PERAN PBB DALAM KASUS ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR PDF

Title PERAN PBB DALAM KASUS ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR
Author Farhan Aria
Pages 10
File Size 662.4 KB
File Type PDF
Total Downloads 106
Total Views 998

Summary

PERAN PBB DALAM KASUS ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR OLEH: MUHAMMAD FARHAN ARIA WIJAYA (20180510366) PRODI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2019 PERAN PBB DALAM KASUS ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR Abstract United Nations (UN) plays a very i...


Description

Accelerat ing t he world's research.

PERAN PBB DALAM KASUS ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR Farhan Aria

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Makalah t indak pidana int ernasional.docx Marlon abdul perkembangan kont emporer Khoir Nisa " TANGGUNG JAWAB DUNIA T ERHADAP KONFLIK ROHINGNYA " eva muzdalifa

PERAN PBB DALAM KASUS ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR

OLEH: MUHAMMAD FARHAN ARIA WIJAYA (20180510366)

PRODI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2019

PERAN PBB DALAM KASUS ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR Abstract United Nations (UN) plays a very important role in maintaining international peace and security. As the largest Integovernmental Organization, UN often faces a lot of complex issues, one of them is genocide crimes toward Rohingya ethnic in Myanmar. The crimes itself was done by the government of Myanmar itself. They did horrible things to Muslim people in Rohingya, such as mass murder, sexual assaults, village burning, and many more. The purpose of this article is to analyse UN’s involvement and its authority toward Muslims of Rohingya in Myanmar. This article is divided into four sections, namely introduction, factors causing the conflict, United Nation’s role and effort to help resolving the conflict, and conclusion. The author concludes that an International Organization, which is the UN, might be the best final solution for the genocide committed by the government of Myanmar toward muslim people in Rohingya. Keywords : United Nations, Rohingya, Myanmar, genocide, muslims

Abstrak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memainkan peran yang sangat penting dalam menjaga perdamaian dan keamanan dunia. Sebagai organisasi antarpemerintah terbesar, PBB sering dihadapi dengan isu-isu kompleks, salah satunya adalah kejahatan genosida terhadap etnis Rohingya di Myanmar. Tindakan kriminal tersebut dilakukan oleh pemerintah Myanmar itu sendiri. Mereka melakukan bermacam-macam hal buruk terhadap orang-orang muslim di Rohingya, seperti pembunuhan massal, kekerasan seksual, pembakaran desa, dan masih banyak lagi. Tujuan dari artikel ialah untuk menganalisa keterlibatan PBB dan upayanya terkait orang-orang muslim Rohingya di Rakhine, Myanmar. Artikel ini dibagi menjadi empat bagian yaitu pendahuluan, faktor penyebab konflik, peran PBB dan upayanya dalam membantu menyelesaikan konflik, dan kesimpulan. Penulis menyimpulkan bahwa sebuah organisasi Internasional, yaitu PBB, mungkin merupakan solusi terbaik terakhir terkait kejahatan genosida yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar terhadap orang-orang muslim Rohingya . Kata Kunci : Perserikatan Bangsa-Bangsa, Rohingya, Myanmar, genosida, muslim

Pendahuluan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) didirikan di San Fransisco, Amerika Serikat pada 24 Oktober 1945 setelah berakhirnya Perang Dunia II. PBB merupakan organisasi antarpemerintah terbesar di dunia dan saat ini sudah terdapat 192 negara yang menjadi anggota PBB (Kemenlu, 2019). Tujuan utama dari PBB ialah menjaga dan memelihara perdamaian serta keamanan internasional. Adapun tujuan-tujuan lain seperti mengembangkan hubungan persahabatan antar negara, mempromosikan pembangunan sosial, peningkatan standar kehidupan yang layak, dan Hak Asasi Manusia. Berbicara mengenai perdamaian dan Hak Asasi Manusia, ada salah satu konflik yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini ialah kasus Rohingya. Tragedi Rohingya sudah termasuk dalam kategori kejahatan genosida. Penindasan yang terjadi terhadap etnis Rohingya merupakan bentuk ketidaksukaan pemerintah Myanmar terhadap orang-orang muslim Rohingya di Rakhine, Myanmar. Myanmar dianggap lalai dan mendapatkan kecaman dari dunia internasional karena tidak bisa menyelesaikan permasalahan tersebut. Dikarenakan konflik yang tidak kunjung usai, mau tidak mau PBB harus mengambil tindakan. Sesuai dengan tujuan utamanya, yaitu terwujudnya perdamaian dunia. Melalui tujuannya, PBB diharuskan bersikap netral terhadap suatu permasalahan. Sehingga keterlibatan PBB terkait kasus Rohingya merupakan solusi terbaik terakhir agar tidak ada lagi kekerasan yang terjadi terhadap etnis muslim Rohingya di Myanmar.

