Regionalisme di Kawasan Asia Timur Hambatan dan Prospek Pembentukan PDF

Title Regionalisme di Kawasan Asia Timur Hambatan dan Prospek Pembentukan
Author Nuraviva Husna
Pages 9
File Size 733.3 KB
File Type PDF
Total Downloads 439
Total Views 872

Summary

Regionalisme di Kawasan Asia Timur: Hambatan dan Prospek Pembentukan Nuraviva Halimatus Husna 155120401111066 Abstract The condition of international relations has changed significantly after Cold War era. The polarization is no longer bipolar, but multipolar. Thus, makes the countries in the world ...


Description

Accelerat ing t he world's research.

Regionalisme di Kawasan Asia Timur Hambatan dan Prospek Pembentukan Nuraviva Husna

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

HUBUNGAN INT ERNASIONAL DI ASIA T IMUR Asep Set iawan

T he Long Road Ahead t o Nort heast Asian Regionalism Nuraviva Husna just writ e Adrian Prat ama

Regionalisme di Kawasan Asia Timur: Hambatan dan Prospek Pembentukan Nuraviva Halimatus Husna 155120401111066

Abstract The condition of international relations has changed significantly after Cold War era. The polarization is no longer bipolar, but multipolar. Thus, makes the countries in the world are competing each other to form regionalism or we can call it a regional organization, in their own region. But the fact that there is an absence of regionalism in East Asia region raises the question whether the trend of regionalism in this century did not affect East Asian region, and also encourage them to form regionalism in which regional organizations are believed to be able to accommodate all the interest that each country in the region has. Using the method of quantitative approach which has detail and specific characteristics, the writer trying to explain what factors that prevent the formation of regional organization in East Asia region and predicting the prospect regionalism in East Asia region . Keyword: regionalism, organization, East Asia region

Pendahuluan Tidak ada definisi yang pasti mengenai region, regionalism, dan regionalization, sehingga dalam hal ini seringkali menimbulkan perdebatan. Walaupun demikian dapat dipahami bahwa dari ketiga hal tersebut memiliki keterkaitan antara satu sama lain. Region yang berarti kawasan merupakan sebuah wilayah yang didalamnya terdiri lebih dari dua negara yang saling berinteraksi dan mendefinisikan batasan (boundaries) yang dimiliki berdasarkan persamaan identitas, seperti etnis, bahasa, sejarah, budaya dan lainnya. Suatu kawasan tidak hanya didefinisikan pada persamaan akan letak geografis yang dimiliki oleh suatu negara dengan negara yang lain. Regionalisme dapat dikatakan sebagai bentuk kerjasama yang dilembagakan antara negara-negara dan aktor lainnya

yang didasarkan pada kedekatan regional. Sedangkan regionalisasi merupakan sebuah proses yang kemudian meningkatkan interdependensi yang dimiliki suatu negara dengan negara yang lainnya akibat dari adanya regionalisme. Keadaan hubungan internasional telah berubah secara signifikan pasca Perang Dingin, serta adanya semangat dekolonisasi yang kemudian mendorong baik negara maju dan negara berkembang untuk semakin mempertegas kembali eksistensi atau keberadaannya dalam sistem internasional. 1 Polarisasi yang ada tidak lagi bersifat bipolar dimana dunia hanya berfokus pada dua kekuatan besar seperti yang terjadi pada saat Perang Dingin, melainkan bersifat multipolar. Hal ini juga yang kemudian membuat negara-negara berlomba-lomba untuk saling membentuk regionalisme di kawasannya. Munculnya regionalisme dapat dilihat dari dua sisi, yaitu ekternal dan internal. Dari sisi ekternal, munculnya regionalisme merupakan sebuah respon dari adanya globalisasi, sedangkan dari sisi internal, regionalisme muncul sebagai akibat dari dinamika yang terjadi di dalam kawasan. Adanya persamaan sejarah dan semangat dekolonisasi mendorong mereka untuk kemudian membentuk sebuah regionalisme. 2 Menurut Edward D. Mansfield dan Helen V. Milner, perkembangan regionalisme terbagi ke dalam empat gelombang. Gelombang pertama terjadi di era tahun 1800-an hingga 1900-an yang ditandai dengan adanya pemusatan atau sentralisasi aktivitas di kawasan Eropa. Aktivitas yang ada kebanyakan merupakan aktivitas ekonomi, yang mana hal ini dibuktikan dari adanya peningkatan aktivitas perdagangan di dalam kawasan Eropa (intra-European trade). Gelombang kedua yang ditandai dengan adanya great depression yang memberikan efek kepada krisis di Eropa hingga memunculkan kebijakan proteksionisme. Gelombang ketiga ditandai dengan adanya peningkatan perdagangan internasional, utamanya yang terjadi di Eropa Barat dan Asia Timur serta muncul beberapa blok perdagangan selama masa ini berlangsung. Gelombang keempat regionalisme ditandai dengan adanya kerjasama yang terjadi antara

