USHUL FIQHI - AMR PDF

Title USHUL FIQHI - AMR
Author Nirma Imma
Pages 22
File Size 260.8 KB
File Type PDF
Total Downloads 335
Total Views 409

Summary

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Ushul Fiqh menyajikan berbagai cara dari berbagai aspeknya untuk menimba pesan-pesan yang terkandung dalam Al-Qur‟an dan Sunnah Rasulullah Saw. Untuk memahami teks-teks dari dua sumber yang berbahasa Arab tersebut, para ulama telah menyusun semacam si...


Description

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Ushul Fiqh menyajikan berbagai cara dari berbagai aspeknya untuk menimba pesan-pesan yang terkandung dalam Al-Qur‟an dan Sunnah Rasulullah Saw. Untuk memahami teks-teks dari dua sumber yang berbahasa Arab tersebut, para ulama telah menyusun semacam sistematik yang akan digunakan dalam praktek penalaran Fih. Bahasa Arab menyampaikan suatu pesan dengan berbagai cara dan dalam beberapa tingkat kejelasannya. Secara garis besar, metode istinbath dapat dibagi kepada tiga bagian, yaitu segi kebahasaan, segi tujuan syari‟ah, dan segi penjelasan beberapa dalil yang bertentangan. Ayat-ayat hukum dalam Al-Qur‟an dalam menyampaikan ajaran Allah dan begitu juga Sunnah Rasulullah ada yang berbentuk amr (perintah), nahi (larangan), dan takhyir (pilihan). Dari tiga kategori ayat-ayat hukum itulah terbentuk hukum-hukum, seperti wajib, mandub, haram, makruh. Dalam makalah ini, yang akan dibahas adalah masalah metode istinbath bila dilihat dari segi kebahasaan yang berbentuk al-Amr. B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian Shighat al-Amr? 2. Bagaimana bentuk-bentuk Shighat al-Amr? 3. Apa yang ditunjukkan Dilalah al-Amr? 4. Bagiamana kaidah-kaidah al-Amr? 5. Bagaimana perbedaan Ulama tentang al-Amr? 6. Apa contoh al-Amr dalam kehidupan sehari-hari? C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui pengertian Shighat Amr. 2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk Shighat Amr. 3. Untuk mengetahui yang ditunjukkan Dilalah Amr. 4. Untuk mengetahui kaidah-kaidah al-Amr. 5. Untuk mengetahui perbedaan Ulama tentang al-Amr. 6. Untuk mengetahui contoh al-Amr dalam kehidupan sehari-hari.

1

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Shighat al-Amr Menuru bahasa, kata al-Amr merupakan bentuk Mashdar dari kata

َ‫َأ َْمًرا‬- yang berarti perintah, jamaknya adalah ‫أ ََو ِام َُر‬.

َ‫َأََمَََرَ–َيَأْ ُم ُر‬

1

Sedangkan menurut istilah, al-Amr dapat diartikan sebagai tuntutan

melakukan suatu perbuatan, yang muncul dari pihak yang lebih tinggi kepada pihak yang lebih rendah.2 Definisi lain:

ِ ِ ‫أََمَر‬ ِ ِ ‫ص‬ َ َ‫َصح‬ ْ ِ‫ـج ٌازَفِـيَالْ ِف ْع ِلَف‬ َ ْ‫ـيَا‬ ُ ‫َحقْيـ َقةٌَفـيَالْ َق ْولَالْ َـم ْخ‬ َ ‫َم‬ َ ‫وص‬ َ ََ

Lafadz yang tersusun dari huruf (alif), (Mim), dan (ra’) secara hakikat diperuntukkan pada ucapan tertentu, dan secara majaz diperuntukkan pada perbuatan, menurut 3

pendapat Ashah.

