MAKALAH FITOKIMIA ISOLASI ETIL PARA METOKSISINAMAT DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L PDF

Title MAKALAH FITOKIMIA ISOLASI ETIL PARA METOKSISINAMAT DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L
Author Hariya Rosita
Pages 16
File Size 529 KB
File Type PDF
Total Downloads 590
Total Views 719

Summary

MAKALAH FITOKIMIA ISOLASI ETIL PARA METOKSISINAMAT DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.) Disusun oleh :  Hapsari Yurismawati K1A014020  Hariya Nurrosita K1A014021  Ida Bagus Putra Manuaba K1A014022  Ikhlas Ramdoni K1A014023  Indah Hariyati K1A014024  Intan Utamimi K1A014025 PROGRAM STUDI...


Description

MAKALAH FITOKIMIA ISOLASI ETIL PARA METOKSISINAMAT DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.)

Disusun oleh :  Hapsari Yurismawati

K1A014020

 Hariya Nurrosita

K1A014021

 Ida Bagus Putra Manuaba

K1A014022

 Ikhlas Ramdoni

K1A014023

 Indah Hariyati

K1A014024

 Intan Utamimi

K1A014025

PROGRAM STUDI FARMASI UNIVERSITAS MATARAM 2016 ii

KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, maka makalah ini dapat disusun dan diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini kami buat sebagai tugas dari mata kuliah Farmakoterapi. Dalam menyusun makalah ini banyak kesulitan dan hambatan yang kami hadapi disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya kurangnya pengalaman dan pengetahuan dalam menyusun makalah ini. Disadari bahwa makalah ini masih teramat sederhana dan jauh dari kesempurnaan, tetapi diharapkan mudah-mudahan makalah ini dapat sedikit memberi tambahan terhadap pengembangan wawasan dalam bidang ilmu Fitokimia. Akhir kata kami penulis makalah berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Mataram, 18 Januari 2017

Penulis

ii

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

i ii iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1

B. Rumusan Masalah

1

C. Tujuan

1

BAB II ISI A. Landasan Teori

2

B. Alat dan Bahan Praktikum

5

C. Prosedur Praktikum

5

D. Analisis Data

6

E. Pembahasan

7

BAB III KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA

iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai Negara dengan sumber daya hayati kedua terbesar yang tersebar dari Sabang hingga Merauke, oleh karena itu Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam penyediaan bahan baku tumbuhan obat. Kekayaan alam tumbuhan obat Indonesia terdiri atas 30.000 jenis tumbuhan dari 40.000 jenis tumbuhan dunia, 940 jenis diantaranya merupakan tumbuhan berkhasiat obat dan jumlah ini merupakan 90 % dari jumlah tumbuhan obat dikawasan Asia (BPOM RI, 2009). Kencur (Kaempferia galanga L.) adalah salah satu jenis tanaman yang berpotensi sebagai bahan obat. Kencur termasuk dalam family Zingiberaceae dan merupakan tanaman asli India yang penyebarannya sudah mencapai Asia Tenggara termasuk Indonesia dan Cina. Rimpang kencur secara empiris telah dimanfaatkan dalam mengobati berbagai penyakit seperti radang lambung, radang anak telinga, influenza pada bayi, masuk angin, sakit kepala, batuk, memperlancar haid, mata pegal, keseleo, diare, menghilangkan darah kotor dan mengusir lelah. Kandungan metabolit sekunder dalam ekstrak kencur telah diteliti oleh Umaret al. (2012) diantaranya ialah asam propionate (4,71%), pentadekan (2,08%), asam tridekanoat (1,81%), 1,21-docosadien,(1,47%), beta-sitosterol (9,88%) dan komponen terbesar adalah etil para metoksisinamat. Sehingga perlu dilakukan isolasi etil para metoksisinamat.

B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah prinsip dan melakukan ekstraksi dengan maserasi ? 2. Bagaimanakah carametode isolasi etil para metoksi sinamat ? 3. Bagaimanakah prinsip identifikasi etil para metoksisinamat kromatografi lapis tipis ?

menggunakan

C. Tujuan 1. Mahasiswa mampu melakukan ekstraksi etil para metoksisinamat dengan metode maserasi. 2. Mahasiswa mampu melakukan isolasi etil para metoksisinamat. 3. Mahasiswa mampu melakukan identifikasi etil para metoksisinamat menggunakan kromatografi lapis tipis.

1

BAB II ISI A. Landasan Teori 1. Kencur Kencur (Kaempferia galanga L.) adalah salah satu jenis tanaman obat yang tergolong dalam suku temu-temuan dengan klasifikasi sebagai berikut.        

