TINJAUAN FILSAFATI (ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN AKSIOLOGI) TENTANG SARAF DAN HORMON PDF

Title TINJAUAN FILSAFATI (ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN AKSIOLOGI) TENTANG SARAF DAN HORMON
Author Naufal Ahmad Muzakki
Pages 79
File Size 2.9 MB
File Type PDF
Total Downloads 368
Total Views 464

Summary

TINJAUAN FILSAFATI (ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN AKSIOLOGI) TENTANG SARAF DAN HORMON Fitri Husni Mardiyah, Naufal Ahmad Muzakki, Purnamaulida Pratiwi, dan Wahyu Tri Darmawati Abstrak : Saraf atau nervus adalah serat-serat yang menghubungkan organ-organ tubuh dengan sistem saraf pusat (otak dan sumsum ...


Description

Accelerat ing t he world's research.

TINJAUAN FILSAFATI (ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN AKSIOLOGI) TENTANG SARAF DAN HORMON Naufal Ahmad Muzakki

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Buku Biologi Unt uk SMA Ian Haba Ora

BIOLOGI Kelas XI SMA - Fict or Ferdinand Hardina Darwis MODUL ANAT OMI FISIOLOGI PROGRAM ST UDI DIPLOMA III KEPERAWATAN AKPER SAWERIGADING PE… Haeruddin Syafaat

TINJAUAN FILSAFATI (ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN AKSIOLOGI) TENTANG SARAF DAN HORMON

Fitri Husni Mardiyah, Naufal Ahmad Muzakki, Purnamaulida Pratiwi, dan Wahyu Tri Darmawati

Abstrak : Saraf atau nervus adalah serat-serat yang menghubungkan organ-organ tubuh dengan sistem saraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang) serta antar bagian sistem sarah dengan lainnya. Hormon merupakan senyawa kimia, berupa protein yang mempunyai fungsi untuk memacu atau menggiatkan proses metabolisme tubuh. Dengan adanya hormon dalam tubuh maka organ akan berfungsi menjadi lebih baik. Pada tinjauan aspek ontologi yang akan dibahas yaitu menjelaskan mengenai struktur dan fungsi saraf dan hormon. Pada tinjauan aspek epistemologi menjelaskan cara saraf dan hormon melakukan berbagai proses yang terjadi didalam tubuh kita seperti prosespotensial istirahat neuron, komunikasi neuron, pemprosesan informasi di dalam otak, mekanisme pada indra dan kesetimbangan dan mekanisme kerja hormon. Pada tinjauan aspek aksiologi menjelaskan mengenai saraf dan hormon dari segi kegunaan ilmu dan kaidah penggunaan saraf dan hormon secara moral atau etika yang terjadi pada makhluk hidup dan kehidupan. Kata Kunci: Tinjauan filsafati, Saraf dan Hormon

PENDAHULUAN Filsafat pendidikan adalah sebagai salah satu dari serangkaian persoalan yang melekat dalam kehidupan manusia dapat dianalisis secara sistematis, integral, menyeluruh, mendasar dan objektif melalui kajian filsafat. Sebagaimana dikemukakan seorang filsuf dari Amerika, John Dewey filsafat itu merupakan teori umum dari pendidikan, atau filsafat merupakan landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan. Pada kajian ini bermaksud mengangkat satu fenomena persoalan pendidikan yang berkaitan dengan saraf dan hormon, ditinjau dari ilmu filsafat. Tinjauan filsafat yang dimaksud meliputi ontologi, epitemologi dan aksiologi difokuskan pada persoalan saraf dan hormon.

