Laporan Praktikum Analisis Pangan Kadar Abu PDF

Title Laporan Praktikum Analisis Pangan Kadar Abu
Author Laurencia Steffi
Course Analisis Makanan
Institution Universitas Padjadjaran
Pages 5
File Size 152.2 KB
File Type PDF
Total Downloads 826
Total Views 1,043

Summary

Nama asisten: Sarah Chaldea Tanggal Praktikum: 16 Maret 2017 Tanggal Pengumpulan: 23 Maret 2017 PRAKTIKUM ANALISIS KADAR AIR Laurencia Steffi (240210150009) ABSTRAK Abu adalah residu anorganik yang tersisa setelah air dan bahan organik telah dihilangkan oleh pemanasan dengan senyawa pengoksidasi, ya...


Description

Nama asisten: Sarah Chaldea Tanggal Praktikum: 16 Maret 2017 Tanggal Pengumpulan: 23 Maret 2017

PRAKTIKUM ANALISIS KADAR AIR Laurencia Steffi (240210150009)

ABSTRAK Abu adalah residu anorganik yang tersisa setelah air dan bahan organik telah dihilangkan oleh pemanasan dengan senyawa pengoksidasi, yang mana mengukur jumlah total mineral dalam makanan. Metode yang digunakan dalam menentukan kadar abu adalah dengan pengabuan, semua zat organik dioksidasi pada suhu tinggi di dalam tanur (500 – 600 0C), kemudian timbang zat yang tersisa setelah proses pengabuan. Sampel yang digunakan adalah tepung pisang, cookies, biskuit, keripik, dan mie. Hasil kadar abu tepung pisang1 1,90% dan 1,83%; cookies 2,32% dan 2,22%; biskuit 1,95% dan 1,92%; keripik 2,69% dan 2,77%; mie telur1 2,18% dan 2,21%. Kata Kunci: kadar abu, metode, sampel

ABSTRACT Ash is the inorganic residue remaining after the water and organic matter have been removed by heating in the presence of oxidizing agents, which provides a measure of the total amount of minerals within a food. The method used in determining the ash content is incineration, which all the organic matter oxidized at high temperatures in the furnace (500 - 600oC), then weight the substance that remains after the combustion process. Samples used are banana flour, cookies, crisps, biscuits and egg noodles. The result of ash percentages are banana flour are 1,90% and 1,83%; cookies are 2,32% and 2,22%; biskuit are 1,95% and 1,92%; chips are 2,69% and 2,77%; noddles are 2,18% and 2,21%. Key word : Ash content, method, sample

PENDAHULUAN Komponen bahan pangan 96 persen di dominasi oleh bahan organik dan air dan sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Proses pembakaran zat organik akan menyisakan komponen anorganik (Winarno, 1997). Abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu berhubungan dengan mineral bahan pangan. Mineral yang terdapat dalam bahan pangan terdiri dari 2 jenis garam, yaitu garam organik misalnya asetat, pektat, mallat, dan garam anorganik, misalnya karbonat, fosfat, sulfat, dan nitrat. Proses untuk menentukan jumlah mineral sisa pembakaran disebut pengabuan. Kandungan dan komposisi abu atau mineral pada bahan tergantung dari jenis bahan dan cara pengabuannya. Penentuan kadar abu dengan cara kering juga harus memperhatikan karaterstik sampel yang digunakan, karena setiap sample mempunyai perlakuan dan pemberian panas yang berbeda-beda. Prinsip dari pengabuan cara langsung yaitu dengan mengoksidasi semua zat organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500 – 600 oC dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. (Sudarmadji, 2010). Apabila suatu sampel di dalam cawan abu porselen dipanaskan pada suhu tinggi sekitar 650°C akan menjadi abu berwarna putih. Kadar abu suatu bahan ditetapkan pula secara gravimetri. Penentuan kadar abu merupakan cara pendugaan kandungan mineral bahan pangan secara kasar. Bobot abu yang diperoleh sebagai perbedaan bobot cawan berisi abu dan cawan kosong. Kadar abu/mineral merupakan bagian berat mineral dari bahan yang didasarkan atas berat keringnya. Abu yaitu zat organik yang tidak menguap, sisa dari proses pembakaran atau hasil oksidasi. Penentuan kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Kadar abu yang yang terukur merupakan bahan-bahan anorganik yang tidak terbakar dalam proses pengabuan, sedangkan bahan-bahan organik terbakar. Untuk menentukan kandungan mineral pada bahan makanan, bahan harus dihancurkan/didestruksi terlebih dahulu. Cara yang biasa dilakukan yaitu pengabuan kering (dry ashing) atau pengabuan langsung dan pengabuan basah (wet digestion). Penentuan kadar abu bahan pangan harus dilakukan dengan alasan: 1. Label nutrisi. Konsentrasi dan jenis mineral harus dicantumkan pada label kemasan. 2. Kualitas. Kualitas makanan dapat dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi mineral, seperti cita rasa, tampilan, tekstur, dan kestabilan. 3. Kestabilan mikroorganisme. Makanan dengan kadar mineral tinggi dapat menghamba pertumbuhan mikroorganisme. 4. Nutrisi. Beberapa jenis mineral dibutuhkan oleh tubuh dan beberapa lainnya beracun bagi tubuh.