Definisi lain:

َ‫ َسواء َأكان َبصيغة‬،‫ َ و َاللفظ َالدال َعلي َطلب َالفعل َوحصيل َفـي َامستقبل‬:‫اْمر‬ َ ‫َأمَبالـجملةَالـخريةَال ـتـيَيقصدَم هاَالطلب‬،‫َأمَبصيغةَالـمضارعَبامَاْمر‬،‫اْمر‬ Al-Amr ialah lafadz yang menunjukkan atas tuntutan perbuatan dan berlangsung pada waktu yang akan datang, sama adanya menggunakan sighat amr, ataukah dengan sighat fill mudhari yang diiringi lam amr, ataukah dengan jumlah khabariyyah yang ditujukan kepada maksud tuntutan.4

Sedangkan menurut mayoritas ulama Ushul Fiqh, al-Amr adalah:

ِ َ‫بَالْ ِفع ِلَعل‬ َ ‫ـيَج َه ِةَاْ ِإ ْستِ ْعاََِء‬ َُ ‫اَلل ْف‬ َ ْ ِ َ‫َعلَـيَطَل‬ َ ‫ظَالدل‬

Lafadz yang menunjukkan suatu tuntutan (perintah) untuk melakukan suatu dari pihak 5

yang lebih tinggi kedudukannya.

1

Ahmad Warson Munawwir. Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia. (Surabaya: Pustaka Progressif, Cet XIV, 1997) hal. 38 2 Asmawi. Perbandingan Ushul Fiqh. (Jakarta: Amzah, Cet II, 2013) hal. 221 3 Zakariya bin Muhammad bin Ahmad bin Zakariya Abi Yahya Al-Anshari. Lubb Al-Ushul. (Kediri: Santri Salaf Press, 2014) hal. 193 4 Wahbah Zuhaili. Al-Wajiz fi Ushul Fiqh.(Damaskus: Dar al Fikri, 1999) hal. 210 5 Muliadi Kurdi. Ushul Fiqh: Sebuah Pengenalan Awal. (Banda Aceh: Lembaga Naskah Aceh, Cet II, 2015) hal. 428

2

Amr: Tuntutan melakukan suatu perbuatan, yang muncul dari pihak yang lebih tinggi kepada pihak yang lebih rendah. Doa: Perintah itu berupa permohonan yang datang dari bawah ke atas. Contoh: QS. Ali-Imran (3): 193                                                                  

Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya Kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): "Berimanlah kamu kepada Tuhanmu", Maka Kamipun beriman. Ya Tuhan Kami, ampunilah bagi Kami dosa-dosa Kami dan hapuskanlah dari Kami kesalahan-kesalahan Kami, dan wafatkanlah Kami beserta orang-orang yang banyak berbakti.

Iltimas: Perintah itu berasal dari pihak yang sederajat. Contoh: QS. Yusuf (12): 42                                                               

Dan Yusuf berkata kepada orang yang diketahuinya akan selamat diantara mereka berdua: "Terangkanlah keadaanku kepada tuanmu." Maka syaitan menjadikan Dia lupa menerangkan (keadaan Yusuf) kepada tuannya. karena itu tetaplah Dia (Yusuf) dalam penjara beberapa tahun lamanya.

B. Bentuk-Bentuk Shighat al-Amr Adapun ungkapan al-Amr dalam nash syara‟ muncul secara bervariasi sebagaimana berikut: 1. Bentuk Fi‟il Amr (kata kerja perintah) Contoh: QS. Al-Hajj (22): 78   ...                     ... ... Maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat ...

2. Bentuk Fi‟il Mudhari‟ (kata kerja untuk sekarang dan yang akan datang) yang disertai Lam al-Amr. Contoh: QS. Al-Thalaq (65): 7                   Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya.

3

QS. Al-Baqarah (2): 185                            Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.

3. Bentuk Mashdar yang diposisikan sebagai Fi‟il Amr. Contoh: QS. Muhammad (47): 4 ...                                Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang) Maka pancunglah batang leher mereka.

4. Bentuk Isim Fi‟il al-Amr. Contoh: QS. Yusuf (12): 23                                                      Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan Dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: "Marilah ke sini”

5. Bentuk kalimat berita yang bermakna perintah (Khabariyyah Lafzan Insya’iyyah Ma’nan). QS. Al-Baqarah (2): 228                                        Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'.6

6. Bentuk kata

‫أمر‬.

