AUGUSTE COMTE PDF

Title AUGUSTE COMTE
Author Indah Meitasari
Pages 11
File Size 585.7 KB
File Type PDF
Total Downloads 42
Total Views 458

Summary

AUGUSTE COMTE . Auguste Comte lahir di Montpellier, Perancis, pada 17 Januari 1798. Memiliki nama asli Isidore Marie Auguste Comte, ia berasal dari keluarga bangsawan Katholik. Ia menempuh pendidikan di Ecole Polytechnique dan mengambil juusan kedokteran di Montpellier. COmte juga berpengalaman memb...


Description

Accelerat ing t he world's research.

AUGUSTE COMTE Indah Meitasari

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

T ENTANG AUGUST E COMT E BAB I PENDAHULUAN 1 wagi ramadhan

POSIT IVISME makalah Koe ajeng kamaliah Aliran Posit ivisme Abu Bakar Nazibulloh

AUGUSTE COMTE

. Auguste Comte lahir di Montpellier, Perancis, pada 17 Januari 1798. Memiliki nama asli Isidore Marie Auguste Comte, ia berasal dari keluarga bangsawan Katholik. Ia menempuh pendidikan di Ecole Polytechnique dan mengambil juusan kedokteran di Montpellier. COmte juga berpengalaman memberi les matematika dan menjadi murid sekaligus sekretaris Saint Simon. Comte memiliki kisah cinta platonik dan tragis. Menikah dengan Caroline Massin, seorang pekerja seks, ia bercerai pada 1842. Ia menikah dengan Clotide de Vlaux namun pernikahan tersebut tidak berumur lama. Clotide de Vlaux meninggal dunia karena sakit Tubercolosis. Kehidupan pribadi Comte sebagai pemikir besar dilingkupi kemiskinan.

Ia

dikenal sebagai sosok emosional dalam persahabatan. Comte juga kerap terlibat konflik dalam persoalan cinta. Percobaan bunuh diri pun pernah dilakukan oleh tokoh kunci sosiologi ini. Comte meninggal dunia pada usia 59 tahun pada 5 September 1857. Selama karir intelektualnya Comte menghasilkan banyak karyanya, antara lain System of Positive politics, The Scientific Labors Necessary for Reorganization of Society (1882), The Positive Philosophy (6 jilid 1830-1840), Subjective Synthesis (1820-1903).

1

Pemikiran Auguste Comte, selaku orang yang memulai kajian sosiologi dan kemudian disebut sebagai bapak sosiologi ini, dipengaruhi oleh revolusi Perancis. Revolusi Perancis menjadikan masyarakat terbelah menjadi dua. Pertama masyarakat yang optimis, positif yang memandang masa depan lebih baik dengan ilmu pengetahuan, teknologi dan demokrasi. Kedua masyarakat pesimis dan negatif memandang masa depan dan perubahan yang dinilai menimbulkan anarkisme, konflik sosial dan sikap individualistic. Pemikiran Comte yang terkenal salah satunya adalah penjabaran sejarah perkembangan sosial atau peradaban manusia. Teori Comte tersebut membagi fase perkembangan peradaban menjadi tiga tahap. Tahap pertama yaitu tahap teologis, sebelum 1300. Pada fase ini manusia belum menjadi subyek bagi dirinya dan sangat tergantung pada dunia luar. Contohnya, kesuburan dan panen padi seorang petani tergantung kemurahannya Dewi Sri pada konteks mitologi Indonesia. Tahap kedua, adalah tahap metafisika. Pada tahap ini manusia atau masyarakat mulai menggunakan nalarnya. Keterbatasan nalar manusia pada fase ini adalah kentalnya kecenderungan spekulasi yang belum melalui analisis empirik.

