Strategi Pengembangan Perkotaan di Wilayah Gerbangkertosusila Berdasarkan Pendekatan Daya Saing Wilayah PDF

Title Strategi Pengembangan Perkotaan di Wilayah Gerbangkertosusila Berdasarkan Pendekatan Daya Saing Wilayah
Author Eko Budi Santoso
Pages 14
File Size 506 KB
File Type PDF
Total Downloads 427
Total Views 516

Summary

Seminar Nasional Perencanaan Wilayah dan Kota ITS, Surabaya, 24 Nopember 2010 “INOVASI DALAM RISET DAN PRAKTEK PERENCANAAN MENUJU PENATAAN RUANG KOTA MASA DEPAN” ISBN No. xxxxxxxxxxx Strategi Pengembangan Perkotaan di Wilayah Gerbangkertosusila Berdasarkan Pendekatan Daya Saing Wilayah Eko Budi Sant...


Description

Accelerat ing t he world's research.

Strategi Pengembangan Perkotaan di Wilayah Gerbangkertosusila Berdasarkan Pendekatan Daya Saing Wilayah Eko Budi Santoso Seminar Nasional Cities 2010

Cite this paper

Downloaded from Academia.edu 

Get the citation in MLA, APA, or Chicago styles

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Penerapan Net work St rat egy pada Wilayah Mega Urban Gerbangkert asusila (GKS).pdf Tanesha Aden

St udi merumuskan RT RK Gerbangkert asusila 1 jica supart inah supart inah PENANGANAN DISPARITAS DI WILAYAH GERBANGKERT OSUSILA MELALUI KONSEP NET WORK ST RAT E… hanik list yaningrum

Seminar Nasional Perencanaan Wilayah dan Kota ITS, Surabaya, 24 Nopember 2010 “INOVASI DALAM RISET DAN PRAKTEK PERENCANAAN MENUJU PENATAAN RUANG KOTA MASA DEPAN” ISBN No. xxxxxxxxxxx

Strategi Pengembangan Perkotaan di Wilayah Gerbangkertosusila Berdasarkan Pendekatan Daya Saing Wilayah

Eko Budi Santoso 1* Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota – FTSP * Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya Email : [email protected]

Abstrak Wilayah Gerbangkertosusila merupakan kawasan andalan di Propinsi Jawa Timur yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat, dan menjadi kawasan strategis nasional. Tingginya pertumbuhan ekonomi di wilayah ini sejalan dengan fungsi dan peranannya sebagai pusat pertumbuhan wilayah di Jawa Timur, bahkan pengaruhnya hingga wilayah Indonesia Timur. Dinamika pertumbuhan ekonomi wilayah memberikan pengaruh terhadap perkembangan kawasan perkotaan di wilayah Gerbangkertosusila, khususnya pada kawasan perkotaan metropolitan. Perbedaan dalam tingkat pertumbuhan ekonomi antar wilayah sebagai akibat kemampuan daya saing wilayah yang berbeda, baik dalam keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif. Agar pengembangan kawasan perkotaan dapat dilakukan secara optimal, maka diperlukan adanya strategi pembangunan perkotaan yang berbasis pada penguatan daya saing wilayah. Kata kunci: pengembangan perkotaan, daya saing wilayah

1.

Pendahuluan

Dinamika pertumbuhan kawasan perkotaan merupakan akibat dari pengaruh perkembangan faktor-faktor internal maupun eksternal, yang masing-masing akan saling terkait. Kota sebagai pusat pertumbuhan mempunyai peran dalam mendorong pertumbuhan kawasan yang ada di sekitarnya. Menurut Yunus (2006), kota-kota besar mempunyai pengaruh kekuatan ekonomi yang berbeda-beda dalam tatanan ekonomi regional maupun nasional, sehingga rentang pengaruhnya ke daerah pinggiran juga berbeda-beda. Dalam beberapa kasus perkembangan perkotaan yang ada, bahkan menunjukkan adanya perkembangan fisik kota yang melebihi atau keluar dari batas wilayah administrasi kota. Proses transformasi fisik-spasial ini lebih lanjut mendorong terjadinya perubahan bentuk kawasan perdesaan menjadi kawasan perkotaan (Yunus, 2006). Selama ini seringkali terjadi dikotomi antara kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Ada anggapan bahwa kawasan perkotaan tingkat produktivitas ekonominya lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan perdesaan. Ini akibat akumulasi investasi pembangunan lebih pada mengutamakan

