Laporan Praktikum Analisis Pangan Kadar Serat PDF

Title Laporan Praktikum Analisis Pangan Kadar Serat
Author Laurencia Steffi
Course Analisis Makanan
Institution Universitas Padjadjaran
Pages 7
File Size 207.1 KB
File Type PDF
Total Downloads 416
Total Views 523

Summary

Nama asisten: Sarah Chaldea Tanggal Praktikum: 30 Maret 2017 Tanggal Pengumpulan: 12 April 2017 PRAKTIKUM ANALISIS PANGAN Analisis Kadar Serat Kasar Laurencia Steffi (240210150009) Departemen Teknologi Industri Pangan, Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran ABSTRAK Penentuan k...


Description

Nama asisten: Sarah Chaldea Tanggal Praktikum: 30 Maret 2017 Tanggal Pengumpulan: 12 April 2017 PRAKTIKUM ANALISIS PANGAN Analisis Kadar Serat Kasar Laurencia Steffi (240210150009) Departemen Teknologi Industri Pangan, Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran ABSTRAK Penentuan kadar serat kasar dalam bahan pangan agar dapat diketahui pemilihan proses pengolahan pangan yang tepat serta karakteristik termal bahan pangan. Analisis serat kasar dilakukan dengan melarutkan sampel dengan pelarut asam dan basa dalam kondisi panas dengan tujuan membersihkan lemak yang terkandung pada sampel yang dianalisis dan menghasilkan serat kasar. Berdasarkan hasil pengamatan, kadar serat kasar rata-rata pada kolang kaling adalah 1,13%, rumput laut sebesar 1,14%, nata de coco sebesar 1,34%, cincau sebesar 0,44%, dan pada lidah buaya adalah 0,61%. Serat kasar dengan kandungan serat kasar tertinggi berdasarkan praktikum ini adalah nata de coco sebesar 1,34% dan serat kasar terendah terdapat pada cincau yaitu 0,44%. Kata Kunci: serat kasar, analisis serat kasar, hasil pengamatan. ABSTRACT Determination of crude fiber content in food in order to know the selection of appropriate food processing as well as thermal characteristics of foodstuffs. The analysis of crude fiber is done by dissolving the sample with diluted acid and alkali solvents with the aim of cleaning the fat contained in the samples analyzed and produces crude fiber. Based on observations result, crude fiber content palmyra fruit at 1.13%, seaweed by 1.14%, nata de coco by 1.34%, 0.44% grass jelly, and aloe vera at 0.61%. The crude fiber content based on this analysis with the highest crude fiber contained in nata de coco by 1.34% and the lowest crude fiber contained in the grass jelly with a percentage of 0.44%. Keywords: crude fiber, analysis of crude fiber, observation result. PENDAHULUAN Serat adalah komponen non gizi, ada dua jenis serat yaitu serat makanan (dietry fiber) dan serat kasar (crude fiber). Serat membantu mempercepat sisa makanan melalui saluran pencernaan untuk disekresikan (Piliang, 2002). Serat makanan (dietry fiber) adalah serat yang memiliki efek fisiologis. Menurut Winarno (1997) kira-kira hanya sekitar sepertlima sampai setengah dari seluruh serat yang benar-benar yang berfungsi sebagai dietary fiber. Kadar serat kasar nilainya lebih rendah dibandingkan dengan kadar serat pangan, karena bahan kimia seperti asam kuat dan basa kuat mernpunyai kernampuan yang lebih besar