Contoh: QS. An-Nisa (4): 58 ...                                   Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.

7. Bentuk kata

‫فرض‬

Contoh: Al-Ahzab (33): 50 6

Asmawi. Perbandingan Ushul Fiqh. (Jakarta: Amzah, Cet II, 2013) hal. 221-222

4

...                                  Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang isteri-isteri mereka.

8. Menggunakan kata

‫كتب‬.

Contoh: QS. Al-Baqarah (2): 183 ...                                 Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa.

9. Jawab syarat. Contoh: QS. Al-Baqarah (2): 196                                   Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), Maka (sembelihlah) korban.7

10. Memberitahukan tentang adanya kewajiban dengan memakai kata

‫على‬.

Contoh: QS. Ali-Imran (3): 97                                      Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah.8

C. Dilalah al-Amr Para ulama Ushul telah menyepakati bahwa bentuk al-Amr ini digunakan untuk berbagai macam arti. Al-Amidi menyebutkan sebanyak 15 macam makna. Sedangkan Al-Mahalli dalam Syarah Jam’u al-Jawami’ menyebutkan sebanyak 26 makna. Demikian pula mereka sepakat bahwa bentuk al-Amr secara hakikat digunakan untuk thalab (tuntutan). Namun, mereka berbeda pendapat mengenai thalab ini. Apakah dengan sendirinya menunjukkan wajib ataukah diperlukan adanya qarinah.9 7

Yang dimaksud dengan korban di sini ialah menyembelih binatang korban sebagai pengganti pekerjaan wajib haji yang ditinggalkan; atau sebagai denda karena melanggar hal-hal yang terlarang mengerjakannya di dalam ibadah haji. 8 http://www.contohlengkap.com/2011/06/amr-dalam-kaidah-ushuliyah-lughowiyah.html. Diakses pada 25 Februari 2017 14:20 WIB 9 Rachmat Syafe‟i. Ilmu Ushul Fiqih. (Bandung: Pustaka Setia, Cet IV, 2010) h. 201

5

Shigat al-Amr dan setiap bahasa yang menunjukkan amr, diberlakukan memiliki beragam makna. Imam Ibn As-Subki menyebutkan 26 makna: No

Makna

Contoh

1.

ِْ َ‫اب‬ ُ َ‫اإج‬

ِ ‫يمواَالصاََة‬ ُ ‫أَق‬

(wajib)

2.

3.

4.

5.

6.

َ‫ب‬ ُ ‫ال ْد‬

8.

9.

10.

ِ ِ ِ‫فَ َكاتِبو مَإ‬ َ ‫َخيْـًرا‬ َ ُْ ُ َ ‫نَعل ْمتُ َْم ف ْـي ِه ْم‬

(sunnah)

“Dan buatlah kontrak kitabah pada hamba-hamba itu, jika kalian meyakini ada kebaikan pada mereka”

ِ َ‫ب‬ ُ ْ‫التأْدي‬

َ‫ض َلَبـَيْـَ ُك ْم‬ ْ ‫َواََتَـْ َسَُواَالْ َف‬

(mendidik adab)

“Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu”.

ِْ َ‫اد‬ ُ ‫اإ ْر َش‬

َ‫َوأَ ْش ِه ُدَوآَإِذَاَتَـبَايَـ ْعتُ ْم‬

(memberi petunjuk)

“Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli”.

َ‫ا ِإ ْذ ُن‬

َ‫اُْد ُخ ْل‬

(mengijinkan)

“Masuklah” (saat ada orang mengetuk pintu).

ِْ ُ‫اح َة‬ َ َ‫اإب‬

ِ ‫اَمنَالطيب‬ ِ ‫ُكلُو‬ َ‫ات‬ َ

(membolehkan)

7.