Kingdom Divisi Sub Divisi Kelas Ordo Famili Genus Species

: Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledoneae : Zingiberales : Zingiberaceae : Kaempferia : Kaempferia galanga L

Kencur berbatang kecil, basah, dan hidupnya berumpun banyak. Kencur juga merupakan tumbuhan herba perennial dengan kumpulan daun berbentuk rosset dekat permukaan tanah, batang semu dan pangkalnya berbentuk rimpang. Rimpang atau rizoma tanaman ini mengandung minyak atsiri dan alkaloid yang dimanfaatkan sebagai stimulan. Kencur (Kaempferia Galanga, Linn) banyak digunakan sebagai ramuan obat tradisional dan sebagai bumbu dalam masakan sehingga para petani banyak yang membudidayakan tanaman kencur sebagai hasil pertanian yang diperdagangkan dalam jumlah yang besar. Bagian dari tanaman kencur yang diperdagangkan adalah buah akar yang tinggal di dalam tanah atau biasa disebut rimpang kencur atau rizoma (Fessenden, 1982). Rimpang kencur terdapat didalam tanah bergerombol dan bercabang-cabang dengan induk rimpang di tengah. Kulit ari berwarna coklat dan bagian dalam putih kekuningan dengan kandungan air yang lebih banyak dan rimpang yang lebih tua ditumbuhi akar pada ruas-ruas rimpang berwarna putih kekuningan. Kandungan kimia pada rimpang kencur yaitu etil sinamat, etil p-metoksisinamat, pmetoksistiren, karen, borneol, dan parafin. Di antara kandungan kimia ini, etil pmetoksisinamat merupakan komponen utama dari kencur. Beberapa peneliti terdahulu berhasil mengisolasi etil p-metoksisinamat dari rimpang kencur sebanyak 0,8-1,26%. Tanaman kencur mempunyai kandungan kimia antara lain minyak atsiri 2,4 – 2,9 % yang terdiri atas etil para metoksisinamat , kamfer, borneol, sineol, pentadekana. Adanya kandungan etil para metoksisinamat dalam kencur merupakan senyawa turunan sinamat (Fessenden, 1984).

2

Etil p-metoksisinamat (EPMS) adalah salah satu senyawa hasil isolasi rimpang kencur (Kaempferia galanga L.). EPMS termasuk dalam golongan senyawa ester yang mengandung cincin benzena dan gugus metoksi yang bersifat nonpolar dan juga gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat sedikit polar sehingga dalam ekstraksinya dapat menggunakan pelarut-pelarut yang mempunyai variasi kepolaran yaitu etanol, etil asetat, metanol, air, dan heksana (Mupidah, 2014). 2. Etil p-metoksisinamat (EPMS) EPMS termasuk ke dalam senyawa ester yang mengandung cincin benzen dan gugus metoksi yang bersifat nonpolar dan juga gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat sedikit polar sehingga dalam ekstraksinya dapat menggunakan pelarut-pelarut yang mempunyai variasi kepolaran yaitu etanol, etil asetat, metanol, air dan n-heksan. Struktur etil parametoksisinamat (C12H14O3) termasuk turunan asam sinamat, dimana asam sinamat merupakan turunan fenilpropanoad. Senyawa EPMS berbentuk Kristal berwarna putih dengan berat molekul 206,24 gr/mol dan memiliki titik lebur 55-56°C (Bangun, 2011).

Gambar. 01 Struktur etil p-metoksi sinamat 3. Isolasi Etil p-metoksisinamat (EPMS) Dalam ekstraksi suatu senyawa yang harus diperhatikan adalah kepolaran pada pelarut dengan senyawa yang diekstrak, keduanya harus memiliki kepolaran yang sama atau mendekati yang sama. Hasil penelitian pada pemilihan pelarut pada suatu kamar didapat bahwa n-heksan adalah pelarut yang paling sesuai ditandai dengan % hasil isolat tertingi yaitu 2,111% diikuti etanol yaitu 1,434% dan etil asetat 0,542% sedangkan dengan aquades tidak terdapat kristal (Taufikkuromah dkk, 2008). 4. Metode isolasi Maserasi merupakan proses perendaman sampel menggunakan pelarut organik pada temperatur ruangan. Proses sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam karena perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel, sehingga metabolit sekunder yang ada didalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organikdan ekstraksi senyawa akaan sempurna karena dapat diatur lama perendaman