Sejarah dan Faktor Penyebab Konflik Myanmar (Burma) adalah

sebuah negara multi-keagamaan, yaitu suatu negara

dengan penduduk yang memiliki kepercayaan yang beragam. Namun, secara resmi pemerintah menunjuk agama Buddha sebagai pemeluk agama yang mendominasi negara Myanmar. Dalam sejarah, di masa kerajaan klasik dulu terdapat sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Arakan. Saat itu, terjadi serangkaian kerusuhan komunal antara sejumlah kelompok Buddha Rakhine dan Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine di Myanmar. Rohingya sendiri adalah warga asli (pribumi) Arakan, dan karena itu mereka sering disebut “Muslim Arakan”. Akan tetapi, eksistensi Rohingya ditolak di Myanmar sehingga

menyebabkan mereka menjadi salah satu kelompok etnis yang tidak memiliki negara atau dapat diungkapkan sebagai “bangsa tanpa negara”. Pada tahun 2012, kasus ini menjadi ramai diperbincangkan dikarenakan negara Myanmar yang lalai dalam mengurusi konflik di negaranya. Konflik antar etnis budda terhadap etnis muslim Rohingya berlanjut pada tahun 2012, dimana dalam tragedi tersebut terjadi serangkaian aksi kekerasan yang menyebabkan ribuan orang tewas, ratusan ribu warga mengungsi, ribuan rumah hangus terbakar, dan tak terhitung lagi berapa kerugian yang dialami oleh Myanmar (al Qurtuby, 2017). Selain itu, beberapa orang dari etnis Rohingya memilih untuk pergi dari Myanmar dengan cara bermigrasi. Migrasi merupakan contoh sederhana bagaimana pergerakan manusia lintas negara yang sangat sulit dikendalikan. (Maksum, 2019). A. Faktor Penyebab Utama 

Faktor Negara yang Lemah Tindakan militer yang cenderung represif menjadikan ketakutan yang ekstrim bagi masyarakat sipil, karena tekanan lembaga-lembaga militer yang dilandasi oleh kebijakan politik yang otoriter. Sejomgga konflik etnis yang melibatkan etnis muslim Rohingya mengalami security dilemma yang berujung pada ketidakstabilan (Revolusi, Faktor-faktor Penyebab Konflik Etnis Rakhine dan Rohingya di Myanmar Tahun 2012, 2013).



Unsur Geografis Faktor mendasar yang mendorong terjadinya konflik dan kekerasan di Provinsi Rakhine adalah morfologi fisik pemukiman. Pola pemukiman yang berubah menjadi model sosio ekonomi yang ekslusif telah menumbuhkan citra negatif kelompok bermodal. Pada sisi lain, kondisi perkotaan yang semakin parah telah memberikan tekanan tersendiri bagi warga kota secara umum. Komposisi penduduk yang tidak seimbang menyebabkan hubungan antara kedua etnis sering dilanda konflik (Revolusi, Faktor-faktor Penyebab Konflik Etnis Rakhine dan Rohingya di Myanmar Tahun 2012, 2013). Secara umum, memang krisis kemanusiaan di Rohingya disebabkan oleh

permasalahan agama. Namun, menurut kepala bidang penelitian pada South Asia Democratic Forum yakni Siegfried O Wolf, krisis ini lebih bersifat Foundation, 2017).