“Dirikanlah shalat”

ِ ُ‫إر َادة‬ َ‫َاا ْمتِثَ ِال‬ َ

“Makanlah dari makanan yang baik-baik”.

ِِ ِ َ ‫ا ْس َقـَـ ْي‬ ً‫َم َاء‬

(ingin dijalankan)

“Berilah aku air minum”. (saat orang haus meminta minum pada orang lain).

ِْ ُ‫اإ ْكَر َام‬

ِ ِ َ ِ‫اُْدخلُو اَب‬ َ‫ي‬ َ ‫ساٍَمَآم‬ َ َ ُ

(memuliakan)

“Masuklah ke dalamnya dengan sejahtera lagi aman”.

ِ َ‫اا َْمتَِا ُن‬

ِ َُّ‫اَرَزقَ ُك ُمَالَل‬ َ ‫فَ ُكلُواَمـم‬

(memberi anugrah)

“Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu”.

َ‫يد‬ ُ ‫الت ْـه ِد‬

ِ ‫ْاعملُواَم‬ َ‫اَشْئتُ ْم‬ َ َ

(menakut-nakuti)

“Perbuatlah apa yang kamu hendaki”.

6

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

19.

20.

21.

ِْ َ‫اإنْ َذ ُار‬ (memberi peringatan)

“Katakanlah: “Bersenang-senanglah kamu, karena sesungguhnya tempat kembalimu ialah neraka”.

ِْ ُ‫اإ َ انََة‬

َ‫تَالْ َع ِزيْـ ُزَالْ َك ِريْ ُـم‬ َ ‫ذُ ْقَإِن‬ َ ْ‫كَأَن‬

(menghinakan)

“Rasakanlah, sesungguhnya kamu orang yang perkasa lagi mulia”.

ِ َ‫اا ْحتِ َق ُار‬

َ‫َملْ ُقون‬ ُ ‫اَماَأَنْـتُ ْم‬ َ ‫أَلْ ُقو‬

(meremehkan)

“Lemparkanlah apa yang hendak kamu lemparkan”.

َ‫التس ِخيْـ ُر‬ ْ

ِ ِ ً‫ُكونُواَقِردة‬ َ‫ي‬ َ ْ ‫َخاسئ‬ َ ََ

(merubah wujud)

“Jadilah kamu kera yang hina”

َ‫الت ْك ِويْ ُن‬

َ‫ُك ْنَفَـيَ ُكو ُن‬

(menjadikan)

“Kun (jadilah), maka jadilah ia”.

َ‫الت ْـع ِج ُيز‬

َِِ‫فَأْتُواَبِسورةٍ َِمن َِمثْل‬ ْ َُ

(melemahkan)

“Buatlah satu surat (saja) yang semisal Al-Qur‟an itu”.

ُ‫التس ِويََة‬ ْ

ِ ْ َ‫اصِرواَأَوَاََت‬ َ‫َعلَْي ُك ْم‬ َ ٌ‫اَس َواء‬ ْ ُ ْ َ‫ف‬ َ ‫صرُو‬

(menyamakan)

“Maka baik kamu bersabar atau tidak, sama saja bagimu”.

َ ‫الدع‬ َ ُ‫اء‬

َ‫لهمَا ْغ ِف ْرِل‬ ُ َ‫ال‬

(doa)

“Ya Allah ampunilah aku”

َّ‫التم‬ َ

‫َاَْلِي‬ ْ َ‫أَاََأَيـ َهاَاللْي ُلَالط ِويْ ُلَأَا‬

(berkhayal)

“Ingatlah wahai malam yang panjang, hendaklah menjadi terang”

َ‫اَْبَـ ُر‬ ْ

‫ض َح ُكواَقَلِياً ََولْيَْب ُكواَ َكثِيْـًرا‬ ْ َ‫فَـلْي‬

(mengabari)

“Maka mereka akan tertawa sedikit dan menangis banyak”.