3

yang dilakukan. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutansenyawa bahan alam dalam pelarut tersebut. Rekristalisasi merupakan suatu metode pemurnian padatan senyawa organik. Metode ini berdasarkan kenyataan bahwa kelarutan senyawa organik meningkat dalam keadaan panas. Bila senyawa organik kurang murni dipanaskan, untuk melarutkannya dibutuhkan pelarut yang jumlahnya sedikit dan pengkristalan kembali akan memperoleh senyawa yang lebih murni. Kristalisasi merupakan proses pembentukan bahan padat dari pengendapan larutan, campuran leleh, atau lebih jarang pengendapan langsung dari gas. Kristalisasi dari zat murni akan menghasilkan kristal yang identik dan teratur bentuknya sesuai dengan sifat kristal senyawanya, dan pembentukan kristal akan optimum bila berada dalam kesetimbangan. 5. Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi didefinisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi deferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan didalamnya zatzat tersebut menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanyaa perbedaan dalam absorbsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan muatan ion. Dengan demikian masing-masing zat dapat diidentifikasi atau ditetapkan dalam metode analitik (Anonim, 1995). Kromatografi lapis tipis adalah metode analisi pemisahan fisikokimia. Lapisan yang memisahkan, yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah berupa larutan yang ditotolkan berupa bercak atau pita tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan). Selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan (dideteksi). Diantara bebagai jenis kromatografi, kromatografi lapis tipis adalah yang paling banyak digunakan untuk analisis obat di laboratorium farmasi. Metode ini hanya memerlukan investasi kecil untuk perlengkapan dan menggunakan waktu yang singkat untuk menyelesaikan analisis (15-30 menit), memerlukan cuplikan yang sangat sedikit (kira – kira 0,1 gram). Selain itu hasil palsu yang disebabkan oleh komponen sekunder tidak mungkin terjadi, kebutuhan ruangan minimum, dan penanganannya sederhana. Totolkan larutan uji dan larutan standar, menurut cara yang tertera pada masing-masing monografi dengan jarak antara lebih kurang 1,5 cm dan lebih kurang 2 cm dari tepi bawah lempeng, dan biarkan mengering (tepi bawah lempeng adalah bagian pertama 4

lempeng yang pertama kali dilalui fase gerak). Ketika bekerja dengan lempeng, gangguan fisik harus terhindar dari zat penjerap (Anonim, 1995). Beri tanda pada jarak 10 cm hingga 15 cm diatas titik penotolan. Tempatkan lempeng pada rak penyangga, hingga tempat penotolan terletak disebelah bawah, dan masukkan rak ke dalam bejana kromatografi. Pelarut dalam bejana harus mencapai tepi bawah lapisan penjerap, tetapi titik penotolan jangan sampai terendam. Letakkan tutup bejana pada tempatnya, dan biarkan sistem hingga pelarut merambat 10 cm hingga 15 cm diatas titik penotolan, umumnya diperlukan waktu 15 menit hingga 1 jam. Keluarkan lempeng dari bejana, buat tanda batas rambat pelarut, keringkan lempeng diudara dan amati bercak mula-mula dengan cahaya ultraviolet gelombang pedek (254 nm) dan kemudian dengan cahaya ultraviolet gelombang panjang (366 nm). Ukur dan catat jarak tiap bercak dari titik penotolan serta catat panjang gelombang untuk tiap bercak yang diamati. Temntukan harga Rf untuk bercak utama. Jika diperlukan senprot bercak dengan pereaksi yang ditentukan, amati dan bandingkan kromatogram zat uji dengan kromatogram standar (Anonim, 1995).

B. Alat dan Bahan Praktikum 1. Alat-alat Praktikum a. Gelas kimia 100 mL b. Gelas kimia 1000 mL c. Toples d. Pipet tetes e. Pipet volume 5 mL f. Timbangan g. Pisau h. Talenan i. Nampan j. Oven k. Hot plate l. Kulkas m. Rubber bulb 2. Bahan-bahan Praktikum a. n-Heksan b. Etil asetat c. Kloroform d. Metanol e. Aluminium foil f. Aquades g. Rimpang kencur C. Prosedur Praktikum 1. Preparasisampel 5

0,5 gram rimpang kencur  Dicuci dan dipotong kecil-kecil  Dipanaskan dioven dengan suhu 40˚C selama 4 jam  Dihaluskan menggunakan blender Hasil

2. Isolasi Etil p-metoksisinamat 50 gram  Dimaserasi menggunakan pelarut n-heksan 250 mL selama 6 hari  Dipindahkan serbut dan pelarut ke gelas kimia  Dihangatkan pada hot plate  Disaring menggunakan kain khusus Filtrat   