untuk menghidrolisis komponen-komponen pangan dibandingkan dengan enzimenzim pencernaan (Muchtadi, 2001) Serat kasar merupakan residu atau sisa dari makanan atau bahan pertanian setelah diberi perlakuan dengan asam atau pun alkali mendidih. Senyawa yang terkandung dalam serat kasar adalah selulosa, lignin, pectin, serta zat lain yang belum dapat diidentifikasi secara pasti (Ranggana, 2000). Serat makanan berbeda dengan serat kasar. Serat kasar sendiri adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan – bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar yakni asam sulfat dan natrium hidroksida. Sedangkan , serat makanan merupakan bagian dari pangan yang dapat dihidrolisis (Samsudin, 2012). Komponen dari serat kasar ini tidak mempunyai nilai gizi, tetapi sangat penting untuk memudahkan proses pencernaan di dalam tubuh (Hermayati, dkk., 2006). Analisa penentuan serat kasar diperhitungkan banyaknya zat-zat yang tidak larut dalam asam encer ataupun basa encer dengan kondisi tertentu. Piliang dan Djojosoebagio (2002), mengemukakan bahwa yang dimaksudkan dengan serat kasar ialah sisa bahan makanan yang telah mengalami proses pemanasan dengan asam kuat dan basa kuat selama 30 menit yang dilakukan di laboratorium. Proses tersebut dapat merusak beberapa macam serat yang tidak dapat dicerna oleh manusia. Serat kasar sangat penting dalam penilaian kualitas bahan makanan karena angka ini merupakan indeks dan penentukan nilai gizi bahan pangan. Kandungan serat dalam makanan juga dapat digunakan untuk mengevaluasi suatu proses pengolahan misalnya proses penggilingan dan pemisahan antara kulit dan kotiledon. Selain itu serat dapat dipakai untuk menentukan kemurnian bahan dan efisiensi suatu proses makanan tersebut (Sudarmadji dkk, 2010). Pengujian serat kasar terdiri dari tahap pelarutan dengan asam dan pelarutan dengan basa. Proses ini disebut proses digesti dan dilakukan dalam keadaan tertutup pada suhu panas. Setelah proses digesti dengan asam dan basa, serat harus segera disaring dalam keadaan panas untuk mencegah kerusakan lebih lanjut oleh larutan kimia. Tujuan praktikum ini adalah menentukan kadar serat kasar dalam bahan pangan. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah erlenmeyer 250 ml, kertas saring, corong, mantle heater, alat refluks, oven, desikator, neraca analitik dan kertas lakmus. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah H 2SO4 0,255 N, akuades, k2SO4 10%, dan alkohol 95%. Sampel bahan yang akan dianalisis kadar seratnya adalah kolang-kaling, rumput laut, Nata De Coco, cincau, dan lidah buaya.

Metode Metode analisis yang digunakan pada praktikum kali ini adalah metode SNI 01-2891-1992. Sampel halus yang telah ditimbang sebanyak 2,5 gram dimasukkan kedalam erlenmeyer asah, ditambahkan 100 mL H2SO4 0,255 N. Direfluks selama 30 menit lalu endapan disaring panas – panas dan dicuci dengan akuades hingga netral. Dipindahkan residu ke erlenmeyer asah, ditambahkan 100 mL NaOH 0,313 N, kemudian direfluks lagi selama 30 menit. Setelah selesai direfluks, sampel disaring dengan menggunakan kertas saring konstan. Dicuci dengan 15 mL K2SO4 10%, 50 mL akuades panas, dan 15 mL alkohol 95%. Terakhir, sampel beserta kertas saring dikeringkan pada oven selama 2,5 jam atau sampai kering dengan suhu 105⁰C, didinginkan dengan desikator selama 15 menit, kemudian ditimbang sehingga berat sampel kering dapat diketahui. Kadar serat kasar pada sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut. Wks + sampel −W kertas saring Serat Kasar (%) = x 100% W sampel Wks : berat kertas saring konstan Wsampel : berat sampel awal Wks+sampel : berat sampel dan kertas saring setelah dioven HASIL DAN PEMBAHASAN Praktikum pada kali ini dilakukan analisis kadar serat kasar. Tahap penting dalam proses penentuan kadar serat kasar adalah dengan dilakukan hidrolisis dengan asam kuat dan basa kuat untuk menghilangkan karbohidrat, protein, dan zat – zat lain (Deman,1997). Residu yang diperoleh merupakan serat kasar yang mengandung 97% selulosa dan lignin, serta senyawa lain yang belum diidentifikasi. Sampel yang digunakan adalah kolang-kaling, rumput laut, nata de coco, cincau, dan lidah buaya. Sampel dihaluskan menggunakan grinder kemudian ditimbang sebanyak 2,5 gram. Sampel lalu yang ditempatkan pada erlenmeyer asah 250 ml dan ditambahkan 100 ml larutan H 2SO4 0,255 N. Larutan asam sulfat digunakan untuk menghidrolisis asam dimana komponen yang larut asam akan larut dan lolos dalam proses filtrasi. Sampel direfluks selama 30 menit terhitung dari mendidihnya sampel. Refluks dilakukan karena hidrolisis bahan dengan asam memerlukan suhu tinggi, yaitu sekitar 120-160oC. Setelah mengalami proses pemanasan dengan asam kuat dan basa kuat selama beberapa menit dapat merusak beberapa macam serat yang tidak dapat dicerna oleh manusia dan tidak dapat diketahui komposisi kimia tiap-tiap bahan yang mengandung dinding sel (Piliang dan Djosoebagio, 2002). Sampel kemudian disaring dalam keadaan panas, penundaan penyaringan dapat mengakibatkan lebih rendahnya hasil analisa akibat perusakan serat lebih lanjut oleh asam (Sudarmadji, 2010). Residu yang dihasilkan dari proses penyaringan kemudian dicuci dengan menggunakan akuades panas. Digunakan