Contohnya,

nalar

masyarakat

mengalami

yang

menilai

kesusahansebagai takdir semata. Tahap ketiga, tahap positifistik. Ini adalah tahap modern, di mana manusia atau masyarakat menggunakan nalarnya; menjadi subyek dan memandang yang lain sebagai obyek. Pada tahap ini semua gejala alam atau fenomena yang terjadi dapat dijelaskan secara ilmiah berdasarkan peninjauan, pengujian dan dapat dibuktikan secara empiris. Comte membagi masalah sosiologi menjadi dua, yaitu ranah sosial yang statis (social static) dan ranah sosial yang dinamis (social dynamic). Ranah Sosial statis

mempelajari

kemasyarakatan

hubungan

yang

selalu

timbal

balik

membutuhkan

antara

lembaga-lembaga

sebuah

tatanan

dan

kesepakatanbersama. Ranah dinamis menunjukkan watak ilmu pengetahuan yang

mempelajari

mengenai

perkembangan

masyarakat,

meneropong

2

bagaimana

lembaga-lembaga

tersebut

berkembang

dan

mengalami

perkembangan sepanjang massa. *** Sumber tulisan; •

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, 1992



Riwayat Aguste Comte. Wikipedia, diakses pada 19 Juli 2014

Auguste Comte (Nama panjang: Isidore Marie Auguste François Xavier Comte; lahir di Montpellier, Perancis, 17 Januari 1798 – meninggal di Paris, Perancis, 5 September 1857 pada umur 59 tahun) adalah seorang filsuf Perancis yang dikenal karena memperkenalkan bidang ilmu sosiologi serta aliran positivisme. Melalui prinsip positivisme, Comte membangun dasar yang digunakan oleh akademisi saat ini yaitu pengaplikasian metode ilmiah dalam ilmu sosial sebagai sarana dalam memperoleh kebenaran.

Kehidupan Comte lahir di Montpellier, sebuah kota kecil di bagian barat daya dari negara Perancis. Setelah bersekolah disana, ia melanjutkan pendidikannya di École Polytechnique di Paris. École Polytechnique saat itu terkenal dengan kesetiaannya kepada idealis republikanisme dan filosofi proses. Pada tahun 1816, politeknik tersebut ditutup untuk re-organisasi. Comte pun meninggalkan École dan melanjutkan pendidikannya di sekolah kedokteran di Montpellier. Tak lama kemudian, ia melihat sebuah perbedaan yang mencolok antara agama Katolik yang ia anut dengan pemikiran keluarga monarki yang berkuasa sehingga ia terpaksa meninggalkan Paris. Kemudian pada bulan Agustus 1817 dia menjadi murid sekaligus sekretaris dari Claude Henri de Rouvroy, Comte de Saint-Simon, yang kemudian membawa Comte masuk ke dalam lingkungan intelek. Pada tahun 1824, Comte meninggalkan Saint-Simon karena lagi-lagi ia merasa ada ketidakcocokan dalam hubungannya. Saat itu, Comte mengetahui apa yang ia harus lakukan selanjutnya: meneliti tentang filosofi positivisme. Rencananya ini kemudian dipublikasikan dengan nama Plan de travaux scientifiques nécessaires pour réorganiser la société (1822) (Indonesia: Rencana studi ilmiah untuk pengaturan kembali masyarakat). Tetapi ia gagal mendapatkan posisi akademis sehingga menghambat penelitiannya. Kehidupan dan penelitiannya kemudian mulai bergantung pada sponsor dan bantuan finansial dari beberapa temannya. Ia kemudian menikahi seorang wanita bernama Caroline Massin. Comte dikenal arogan, kejam dan mudah marah sehingga pada tahun 1826 dia dibawa ke sebuah rumah sakit jiwa, tetapi ia kabur sebelum sembuh. Kemudian setelah kondisinya distabilkan oleh Massin, dan ia mengerjakan kembali apa yang dulu direncanakannya. Namun sayangnya, ia bercerai dengan Massin pada tahun 1842 karena alasan yang belum diketahui. Saat-saat di antara pengerjaan kembali rencananya sampai pada perceraiannya, ia mempublikasikan bukunya yang berjudul Le Cours de Philosophie Positivistic. Pada tahun 1844, Comte menjalin kasih dengan Clotilde de Vaux, dalam hubungan yang tetap platonis. Setelah Clotilde wafat, kisah cinta ini menjadi quasi-religius. Tak lama setelahnya, Comte menerbitkan bukunya yang berjudul Système de politique positive (1851 - 1854). Dia wafat di Paris pada tanggal 5 September 1857 dan dimakamkan di Cimetière du Père Lachaise.

