2  -­‐  Isu-­‐isu  Etika  ...........................................................................................................................  9   9.   Aborsi  .........................................................................................................................................  9   10.   Pembunuhan  Bayi  dan  Euthanasia  .........................................................................................  10   11.   Isu-­‐isu  Biomedika  ...................................................................................................................  11   12.   Hukuman  Mati  ........................................................................................................................  12   13.   Perang  ....................................................................................................................................  13   14.   Ketidaktaatan  pada  Pemerintah  .............................................................................................  14   15.   Persoalan  Seksual  ...................................................................................................................  15   16.   Homoseksual  ..........................................................................................................................  16   17.   Perkawinan  dan  Perceraian  ....................................................................................................  17   18.   Ekologi  ....................................................................................................................................  18   19.   Hak-­‐hak  Binatang  ...................................................................................................................  19  

 

 

1    

KENNY  GUNAWAN   STT  Bethany  [16.13.399/MA]  

   

   

 

  Etika  Terapan   Dosen:  Dr.  Bambang  Sriyanto  

Bagian  1  -­‐  Pilihan  Etika   1. Pilihan-­‐pilihan  yang  Ada   Etika berkaitan dengan apa yang secara moral benar dan salah, sedangkan etika Kristen berkaitan dengan apa yang secara moral benar dan salah bagi seorang Kristen. Ciri-ciri etika Kristen adalah sebagai berikut: •

Berdasarkan kehendak Allah Allah menghenaki apa yang benar yang sesuai dengan atribut-atribut moral-Nya sendiri.



Bersifat mutlak Kewajiban moral absolut mengikat semua orang di segala zaman dan segala tempat.



Berdasarkan penyataan Allah Allah telah menyatakan diri-Nya baik melalui alam maupun di dalam Kitab Suci. Gagal mengenali Allah sebagai sumber kewajiban moral tidak membebaskan siapa pun dari kewajiban moralnya, bahkan ateis sekalipun.



Bersifat menentukan Tidak ada hukum moral tanpa si Pemberi moral; tidak ada perundangundangan moral tanpa Pembuat undang-undang moral. Menguraikan tentang [perilaku manusia adalah tugas sosiologi, tetapi menentukan perilaku manusia merupakan wewenang moralitas.



Berpusat pada kewajiban Etika Kristen yakin bahwa beberapa perbuatan yang gagal itu tetap baik, namun tidaklah mengabaikan hasil. Akibat-akibat ini seluruhnya diperhitungkan dalam peraturan atau norma, meski tidak ada akibat yang sudah diketahui yang dapat digunakan sebagai pembenaran untuk melanggar hukum moral apa pun yang Allah berikan.

Etika dasar pada umumnya ada 6 jenis, yang masing-masing dirancang berdasarkan jawaban atas pertanyaan, “Adakah hukum-hukum etika yang obyektif?”. Maksudnya adalah apakah hukum moral tidak murni subyektif, tetapi benar-benar mengikat manusia pada umumnya. Antinomianisme dan generalisme menyangkal seluruh hukum moral yang secara obyektif absolut, sedangkan 4 jenis lainnya mengklaim adanya bentuk

2    

KENNY  GUNAWAN   STT  Bethany  [16.13.399/MA]  

   

   

 

  Etika  Terapan   Dosen:  Dr.  Bambang  Sriyanto  

absolutisme. Karena etika Kristen berakar kuat pada karakter moral Allah yang tidak berubah, maka Antinomianisme, Situasionisme, dan Generalisme bukanlah pilihan untuk orang Kristen. Pernahkah berdusta untuk menyelamatkan nyawa itu dibenarkan? Pertanyaan ini akan menjawab dengan jelas perbedaan-perbedaan di antara keenam sikap dasar etika tersebut.

2. Antinomianisme   Keyakinan dasar Antinomianisme adalah: tidak ada hukum moral yang Allah berikan, tidak ada hukum moral yang obyektif, tidak ada hukum moral yang abadi, tidak ada hukum yang menentang hukum. Tidak ada prinsip moral obyektif yang melaluinya masalah tersebut dapat dinilai benar atau salah. Kita benar-benar harus menetapkan pandangan pribadi (subyektif) terhadap persoalan tanpa hukum moral. Oleh Antinomianisme, pertanyaan mengenai “dusta yang menyelamatkan nyawa” ditegaskan bahwa dusta itu tidak benar dan juga tidak salah. Dalam