Saraf adalah bagian dari sistem saraf periferal. Saraf aferen membawa sinyal sensorik ke sistem saraf pusat, sedangkan saraf eferen membawa sinyal dari sistem saraf pusat ke otot-otot dan kelenjar-kelanjar. Sinyal tersebut seringkali disebut impuls saraf, atau disebut potensial akson. Membahas mengenai saraf dan hormon khususnya saraf dan hormon sel tentunya berhubungan pula dengan metabolisme. Metabolisme merupakan modifikasi senyawa kimia secara biokimia di dalam organisme dan sel. Metabolisme mencakup sintesis (anabolisme) dan penguraian (katabolisme) molekul organik kompleks. Metabolisme biasanya terdiri atas tahapan-tahapan yang melibatkan enzim, yang dikenal pula sebagai jalur metabolisme. Metabolisme total merupakan semua proses biokimia sdi dalam organisme. Metabolisme sel mencakup semua proses kimia di dalam sel. Tanpa metabolisme, makhluk hidup tidak dapat bertahan hidup. Berdasarkan ruang lingkup kajian sebagaimana dikemukakan pada pendahuluan di atas, maka tinjauan filsafati saraf dan hormon makhluk hidup pada makalah ini diarahkan untuk menjawab permasalahan tentang: (a) apa hakekat realita, objek saraf dan hormon makhluk hidup berbasis teori sibernetik (ontologi), (b) bagaimana cara memperoleh pengetahuan saraf dan hormon makhluk hidup berbasis teori belajar sibernetik (epistemologi), dan (c) apa nilai-nilai yang bermanfaat dari saraf dan hormon makhluk hidup berbasis teori belajar sibernetik (aksiologi).

TINJAUAN FILSAFATI Filsafat merupakan salah satu bidang kajian ilmu pengetahuan yang mengkaji cara berpikir lebih mendalam mengenai hakikat suatu persoalan dalam kehidupan manusia (Tamrin. A, 2019). Filsafat juga disebut sebagai induk dari berbagai ilmu pengetahuan (mater scientarum) yang artinya filsafat dapat menyediakan pijakan bagi ilmu untuk berkembang, sehingga walaupun perkembangan ilmu semakin pesat, bukan berarti filsafat tidak berguna dimasa kini karena filsafat senantiasa melihat hakikat seluruh realita atau kenyataan (Firman. H, 2019 dalam Lea, S. Babutta, 2020). Filsafat ilmu berfungsi memberikan landasan filosofis untuk memahami berbagai konsep dan teori disiplin untuk membekali kemampuan

membangun teori ilmiah, yang dijabarkan oleh Frans Magnis Suseno bahwa fungsi filsafat yang dimaksud yaitu untuk membantu mendalami pertanyaan-pertanyaan tentang ilmu atau asasi manusia tentang makna realitas dan lingkup tanggung jawabnya secara sistematis dan historis, sebagai kritik ideology yang artinya kemampuan menganalisis secara terbuka dan kritis mengenai argumentasiargumentasi, selain itu untuk memberikan wawasan yang lebih luas dalam menganalisis masalah-masalah intelektual, spiritual dan ideologis (Tamrin. A, 2019). Ada beberapa prinsip yang terkandung didalam filsafat ilmu, yaitu prinsip secara ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ketiga prinsip tersebut yang akan menuntun sebuah ilmu pengetahuan ke dalam sebuah kebenaran berdasarkan logika manusia yang dapat dipertimbangkan dan diterima oleh semua orang. Dari ketiga prinsip tersebut akan dijadikan sebagai dasar untuk menganalisis sebuah ilmu biologi mengenai saraf dan hormon. A. Tinjauan Ontologi Saraf dan Hormon Ontologi dari suatu ilmu merupakan hakekat pengetahuan yang menjadikan asumsi dasar suatu kebenaran bidang ilmu tertentu. Dharmawan (2007) mendefinisikan ontologi sebagai studi tentang konsep realitas yang dijelaskan oleh suatu disiplin ilmu. Ontologi dari saraf dan hormon merupakan pengetahuan tentang bagaimana saraf dan hormon makhluk hidup dibentuk. Pada hewan multiseluler, sebagian besar sel dikhususkan untuk melakukan hanya satu atau beberapa fungsi, dan kelompok sel-sel ini membentuk sistem organ dalam tubuh hewan. Untuk menjalankan fungsinya dengan baik, sel juga perlu berkoordinasi dan berkomunikasi dengan sel lain. Hewan memiliki dua sistem koordinasi untuk membantu koordinasi dan komunikasi antar sel ini yaitu, sistem endokrin dan sistem saraf. Kedua sistem ini berinteraksi dalam mengendalikan lingkungan internal hewan. Sistem saraf pada dasarnya terdiri dari saraf, sedangkan sistem endokrin terdiri dari kelenjar endokrin, yang mengeluarkan hormon sebagai koordinator kimianya. Saraf Saraf atau nervus adalah serat-serat yang menghubungkan organ-organ tubuh dengan sistem saraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang) serta antar bagian sistem sarah dengan lainnya.