5. Pengolahan. Kandungan mineral pda bahan sangat penting untuk diketahui selama pengolahan karena dapat memengaruhi sifat fisika-kimia pada makanan (McClements, 2003). Tujuan praktikum ini adalah menentukan kadar abu bahan pangan dengan metode pengabuan. Sementara Sutarmadji, et al. (2010), menyatakan bahwa tujuan dari penentuan kadar abu adalah untuk menentukan baik atau tidaknya suatu proses pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, dan mengetahui parameter nilai gizi bahan makanan. Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain untuk menentukan baik atau tidaknya suatu pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, sebagai parameter nilai bahan pada makanan. Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran lain (Irawati,2008). BAHAN DAN METODE Bahan dan alat Alat yang digunakan untuk analisis kadar abu diantaranya tanur, cawan porselen, desikator, penjepit besi, dan neraca analitik. Alat yang digunakan untuk analisis kadar abu adalah tepung pisang, cookies 1 gram, biskuit 1 gram, keripik 1 gram, dan mie telor 1 gram. Prosedur Proses pengabuan dilakukan dengan menggunakan tanur yang memijarkan sampel pada suhu sekitar 550oC dengan cawan porselen. Cawan porselen merupakan wadah yang tepat untuk pemanasan pada tanur karena proses pembutannya yang menggunakan suhu lebih tinggi dibandingkan suhu tanur. Sampel masing-masing ditimbang dengan neraca analitik sebanyak 1 gram di dalam cawan porselen. Pertama-tama panaskan cawan porselen yang akan digunakan sebagai wadah sampel selama 30 menit pada tanur dengan suhu 550°C yang bertujuan menguapkan air yang berada di dalam maupun diluar dinding cawan sehingga diperoleh berat cawan yang terbebas dari air. Krus porselin biasanya digunakan sebagai wadah saat proses pengabuan karena dapat mencapai berat konstan yang cepat dan murah, tetapi memiliki kelemahan yakni mudah pecah pada perubahan suhu mendadak. Pengabuan dapat dilakukan dengan tanur pada suhu lebih kurang 5500C. Suhu yang terlalu tinggi ( T > 6000C) tidak dianjurkan karena menyebabkan hilangnya zat-zat tertentu. Kemudian dinginkan dalam desikator selama 30 menit, hal ini bertujuan untuk mendinginkan sampel dan cawan yang baru saja di tanur agar tidak menyerap air dari udara bebas. Selanjutnya dilakukan penimbangan lalu sampel tersebut dimasukkan kedalam cawan untuk dilakukan pemanasan kembali menggunakan tanur dengan suhu 550oC selama 5 jam. Pemanasan tersebut dilakukan pada suhu bertahap hingga 550oC agar perubahan suhu secara tiba-tiba tidak menyebabkan cawan

