Template Ringkasan Paper.pdf PDF

Title Template Ringkasan Paper.pdf
Author Ramadhio Adi
Pages 3
File Size 117.8 KB
File Type PDF
Total Downloads 315
Total Views 980

Summary

RINGKASAN JURNAL Heriyanto, Dodik Setiawan Nur, “Recent Development on Tobacco Control Policy in Indonesia: Analyzing Obstacles by Indonesia in the Ratification of Framework Convention on Tobacco Control”, 2 (21) Jurnal Hukum Ius Quia Iustum 157, 2014 Oleh: Ramadhio Adi Prasetyo RINGKASAN Menurut ju...


Description

RINGKASAN JURNAL Heriyanto, Dodik Setiawan Nur, “Recent Development on Tobacco Control Policy in Indonesia: Analyzing Obstacles by Indonesia in the Ratification of Framework Convention on Tobacco Control”, 2 (21) Jurnal Hukum Ius Quia Iustum 157, 2014 Oleh: Ramadhio Adi Prasetyo RINGKASAN Menurut jurnal yang berjudul “Recent Development on Tobacco Control Policy in Indonesia: Analyzing Obstacles by Indonesia in the Ratification of Framework Convention on Tobacco Control”, oleh Dodik Setiawan saat ini Indonesia adalah pasar tembakau kelima terbesar di dunia dan konsumen rokok ketiga terbesar (data WHO tahun 2008), jadi hal ini merupakan kewajiban bagi Indonesia untuk mematuhi standar minimum pengendalian tembakau berdasarkan FCTC. Namun Sejak pencanangannya, Indonesia belum pernah menandatangani dan meratifikasi Konvensi ini. Kebijakan pengendalian tembakau di Indonesia selalu menemui kendala dalam bidang politik, ekonomi, dan hak asasi manusia. Kebanyakan undang-undang masih bersifat abstrak dalam mendukung kesehatan masyarakat secara umum. Beberapa penelitian membuktikan bahwa upaya- upaya ratifikasi yang dilakukan oleh Indonesia tidak akan berdampak buruk terhadap keuntungan ekonomi yang dihasilkan oleh tembakau, namun justru mampu memberikan implementasi yang efektif dan kepastian hukum untuk melindungi kesehatan masyarakat. Dalam artikel ini akan menjawab dua pertanyaan besar bagi Indonesia yaitu, apa hambatan yang akan dihadapi pemerintah Indonesia dalam meratifikasi FCTC, dan apakah berlaku efektif apabila pemerintah Indonesia meratifikasinya. Menurut artikel Indonesia ini dapat di katakana bahwa bimbang apakah dengan meratifikasi FCTC akan mempengaruhi kondisi ekonomi nya, Karena Indonesia adalah negara produsen tembakau terbesar ke-5 di dunia. Banyak factor-faktor yang di pertimbangkan pemerintah dalam meratifikasi aturan mengenai tembakau, dalam hal ini dapat di lihat bahwa pendapatan dari hasil penjualan tembakau di Indonesia sangat berpengaruh bagi negara ini, dapat kita lihat dalam tabel pendapatan negara setaip tahun nya meningkat dari hasil penjualan tembakau. Dalam garis besar nya adalah tulisan ini meneliti bagaimana tembakau itu di lihat dari berbagai aspek, dari aspek kesehatan, aspek hak asasi manusia, aspek keuangan atau pendapatan negara. Indonesia membuat beberapa peraturan yang secara khusus berfokus pada masalah pengendalian tembakau seperti: Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Mengamankan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif, Peraturan Menteri Kesehatan No. 28 Tahun 2013 tentang Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan tentang Kemasan Produk Tembakau, dan Peraturan Bersama antara Menteri Kesehatan No. 188 / MENKES / PB / I / 2011 dan Menteri Dalam Negeri No. 7 Tahun 2011 tentang Implementasi Pedoman Area Non Merokok. Tidak seluruh zat diatur dalam undang-undang ini, namun yang diatur adalah larangan untuk memproduksi dan mengimpor rokok di Indonesia tanpa membawa peringatan kesehatan. Undang-undang ini juga memberikan sanksi pidana bagi setiap orang yang memproduksi dan mengimpor rokok tanpa membawa gambar peringatan kesehatan oleh waktu maksimum 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp. 500.000.000. Peraturan Pemerintah No.109 Tahun 2012. Undang-undang ini dilaksanakan pasal 116 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Berdasarkan pasal 113 ayat (2) UU No. 36 tahun 2009, produk tembakau dinyatakan sebagai zat adiktif. Zat adiktif disini mendefinisikan sebagai zat yang menyebabkan kecanduan atau ketergantungan yang membahayakan kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan Penulis adalah Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia dengan Nomor Induk Mahasiswa 17410119