sejarah

perkembangannya,

ada

banyak

paham

yang

mempengaruhi Antinomianisme, yaitu prosesisme, hedonisme, skeptisisme, intensionalisme, voluntarisme, nominalisme, utilitarianisme, eksistensialisme, evolusionisme, emotivisme, nihilisme, dan situasionisme. Antinomianisme memiliki aspek-aspek positif, yaitu menekankan tanggung jawab individual, mengakui unsut emotif, menekankan hubungan pribadi, dan menekankan dimensi etika yang terbatas. Antinomianisme adalah bentuk radikal dari relativisme etika. Paham ini tidak hanya menyangkali adanya absolusi etika yang berlaku, tetapi juga bahwa ada hukum-hukum moral yang mengikat. Kaum antinomian memang menekankan nilai perseorangan didalam membuat keputusan-keputusan etika, demikian pula halnya dengan nilai hubungan antar manusia. Selanjutnya, mereka sering menunjukkan dimensi emotif yang jelas didalam banyak slogan etika kita. Namun sebagai suatu sistem etika yang memadai, Antinomianisme telah gagal karena banyak alasan. Pertama, mengalahkan diri dengan menyangkal adanya nilai-nilai moral yang mengikat. Yang meyangkal seluruh nilai sesungguhnya berarti menghargai haknya untuk menyangkalinya. Kedua,

3    

KENNY  GUNAWAN   STT  Bethany  [16.13.399/MA]  

   

   

 

  Etika  Terapan   Dosen:  Dr.  Bambang  Sriyanto  

paham ini juga murni subyektif, tanpa memberikan peraturan-peraturan obyektif untuk permainan kehidupan. Sebab kehidupan kaum antinomian sesunggunya sama sekali bukanlah suatu pernainan; melainkan kebebasan bagi semua orang. Ketiga, paham ini terlalu individualistis. Setiap orang melakukan apa yang benar menurut pandangannya sendiri. Keempat, paham ini tidak efektif, karena dua orang atau lebih tidak dapat berfungsi di dalam suatu masyarakat tanpa peraturan-peraturan obyektif yang mengikat. Akhirnya, paham ini irasional, karena paham ini memerlukan keyakinan bahwa pandangan-pandangan yang bertentangan itu sama-sama benar.

3. Situasionisme   Situasionisme menegaskan hanya ada satu hukum yang absolut, yaitu kasih. Peraturan moral apa pun, kecuali kasih, bisa dan harus dilanggar demi kasih. Dalam

kasus

“dusta

yang

menyelamatkan

nyawa”,

penganut

Situasionisme akan mengatakan bahwa hal ini dibenarkan. Berdusta adakalanya benar, dan ini adalah salah satunya sebab menyelamatkan nyawa merupakan hal yang baik untuk dilakukan. Situasionisme adalah etika dengan strategi pragmatis, taktik yang relativistis, sikap positivistis, dan pusat nilai personalistis. Ini adalah etika dengan satu kemutlakan, dimana segala sesuatu yang lain bersifat relatif dan yang diarahkan pada tujuan pragmatis yang melakukan kebaikan pada manusia. Sesungguhnya Situasionisme merupakan absolutisme, yaitu absolutisme satu-norma. Namun, ternyata bahwa satu prinsip moral ini sebenarnya hanya merupakan sesuatu yang formal dan kosong. Paham ini tidak memiliki isi yang dapat diketahui segera atau terlepas dari siituasi tersebut. Situasi-situasi yang berbeda benar-benar menentukan maknanya. Maka didalam analisis terakhir satu hukum moral berubah menjadi tidak ada hukum moral. Situsionisme turun menjadi antinomianisme, karena satu hukum moral absolut yang kosong di dalam praktiknya sebenarnya tidaklah lebih baik daripada tidak ada hukum moral yang absolut. Dan penyangkalan terhadap seluruh nilai adalah mengalahkan diri. Ia menghargai hak yang berkata tak ada nilai.

4    

KENNY  GUNAWAN   STT  Bethany  [16.13.399/MA]  

   

   

 

  Etika  Terapan   Dosen:  Dr.  Bambang  Sriyanto  

4. Generalisme   Generalisme mengaku ada beberapa hukum umum tetapi tidak ada yang absolut. Maksudnya, ada beberapa hukum moral obyektif yang mengikat sebagian besar waktu tetapi tidak harus mengikat sepanjang waktu. Dalam menjawab persoalan “dusta yang menyelamatkan nyawa”, Generalisme mengklaim bahwa dusta itu pada umumnya salah, tetapi tujuan dapat membuat cara yang salah menjadi benar. Dalam kasus ini, penganut Genaralisme yakin bahwa dusta untuk menyelamatkan nyawa itu benar. Karena tidak ada hukum moral yang universal, maka benar atau tidaknya suatu dusta itu tergantung pada hasilnya. Jika hasilnya baik, maka dusta itu benar. Pengikut