Dimasukkan ke dalam kulkas Diuapkan pelarut pada suhu ruangan setelah terbentuk kristal Didekantasi menggunakan n-heksan sampai kristal mejadi putih bersih

Hasil 3. Pengujian etil p-metoksisinamat Plat KLT  Disiapkan dengan ukuran 3x10 cm dan diberi tanda batas.  Eluen disiapkan dan dijenuhkan kemudian dimasukkan ke dalam chamber (n-heksan 100%, n-heksan : aseton, n-heksan : etil asetat)  Dilarutkan kristal (sampel) menggunakan kloroform  Larutan sampel ditotolkan pada plat KLT  Plat KLT dimasukkan ke dalam chamber yang terisi eluen  Spot pada plat dilihat pada sinar UV 254 nm Hasil

D. ANALISIS DATA 1. Perhitungan Rendemen Kristal hasil isolasi Bahan sebelum diolah Rendemen (%)

= 0,342 gram = 50 gram = = = 0,684 %

2. Perhitungan nilai Rf 6

NilaiRf

=

a. Eluen n-heksan 100% Jarak noda sampel Jarak noda standar Jarak eluen

= 0,2cm = 0,4 cm = 8 cm

Nilai Rf sampel

= = 0,025

Nilai Rf standar

= = 0,05

b. Eluen n-heksan : aseton (5:1) Jarak noda sampel = 2,7 cm Jarak noda standar = 2,6 cm Jarak eluen = 8 cm Nilai Rf sampel

= = 0,3375

Nilai Rf standar

= = 0,325

c. Eluen n-heksan : etilasetat (4:1) Jarak noda sampel = 6,1 cm Jarak noda standar = 5,9 cm Jarak eluen = 8 cm Nilai Rf sampel

= = 0,7625

Nilai Rf standar

= = 0,7375

E. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada praktikum kali ini bertujuan untuk melakukan ekstraksi etil parametoksisinamat dengan metode maserasi, isolasi dan identifikasi menggunakan kromatografi lapis tipis. Sampel yang digunakan adalah simplisia rimpang kencur. Untuk mendapatkan simplisia, terlebih dahulu dilakukan preparasi sampel. Preparasi sampel antara lain mencuci dan memotong rimpang kencur, kemudian dipanaskan menggunakan oven pada suhu 40˚C selama 4 jam. Suhu tersebut merupakan suhu yang sesuai untuk etil parametoksisinamat agar tidak menguap karena titik lebur senyawa tersebut 55-56˚C (Lihat gambar 02). Rimpang yang telah kering dihaluskan menggunakan blender untuk memperkecil ukuran

7

partikel sehingga pada proses ekstraksi senyawa etil parametoksisinamat lebih mudah diekstrak (Lihatgambar 03).

(a) (b) Gambar 02. (a) Pemanasan rimpang kencur (b) Hasil pemanasan rimpang kencur

Gambar 03.Hasil simplisia yang di haluskan Serbuk kencur dimaserasi menggunakan pelarut n-heksan teknis. Pelarut n-heksan digunakan karena senyawa etil parametoksisinamat mengandung cincin benzen dan gugus metoksi yang bersifat nonpolar dan juga gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat sedikit polar sehingga dalam ekstraksinya dapat menggunakan pelarut-pelarut yang mempunyai variasi kepolaran yaitu etanol, etil asetat, metanol, air dan n-heksan. Maserasi dilakukan selama 6 hari dengan pengojokkan berulang. Waktu maserasi yang cukup lama diharapkan senyawa EPMS tereksraksi secara sempurna, sehingga dihasilkan isolate yang cukup banyak. Kemudian hasil maserasi dihangatkan dengan tujuan melarutkan senyawa EPMS pada ektrak. Tahap selanjutnya, yaitu penyaringan serbuk simplisia yang telah dimaserasi, penyaringan dilakukan dengan kain khusus. Penyaringan berfungsi untuk menghilangkan pengotor yang ada. sehingga dihasilkan ekstrak cair (Lihat gambar 04).

Gambar 04. Ekstrak cair kencur 8

Filtrat yang didapatkan dimasukkan ke dalam pendingin sampai terbentuk kristal. Setelah kristal terbentuk, ekstrak didiamkan pada suhu ruangan sampai pelarutnya menguap. Pelarut n-heksan mempunyai titik lebur yang rendah sehingga ketika didiamkan pada suhu ruangan pelarut dengan mudah menguap. Kristal yang terbentuk di cuci kembali menggunakan n-heksan dengan proses rekristalisasi. N-heksan digunakan dengan tujuan mampu melarutkan pengotor yang terdapat dalam Kristal. Pengotor yang kemungkinan ada yaitu berupa lemak, sehingga pelarut non polar akan lebih efektif untuk digunakan. Kristal dilarutkan dengan bantuan pemanas, kemudian didinginkan pada pendingin dan setelah kristal terbentuk pelarut didekantasi. Proses ini diulangi sampai Kristal yang dihasilkan menjadi putih bersih (lihat gambar 05).