akuades hangat karena apabila digunakan akuades dingin, akan terjadi penggumpalan. Hal tersebut dilakukan untuk menetralisasi dan melarutkan komponen-komponen lain seperti serat pangan larut air (gum dan musilago) yang bukan merupakan komponen serat kasar. Pengujian dilakukan terhadap residu karena serat kasar tidak larut dalam air. Residu yang telah netral, ditambahkan 100 ml NaOH 0,313 N. Penambahan NaOH ini bertujuan untuk menghidrolisis komponen-komponen selain serat kasar. Kemudian, direfluks selama 30 menit. Pada refluks yang kedua ini diharapkan agar sudah tidak ada lagi komponen lain serat kasar. Setelah dilakukan refluks maka residu sampel disaring kembali dengan kertas saring yang telah diketahui beratnya secara konstan. Penyaringan dilakukan saat larutan masih dalam keadaan panas, karena dalam keadaan dingin larutan mengental dan menjadi labih sulit untuk disaring. Residu tersebut dicuci dengan menggunakan 15 ml larutan K2SO4 10%, 50 ml akuades panas dan 15 ml alkohol 95%. Urutan pencucian dengan ketiga larutan tersebut tidak boleh terbalik karena akan mempengaruhi hasil akhir pencucian. Penambahan K2SO 4 bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa NaOH. Penambahan akuades panas bertujuan untuk mengeluarkan komponen-komponen selain serat pada bahan pangan selain itu agar sisa-sisa NaOH luntur. Penambahan alkohol 95% bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa penyabunan akibat ditambahkan NaOH. Pencucian alkohol paling terakhir karena alkohol bersifat volatile sehingga memudahkan proses pengeringan kertas saring agar segera mencapai berat konstan. Proses pencucian, penambahan zat harus sesuai urutan karena jika tidak akan mempengaruhi penyaringan serat tersebut, misalnya pencucian dengan menggunakan alkohol harus dilakukan terakhir karena jika tidak, akan terjadi penggumpalan pada serat tersebut dan akan menghambat penyaringan. Residu yang didapat kemudian dikeringkan dalam oven selama 2,5 jam atau sampai kering pada suhu 105⁰C untuk menghilangkan komponen akuades, larutan-larutan lain sisa hidrolisa atau pun pencucian, sampai diperoleh berat yang konstan. Berat residu tersebutlah yang diasumsikan berat serat kasar dari sampel. Sebelum dilakukan penimbangan sampel didinginkan terlebih dahulu dengan desikator selama 15 menit. Pengujian dilakukan secara duplo agar diperoleh hasil yang lebih akurat. Menurut Sudarmadji (2010), kadar serat kasar yang terkandung pada bahan pangan tidak boleh lebih dari 5%. Berikut adalah hasil pengamatan. Tabel 1. Hasil Pengamatan Serat Kasar W kertas W W kertas Serat RataSampel saring+sampe sampel saring kosong Kasar (%) rata l Kolang Kaling 1 2.4947 0.6234 0.6464 0.922 1.13 Kolang Kaling 2 2.5063 0.6116 0.6451 1.447 Rumput Laut 1 2.4965 0.6265 0.6545 1.12 1.14 Rumput Laut 2 2.4928 0.6108 0.6399 1.167

Sampel

W sampel

W kertas saring kosong

W kertas saring+sampe l 0.6740 0.6458 0.6421 0.6403 0.6335 0.6437

Serat Kasar (%)