3

BIOGRAFI DAN TEORI PEMIKIRAN DARI AUGUSTE COMTE A. Biografi August Comte

August Comte atau juga Auguste Comte lahir di Montpellier, sebuah kota kecil di bagian barat daya dari negara Perancis, tanggal 17 Januari 1798. Ia adalah seorang ilmuwan Perancis yang dijuluki sebagai “bapak sosiologi”. Dia dikenal sebagai orang pertama yang mengaplikasikan metode ilmiah dalam ilmu sosial. Ia melanjutkan pendidikannya di PoliteknikÉcole di Paris. Pada tahun 1818, politeknik tersebut ditutup untuk re-organisasi. Comte pun meninggalkan École dan melanjutkan pendidikannya di sekolah kedokteran di Montpellier. Dia wafat di Paris pada tanggal 5 September 1857 dan dimakamkan di Cimetière du Père Lachaise. Auguste Comte disebut sebagai bapak sosiologi karena beliaulah yang pertama kali memakai istilah sosiologi, serta mengkajinya secara sistematis, sehingga ilmu tersebut melepaskan diri dari filsafat dan berdiri sendiri sejak pertengahan abad 19. B.

Konsep, pemikiran, dan teori Comte

Teori Evolusi idealis (Hukum Tiga Tahap) Hukum tiga tahap merupakan usaha Comte untuk menjelaskan kemajuan evolusioner umat manusia dari masa primitif sampi ke peradaban Perancis abad 19 yang sangat maju. Hukum ini, mungkin merupakan gagasan yang terkenal dari seluruh pemikiran Comte, walupun merupakan hukum yang paling contradiction in ternminis dalam pemiran Comte sendiri, karena Comte selalu menekankan pengujian empiris secara teliti dalam membentuk hukum sosiologi, sementara hukum tiga tahapannya terlalu luas dan tidak dapat diuji sepenuhnya oleh pengujian empirik. Hukum itu menyatakan bahwa masyarakat-masyarakat berkembang melalui tiga tahap utama. Tahap-tahap ini ditentukan menurut cara berfikir yang dominan: teologis, metafisik dan positif. Gagasan tentang evolusi perkembangan melaui tiga tahap ini bukan hanya milik Comte saja. Awal-awal rumusan Comte mengenai hukum tiga tahap dikembangkan selama dia bekerjasama dengan Saint Simon, dan model dasar itu pasti merupakan hasil kerjasama ini. Jacques Turgot Juga sudah mengemukakan suatu pandangan yang serupa mengenai perkembangan sejarah dari bentuk-bentuk pemikiran primitif sampai bentuk-bentuk pemikiran ilmiah modern di abad 18. Secara luas Comte mensistematisasi dan mengembangkan model itu serta mengaitkannya dengan memberi tekanan pada paham positif. Secara singkat karakteristik tiga tahap tersebut adalah sebagai berikut: 1.

Tahap Teologis

Tahap Teologis merupakan periode paling lama dalam sejarah manusia dan untuk analisis yang lebih terinci, Comte membaginya ke dalam periode fetisisme, politeisme, dan monoteisme. Fetisisme, bentuk pikiran yang dominan dalam masyarakat primitif, meliputi kepercayaan bahwa semua benda memiliki kelengkapan kekuatan hidupnya sendiri. Ahkirnya fetisisme ini diganti dengan kepercayaan akan sejumlah hal-hal supernatural yang meskipun berbeda-beda dari benda-benda alam, namun terus mengontrol semua gejala alam yang disebut sebagai politeisme. Begitu pikiran manusia terus maju, kepercayaan akan banyak dewa itu diganti dengan kepercayaan akan satu tuhan. Katolikisme di tengah abad, menurut Comte, memperlihatkan puncak tahap monoteisme. 2.