No. 28 Tahun 2013. Peraturan ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman bagi para industrialis Industri Tembakau untuk menerapkan pencetakan Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan tentang Kemasan Produk Tembakau. Sejak diberlakukannya, ada informasi kesehatan yang hilang, yang harus dicantumkan pada setiap item Kemasan Produk Tembakau. Informasi tentang tanggal kadaluwarsa juga merupakan bagian dari kewajiban berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Peraturan Bersama antara Menteri Kesehatan No. 188 / MENKES / PB / I / 2011 dan Menteri Dalam Negeri No. 7 Tahun 2011. Peraturan ini bertujuan untuk memberikan standar acuan bagi pemerintah daerah dalam menentukan Kawasan Bebas Rokok untuk meningkatkan lingkungan yang bersih dan sehat. Hingga saat ini, Indonesia belum menjadi pihak FCTC. Banyak masalah muncul pada proses ratifikasi perjanjian ini. Di sisi ekonomi, industri tembakau mengklaim bahwa ratifikasi akan menurunkan pendapatan nasional dari pajak dan investasi. Disisi politik, pemerintah legislatif dan beberapa lembaga lainnya dinilai tidak tegas untuk menetapkan kebijakan. Disisi lain kelompok masyarakat tertentu menilai bahwa merokok adalah bagian dari hak konstitusional. Penurunan kemungkinan pendapatan negara dari industri tembakau menjadi salah satu isu sentral pada aksesi FCTC. Di sisi ekonomi, negara tidak hanya menikmati pendapatan pajak tetapi juga lapangan kerja berskala besar, investasi langsung asing, dan pertanian tembakau. Terdapat tantangan politik dalam upaya ini. Pemerintah meminta dewan legislatif untuk mendukung inisiatif ratifikasi untuk menjaga kesehatan masyarakat. Tetapi kendalanya adalah sebagian besar anggota Dewan Perwakilan tidak pernah tegas untuk mengurangi penggunaan tembakau. Mereka menggunakan alasan yang biasa bahwa ratifikasi FCTC akan mematikan industri rokok domestik dan membahayakan petani tembakau. Masalah kontroversi Hak Asasi Manusia, menurut saya pendapat dalam artikel ini benar Hak untuk merokok bukanlah hak dasar manusia. Karena itu, larangan merokok tidak akan membuat seseorang kehilangan martabat sebagai manusia. Sebenarnya, kebijakan pengendalian tembakau tidak dimaksudkan untuk memotong hak untuk merokok, tetapi perjuangan untuk hak setiap orang untuk menghirup udara yang sehat adalah prioritas. Karena hak kesehatan sebetulnya menjadi hak non-derogable yang seharusnya memiliki rasa hormat sebelumnya. Pemerintah Indonesia dapat menggunakan perlindungan kesehatan masyarakat sebagai dasar pertimbangan untuk meratifikasi FCTC. kesimpulan Pemerintah Indonesia tidak perlu takut untuk meratifikasi, karena ketakutan pemerintah Indonesia akan perekonomian yang terancam tidak akan terjadi. Bisa dilihat dari negara-negara yang telah meratifikasinya, tidak terjadi hal yang membuat perekonomian negara tersebut hancur. Kalau dilihat dari segi HAM, hak manusia untuk mendapat udara bersih bebas dari rokok lebih utama dibanding hak para perokok.

Penulis adalah Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia dengan Nomor Induk Mahasiswa 17410119

DAFTAR PUSTAKA Heriyanto, Dodik S.N., “Recent Development on Tobacco Control Policy in Indonesia: Analyzing Obstacles by Indonesia in the Ratification of Framework Convention on Tobacco Control”, 2 (21) Jurnal Hukum Ius Quia Iustum 157, 2014.

Penulis adalah Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia dengan Nomor Induk Mahasiswa 17410119...


Similar Free PDFs