(a) (b) Gambar 05. (a) Kristal sebelum dekantasi (b) Kristal setelah dekantasi Persentase rendemen yang didapatkan sebesar 0,684 %. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan Taufikkuromah et.al yang menyatakan bahwa hasil isolat tertinggi etil parametoksisinamat adalah menggunakan n-heksan yaitu sebesar 2,111%. Kondisi ini dapat disebabkan oleh dua kemungkinan. Pertama, pelarut n heksan yang digunakan untuk maserasi adalah n-heksan teknis. Pada pelarut n-heksan teknis masih terdapat campuran air dan tidak murni, sehingga senyawa etil parametoksisinamat tidak dapat terekstraksi secara sempurna. Kedua, pada proses rekristalisasi seyawa yang belum membentuk Kristal kemungkinan besar terbawa ketika dilakukan dekantasi, sehingga dapat menggurangi nilai rendemen yang didapatkan.

Pengujian etil p-metoksisinamat menggunakan kromatografi lapis tipis dengan menggunakan berbagai eluen dan perbandingan. Prinsip dari kromatografi lapis tipis adalah identifikasi pemisahan senyawa berdasarkan perbedaan sifat kepolaran senyawa dengan fase gerak maupun fase diam. Plat KLT disiapkan dengan ukuran 3x10 cm dan diberi tanda batas. Eluen (fase gerak) disiapkan dan dijenuhkan, kemudian dimasukkan ke dalam bejana. Kristal (sampel) dan senyawa standar etil p-metoksisinamat dilarutkan menggunakan kloroform. Pada plat KLT ditotolkan larutan sampel dan standar sesuai dengan tanda batas. Plat KLT dimasukkan ke dalam bejana yang telah berisi eluen. 9

Eluen yang digunakan n-heksan p.a : etilasetat p.a (4 : 1), n-heksan p.a : aseton p.a (5 : 1). Hasil identifikasi etil parametoksisinamat dapat dilihat pada tabel 01. Tabel 01. Hasil identifikasi etil parametoksisinamat No.

Plat KLT

Keterangan

Fase diam silica gel Fase gerak n-heksan p.a 100% 1.

Pelarut kloroform p.a Nilai Rf sampel 0,025 Nilai Rf standar 0,05

Fase diam silica gel Fase gerak n-heksan p.a : aseton (5:1) 2.

Pelarut kloroform p.a Nilai Rf sampel 0,3375 Nilai Rf standar 0,325

Fase diam silica gel Fase gerak n-heksan p.a : etil asetat (4:1) Pelarut kloroform p.a 3. Nilai Rf sampel 0,7625 Nilai Rf standar 0,7375

10

Berdasarkan nilai Rf dari setiap perbandingan eluen, tingkat kepolaran etil pmetoksisinamat merujuk pada sifat semi polar. Hal ini dapat dibuktikan dengan terbentuknya 3 spot yang berbeda ketika dielusi menggunakan 3 fase gerak. Pada plat KLT pertama dengan fase gerak n-heksan p.a 100% dengan nilai Rf 0,025 senyawa tidak terelusi dengan baik. Hal ini dapat disebabkan karena pelarut n-heksan merupakan pelarut non polar dan senyawa etil parametoksisinamat bersifat non polar dengan gugus karbonil yang mengikat sedikit polar, sehingga ikatan yang terbentuk antara senyawa dan fase gerak tidak terlalu kuat. Ikatan yang tidak terlalu kuat tersebut menyebabkan senyawa lebih tertahan pada fase diam. Pada plat KLT yang kedua dengan fase gerak n-heksan p.a : aseton (5:1), terbentuk spot dengan nilai Rf 0,3375. Hal ini menunjukkan senyawa sedikit terelusi karena terbentuk spot pada bagian tengah. Fase gerak yang digunakan bersifat non polar dengan sedikit semi polar. Senyawa dapat terelusi karena pada fase gerak terdapat sifat non polar dan semi polar. Pada plat KLT yang ketiga dengan fase gerak n-heksan p.a : etil asetat (4:1), terbentuk spot dengan nilai Rf 0,7625. Hal ini menunjukkan senyawa terelusi dengan baik karena terbentuk spot yang tinggi. Fase gerak...


Similar Free PDFs