tradisional

dalam

Generalisme

adalah

generalisme

dan

utilitarianis. Kaum utilitarian percaya pada nilai hukum-hukum etika yang membantu setiap pribadi menentukan perbuatan apa yang mungkin akan memberikan kebaikan terbesar kepada jumlah manusia terbanyak. Utilitarian juga menolak adanya norma norma etika universal yang mengikat yang mewakili nilai-nilai intrinsik. Kaum ini memiliki tujuan-tujuan yang mutlak, tetapi mereka mengklaim tidak punya norma-norma yang mutlak. Hasil diutamakan sebagai dasar untuk menilai seluruh perbuatan, namun mereka tidak mengakui adanya peraturan-peraturan mutlak yang memampukan orang menyadari hasil akhir yang mendatangkan kebaikan terbesar untuk jumlah manusia terbanyak. Generalisme memiliki nilai-nilai positif, yaitu diperlukannya norma-norma, suatu solusi terhadap norma-norma yang sedang bertentangan, dan mereka memiliki norma “universal”. Meskipun demikian, Generalis salah karena tujuan tidak membenarkan cara, mereka tidak memiliki norma universal, perbuatan-perbuatan utilitarian tidak memiliki nilai intrinsik, mereka membutuhkan kebutuhan akan norma absolut.

5. Absolutisme  Total   Absolutisme Total yakin di antara banyak hukum absolut tidak pernah ada yang saling bertentangan, meski kelihatannya ada konflik. Ada banyak hukum moral yang absolut, dan tidak satu pun yang boleh dilanggar. Kebenaran adalah hukum yang semacam itu, dan dosa selalu dapat dihindarkan. 5    

KENNY  GUNAWAN   STT  Bethany  [16.13.399/MA]  

   

   

 

  Etika  Terapan   Dosen:  Dr.  Bambang  Sriyanto  

Kebenaran itu absolut, dan yang absolut tidak boleh dilanggar. Akibat tidak boleh digunakan sebagai alasan untuk melanggar peraturan, bahkan sekalipun hasilnya diinginkan. Dalam menjawab persoalan “dusta yang menyelamatkan nyawa”, kaum ini akan menjawab dengan tegas, “Tidak!”. Orang harus selalu berkata jujur, bahkan jika sekalipun harus mati sebagai akibatnya. Tidak ada pengecualian. Dasar pikiran Absolutisme Total adalah sebagai berikut: •

Karakter Allah yang tidak berubah



Allah telah menyatakan karakter moral-Nya yang tidak berubah melalui hukum-Nya.



Allah tidak bisa berkonflik dengan diri-Nya sendiri.



Tidak ada dua hukum moral mutlak yang benar-benar bisa saling berkonflik, hanya kelihatannya saja seperti konflik.



Tersirat bahwa providensia (pemeliharaan) Allah selalu membuat “alternatif ketiga” dalam setiap dilema moral yang tampak.

Aspek positif dalam paham ini adalah bahwa paham ini didasarkan pada natur Allah yang tidak berubah, penekanan peraturan melebihi hasil, dan memperlihatkan keyakinan pada providensia Allah. Ada beberapa kekurangan yang serius di dalam sikap ini. Sikap ini tidak realistis, tidak berbelas kasihan (bahkan adakalanya sah menurut hukum) dan tidak berhasil menghindarkan perubahan yang tak terelakkan dari yang absolut agar memberikan jawaban yang memadai terhadap banyak konflik Alkitabiah dan kehidupan nyata dari perintah-perintah ilahi. Sekalipun tidak perlu diragukan kebenarannya, bahwa konflik-konflik moral bukanlah tujuan Allah, juga kenyataannya bahwa dunia ini bukanlah dunia yang ideal. Dunia ini adalah nyata dan terjatuh.

6. Absolutisme  Konflik   Absolutisme Konflik berpendapat bahwa ada banyak norma absolut yang ada kalanya saling bertentangan, dan kita berkewajiban melakukan apa yang lebih tidak jahat. Namun demikian, kita tetap bersalah atas hukum apa pun yang kita langgar. Oleh karena itu, setelah terjadi pelanggaran, kita harus memohon ampun karena telah melanggar hukum moral Allah yang absolut.