ِْ َ‫اإنْـ َع َام‬

ِ ِ َ‫اَرَزقْـَا ُك ْم‬ َ ‫ُكلُواَم ْنَطَيبَات‬ َ ‫َم‬

(memberi nikmat)

10

ِ ‫قُلَتَـمتـعواَفَِإنَم‬ َ‫صرَُك ْمَإِ َََل ا ِر‬ َُ ْ َ

“Makanlah di antar rezeki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu”.

Malam yang panjang diposisikan sebagai sesuatu yang mustahil hilang berganti siang.

7

22.

23.

24.

25.

26.

َ‫ض‬ ُ ْ‫التـ ْف ِوي‬

ٍ َ‫تَق‬ ِ ْ‫فَاق‬ َ‫اض‬ َ ْ‫َماأَن‬ َ‫ض‬

(menyerahkan)

“Maka putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan”.

‫الت َـعجب‬

َ‫ال‬ َ َ‫َاْ َْمث‬ ْ ‫ك‬ َ َ‫َضَربُواَل‬ َ ‫ف‬ َ ‫اُنْظُْرَ َكْي‬

(terheran-heran)

“Lihatlah bagaimana mereka membuat perumpamaanperumpamaan terhadapmu”.

ِ ‫الت ْك ِذ‬ َ‫يب‬

ِ ِ ‫قُلَفَأْتُواَبِالتـوراةَِفَاتْـلُو اَإِ ْنَ ُكْتم‬ َ‫ي‬ َ ْ ‫َصادق‬ َ َ ُْ َْ ْ

(mendustakan)

“Maka bawalah Taurat itu, lalu bacalah dia jika kamu orang-orang yang benar”.

ُ‫ورَة‬ َ ‫اَلْ َم ُش‬

‫َماذَاَتَـَرى‬ َ ‫فَانْظُْر‬

(musyawarah)

“Maka pikirkanlah apa pendapatmu”.

ِ َ‫اا ْعتِبَ ُار‬

َ‫اُنْظُُروَإِ َََثـَمـَِرَِإذَاَأَثْ َـمَر‬

“Perhatikanlah buahnya diwaktu pohonnya berbuah”. 11

(mengambil teladan)

Setelah memahami beberapa uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap kata al-Amr (perintah) belum tentu menentukan sebuah hukum wajib, bisa jadi kata perintah itu berarti memohon, mengajak, petunjuk, anjuran, mengharapkan, dan lain-lain. Dalam QS. al-Baqarah(2): 201             ... Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka.

Kata perintah atau al-Amr, secara umum merupakan tuntutan melakukan suatu pekerjaan dari yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah kedudukannya. Akan tetapi, jika memerhatikan redaksi ayat di atas, yaitu menggunakan kata perintah (   [berilah Kami kebaikan di dunia]) dari bawah ke atas (dari hamba kepada Tuhan), apakah hal ini akan diartikan memerintah Allah? Tentu tidak, karena sighat al-Amr di sini bukan menunjukkan perintah akan tetapi berarti “doa.” 11

Zakariya bin Muhammad bin Ahmad bin Zakariya Abi Yahya Al-Anshari. Lubb Al-Ushul. (Kediri: Santri Salaf Press, 2014) hal. 198-200

8

Untuk lebih memahami sighat al-Amr, berikut akan dijabarkan kaedahkaedah yang terkait dengan al-Amr. D. Kaidah-Kaidah al-Amr

َِِ‫اَف‬ َ ‫يَخ‬ َِ َ‫اَدلََالدََلِْيَ ُلََ ََعل‬ ََ ‫بََإِ َاَ ََم‬ َِ ‫ىَاََْْم َِرََلِلََُْو ُجَ َْو‬ َْ ََْْ‫َا‬ ْ ‫ص َُلَفَِـ‬

1.

Perintah (amr) pada dasarnya menunjukkan wujub, kecuali ada dalil yang menunjukkan selainnya.