Tahap Metafisik

4

Tahap Metafisik terutama merupakan tahap transisi antara tahap teologis dan positif. Tahap ini ditandai oleh suatu kepercayaan atau hukum-hukum alam yang asasi yang dapat ditemukan dengan akal budi. Protestanisme dan Deisme memperlihatkan penyesuaian yang berturut-turut dari semangat teologis ke munculnya semangat metafisik yang mantap. Satu manifestasi yang serupa dari semangat ini dinyatakan dalam Declaration of independence. “kita menganggap kebenaran ini jelas berasal dari dirinya sendiri”. Gagasan bahwa ada kebenaran tertentu yang yang asasi mengenai hukum alam yang jelas dengan sendirinya menurut pikiran manusia, sangat mendasar dalam pemikiran metafisik. 3.

Tahap positif

Tahap positif ditandai oleh kepercayaan akan data empirik sebagai sumber pengetahuan terakhir. Tetapi pengetahuan selalu sementara sifatnya, tidak mutlak: semangat positifisme memperlihatkan keterbukaan terus-menerus rehadap data baru atas dasar mana pengetahuan dapat ditinjau kembali dan diperluas. Akal budi penting, seperti dalam periode metafisik, tetapi harus dipimpin oleh data empirik. Analisis rasional mengenai data empiric akhirnya akan memungkinkan manusia untuk memperoleh hukum-hukum, tetapi hukum-hukum lebih dilihat sebagai uniformitas empiric daripada kemutlakan metafisik. Salah satu kata mutiara dari Auguste Comte : "The sacred formula of positivism: love as a principle, the order as a foundation, and progress as a goal."

Filsafat Positivisme Auguste Comte by Nurlis E Meuko

http://malahayati.ac.id/?p=15827

JIKA fenomena yang terjadi di alam ini dilihat dari kacamata sains, maka harus diikuti fakta-fakta logis dan empiris yang menggunakan metode ilmiah, seperti eksperimen, observasi, dan komparasi. Bahkan, cara pandang sains menilai naif pada segala gejala yang di luar nalar. Akal dianggap tidak mencari sebab dan akhir sebuah kehidupan. Begitulah teori filsafat aliran positivisme.

Filsafat positivisme ini mulai bergulir sejak abad-19, ini berarti sesudah berkembangnya filsafat teologi dan metafisika. Kendati demikian, kehadiran filsafat positivisme tak serta-merta menghapus atau menafikan aliran-aliran filsafat terdahulu. Filsafat positisme menjadi salah satu aliran tersendiri yang menambah khasanah keilmuan dan metode berfikir. 5