Louise Fawcett, “Exploring Regional Domains: A Comparative History of Regionalism,” in Global Politics of Regionalism: Theory and Practice, ed. Mary Farrell, Björn Hettne and Luk Van Langenhove (London: Pluto Press, 2005), 28. 2 Mary Farrell, “The Global Politics of Regionalism: An Introduction,” in Global Politics of Regionalism: Theory and Practice, ed. Mary Farrell, Björn Hettne and Luk Van Langenhove (London: Pluto Press, 2005), 2.

1

negara maju dan negara berkembang, serta penguatan kerjasama multilateral. 3 Sedangkan menurut Louise Fawcett, pembagian perkembangan regionalisme hanya terbagi menjadi dua bentuk yaitu regionalisme lama (old regionalism) dan regionalisme baru (new regionalism). Regionalisme lama ditandai dengan aktivitas kerjasama regional yang dilakukan oleh negara-negara dengan level yang sama yang berorientasi ke dalam atau inward looking dan dibentuk melalui proses politik. Sedangkan regionalisme baru dibentuk melalui proses ekonomi yang dilakukan oleh negara dengan variasi level yang berbeda dan berorientasi keluar atau outward looking.4 Perkembangan regionalisme pada dasarnya terjadi di seluruh penjuru dunia. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya organisasi-organisasi di tingkat kawasan (region) seperti European Union (EU), Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), South Asian Association for Regional Cooperation (SAARC), Arab League, dan sebagainya. Namun yang membuat menarik adalah kenyataan bahwa di kawasan Asia Timur tidak terdapat organisasi regional yang kemudian diharapkan dengan adanya organisasi regional dapat mengakomodir kepentingan-kepentingan yang dimiliki oleh masing-masing negara yang tergabung dalam satu kawasan. Sehingga hal tersebut menimbulkan pertanyaan apakah pembentukan organisasi regional yang saat ini tengah menjadi tren tidak dapat mendorong terciptanya regionalisme di kawasan Asia Timur. Dalam tulisan ini penulis akan mencoba menjelaskan faktor apa saja yang menghambat pembentukan regionalisme di kawasan Asia Timur, sekaligus memprediksi prospek yang dimiliki kawasan Asia Timur dalam kaitannya mengenai pembentukan regionalisme. Metode Dalam tulisan ini, penulis memilih untuk menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif ini bersifat spesifik, jelas serta rinci, sehingga dirasa cocok digunakan untuk menjelaskan hal-hal apa saja yang menjadi faktor penghambat dalam pembentukan regionalisme di kawasan Asia Timur melalui pemaparan data-data yang diperoleh . Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi pustaka, dimana data dan informasi yang diperoleh berasal dari buku, dokumen, jurnal, atau penelitian 3 Edward D. Mansfield, Helen V. Milner, “The New Wave of Regionalism,” International Organization 53, no. 3 (1999): 596-597. 4 Fawcett, “Exploring Regional Domains: A Comparative History of Regionalism,” 29-33.