Ratarata

Nata De Coco 1 2.5103 0.6398 1.36 1.34 Nata De Coco 2 2.5009 0.6128 1.32 Cincau 1 2.5078 0.6354 0.27 0.44 Cincau 2 2.5144 0.6215 0.61 Lidah Buaya 1 2.5336 0.6217 0.82 0.61 Lidah Buaya 2 2.5160 0.6336 0.40 Sumber: Dokumentasi pribadi, 2017 Berdasarkan hasil pengamatan pada tabel di atas, kolang-kaling memiliki kadar serat 0,922% dan 1,447%. dengan rata-rata 1,13%. Menurut literatur, kolang-kaling memiliki kadar air sangat tinggi mencapai 93,6% dan juga mengandung 2,344% protein, 56,571% karbohidrat serta 10,524% serat kasar (Tarigan dan Kaban, 2009). Menurut Wijewardana, dkk. (2016), kolang kaling memiliki kandungan serat kasar sebesar 6,31%. Adanya perbedaan tersebut disebabkan oleh sampel yang digunakan berbeda varietas, sehingga mempengaruhi besarnya pektin yang terkandung dalam kolang kaling. Bagian ini ditemukan pada lamela intraseluler, lamela tengah pada daging buah [ CITATION Tam08 \l 1057 ]. Hasil pengamatan kadar serat kasar pada rumput laut yaitu 1,14%. Secara kimia, rumput laut terdiri dari protein (5,4%), karbohidrat (33,3%), lemak (8,6%), serat kasar (3%), dan abu (22,25%). Sedangkan menurut Istini et al. (1986) serat kasar rumput laut adalah 0,95%. Perbedaan hasil antara sumber literatur dengan hasil praktikum dipengaruhi oleh.perbedaan jenis rumput laut (Mwalugha, 2015). Hasil pengamatan menunjukan, nata de coco memiliki kadar serat kasar 1,34%. Menurut Tari, dkk (2012) menyatakan bahwa kandungan serat kasar nata de coco adalah 2,04 %. Perbedaan dikarenakan tebal nata de coco yang digunakan berbeda pada praktikum dan literatur. Cincau pada hasil pengamatan memiliki kadar serat kasar 0,44%. Menurut Prasetyo dkk., (2015) kadar serat yang dihasilkan ialah pada rentangan 0,06% 2,94%. Kadar serat pada praktikum mendekati literatur menurut Prasetyo dkk., (2015). Hasil pengamatan menunjukan lidah buaya memiliki kadar serat kasar 0,61%. Menurut Dapartemen Kesehatan RI (1995), kadar serat sebesar 0,30 gram/100 gram bahan. Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh, semua sampel tidak sesuai dengm literatur yang ada. Perbedaan mungkin dikarenakan hasil hidrolisis yang tidak sempurna, akibatnya zat selain serat kasar masih tertinggal pada saat pengujian terakhir. Perbedaan kondisi sampel segar dan yang tidak segar juga dapat mempengaruhi hasil akhir penentuan kadar serat kasar. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan, kadar serat kasar rata-rata pada kolang kaling adalah 1,13%, rumput laut sebesar 1,14%, nata de coco sebesar 1,34%, cincau sebesar 0,44%, dan pada lidah buaya adalah 0,61%. Serat kasar dengan kandungan serat kasar tertinggi berdasarkan praktikum ini adalah nata de coco sebesar 1,34% dan serat kasar terendah terdapat pada cincau yaitu 0,44%. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatNya, jurnal ini dapat diselesaikan dengan baik Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada laboran analisis pangan Rudy Adi Saputra, S.TP, M., dan tim asisten laboratorium praktikum analisis pangan, Sarah Chaldea, Vania Sianti Lestari, dan Abdurrohman karena telah membantu dan membimbing selama praktikum sampai jurnal ini dibuat. DAFTAR PUSTAKA Badan Standarisasi Nasional Indonesia. 1992. SNI 01-2891-1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. DeMan, J. M., 1997. Kimia Makanan. Diterjemahkan oleh : Kosasih Padmawinata. Penerbit ITB, Bandung. Departemen Kesehatan RI, 1995. Komponen Zat Gizi Pangan Alami dan Terolah. In N.A. Mukrie et al., eds. Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hermayanti, Yeni, dan E. Gusti. 2006. Modul Analisa Proksimat. Penerbit SMAK 3 Padang. Istini, S., Zatnika, Suhaimi, dan Anggadiredja. 1986. Manfaat dan pengolahan rumput laut. Jurnal Penelitian Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi 14:1-12. Muchtadi, D. 2001. Sayuran sebagai sumber serat pangan untuk mencegah timbulnya penyakit degeneratif. Teknologi dan Industri Pangan 12:1-2 Piliang, W.G. dan S. Djojosoebagio, Al Haj. 2002. Fisiologi Nutrisi. IPB Press. Bogor. Prasetyo, G. et al., 2015. Formulasi Serbuk Effervescent Berbasis Cincau Hitam dengan Penambahan Daun Pandan dan Jahe Merah. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 3(1), pp.90-95. Ranggana,S. 2000. Fungsi Hidrolisis. Agriwidya, Jakarta. Samsudin ,DA.2012. Sehat dengan Menu Berserat. Liberty , Yogyakarta.

Sudarmadji, Slamet, B. Haryono dan Suhardi. 2010. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty Yogyakarta, Yogyakarta. Tamaki, Y., Konishi, T., Fukuta, M. & Tako, M., 2008. Isolation and Structural Characterisation of Pectin from Endocarp of Citrus Depressa. Food Chemistry, 107(1), pp.352-61. Tari, A.I.N., Handayani, C.B. & Hartati, S., 2012. Pembuatan Nata de Coco : Tinjauan Sumber Nitrogen terhadap Sifat Fisiko-Kimianya. Widyatama, 10, pp.1-11. Tarigan, J., dan Kaban, J. 2009. Analisis Thermal dan Komponen Kimia KolangKaling. Jurnal Biologi Sumatera, 4,1. Wijewardana, R.M.N.A., Nawarathne, S.B. & Wickramasinghe, I., 2016. Effect of Various Dehydration Methods on Proximate Composition and Retention of Antioxidants in Different Fruit Powders. International Food Research Journal, 23(5), pp.2016-20. Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia....


Similar Free PDFs