Penelitian ilmiah dengan metode ini berkembang di berbagai negara dengan proses penerapan yang disesuaikan dengan kondisi setempat. Sebetulnya, aliran positivisme tak bisa dikatakan temuan original Comte, sebab sebelumnya sejumlah filsuf pendahulunya juga memiliki cara pandang yang sama. Hakekat pembahasan dan pemecahannya sama saja, hanya cara penyebutannya yang berbeda. Misalnya Immanuel Kant pada abad ke-17 dengan filsafat rasionalisme dan empirisme, aliran ini meyakini hanya perangkat inderawi manusia yang menggambarkan eksistensi segala hal. Kemudian ada Rene Descartes. Filsuf Prancis ini memiliki pandangan mekanisnya mengenai alam semesta, sikapnya yang positif terhadap penjajakan ilmiah, tekanan yang diletakkannya pada penggunaan matematika dalam ilmu pengetahuan, pembelaannya terhadap dasar awal sikap skeptis, dan titik pusat perhatian pada epistemologi. Lalu ada Galileo Galile dari Italia, serta Sir Isaac Newton dan Sir Francis Bacon, keduanya Inggris. Pemikiran mereka sebangun dengan Comte. Kendati demikian, Comte tetap saja menjadi pelopor aliran positivisme. Proses Positivisme Terbangunnya sebuah visi yang komprehensif tentulah lahir dari sebuah pemikiran sangat matang. Ini tidak terlepas dari lingkungan dan masa yang mempengaruhi suatu perenungan. Begitulah konsep yang terbangun pada diri Auguste Comte dengan gagasan tentang filsafat positivisme. Ini bisa dilihat dari perjalanan hidupnya. Ia menghabiskan masa kecilnya dalam lingkungan bangsawan katolik, di samping itu keadaan negeri Prancis masih berada dalam genggaman Raja Louis XVI. Saat puncak krisis yang melanda Prancis yang telah berada di bawah pemerintahan monarki absolut selama berbad-abad. Menginjak masa remaja, Comte yang sudah masuk ke dunia pendidikan tinggi di Ecole Polytechnique di Paris dan kedokteran di Montpellier. Pola fikir yang telah terasah dengan daya nalar yang tajam tentu terganggu dengan kondisi negaranya yang berada di bawah pemerintahan monarki absolut yang memang dilanda revolusi. Dikenal dengan Revolution Francaise, masa ini menjadi periode sosial radikal pergolakan politik yang meluas hingga ke seluruh Eropa. Pada diri Comte, bisa dilihat dua sisi yang juga bergejolak. Di satu sisi dia melihat sistem pemerintahan bobrok dan korup yang merampas hak-hak kemanusiaan, di sisi lain agamanya mengajarkan tentang keadilan dan kasih sayang. Padahal di masa itu, masih dipercaya bahwa raja sebagai wakil Tuhan dalam memelihara kemaslahatan masyarakat. Dua paham yang sangat bertolak belakang itu menyebabkan ia hengkang dari Paris, kemudian berguru pada Claude Hendri de Ruvroy yang lebih dikenal dengan nama Saint-Simon, pada 1817. Saint Simon ini seorang sosialis di Prancis. Ilmuan inilah yang menganjurkan bentuk sosialisme teknokratis, yaitu perekonomian dikelola dan dipimpin para industrialis dan para ahli yang diangkat berdasarkan prestasi. Ide-ide Simon ini tentu saja mempengaruhi pemikiran Comte, hingga lahirlah filsfat positivisme. Dari kenyataan hidup dan proses belajar serta perkembangan keilmuan yang dimilikinya, Auguste Comte mengemukakan teori mengenai perkembangan akal budi manusia yang 6