kawasan perkotaan dibandingkan kawasan perdesaan, atau sering diistilahkan dengan urban bias. Perdesaan secara politis, sosial dan ekonomi cenderung memiliki posisi melayani atau membantu perkotaan (Rustiadi, et al, 2009). Menurut Porter (2000), pada hakekatnya kemampuan daya saing suatu negara/wilayah adalah produktivitas, dimana produktivitas menjadi penentu utama standar hidup suatu negara/wilayah dalam jangka panjang. Salah satu unsur penting yang mendukung produktivitas perusahaan menurut Porter adalah lokasi geografis, dimana terdapat konsentrasi geografis yang memberikan akses terhadap input faktor-faktor yang dianggap khusus sehingga mampu memberikan kinerja tinggi. Kemampuan memacu pertumbuhan suatu wilayah atau daerah sangat tergantung dari keunggulan atau daya saing sektor-sektor ekonomi di wilayahnya (Rustiadi, et al, 2009). Daya saing wilayah bersifat dinamis, artinya dapat mengalami peningkatan atau penurunan tergantung pada kemampuan pemerintah daerah mengembangkan produktivitas ekonomi daerahnya. Upaya peningkatan daya saing wilayah dilakukan dengan memajukan dan mengembangkan potensi unggulan daerah, baik yang mempunyai keunggulan komparatif 1

Seminar Nasional Perencanaan Wilayah dan Kota ITS, Surabaya, 24 Nopember 2010 “INOVASI DALAM RISET DAN PRAKTEK PERENCANAAN MENUJU PENATAAN RUANG KOTA MASA DEPAN” ISBN No. xxxxxxxxxxx

maupun keunggulan kompetitif. Peningkatan daya saing wilayah terutama difokuskan pada sektor-sektor ekonomi yang dapat berperan sebagai penggerak ekonomi wilayah (regional economic prime mover), yang diharapkan memberikan efek pengganda (multiplier effect) terhadap perekonomian daerah dan khususnya pada sektor basis (Rustiadi, et al, 2009). Wilayah-wilayah yang mempunyai resources endowment yang berlimpah, mempunyai kecenderungan menggunakan pendekatan teori keunggulan komparatif mengikuti pendekatan Ricardian (1817), yang mendorong terjadinya spesialisasi wilayah dalam memproduksi barang dan jasa yang memiliki produktivitas dan efisiensi tinggi. Sementara daerah-daerah yang mempunyai sumberdaya alam terbatas cenderung menggunakan pendekatan keunggulan kompetitif mengikuti model yang dikembangkan oleh Porter (1996). Menurut Webster dan Muller (2000), dalam mengkaji daya saing kota sudah seharusnya mempertimbangkan struktur ekonomi, territorial endowments, sumber daya manusia, dan lingkungan kelembagaan (institutional milieu). Bahkan pengembangan sumber daya manusia harus sesuai dengan perekonomian yang berkembang di kota-kota jika sumber daya manusia untuk menjadi aset yang kompetitif.

2.