politis dan ekonomis (Sinergy

B. Faktor Politik Sejak berkuasanya junta militer, Burmanisasi semakin gencar dilakukan dengan menerapkan program model village yaitu suatu perumahan yang dibangun khusus untuk orang-orang beragama Buddha seperti Buddha Rakhine dan orang Buddha lainnya yang berasal dari etnis Burma, mereka didatangkan dan disediakan rumah yang layak huni dari pemerintah. Junta militer menyita tanah warga Rohingya secara paksa untuk membangun model village dan menempatkan etnis Rakhine dan orang-orang Buddha di daerah-daerah mayoritas Muslim Rohingya. Pemerintah menggantikan tempat-tempat suci Rohingya dengan monumen bersejarah dan peninggalan Buddha berupa biara, pagoda Buddha dan asrama untuk biksu-biksu Rakhine. (Revolusi, Faktor-faktor Penyebab Konflik Etnis Rakhine dan Rohingya di Myanmar Tahun 2012, 2013) Selain itu,Konflik antar etnis Rakhine dengan warga Rohingya etnis Bengali terjadi dikarenakan junta militer selalu menyebarkan pamflet-pamflet bernada anti Muslim yang ditujukan pada etnis Rohingya. Sementara itu, komandan regional yang mempunyai kekuasaan penuh akan daerah yang mereka kuasai cenderung mempunyai kebijakan yang memicu konflik dengan menentukan hak politik dalam kerangka etnis dan bukan dalam nasionalisme sipil, bahkan mereka sering menyebarkan pamflet bernada anti Muslim yang justru membuka kebencian komunal melalui media (Win, 2012). C. Faktor Ekonomi Dari faktor ekonomi, etnis Rohingya di Rakhine juga mengalami krisis. Walaupun banyaknya program yang diberlakukan melalui junta militer di Myanmar, akan tetapi kebijakan pemerintah tidak kunjung memperbaiki perekonomian nasional khususnya Provinsi Arakan/Rakhine yang tingkat perekonomiannya jauh lebih terbelakang. Mereka tidak mendapatkan hak mereka. Hal itu dikarenakan kebijakan sangat lemah, terjadi inflasi tinggi yang termasuk dalam kategori 51,5% (Pitaloka, 2006) . Sehingga mempengaruhi nilai tukar Kyatt yaitu pada tahun 1997, nilai tukar resmi berada pada kisaran 6,7 Kyatt perdolar AS kemudian pada tahun 2003 nilai Kyatt terus melemah mencapai 900 Kyatt perdollar AS. Merosotnya penghasilan riil telah membuat Myanmar jatuh pada kekacauan ekonomi yang secara tidak langsung berpengaruh pula di Provinsi Arakan. Sejak saat itu, etnis Rohingya tidak mempunyai kesempatan ekonomi yang memadai, mereka sering mengalami diskriminasi dibidang ekonomi oleh junta militer.