menjadi pecah. Sampel benar-benar menjadi abu apabila abu tersebut sudah berwarna putih, bukan warna hitam ataupun keabuan. Setelah sampel berubah menjadi abu warna putih, dinginkan cawan beserta abu dalam desikator selama 30 menit. Setelah menjadi abu, sampel ditimbang kembali lalu dihitung kadar abunya. Kadar abu dapat dihitung dengan rumus : berat endapan(g) % Abu = x 100% berat sampel(g) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang didapat pada tabel 1, masing-masing sampel memiliki kadar abu yang berbeda karena masing-masing sampel memiliki kandungan mineral yang berbeda jenis dan jumlahnya. Kadar abu tepung pisang sebesar 1,90% dan 1,83%, kurang dari kadar abu maksimal pada SNI 01-38411995 yaitu sebesar 3,2%. Kadar abu cookies sebesar 2,32% dan 2,22%, menurut SNI 01-2973-1992, kadar abu maksimal dalam cookies adalah 2%. Kadar abu biskuit berdasarkan hasil praktikum sebesar 1,95% dan 1,92%, sedangkan menurut SNI 01-2973-2011 kadar abu maksimal dalam biskuit adalah 1,6%. Kadar abu pada sampel keripik adalah 2,69% dan 2,77%, namun menurut SNI 01-4305-1996, kadar abu maksimalnya adalah 2,5%. Kadar abu mie telur berdasarkan hasil praktikum adalah sebesar 2,18% dan 2,21%, sementara menurut SNI 01-3551-2000 kadar abu maksimal dalam mie telur antara 0,4% sampai 0,54%. Kadar abu cookies, biskuit, keripik, dan mie telur melebihi dari literature. Hal ini dapat disebabkan oleh proses pengabuan yang tidak sempurna dimana sampel masih belum seluruhnya menjadi abu. Faktor yang menyebabkan ketidaksesuaian lain dapat berasal kontaminasi dalam penimbangan sampel yaitu kontaminasi u saat mendinginkan cawan. KESIMPULAN Hasil pengamatan analisi kadar abu menunjukkan kadar abu tepung pisang tidak melebihi SNI yaitu 1,90% dan 1,83%. Sedangkan keempat sampel lain hasilnya melebihi dari SNI yang ada. Kadar abu pengamatan cookies sebesar 2,32% dan 2,22% dengan SNI kadar abu maksimumnya 2%. Sampel biskuit kadar abunya 1,95% dan 1,92%, SNI kadar abu maksimumnya 1,6%. Sampel keripik pada praktikum mempunyai kadar abu 2,69% dan 2,77%, standar SNI kadar abu dalam keripik hanya sebesar 2,5%. Hasil pengamatan kadar abu mie telur adalah 2,18% dan 2,21% sedangkan menurut standar SNI kadar abu maksimal mie telur 0,40,54%.

Ucapan Terima Kasih

Pembuat jurnal ini berterimakasih kepada Sdr/i Sarah Chaldea, Vania Sianti Lestari, dan Abdurrohman Rangkuti sebagai asisten Praktikum Analisis Pangan dan kepada Rudy Adi Saputra, S.TP, M. Si sebagai Laboran Laboratoriym Kimia Pangan, Departemen Teknologi Industri Pangan, Fakultas Teknologi Industri Pangan, Universitas Padjajaran, karena telah membantu dan membimbing selama praktikum sampai jurnal ini dibuat. DAFTAR PUSTAKA Andarwulan, Nuri., Feri Kusnandar., Dian Herawati. 2011. Analisis Pangan. Dian Rakyat, Jakarta. Badan Standarisasi Nasional 1992. SNI 01-2973-1992: Cookies Badan Standarisasi Nasional. 1995. SNI 01-3841-1995: Tepung Pisang Badan Standarisasi Nasional 1996. SNI 01-4305-1996: Keripik Badan Standarisasi Nasional 2000. SNI 01-3551-2000: Mie Telur Badan Standarisasi Nasional. 2011. SNI 01-2973-2011: Biskuit Irawati.2008. Modul Pengujian Mutu 1.Diploma IV PDPPTK VEDCA. Cianjur. McClements D.J. 2003. Analysis of food products, University of Massachusetts, Lecture Note Food Sci., 581, p. 50. Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 2010. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty Yogyakarta: Yogyakarta Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. P. T. Gramedia : Jakarta....


Similar Free PDFs