Gambar 1. sel saraf (Campbell, 2020) Sistem saraf mengoordinasikan semua aktivitas tubuh dengan menggunakan neuron, sel-sel yang bertindak sebagai unit fungsional dan struktural dari sistem saraf. Berbeda dengan sistem endokrin, respons saraf sangat cepat dan tidak bertahan lama. Ada tiga jenis saraf; yaitu, saraf sensorik, yang membawa impuls dari organ indera ke otak, saraf motorik, yang membawa impuls dari otak ke bagian lain dari tubuh, dan saraf campuran, yang merupakan campuran dari serat sensorik dan serabut saraf motorik. Teori tentang Saraf Camillo Golgi (7 Juli 1843 – 21 Januari 1926) adalah seorang dokter dan ilmuwan berkebangsaan Italia, ketika bekerja sebagai kepala petugas kedokteran di sebuah rumah sakit jiwa, ia mencoba memasukkan logam pada jaringan saraf, terutama dengan logam perak (pengotoran perak atau silver staining). Ia menemukan sebuah metode pengotoran jaringan saraf yang akan mengotorkan beberapa sel secara acak. Hal ini membuatnya dapat mengamati jalur-jalur pada selsel saraf di otak untuk pertama kalinya. Ia menyebut penemuannya sebagai "reaksi hitam" (dalam bahasa Italia: reazione nera). Metode ini dikenal sebagai metode Golgi atau pengotoran Golgi. Alasan mengapa terjadi pengotoran acak masih belum dapat dijelaskan. Pada reaksi hitam terjadi fiksasi partikel perak kromat pada membran neuron (sel saraf) yang disebut neurilemma dengan mereaksikan perak nitrat dengan kalium dikromat. Reaksi ini menghasilkan suatu zat hitam pada badan sel saraf, akson, dan dendrit. Golgi juga menemukan organ sensorik tendon yang nantinya disebut reseptor Golgi. Ia mempelajari siklus hidup dari Plasmodium falciparum dan membandingkan masa demam yang terjadi pada pasien malaria dengan siklus

hidup organisme ini. Dengan menggunakan teknik pengotorannya, Golgi berhasil mengidentifikasi sebuah bagian dalam sel pada 1898. Bagian itu sekarang dikenal sebagai badan Golgi. Sejarah Penemuan Ilmu Saraf Asal muasal evolusi saraf di mulai dari penelitian Carolyn Smith dan suaminya Thomas Reese tahun 2008, seorang pakar saraf yang menemukan tahap awal evolusi sistem saraf pada Trichoplax adhaerans atau yang sering disebut dengan Trix yang merupakan hewan tanpa tulang belakang multiseluler non-parasit dan anggota dalam filum Protozoa Dalam penelitiannya, dia mendapatkan bahwa Trix berprilaku seolah memiliki sistem saraf dan sinapsis jaringan yang menghubungkan sel-sel otak dan jalur informasi lainnya dalam tubuh. Dalam peneletian nya yang diterbitkan dalam jurnal PLOS ONE edisi 2 September 2015 mereka mengemukakan bagaimana sistem saraf berevolusi. Penelitian ini menunjukkan adanya koordinasi sel- sel pada hewan ini dalam berburu, melarutkan dan mengkonsumsi ganggang laut. Pada manusia penelitian telah dilakukan mulai dari mumifikasi Mesir kuno hingga penelitian ilmiah abad ke-18 tentang "gumpalan" dan neuron, terdapat bukti praktik ilmu saraf selama periode awal sejarah. Peradaban awal kekurangan sarana yang memadai untuk memperoleh pengetahuan tentang otak manusia. Asumsi mereka tentang cara kerja pikiran, oleh karena itu, tidak akurat. Pandangan awal tentang fungsi otak menganggapnya sebagai semacam "isian tengkorak". Di Mesir kuno, dari akhir Kerajaan Pertengahan dan seterusnya, dalam persiapan untuk mumifikasi, otak secara teratur dikeluarkan, karena itu adalah jantung yang dianggap sebagai pusat kecerdasan. Menurut Herodotus, selama langkah pertama mumifikasi: "Praktik yang paling sempurna adalah mengekstraksi otak sebanyak mungkin dengan kail besi, dan apa yang tidak dapat dijangkau kail tersebut dicampur dengan obat-obatan." Selama lima ribu tahun berikutnya, pandangan ini menjadi terbalik; otak sekarang dikenal sebagai pusat kecerdasan, meskipun variasi sehari-hari dari yang pertama tetap seperti dalam "menghafal sesuatu dengan hati". Papirus Bedah Edwin Smith , yang ditulis pada abad ke-17 SM, berisi referensi paling awal yang tercatat ke otak. Hieroglif untuk otak, yang muncul delapan kali dalam papirus ini, menggambarkan gejala, diagnosis, dan prognosis