Dikarenakan krisis ekonomi yang dialami oleh etnis Rohingya, mereka didiskriminasi oleh junta militer. Perekonomian yang lemah membangkitkan kelompok- kelompok etnis yang tidak mempunyai kesabaran tetapi integritas etnisnya besar berusaha merebut kekuasaan terutama dalam bidang ekonomi.. Selain itu, kepemilikan tanah oleh kaum Chettyar dengan menawarkan kredit seperti lintah darat terhadap etnis Rakhine yang terdesak untuk memenuhi kebutuhan ekonominya, lambat laun kaum Chettyar notabene warga Rohingya etnis Bengali menjadi penguasa tanah Arakan. (Sandhu, 1993). Hal inilah yang menyebabkan konflik antara etnis Rakhine dengan warga Rohingya etnis Bengali, karena kecemburuan sosial etnis Rakhine yang merasa bahwa keberadaan kaum Chettyar secara tidak langsung telah memperburuk kondisi etnis Rakhine menjadi warga miskin. Peran PBB terkait Krisis Rohingya PBB memiliki enam principal organ, dan salah satunya ialah General Assembly. General Assembly terbagi lagi menjadi beberapa entitas yang terfokus dalam berbagai bidang, seperti UNESCO dalam bidang Pendidikan-Science, dan Budaya, atau UNEP terkait lingkungan. Mengenai permasalahan etnis Rohingya di Myanmar, PBB mengutus UNHCR untuk membantu menyelesaikan permasalahan tersebut. UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees) atau Badan Pengungsi PBB, adalah organisasi global yang didedikasikan untuk menyelamatkan nyawa, melindungi hak-hak dan membangun masa depan yang lebih baik bagi para pengungsi, komunitas pengungsi dan orang-orang tanpa kewarganegaraan (UNHCR, UNHCR - About Us, 2001). PBB mengutus UNCHR untuk datang ke Myanmar sebagai bentuk perhatian masyarakat internasional atas kasus Rohingya. Banyak sekali bantuan yang dilakukan oleh UNHCR pada etnis ini, seperti mengadakan pendidikan informal, membangun camp pengungsian kesehatan dan masih banyak lagi. Tetapi, peran UNHCR disini hanyalah sebagai pembantu saja dan bersifat sementara, mereka tidak dapat menebus kebijakan yang diambil pemerintah Myanmar (Ghonimah, 2017) (UNHCR, Refugees - Flowing Across Borders, 2001). Selain itu, PBB juga mempunyai prosedur yaitu melalui resolusi Dewan Keamanan PBB dan Majelis Umum PBB. Di bawah mandat Pasal 6 dan 8 Piagam PBB 1945, PBB mempunyai tanggung jawab melakukan tindakan untuk melindungi sebuah populasi dari

genosida dan kejahatan kemanusiaan lain. Namun, dalam kasus krisis Rohingya di Rakhine, PBB secara kelembagaan hanya mengeluarkan dua kali resolusi. Pertama, resolusi Dewan Keamanan PBB bernomor S/2007/14 pada 12 Januari 2007. Kedua, resolusi Dewan HAM PBB tentang tim pencari fakta atas konflik Rakhine pada 26 Maret 2017. Namun, seperti yang kita ketahui bahwa Negara Amerika Serikat, Cina, Rusia, Perancis, Inggris merupakan lima negara yang memiliki hak veto dalam PBB. Dan terkait konflik Rohingya, ternyata ada kepentingan berbeda dari Cina dan Rusia. Duta Besar Cina untuk PBB saat itu, Wang Guangya, dalam rapat ke-5619, menyatakan bahwa permasalahan di Myanmar merupakan urusan internal dari sebuah negara yang berdaulat. Pemerintah (Myanmar) dan kelompok-kelompok yang berkonflik harus diberi ruang untuk melakukan usaha rekonsiliasinya sendiri. Sementara Duta Besar Rusia untuk PBB Vitaly Churkin menyatakan bahwa perkara ini lebih baik diurus lembaga PBB lain, seperti World Health Organization (WHO) atau lembaga yang khusus bergerak di bidang HAM. Bukan Dewan Keamanan PBB. Cina dan Rusia tercatat hampir menolak seluruh resolusi PBB yang bersifat intervensi, terutama intervensi militer. Keduanya memiliki alasan penting dan mendasar dalam menolak intervensi militer. Sejak lama mereka menerapkan azas non-intervensi, terutama dalam politik dalam negeri mereka sendiri. Keduanya tidak menghendaki jika tindakan keras di dalam negeri dicampuri negara lain dengan menggunakan tangan PBB. Sedangkan AS, Inggris, dan Perancis berambisi menghadang pengaruh negara-negara otoritarian di negara-negara konflik dengan menggunakan intervensi militer. Perbedaan sikap dari lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB ini juga dipengaruhi ideologi. Amerika, Inggris, dan Prancis disebut anggota DK PBB Blok Kanan karena berideologi liberal dan menerapkan demokrasi dalam sistem kenegaraannya. Sedangkan Cina dan Rusia disebut anggota DK PBB Blok Kiri karena berideologi komunisme (Ridhoi, Tragedi Rohingya dan Mengapa PBB Gagal Hentikan Genosida, 2017). Kesimpulan Etnis muslim Rohingya merupakan satu-satunya etnis yang mendapatkan perlakuan diskriminatif dan tidak pernah diakui status kewarganegarannya oleh Myanmar. Salah satu faktor dari krisis ini ialah adanya konflik terus menerus antara orang-orang buddha dan muslim di Rakhine, Myanmar. Hal ini lama-kelamaan menyebabkan ketidaksukaan