Peranan Ekonomi dan Daya Saing Wilayah di Gerbangkertosusila

Sebagaimana diketahui wilayah Gerbangkertosusila merupakan kawasan andalan di Propinsi Jawa Timur yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat, dan menjadi kawasan strategis nasional. Tingginya pertumbuhan ekonomi di wilayah ini sejalan dengan fungsi dan perannya sebagai pusat pertumbuhan wilayah di Jawa Timur, bahkan pengaruhnya hingga wilayah Indonesia Timur. Perekonomian Wilayah Peran wilayah Gerbangkertosusila yang semakin meningkat sebagai penggerak dan sekaligus kontributor pembangunan ekonomi di Jawa Timur, tidak dapat dilepaskan dari kinerja pembangunan ekonomi masing-masing kabupaten/kota. Wilayah ini terdiri dari 7 kabupaten/kota (Kota Surabaya, Kota Mojokerto, Kab. Sidoarjo, Kab. Gresik, Kab. Lamongan, Kab. Mojokerto dan Kab. Bangkalan) memberikan

sumbangan PDRB terhadap Propinsi Jawa Timur pada tahun 2000 sebesar 43,67 %, meningkat pada tahun 2005 menjadi 45,25 %, dan tahun 2007 sebesar 44,57%. Kondisi ini memberikan indikasi bahwa wilayah ini berkembang semakin produktif dan sangat kompetitif dibandingkan wilayah lainnya di Propinsi Jawa Timur.

Gambar 1: PDRB Kabupaten/Kota di Wilayah Gerbangkertosusila Tahun 2007 Sumber: JICA GKS-ISP Study, 2009

2.2

Pendapatan Per Kapita Tingkat kesejahteraan masyarakat dapat diukur dengan besarnya pendapatan per kapita. Kondisi pendapatan per kapita di wilayah Gerbangkertosusila menempatkan Kota Surabaya pada posisi unggul, dan diikuti oleh Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Gresik. Sedangkan Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten Lamongan berada pada tingkatan bawah dalam pendapatan per kapita. Kondisi yang sangat menyolok dimana Kota Surabaya mampu menghasilkan pendapatan per kapita lima kali lebih tinggi dibandingkan Kabupaten Bangkalan atau Kabupaten Lamongan.

2.1

Gambar 2: PDRB per Kapita di Wilayah Gerbangkertosusila Tahun 2006 dan 2007 Sumber: JICA GKS-ISP Study, 2009

Adanya kesenjangan pendapatan per kapita yang tinggi antar daerah di wilayah Gerbangkertosusila menimbulkan mobilitas penduduk antar daerah akibat kekuatan daya tarik daerah yang mempunyai tingkat

2

Seminar Nasional Perencanaan Wilayah dan Kota ITS, Surabaya, 24 Nopember 2010 “INOVASI DALAM RISET DAN PRAKTEK PERENCANAAN MENUJU PENATAAN RUANG KOTA MASA DEPAN” ISBN No. xxxxxxxxxxx

pendapatan tinggi. Tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi/baik menjadi salah satu faktor yang mendorong peningkatan arus urbanisasi, khususnya ke Kota Surabaya.

langsung maupun tidak langsung dapat berpengaruh terhadap daya saing kedua daerah tersebut.

2.3

3.

Daya Saing Wilayah Semakin kuatnya daya saing wilayah Gerbangkertosusila tidak dapat dipisahkan dari peningkatan produktivitas ekonomi yang terjadi di wilayah ini. Meskipun pada kenyataannya tingkat daya saing daerah pada masing-masing kabupaten/kota tersebut berbeda-beda. Penentuan peringkat daya saing daerah yang dilakukan PPSK BI dan LP3E FE Unpad (2008) dikaji berdasarkan faktor input, yang meliputi perekonomian daerah, sumber daya manusia dan ketenagakerjaan, lingkungan usaha produktif, infrastruktur, sumber daya alam dan lingkungan, serta perbankan dan lembaga keuangan. Sedangkan faktor output meliputi produktivitas tenaga kerja, PDRB per kapita, dan tingkat kesempatan kerja. Berdasarkan hasil pemetaan daya saing Kabupaten/Kota di Indonesia pada tahun 2007 menunjukkan tiga daerah di wilayah Gerbangkertosusila yang masuk dalam kelompok peringkat teratas, yaitu Kota Surabaya (peringkat 13), Kabupaten Sidoarjo (peringkat 29), dan Kabupaten Gresik (peringkat 44). Sementara Kabupaten Bangkalan hanya menempati peringkat 331 dari 434 Kabupaten/ Kota di Indonesia.