dari dua pasien, luka di kepala, yang mengalami fraktur gabungan di tengkorak. Penilaian penulis (ahli bedah medan perang) papirus menyinggung orang Mesir kuno yang memiliki pengakuan yang samar-samar tentang efek trauma kepala. Meskipun gejalanya ditulis dengan baik dan terperinci, tidak ada preseden medis yang terlihat. Penulis bagian tersebut mencatat "denyut otak yang terbuka" dan membandingkan permukaan otak dengan permukaan terak tembaga yang beriak (yang memang memiliki pola gyral-sulcal). Lateral dari cedera terkait dengan lateralitas gejala, dan baik afasia ("dia tidak berbicara kepadamu") dan kejang ("dia sangat gemetar") setelah cedera kepala dijelaskan. Pengamatan oleh peradaban kuno tentang otak manusia hanya menunjukkan pemahaman relatif tentang mekanisme dasar dan pentingnya keamanan tengkorak. Selain itu, mengingat konsensus umum praktik medis yang berkaitan dengan anatomi manusia didasarkan pada mitos dan takhayul, pemikiran ahli bedah medan perang tampaknya empiris dan didasarkan pada deduksi logis dan observasi sederhana. Selama paruh kedua milenium pertama SM, orang Yunani Kuno mengembangkan pandangan yang berbeda tentang fungsi otak. Namun, karena fakta bahwa para dokter Hipokrates tidak melakukan pembedahan, karena tubuh manusia dianggap suci, pandangan Yunani tentang fungsi otak umumnya tidak mendapat informasi dari studi anatomi. Dikatakan bahwa Pythagoras Alcmaeon of Croton (abad ke-6 dan ke-5 SM) yang pertama kali menganggap otak sebagai tempat pikiran berada. Menurut otoritas kuno, "ia percaya tempat sensasi berada di otak. Ini berisi fakultas yang mengatur. Semua indra terhubung dengan cara tertentu dengan otak; akibatnya, mereka tidak mampu bertindak jika otak terganggu ... kekuatan otak untuk mensintesis sensasi membuatnya juga menjadi pusat pikiran: Penyimpanan persepsi memberi memori dan keyakinan dan ketika ini distabilkan Anda mendapatkan pengetahuan. " Pada abad ke-4 SM, Hippocrates percaya bahwa otak adalah pusat kecerdasan (antara lain didasarkan pada karya Alcmaeo). Selama abad ke-4 SM Aristoteles berpikir bahwa jantung adalah pusat kecerdasan, sedangkan otak adalah mekanisme pendinginan darah. Dia beralasan bahwa manusia lebih rasional daripada binatang karena, antara lain, mereka memiliki otak yang lebih besar untuk mendinginkan darah panas mereka.