Menurut jumhur ulama, amr itu secara hakikat menunjukkan wajib dan tidak bisa berpaling pada arti lain, kecuali bila ada qarinah (petunjuk lain) yang menunjukkan bahwa lafadz amr itu tidak wajib. Makna hakiki amr yang diperselisihkan di atas ialah apabila amr itu tidak disertai suatu qarinah (petunjuk lain). Golongan Zahiriyah, antara lain Ibnu Hazm berpendapat bahwa amr yang terdapat dalam Al-Qur‟an, sungguhpun disertai qarinah (petunjuk lain) tetap menunjukkan wajib, kecuali kalau ada nash lain atau ijma’ yang memalingkan pengertian amr dari wajib. Sedangkan jumhur ulama berpendapat bahwa tidak adanya qarinah (petunjuk lain) menunjukkan wujub. Sebaliknya, adanya suatu qarinah (petunjuk lain) sudah cukup dapat mengubah hakikat arti amr itu. Dari kedua sikap ulama di atas, ada dampak luas pada penetapan hukum. Contoh yang dapat dikemukakan di sini ialah masalah pencatatan dan persaksian dalam utang piutang. Menurut Zahiriyah, pencatatan dan persaksian dalam utang piutang ini adalah wajib, berdasarkan QS. al-Baqarah: 282 yakni menggunakan bentuk amr menunjukkan wajib dan tidak bisa menyimpang dari arti zahir kecuali dengan nash atau ijma’. Menurut jumhur ulama, amr pada ayat tersebut adalah nadb. Alasannya, mayoritas kaum muslimin dalam melakukan jual beli yang tidak kontan itu tidak dicatat dan dipersaksikan. Oleh karena itu, dipandang ijma’ di kalangan kaum muslimin, bahwa amr pada ayat tersebut bukan untuk menunjukkan wajib.12

ِ ََ‫ص َلَفَِـيَا َْْمَ َِرَاََيَـ َْقت‬ َِِ‫اَف‬ َ ‫يَخ‬ َِ ‫اَدلََالدََلِْيَ ُلََ ََعَل‬ ََ ‫ضَىَالتَ َْكََر َارَََإِاََ ََم‬ َ ْ ُ َْ ََْْ‫َأ‬

2.

Perintah (amr) pada dasarnya tidak memiliki konsekuensi pengulangan, kecuali ada dalil yang menunjukkan selainnya. 12

Rachmat Syafe‟i. Ilmu Ushul Fiqih. (Bandung: Pustaka Setia, Cet IV, 2010) h. 201-202

9

Menurut pendapat yang shahih, perintah itu tidak dilakukan berulang kali kecuali ada dalil yang menunjukkan perintah tersebut harus dilakukan berulang. Suatu perintah hanya wajib dikerjakan sekali selama belum ada dalil yang menyatakan bahwa perintah itu harus dikerjakan berulang kali, sebab apa yang dituju perintah tersebut sudah dihasilkan dengan hanya dikerjakan satu kali dan pada dasarnya tidak ada kewajiban untuk menambah lagi. Contoh dari perintah yang hanya dikerjakan sekali adalah memberikan mas kawin kepada istri saat melangsungkan pernikahan, berdasarkan firman Allah dalam QS. an-Nisa‟(4): 4  ...     Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan ..

Karena tidak ada dalil yang menyatakan bahwa kewajiban memberikan mahar harus diberikan berulang kali, maka ditetapkan bahwa mahar hanya diberikan satu kali saja. Contoh perintah yang harus dikerjakan berulang kali adalah puasa pada bulan Ramadhan, yang diperintahkan Allah dalam firman-Nya QS. al-Baqarah (2): 183             

 

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.

Puasa Ramadhan diwajibkan setiap tahunnya berdasarkan penjelasan dalam ayat lainnya,  ...      ... ... Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu ...13

Pengulangan tuntutan puasa diambil dari penggantungan perintah tersebut pada syarat yang berulang-ulang, yaitu penyaksian bulan Ramadhan. Seakan-akan

13

Jalaluddin al-Mahalli. Syarh al-Waraqat fi Ushul Fiqh.(t.tp, 1999) hal. 106
...


Similar Free PDFs