Wil. GKS

111

157 135

Kab. Bangkalan

293

Kab. Lamongan Kab. Mojokerto

141

346 331 343

189

266 221

178

80 83 83

Kota Mojokerto 48 40 44

Kab. Gresik Kab. Sidoarjo

25 29

Kota Surabaya

6 0

41

18 13 50

100

150

200

250

300

350

400

Peringkat Daerah Daya Saing Daerah

Daya Saing Indikator Input

Daya Saing Indikator Output

Gambar 3: Daya Saing Daerah di Wilayah Gerbangkertosusila Tahun 2007 Sumber: Diolah dari Data PPSK Bank Indonesia – LP3E FE UNPAD (2008)

Hal ini juga menunjukkan bahwa kemampuan daya saing antar daerah di wilayah Gerbangkertosusila sangat berbeda bahkan ada semacam disparitas antardaerah. Dari sisi keruangan (spasial) antara Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik dan Kabupaten Sidoarjo ada kedekatan keruangan, yang secara

Metodologi Daya saing perkotaan menurut Webster dan Muller (2000) mengacu pada kemampuan suatu wilayah perkotaan untuk memproduksi dan memasarkan serangkaian produk (barang dan jasa) yang merupakan nilai yang baik (tidak harus harga terendah) sehubungan dengan produk yang sebanding pada daerah perkotaan lainnya. Menurut Turok (2004), terdapat tiga komponen penting sebagai penentu pembangunan ekonomi, yaitu: (1) kemampuan perusahaan lokal untuk mengekspor produknya ke pasar luar, (2) nilai produk dan efisiensi dalam produksi (produktivitas), dan (3) penggunaan sumber daya manusia lokal, modal dan sumber daya alam. Sedangkan daya saing adalah suatu fungsi saling keterhubungan yang kompleks antar komponen-komponen tersebut. Adanya spesialisasi / konsentrasi sektor ekonomi di suatu wilayah masih menjadi salah satu pendekatan dalam mengukur daya saing wilayah. Kemampuan mengekspor produk (barang dan jasa) banyak dipengaruhi oleh kekuatan sektor basis, yang dapat dianalisis menggunakan perhitungan LQ (Location Quotient). Hasil analisa LQ dipetakan dalam bentuk diagram sarang laba-laba untuk melihat kinerja seluruh sektor, baik sektor basis maupun non basis. Menurut Webster dan Muller (2000), dalam mengkaji daya saing, maka perlu fokus pada kegiatan ekonomi dan tempat/lokasi. Kegiatan ekonomi berkaitan dengan bagaimana kota bersaing di dunia nyata, sedangkan tempat/lokasi sangat penting dalam menentukan dimana kegiatan akan berlokasi, dikembangkan, atau berlangsung dalam waktu tertentu. Untuk itu, dalam merumuskan strategi daya saing kota dapat dilakukan dengan analisa SWOT atau kajian keunggulan dan kelemahan daya saing daerah. Pembandingan (banchmarking) daya saing daerah dilakukan terhadap faktor-faktor input, yang meliputi perekonomian daerah, sumber daya manusia dan ketenagakerjaan, lingkungan usaha produktif, infrastruktur, sumber daya alam dan lingkungan, serta perbankan dan lembaga keuangan (PPSK BI dan LP3E FE Unpad, 2008) . Data-data yang dipergunakan dalam makalah ini adalah data-data sekunder, yang berasal dari publikasi BPS Jawa Timur, profil 3

Seminar Nasional Perencanaan Wilayah dan Kota ITS, Surabaya, 24 Nopember 2010 “INOVASI DALAM RISET DAN PRAKTEK PERENCANAAN MENUJU PENATAAN RUANG KOTA MASA DEPAN” ISBN No. xxxxxxxxxxx

dan pemetaan daya saing ekonomi daerah PPSK BI – LP3E FE Unpad, serta dokumen perencanaan yang relevan.