Berbeda dengan pemikiran Yunani tentang kesucian tubuh manusia, orang Mesir telah membalsem orang mati selama berabad-abad, dan melakukan studi sistematis tentang tubuh manusia. Selama periode Helenistik, Herophilus dari Kalsedon (c.335 / 330-280 / 250 SM) dan Erasistratus dari Ceos (c. 300-240 SM) memberikan kontribusi mendasar tidak hanya untuk anatomi dan fisiologi otak dan sistem saraf, tetapi juga untuk banyak orang bidang lain dari ilmu hayati. Herophilus tidak hanya membedakan otak besar dan otak kecil, tetapi memberikan deskripsi pertama yang jelas tentang ventrikel . Erasistratus menggunakan aplikasi praktis dengan bereksperimen pada otak yang hidup. Karya mereka sekarang sebagian besar hilang, dan kita tahu tentang pencapaian mereka karena sebagian besar sumber sekunder. Beberapa penemuan mereka harus ditemukan kembali satu milenium setelah kematian mereka. Selama Kekaisaran Romawi, ahli anatomi Yunani Galen membedah otak domba, monyet, anjing, babi, di antara mamalia non-manusia lainnya. Dia menyimpulkan bahwa, karena otak kecil lebih padat daripada otak, ia harus mengontrol otot - otot, sedangkan karena otak besar lunak, maka otak kecil itu harus menjadi tempat pemrosesan indera. Galen lebih lanjut berteori bahwa otak berfungsi oleh pergerakan roh binatang melalui ventrikel. Lebih lanjut, studinya tentang saraf kranial dan sumsum tulang belakang sangat luar biasa. Dia mencatat bahwa saraf tulang belakang tertentu mengontrol otot tertentu, dan memiliki gagasan tentang tindakan timbal balik otot. Untuk kemajuan berikutnya dalam memahami fungsi tulang belakang kita harus menunggu Bell dan Magendie, di abad ke-19. Pengobatan Islam di abad pertengahan difokuskan pada bagaimana pikiran dan tubuh, dan hormon berinteraksi dan menekankan kebutuhan untuk memahami kesehatan mental. Sekitar tahun 1000, Al-Zahrawi, tinggal di Islamic Iberia, mengevaluasi pasien neurologis dan melakukan perawatan bedah untuk cedera kepala, patah tulang tengkorak, cedera tulang belakang, hidrosefalus, efusi subdural, dan sakit kepala. Di Persia, Ibnu Sina (Ibn-Sina) mempresentasikan pengetahuan rinci tentang patah tulang tengkorak dan perawatan bedahnya. Ibnu Sina dianggap sebagai bapak pengobatan modern. Dia menulis 40 artikel tentang kedokteran dengan yang paling terkenal adalah Qanun, ensiklopedia medis yang

akan menjadi bahan pokok di universitas selama hampir seratus tahun. Ia juga menjelaskan fenomena seperti, insomnia, mania, halusinasi, mimpi buruk, demensia, epilepsi, stroke, kelumpuhan, vertigo, melankoli dan tremor. Ia juga menemukan kondisi yang mirip dengan skizofrenia, yang ia sebut sebagai Junun Mufrit, yang ditandai dengan agitasi, gangguan perilaku dan tidur, memberikan jawaban yang tidak tepat atas pertanyaan, dan kadang-kadang ketidakmampuan untuk berbicara. Avicenna juga menemukan cerebellar vermis, yang ia sebut vermis, dan nukleus kaudatus. Kedua istilah tersebut masih digunakan dalam neuroanatomi hingga hari ini. Dia juga orang pertama yang mengasosiasikan defisit mental dengan defisit di ventrikel tengah atau lobus frontal otak. Abulcasis, Averroes, Avenzoar, dan Maimonides, yang aktif di dunia Muslim Abad Pertengahan, juga menjelaskan sejumlah masalah medis yang berkaitan dengan otak. Antara abad ke-13 dan ke-14, buku teks anatomi pertama di Eropa, yang mencakup deskripsi tentang otak, ditulis oleh Mondino de Luzzi dan Guido da Vigevano. Pekerjaan Andreas Vesalius pada mayat manusia menemukan masalah dengan pandangan anatomi Galenic. Vesalius mencatat banyak karakteristik struktural dari otak dan sistem saraf umum selama pembedahannya. Selain merekam banyak fitur anatomi seperti putamen dan corpus callosum, Vesalius mengusulkan bahwa otak terdiri dari tujuh pasang 'saraf otak', masing-masing dengan fungsi khusus. Sarjana lain melanjutkan pekerjaan Vesalius dengan menambahkan sketsa rinci otak manusia mereka sendiri. René Descartes juga mempelajari fisiologi otak, mengusulkan teori dualisme untuk menangani masalah hubungan otak dengan pikiran. Dia menyarankan bahwa kelenjar pineal adalah tempat pikiran berinteraksi dengan tubuh setelah merekam mekanisme otak yang bertanggung jawab untuk sirkulasi cairan serebrospinal Jan Swammerdam menempatkan otot paha katak yang terputus ke dalam semprit kedap udara dengan sedikit air di ujungnya dan menyebabkan otot berkontraksi dengan mengiritasi saraf, permukaan air tidak naik melainkan diturunkan dengan jumlah menit yang menyanggah teori balon . Gagasan bahwa rangsangan saraf mengarah pada gerakan memiliki implikasi penting dengan mengedepankan gagasan bahwa perilaku didasarkan pada rangsangan. Thomas Willis mempelajari otak, saraf, dan perilaku