secara linier bergerak dalam urutan yang tidak terputus. Bermula dari tahap mistis (teologis) kemudian metafisis, lalu tahap positif, dikenal juga sebagai Teori tiga Tahap Perkembangan Manusia. Tahap Teologis. Comte membagi tiga macam pola pikir manusia dalam tahap teologis ini. Pertama animisme, di sini manusia belum mengenal konsep umum pada makhluk-makhluk. bahkan menganggap tiap benda atau makhluk merupakan satu sosok individu yang berbeda dengan yang lain. Setiap benda memiliki rohnya masing-masing. Pola fikir seperti ini ada dalam manusia purba. Animisme ini jamak dilihat dalam proses sesajen pada pohon-pohon besar. Bahkan di Indonesia hal semacam ini masih hidup di beberapa daerah, misalnya di Kalimantan pada suku dayak, dan di Nias, Sumatera Utara. Kemudian, yang kedua adalah politeisme. Di sini pemikiran manusia mulai berkembang, roh tidak lagi berada di tiap benda, namun ada pada kelompok benda yang memiliki kesamaan tertentu. Secara harfiah, polteisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu poly theoi yang berarti banyak Tuhan. Politeisme adalah kepercayaan pada dewa-dewa. Tujuan beragama dalam politeisme bukan hanya memberi sesajen atau persembahan kepada dewa-dewa itu, tetapi juga menyembah dan berdoa kepada mereka untuk menjauhkan amarahnya dari masyarakat yang bersangkutan. Selanjutnya, adalah monoteisme. Di sini manusia sudah mempercayai hanya ada satu roh yang mengendalikan alam ini, itulah Tuhan. Cara berpikir ini memiliki pengaruh yang besar pada perkembangan budaya, sosial, dan pemerintahan, hingga sekarang ini. Monoteisme memungkinkan berkembangnya dogma-dogma agama yang kemudian dijadikan pedoman hidup masyarakat. Tahap Metafisis. Comte menyebutkan tahap metafisis ini sebagai modifikasi dari teologis, atau tahap peralihan. Manusia mulai merombak cara berfikir, mencari penerangan yang logis dan berusaha keras menggali hakikat atau esensi dari sesuatu. Analisis berfikir ditingkatkan, adapun dogma agama dan irasionalitas mulai ditinggalkan. Pada tahap metafisis ini manusia mencari sebab pertama dan tujuan akhir dari kehidupan. Manusia mulai bertanya-tanya dan mulai untuk mencari bukti-bukti yang nyata terhadap pandangan suatu doktrin. Tahap metafisik menggunakan kekuatan atau bukti yang nyata yang dapat berhubungan langsung dengan manusia. Ini adalah abad nasionalisme dan kedaulatan umum sudah mulai tampak. Tahap Positif. Pandangan hidup yang awalnya didasarkan pada dogma agama, sekarang beralih digantikan ilmu pengetahuan positif. Pada tahap ini, Comte menafikan segala sesuatu yang non-inderawi. Ia mengakui bahwa cara pandang itu sebangun dengan pendahulunya seperti Immanuel Kant, Rene Descartes, Galileo Galile, Sir Isaac Newton dan Sir Francis Bacon. Pandangan mereka, pengetahuan hanya yang didasarkan pada fakta-fakta logis dan empiris, dan fakta-fakta tersebut harus didekati dengan menggunakan metode ilmiah, yakni eksperimen, observasi, dan komparasi. Comte mengatakan bahwa pengetahuan yang tidak berdasarkan fakta-fakta positif dan mendekatinya tidak dengan metode ilmu pengetahuan, itu fantasi atau spekulasi liar. Jenis pengetahuan spekulasi atau fantasi liar inilah yang disebutnya teologi dan metafisika. 7

Menurut Comte, semua gejala dan kejadian alam dijelaskan berdasarkan observasi, eksperimen, komparasi yang ketat dan teliti. Gejala dan kejadian alam harus dibersihkan dari muatan teologis dan metafisis. Akal tidak lagi berorientasi pada pencarian pada sebab pertama dan tujuan akhir kehidupan. Comte pun menjelaskan fungsi lain dari ilmu pengetahuan positif, yaitu di dalam dirinya sendiri mengandung alat untuk mencapai, baik kemajuan (progress) maupun ketertiban (order). Ia menyatakan bahwa kemajuan yang didasarkan pada ilmu pengetahuan akan membawa manusia menuju masyarakat yang tertib, stabil, aman, dan harmonis. Selain itu, ilmu pengetahuan juga mampu mencegah kita dari nafsu untuk berperang dan melakukan penindasan terhadap manusia dan alam. Asumsi dan Fase Positivisme AUGUSTE Comte membagi tiga asumsi dasar ilmu pengetahuan positif. Asumsi pertama, ilmu pengetahuan harus bersifat objektif. Objektivitas berlangsung pada kedua pihak, yaitu subjek dan objek ilmu pengetahuan. Pada pihak subjek, seorang ilmuwan tidak boleh membiarkan dirinya terpengaruh oleh sentimen pribadi, penilaian etis, kepercayaan agama, kepentingan kelompok, filsafat, atau apapun yang mempengaruhi objektivitas dari objek yang sedang diobservasi. Pada pihak objek, aspek dan dimensi lain yang ti...


Similar Free PDFs