4.

sektor basis. Sementara itu, bentuk diagram sarang laba-laba mengarah ke kiri dan kanan, sedangkan selebihnya mengelompok dan mendekati titik tengah.

Hasil dan Pembahasan Pertanian

Kemampuan Ekonomi Wilayah Kemampuan ekonomi wilayah diidentifikasi melalui analisa LQ untuk memetakan spesialisasi wilayah berdasarkan sektor basisnya. Untuk memberikan gambaran posisi masingmasing sektor ekonomi disajikan dalam bentuk diagram sarang laba-laba.

2

4.1

Kota Surabaya Kota Surabaya mempunyai kemampuan perekonomian daerah yang tinggi dilihat dari sumbangan PDRB, pendapatan per kapita, dan daya saing daerah. Pembandingan (benchmark) terhadap daerah kabupaten/kota lainnya di GKS, Kota Surabaya berada pada posisi teratas. Sektor basis yang mendukung perekonomian daerah adalah industri pengolahan, infrastruktur, perdagangan, keuangan dan jasa perusahaan. Sektor sekunder dan tersier menjadi penting peranannya dalam perekonomian Kota Surabaya yang mencakup 6 kegiatan sektor ekonomi. Pada diagram sarang laba-laba, bentuk diagram mengarah ke bawah.

Jasa-Jasa

Pertambangan & Penggalian

1.5 1

1.93

0.5 0.5 0.22 0.28

Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan

0.25

Industri Pengolahan

0

1.77

1.05

0.51 0.81

Pengangkutan & Komunikasi

Listrik & Air Bersih

Perdagangan, Hotel & Restoran

Konstruksi

Gambar 5: Hasil Analisa LQ Kabupaten Sidoarjo

Kabupaten Gresik Kemampuan perekonomian daerah Kabupaten Gresik masih tergolong cukup baik dari sisi sumbangan PDRB, pendapatan per kapita, dan daya saing daerah. Pembandingan (benchmark) terhadap daerah kabupaten/kota lainnya di GKS, Kabupaten Gresik menempati posisi ketiga setelah Kota Surabaya dan Kabupaten Sidoarjo, meskipun demikian tidak berbeda jauh dengan Kabupaten Sidoarjo. Sektor basis yang mendukung perekonomian daerah adalah pertambangan, industri pengolahan, dan infrastruktur. Kabupaten Gresik mempunyai 6 kegiatan sektor ekonomi yang berperan sebagai sektor basis. Diagram sarang laba-laba hanya membentuk satu sudut yang mengarah ke sudut kanan bawah.

Pertanian 2

Jasa-Jasa

Keuangan, Persewaan & Jasa 1.27

Pertanian

1

0.87

Perusahaan

Pertambangan & Penggalian

1.5

0.5 0.010.01 0

Industri Pengolahan

1.11

1.75 1.54

Pengangkutan & Komunikasi

Listrik & Air Bersih

Jasa-Jasa

Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan

1.28

Perdagangan, Hotel & Restoran

3.5 3 2.5 2 1.5 1.16 1 0.58 0.24 0.5 0.74 0 0.41

1.78 Konstruksi

0.81

Pengangkutan & Komunikasi

Perdagangan, Hotel & Restoran

Pertambangan & Penggalian

Industri Pengolahan

1.68

3.01 1.39

Listrik & Air Bersih

Konstruksi

Gambar 4: Hasil Analisa LQ Kota Surabaya

Kabupaten Sidoarjo Kemampuan perekonomian daerah Kabupaten Sidoarjo masih tergolong cukup baik dari sisi sumbangan PDRB, pendapatan per kapita, dan daya saing daerah. Pembandingan (benchmark) terhadap daerah kabupaten/kota lainnya di GKS, Kabupaten Sidoarjo menempati posisi kedua setelah Kota Surabaya. Sektor basis yang mendukung perekonomian daerah adalah industri pengolahan dan infrastruktur. Kabupaten Sidoarjo hanya mempunyai 3 kegiatan sektor ekonomi yang menjadi