terdahulu yang mana sumber yang didapat berupa sumber yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Serta dengan dilakukan proses analisis data oleh penulis. Pembahasan Secara geografis kawasan Asia Timur atau East Asia merupakan kawasan yang sangat luas, yang didalamnya terdiri dari Cina, Jepang, dan Korea. Korea sendiri terbagi menjadi dua bagian yaitu Korea Utara dan Korea Selatan. Terjadinya pemisahan wilayah tersebut juga tidak terlepas dari pengaruh konflik ideologi dalam Perang Dingin pada saat itu. Nuansa yang timbul di dalam kawasan Asia Timur yang bersifat konfliktual juga dipengaruhi oleh persepsi yang dimiliki oleh masing-masing negara yang berada di kawasan, yang mana antara negara satu dengan yang lainnya saling melihat keberadaan akan negara lain sebagai sebuah ancaman. Hal ini dapat diambil contoh dari kebangkitan Cina sebagai kekuatan besar yang ada di kawasan Asia Timur, utamanya dalam bidang perekonomian, membuat hal tersebut dianggap sebagai ancaman oleh negara lain seperti Jepang, dan Korea Selatan, terlebih bagi Korea Utara yang perekonomiannya dapat dikatakan jauh tertinggal dibandingkan dengan tiga negara tersebut. Selain adanya ancaman dalam bidang ekonomi, di kawasan Asia Timur juga didapati ancaman dari segi keamanan. Kepemilikan nuklir oleh Korea Utara menjadikan negara lain di kawasan ini menjadi sangat waspada. Berdasarkan data World Bank pada tahun 2016, jumlah populasi Cina tercatat sebesar 1,379 miliar dengan total GDP (Gross Domestic Product) sebesar 11,20 triliun US$.5 Pada tahun 2016 juga jumlah populasi Jepang tercatat sebesar 126,994 juta jiwa dengan total GDP sebesar 4,9 triliun US$. 6 Pada tahun 2016 jumlah populasi Korea Selatan tercatat sebesar 51,246 juta dengan total GDP sebesar 1,4 triliun US$. 7 Sedangkan Korea Utara memiliki jumlah populasi yang tercatat sebesar 25,369 juta jiwa. 8 Dengan total populasi dan total GDP yang dimiliki oleh masing-masing negara tersebut, apabila digabungkan akan menjadi salah satu kekuatan bagi kawasan Asia Timur untuk dapat eksis dalam sistem internasional, serta berpotensi besar untuk

5

The World Bank, Data: Countries and Economies, China. The World Bank, Data: Countries and Economies, Japan. 7 The World Bank, Data: Countries and Economies, Republic of Korea. 8 The World Bank, Data: Countries and Economies, Democratic People’s Republic of Korea. 6

menggerakkan kehidupan utamanya dalam bidang ekonomi. Hal ini tentunya akan sangat menguntungkan bagi pasar di kawasan Asia Timur. Pada dasarnya

negara-negara di kawasan Asia Timur ini telah membentuk

kerjasama dalam bentuk trilateral cooperation. Sesuai dengan namanya yaitu trilateral cooperation atau kerjasama trilateral, kerjasama ini dilakukan oleh tiga negara yang ada di kawasan Asia Timur, yaitu Cina, Jepang, dan Korea Selatan. Adanya kerjasama ini juga tidak terlepas dari keterlibatan peran ASEAN dalam kawasan Asia Timur, yang mana ASEAN pada saat itu berupaya untuk memperluas cakupannya dengan membuka kerjasama dengan negara non anggota ASEAN dalam kerangka ASEAN+. Kerjasama trilateral ini pertama kali diluncurkan dalam ASEAN framework, pada forum ASEAN+3 yang dilaksanakan pada tahun 1997. 9 Dengan adanya kerjasama trilateral ini kemudian dipercaya dapat mengurangi adanya rasa saling tidak percaya atau mutual distrust yang menjadikan kawasan Asia Timur bersifat konfliktual, sehingga seiring dengan menurunnya mutual distrust maka akan dapat mendorong pembentukan regionalisme di kawasan ini. Namun sangat kecil kemungkinan untuk mendorong adanya pembentukan regionalisme di kawasan Asia Timur. Untuk dapat membentuk regionalisme di kawasan ini sangatlah sulit, terlebih dengan adanya persepsi yang dimiliki oleh masing-masing negara yang berada di kawasan, yang mana antara negara satu dengan yang lainnya saling melihat keberadaan akan negara lain sebagai sebuah ancaman, baik Cina, Jepang, maupun Korea. Harapan mengenai terciptanya regionalisme di kawasan ini dengan adanya ASEAN+3 juga dirasa sangat berlebihan, mengingat yang terlibat dalam penguatan kerjasama ini hanyalah tiga negara yaitu Cina, Jepang dan Korea Selatan, sedangkan seperti yang diketahui pada umumnya, terdapat empat negara yang termasuk ke dalam kawasan Asia Timur. Dengan tidak melibatkan satu negara yang tersisa, yaitu Korea Utara, seakan-akan negara yang ada di kawasan ini, baik Cina, Jepang, maupun Korea Selatan berusaha untuk membuat Korea Utara semakin terpinggirkan. Hal ini juga semakin jelas memperlihatkan bahwa mutual distrust yang dimiliki oleh negaranegara yang ada di kawasan ini masih tinggi.

Justyna Szczudlik-Tatar, “Regionalism in East Asia: A Bumpy Road to Asian Integration,” The Polish Institute of International Affairs 64, no. 16 (2013): 5.