untuk mengembangkan perawatan neurologis. Dia menjelaskan dengan sangat rinci struktur batang otak , otak kecil, ventrikel, dan belahan otak. Peran listrik pada saraf pertama kali diamati pada katak yang dibedah oleh Luigi Galvani , Lucia Galeazzi Galvani, dan Giovanni Aldini pada paruh kedua abad ke-18. Pada tahun 1811, César Julien Jean Legallois untuk pertama kalinya mendefinisikan fungsi tertentu di wilayah otak. Ia mempelajari respirasi pada pembedahan dan lesi hewan, dan menemukan pusat respirasi di medula oblongata . Antara tahun 1811 dan 1824, Charles Bell dan François Magendie menemukan melalui pembedahan dan pembedahan bahwa akar ventral di tulang belakang mengirimkan impuls motorik dan akar posterior menerima masukan sensorik ( hukum Bell-Magendie ). Pada tahun 1820-an, Jean Pierre Flourens memelopori metode eksperimental untuk melakukan lesi terlokalisasi otak pada hewan yang menjelaskan pengaruhnya terhadap motrisitas, sensibilitas, dan perilaku. Pada pertengahan abad ke 18, Emil du Bois-Reymond, Johannes Peter Müller, dan Hermann von Helmholtz menunjukkan bahwa neuron dapat terangsang secara elektrik dan bahwa aktivitas mereka dapat diprediksi memengaruhi keadaan listrik neuron yang berdekatan. Pada tahun 1848, John Martyn Harlow mendeskripsikan bahwa Phineas Gage memiliki lobus frontal yang tertusuk batang besi dalam suatu kecelakaan peledakan. Ia menjadi studi kasus dalam hubungan antara korteks prefrontal dan fungsi eksekutif . Pada tahun 1861, Broca mendengar tentang seorang pasien di Rumah Sakit Bicêtre yang mengalami kehilangan kemampuan bicara dan kelumpuhan progresif selama 21 tahun tetapi tidak kehilangan pemahaman atau fungsi mental. Broca melakukan otopsi dan menentukan bahwa pasien memiliki lesi di lobus frontal di belahan otak kiri. Broca menerbitkan temuannya dari otopsi dua belas pasien pada tahun 1865. Karyanya menginspirasi orang lain untuk melakukan otopsi yang cermat dengan tujuan menghubungkan lebih banyak daerah otak dengan fungsi sensorik dan motorik. Ahli saraf Prancis lainnya, Marc Dax, melakukan pengamatan serupa satu generasi sebelumnya. Hipotesis Broca didukung oleh pengamatan pasien epilepsi yang dilakukan oleh John Hughlings Jackson, yang secara tepat menyimpulkan pada tahun 1870-an organisasi korteks motorik dengan mengamati perkembangan kejang di seluruh tubuh. Carl Wernicke

mengembangkan lebih lanjut teori spesialisasi struktur otak tertentu dalam pemahaman dan produksi bahasa. Richard Caton mempresentasikan penemuannya pada tahun 1875 tentang fenom...


Similar Free PDFs