Gambar 6: Hasil Analisa LQ Kabupaten Gresik

Kota Mojokerto Sumbangan PDRB Kota Mojokerto paling rendah di wilayah Gerbangkertosusila, meskipun demikian pendapatan per kapita dan daya saing daerahnya relatif cukup baik, dibandingkan dengan Kabupaten Mojokerto yang menjadi daerah belakangnya. Sektor basis yang mendukung perekonomian daerah adalah infrastruktur, perdagangan dan jasa. Kota Mojokerto mempunyai 6 kegiatan sektor 4

Seminar Nasional Perencanaan Wilayah dan Kota ITS, Surabaya, 24 Nopember 2010 “INOVASI DALAM RISET DAN PRAKTEK PERENCANAAN MENUJU PENATAAN RUANG KOTA MASA DEPAN” ISBN No. xxxxxxxxxxx

ekonomi yang berperan sebagai sektor basis. Diagram sarang laba-laba mempunyai bentuk yang mengarah ke bawah.

Lamongan mempunyai 3 kegiatan sektor ekonomi yang berperan sebagai sektor basis. Sementara itu, diagram sarang laba-laba mempunyai bentuk sudut yang dominan mengarah ke atas.

Pertanian 3 2.5

Jasa-Jasa

Pertambangan & Penggalian

2 1.34

2.5

1

Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan

Pertanian

1.5 0.50.05 0 0

1.48

Industri Pengolahan

2

Jasa-Jasa

0.54

2.39

Pertambangan & Penggalian

1.5

1.42

1 2.82 Pengangkutan & Komunikasi

Keuangan, Persewaan & Jasa

2.08 1.41

Listrik & Air Bersih

1.53

0.5

Perusahaan

0.69

0

Industri Pengolahan

0.13 0.19

0.28 Perdagangan, Hotel & Restoran

0.92

Konstruksi

1.08

Pengangkutan & Komunikasi

0.82 Listrik & Air Bersih

Perdagangan, Hotel & Restoran

Konstruksi

Gambar 7: Hasil Analisa LQ Kota Mojokerto

Kabupaten Mojokerto Kemampuan perekonomian daerah Kabupaten Mojokerto masih tergolong cukup baik dari sisi sumbangan PDRB, pendapatan per kapita, dan daya saing daerah. Pembandingan (benchmark) terhadap daerah kabupaten/kota lainnya di GKS, Kabupaten Mojokerto masih berada pada peringkat kelima. Sektor basis yang mendukung perekonomian daerah adalah pertanian dan industri pengolahan. Kabupaten Mojokerto hanya mempunyai 2 kegiatan sektor ekonomi yang menjadi sektor basis. Diagram sarang laba-laba mempunyai bentuk sudut yang mengarah ke atas dan samping kanan.

Gambar 9: Hasil Analisa LQ Kabupaten Lamongan

Kabupaten Bangkalan Kemampuan perekonomian daerah Kabupaten Bangkalan masih tergolong rendah baik dari sisi sumbangan PDRB, pendapatan per kapita, dan daya saing daerah. Pembandingan (benchmark) terhadap daerah kabupaten/kota lainnya di GKS, Kabupaten Bangkalan menempati posisi terbawah. Sektor basis yang mendukung perekonomian daerah adalah pertanian, infrastruktur dan jasa-jasa. Kabupaten Bangkalan mempunyai 4 kegiatan sektor ekonomi yang berperan sebagai sektor basis. Adapun bentuk diagram sarang laba-laba membentuk bidang yang mengarah ke atas.

Pertanian Pertanian

2

Jasa-Jasa

2

Pertambangan & Penggalian

1.5

Jasa-Jasa

1.25 0.82
...


Similar Free PDFs