9

Padahal mekanisme dari sebuah regionalisme untuk mencegah adanya konflik adalah dengan menciptakan kerjasama, trust atau kepercayaan dan pemahaman yang sama diantara masing-masing negaranya. 10 Akan tetapi negara-negara di kawasan Asia Timur cenderung belum memiliki kesiapan atau lebih tepatnya belum ada kemauan akan hal tersebut. Hal ini juga ditunjukkan dari keluarnya Korea Utara dari Six Party Talks. Pembentukan Six Party Talks sebagai sebuah perundingan diharapkan dapat menyediakan sebuah kerangka bagi kawasan ini untuk melakukan kerjasama multilateral di masa mendatang. Perundingan ini membicarakan mengenai mekanisme untuk menciptakan keamanan dan perdamaian di dalam kawasan yang salah satu caranya adalah dengan melakukan denuklirisasi. 11 Akan tetapi keluarnya Korea Utara mengindikasikan sikap yang tidak kooperatif dan menunjukkan bahwa kawasan ini masih belum memiliki kesiapan dan bahkan kemauan untuk menjalin kerjasama dengan menciptakan keamanan dan perdamaian di dalam kawasan. Kesimpulan Tingginya mutual distrust di kawasan Asia Timur, yang dibuktikan dengan adanya persepsi yang menyebabkan negara satu dengan yang lainnya saling melihat keberadaan akan negara lain sebagai sebuah ancaman menjadi salah satu faktor penghambat pembentukan regionalisme di kawasan ini. Selain itu, ketidakpastian akan keamanan yang ada di kawasan semakin memunculkan rasa enggan diantara negaranegara kawasan Asia Timur untuk membentuk organisasi regional. Hal ini dipicu oleh sikap yang tidak kooperatif dari Korea Utara dengan keluar dari six party talks yang mana pembentukan six party talks diharapkan dapat menciptakan keamanan dan perdamaian di dalam kawasan yang salah satu caranya adalah dengan melakukan denuklirisasi. Ditinjau dari faktor penghambat pembentukan regionalisme di kawasan Asia Timur, yang telah dipaparkan oleh penulis, dapat dikatakan bahwa negara-negara di kawasan Asia Timur cenderung belum memiliki kesiapan atau lebih tepatnya belum memiliki kemauan untuk membentuk sebuah regionalisme. Perjalanan yang diperlukan

Ralph A. Cossa, “Northeast Asian Regionalism: A (Possible) Means to an End for Washington,” Council on Foreign Relations (2009): 2. 11 Cossa, “Northeast Asian Regionalism: A (Possible) Means to an End for Washington,” 7. 10

masih sangat panjang untuk menciptakan regionalisme di kawasan ini jika mutual distrust yang dimiliki antara masing-masing negara masih sangat tinggi, dan kemauan akan menyatukan diri sebagai sebuah kawasan masih belum dimiliki oleh masingmasing negara yang ada di kawasan ini. Mengenai prospek yang dimiliki kawasan Asia Timur untuk dapat membentuk regionalisme hanya akan dapat muncul apabila masingmasing negara yang saling memiliki komitmen untuk mengurangi mutual distrust dan kemauan untuk menyatukan diri sebagai sebuah kawasan.

Daftar Pustaka Buku Farrell, Mary., Björn Hettne and Luk Van Langenhove, ed. Global Politics of Regionalism: Theory and Practice. London: Pluto Press, 2005). Jurnal Mansfield, Edwar D., Milner, Helen V. “The New Wave of Regionalism.” International Organization 53, no. 3 (1999): 596-597. Szczudlik-Tatar, Justyna. “Regionalism in East Asia: A Bumpy Road to Asian Integration.” The Polish Institute of International Affairs 64, no. 16 (2013): 5. Cossa, Ralph A. “Northeast Asian Regionalism: A (Possible) Means to an End for Washington.” Council on Foreign Relations (2009): 2. Websites The

World

Bank,

Data:

Countries

and

Economies,

China.

https://data.worldbank.org/country/china?view=chart (accessed December 18, 2017). The World Bank, Data: Countries and Economies, Democratic People’s Republic of Korea.

https://data.worldbank.org/country/korea-rep?view=chart

(accessed

December 18, 2017). The

World

Bank,

Data:

Countries

and

Economies,

Japan.

https://data.worldbank.org/country/japan?view=chart (accessed December 18, 2017). The

World

Bank,

Data:

Countries

and

Economies,

Republic

of

https://data.worldbank.org/country/korea-dem-peoples-rep?view=chart (accessed December 18, 2017).

Korea....


Similar Free PDFs