pemerintah Myanmar terhadap etnis Rohingya yang mana negara Myanmar itu sendiri mengakui bahwa negaranya secara resmi adalah negara buddha. Konflik yang berkelanjutan ini menjadi kasus yang sangat mengerikan karena sudah termasuk dalam kategori genosida, yaitu pembantaian yang dilakukan secara massal terhadap sekelompok orang tertentu, dalam hal ini yaitu terhadap etnis muslim Rohingya yang disebabkan permasalahan SARA. PBB sebagai organisasi internasional terbesar di dunia memiliki tanggung jawab untuk menciptakan perdamaian sehingga harus ikut terlibat dan mengintervensi konflik Rohingya. PBB mengerahkan UNHCR dan juga Dewan Keamanan sebagai bentuk bantuan dari dunia internasional. Namun ternyata pengaruh PBB tidak cukup, dikarenakan ada konflik internal dari anggota-anggota DK yang memiliki hak veto, yaitu perselisihan antara Amerika, Inggris, dan Perancis terhadap Cina dan Rusia. Dalam hal ini, Cina dan Rusia tidak menyetujui untuk mengintervensi konflik Rohingya. Dikarenakan keduanya beranggapan bahwa konflik negara tidak seharusnya ditangani oleh PBB. Sejak lama mereka menerapkan azas non-intervensi, terutama dalam politik dalam negeri mereka sendiri. Keduanya tidak menghendaki jika tindakan keras di dalam negeri dicampuri melalui intervensi militer.

DAFTAR PUSTAKA

al Qurtuby, S. (2017, 09 18). Sejarah Kelam Muslim Rohingya. Retrieved from dw.com: https://www.dw.com/id/sejarah-kelam-muslim-rohingya/a-40557421 Ghonimah, S. N. (2017). Tanggung Jawab Dunia Terhadap Konflik Rohingya. Kemenlu. (2019, 04 08). Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Retrieved from kemlu.go.id: https://kemlu.go.id/portal/id/read/134/halaman_list_lainnya/perserikatan-bangsa-bangsapbb Maksum, A. (2019, 10). Jokowi, TKI & Keserumpunan. Yogyakarta: Program Studi Magister Ilmu Hubungan Internasional UMY. Pitaloka, D. A. (2006). “Penolakan Myanmar menjadi Ketua Standing Comitte Asean". Jember: FISIP Universitas Jember. Revolusi, A. (2013). Faktor-faktor Penyebab Konflik Etnis Rakhine dan Rohingya di Myanmar Tahun 2012. Ilmu Hubungan International, FISIP, Universitas Jember (UNEJ), pp. 1-8. Ridhoi, M. (2017, 09 06). Tragedi Rohingya dan Mengapa PBB Gagal Hentikan Genosida. Retrieved from tirto.id: https://tirto.id/tragedi-rohingya-dan-mengapa-pbb-gagal-hentikan-genosidacvTH Sandhu, K. S. (1993). Indian Communities in Southeast Asia. Sinagapura: Institute of Southeast Asian Studies. Sinergy Foundation. (2017). Faktor_Penyebab_Krisis_Rohingya_Sinergi. UNHCR. (2001). Refugees - Flowing Across Borders. Retrieved from unhcr.org: http://www.unhcr.org/pages/49c3646c125.html UNHCR. (2001). UNHCR - About Us. Retrieved from unhcr.org: https://www.unhcr.org/about-us.html Win, K. M. (2012). Myanmar Bentuk Komisi Penyelidikan Konflik di Rakhine. Retrieved from republika.co.id: https://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/58723/Alfi%20Revolusi.pdf...


Similar Free PDFs