6    

KENNY  GUNAWAN   STT  Bethany  [16.13.399/MA]  

   

   

 

  Etika  Terapan   Dosen:  Dr.  Bambang  Sriyanto  

Allah tidak dapat mengubah ketentuan moral absolut-Nya hanya karena kesulitan moral yang kita hadapi. Absolutisme Konflik mengakui bahwa kita hidup di dunia yang jahat. Hukum

moral

absolut

adakalanya

menghadapi

konflik

yang

tidak

terhindarkan. Dalam kasus “dusta yang menyelamatkan nyawa”, Absolutisme Konflik menyetujuinya, namun kita harus memohon pengampunan. Berdusta itu bisa dimaafkan. Ada 4 alasan dasar dalam Absolutisme Konflik. Pertama, hukum Allah itu absolut dan tidak boleh dilanggar. Kedua, karena dunia sudah terjatuh, maka konflik-konflik yang tak terhindarkan antara perintah-perintah Allah pasti terjadi. Ketiga, ketika konflik-konflik moral terjadi, sebaiknya kita melakukan kejahatan yang lebih kecil. Keempat, pengampunan tersedia jika kita mengakui dosa-dosa kita. Pandangan ini memiliki kontribusi positif, yaitu bahwa pandangan ini memelihara absolusi moral, mempunyai realisme moral, menganggap konflik moral berakar pada kejatuhan manusia, dan merupakan solusi tanpa pengecualian. Keberatan akan pandangan ini didasarkan hal-hal sebagai berikut, yaitu: Kewajiban moral untuk berdosa secara moral ini tidak masuk akal, tak terelakkan berarti secara moral tidak bersalah, dan ketika dosa tak terelakkan dalam dilema moral maka Yesus pasti sudah berbuat dosa.

7. Absolutisme  Bertingkat   Absolutisme Bertingkat menganggap bahwa ada banyak hukum absolut, dan adakalanya saling bertentangan, serta beberapa hukum lebih tinggi daripada hukum yang lain. Maka ketika pertentangan yang tak terhindarkan terjadi, kita wajib dan bertanggung jawab menaati hukum yang lebih tinggi. Akibatnya, kita tidak bersalah karena tidak mengikuti perintah yang lebih rendah yang bertentangan dengannya. Allah membebaskan kita dari tanggung

jawab

mengikuti

hukum

yang

lebih

rendah

dengan

mempertimbangkan kewajiban yang lebih tinggi untuk menaati hukum yang lebih tinggi.

7    

KENNY  GUNAWAN   STT  Bethany  [16.13.399/MA]  

   

   

 

  Etika  Terapan   Dosen:  Dr.  Bambang  Sriyanto  

Dalam menyikapi kasus “dusta yang menyelamatkan nyawa”, banyak penganut Absolutisme Bertingkat percaya bahwa belas kasihan kepada orang yang tidak bersalah merupakan kewajiban moral yang lebih besar ketimbang berkata jujur kepada orang yang bersalah. Maka, mereka yakin bahwa bisa dibenarkan di dalam kasus-kasus semacam itu untuk berdusta demi menyelamatkan nyawa. Absolutisme Bertingkat berbeda dengan Antinomianisme, Situasionisme, dan Generalisme, dalam hal bahwa pandangan ini percaya pada absolusi moral. Sumbernya adalah hukum-hukum moral absolut, dimana absolut lingkupnya ketika tidak ada konflik, dan absolut urutan prioritasnya ketika ada konflik. Berlawanan dengan Absolutisme Total, Absolutisme Bertingkat percaya bahwa ada konflik-konflik moral yang nyata. Namun perbedaannya adalah, bahwa dalam keadaan-keadaan konflik, seseorang tidak salah karena mengesampingkan kewajiban yang lebih rendah kepada kewajiban yang lebih tinggi. Prinsip-prinsip dasar Absolutisme Bertingkat adalah: Ada banyak prinsip moral yang berakar di dalam karakter moral Allah yang absolut. Ada kewajiban-kewajiban moral yang lebih tinggi dan yang lebih rendah misalnya, kasih kepada Allah merupakan kewajiban yang lebih besar dairpada kasih kepada manusia.

8. Dasar  untuk  Keputusan  Etika   Ada banyak pandangan yang berdasarkan pada keputusan etika. Pandangan-pandangan ini sangat beragam. Sekalipun pandangan etika nonKristen didapati tak sanggup memberikan sistem etika yang memadai, ada unsur kebenaran di dalam setiap pandangan tersebut, yaitu: •

Ditemukan bahwa “yang benar” tidak bisa dijelaskan dalam arti sesuatu yang lain yang tak terbatas.



Pandangan mereka memiliki keutamaan tetapi kehilangan inti.



Tidaklah cukup mengakui bahwa inti kebaikan yang utama bisa dijelaskan dengan mengaku bahwa apa pun yang Allah kehendaki itu baik.



Jika ada Allah yang mutlak baik, maka pastilah Dia berminat membawakan kebaikan terbesar bagi orang terbanyak dalam jangka

8    


Similar Free PDFs